NovelToon NovelToon

KEKASIH GRIM REAPER

SATU

"Uh, kenapa dia berdiri di depan pagar sekolah?" keluh Andrea pada dirinya sendiri.

"Drea, kamu nggak pulang?" sapa Aya di belakang Andrea dengan heran, dari tadi melihat Andrea hanya berdiri di parkiran sekolah sambil menatap pintu gerbang dengan wajah takut.

Andrea berbisik di telinga Aya. "Kamu lihat nggak cowok yang berdiri di depan pagar sekolah?"

Aya melihat kumpulan geng anak nakal di sekolah. "Maksud kamu si Giant and the gang?"

Yang dimaksud Aya, pria gemuk berbadan besar, anak jenderal di kota mereka tapi terkenal nakal dan gonta-ganti cewek. Nama aslinya Ronald tapi karena tubuh dan sikapnya yang mengintimidasi seperti Giant di salah satu karakter Doraemon makanya dipanggil itu.

"Bukan, bukan si Giant tapi cowok serba item!" Andrea mengibaskan tangannya di udara.

Aya menyipitkan mata dengan bingung ke depan pagar. "Kalau pakai baju mencolok gitu pasti keliatan lah Ndrea, tapi ini mah boro-boro keliatan, batang hidungnya aja gak ada."

Andrea menepuk jidatnya. Ah, percuma bicara dengan anak satu ini. "Udahlah kamu pulang aja," usir nya.

"Terus kamu mau di sekolah sampai kapan?"

"Terus kamu pengen aku ditangkap pria baju item?"

Aya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan - jangan yang kamu lihat itu hantu?"

Andrea memukul lengan atas Aya. "Enggaklah, gak mungkin aku bisa liat hantu!"

"Buktinya kamu bisa lihat cowok berbaju item sementara aku nggak bisa lihat." Aya menakut-nakuti Andrea.

"Ay-" rengek Andrea dengan ketakutan.

Aya melepas pegangan Andrea. "Aku mau pulang! aku gak ikut-ikutan!"

"Gitu ya sama temen kamu ini-" rengek Andrea lagi.

"Ya udah pura-pura aja gak liat!"

Andrea menggigit bibir bawahnya, melirik pria yang berdiri memunggunginya. "Ok. Tapi aku jalan di sebelah kiri kamu ya. Dia berdiri di sisi kanan soalnya."

"Iya."

Andrea jalan beriringan bersama Aya melewati gerbang sekolah. Begitu mereka berdua sudah melewatinya, diam-diam Andrea bernapas lega.

"Percuma pura-pura tidak tahu!"

Andrea terkejut. Pria itu sudah berdiri di hadapannya. "A- a-"

"Halo, Andrea." Pria itu menunjukan senyum tampan sementara Andrea merinding melihat senyum maut itu.

Andrea menutup mata sebentar dan menggigit bibir bawah. Percuma, pura-pura lagi.

"Ay, kamu pulang duluan deh. Aku ada urusan-"

"Terus cowok yang kamu takutin?"

Andrea tersenyum sambil melambaikan tangannya. "Sudah enggak ada kok. Makasih ya."

Aya melambaikan tangannya dan naik ke angkot.

"Jadi-"

"Usia kamu sebentar lagi 17 tahun."

"Tidak perlu menghitung! aku sudah tau!"

Andrea sengaja memunggungi pria itu berpura-pura mencari angkot di depan sekolah, supaya tidak ada yang tahu dirinya bicara dengan makhluk tak nampak.

"Tidak ingin merayakannya?"

Bibir Andrea bergetar, buat apa merayakan ulang tahun kalau itu perhitungan mundur hari kematiannya. Menjadi tunangan malaikat pencabut nyawa sama dengan matikan? Atau-

"Tidak!"

"Sayang sekali, padahal anak-anak seusia kamu selalu merayakannya."

"Aku berbeda dengan anak-anak lainnya, lagipula-" Andrea menghela napas berat. "Lagipula aku sudah menjadi target malaikat pencabut nyawa."

Pria itu menahan tawanya. "Terserah. Hati-hati kalau pulang, seharusnya kamu bawa payung tadi."

Andrea mendongak. Matahari bersinar terang, saat akan menjawab, pria itu sudah tidak ada di sana lagi.

Andrea mengangkat kedua bahunya dan memutuskan pulang dengan jalan kaki. "Hujan apanya, matahari terik gini dibilang hujan, huh!"

Andrea menendang batu di depan kaki,

tak lama muncul awan mendung.

Andrea mendongak sekali lagi. "Gawat!" serunya sambil berlari mencari tempat aman. "Aku tidak percaya ini!"

Setelah Andrea duduk di emperan toko, hujan turun dengan deras. "Bagus, malaikat pencabut nyawa yang bisa meramal cuaca."

______

Setelah hujan reda, Andrea segera pulang ke rumah, mandi dan makan siang bersama mama di ruang makan, saat makan tiba-tiba mama bertanya. "Apa cita-citamu?"

Andrea mengedipkan mata ketika ditanya mama. "Cita-cita?"

"Kamu sudah kelas 3 SMA sudah saatnya menentukan pilihan kamu."

Andrea menaikan salah satu alisnya. "Baru kelas 3 SMA, kan?"

"Tahun depan kamu sudah lulus sayang, saatnya menentukan pilihan."

"Pilihan apa? Memangnya papa akan membiayai sekolah Andrea?" tanya Andrea tidak mengerti.

"Setidaknya kita berusaha sayang." Harap mama Andrea

"Ma, papa saja tidak mau membiayai sekolah SMA Andrea buat biaya melahirkan perempuan gatal itu! Ini saja kalau tidak minta tolong Budhe-"

"Mama tahu sayang," potong mama Andrea tidak sabar, "Tapi cobalah bicara dengan papa kamu, biar bagaimanapun ini menyangkut masa depan kamu."

Andrea memainkan makanannya. "Papa bilangnya Andrea harus masuk jurusan ekonomi kan?"

"Ya." Angguk mama Andrea dengan antusias.

"Tapi Andrea pengennya kedokteran."

"Andrea, papa kamu tidak punya uang sebanyak itu."

Andrea menghela napas. "Terus kenapa mama tanya masa depan Ndrea sementara mama sudah tahu jawabannya dari papa. Mama sadar gak sih kalau papa itu sudah punya wanita lain? dia sudah membuang kita ma!"

"Andrea, jangan bilang seperti itu tentang papa kamu!"

"Terus Andrea harus bicara apa? Dia bahkan tidak pantas disebut papa!" seru Andrea.

"Ndrea!" bentak mama Andrea.

Andrea menghela napas panjang. "Maaf."

"Telepon papa kamu kalau kamu ingin kuliah, masuk jurusan Ekonomi tak apa yang penting papa biayain kuliah kamu."

Andrea menatap tajam mamanya. "Andrea kenyang!"

Mama Andrea menghela napas pasrah, ia hanya ingin memperjuangkan masa depan putrinya. Setidaknya papa Andrea juga harus memikirkan masa depan anak kandungnya sendiri.

Andrea membawa piring yang masih berisi penuh makanan ke bak cuci dan mencucinya. "Andrea bicara nanti saja ma."

Mama Andrea menghela napas. "Ya."

Selesai mencuci piring. Andrea naik ke kamarnya.

"Bertengkar lagi?"

Andrea terkejut. "Bisakah tidak membuatku serangan jantung?"

Pria itu sedang memiringkan badannya di atas tempat tidur Andrea sambil membuka majalah fashion, dia bahkan tidak sungkan melepas jubahnya di kaki tempat tidur.

Di luar dugaan Andrea kalau pria itu memakai kemeja putih dan celana panjang hitam. "Khas anak muda, suka fashion."

Andrea menyeret langkahnya dan duduk di samping tempat tidur. "Ngomong-ngomong kamu ini siapa? Aku hanya tahu malaikat pencabut nyawa saja."

Pria itu menatap lurus Andrea. "Andre."

Andrea menaikan salah satu alisnya.

"Aku tidak ingat namaku." Pria itu menyerah.

"Aneh."

"Itu tidak aneh, seorang malaikat pencabut nyawa tidak memiliki nama, kalau kamu ingin memanggilku, panggil saja Andre, aku suka nama itu."

Andre adalah nama adik Andrea. Andrea yang duduk di lantai kayu kamarnya menopang dagu di atas tempat tidur. "Kamu punya dosa berat ya?"

"Tidak," jawab pria itu, "Darimana pemikiran konyol itu muncul?"

"Dari drama korea."

"Drama apa?"

Andrea tidak mau membahas drama lebih lanjut, lalu menunjuk pria itu. "Gimana kalau namamu Bruno? guk guk."

Pria itu memukul kepala Andrea. "Kamu kira aku gak tahu anjing, hah?"

Andrea mengelus kepalanya. "Sakit-"

"Kalau tidak mau sakit, jangan suka menyakiti orang lain." Pria itu kembali konsentrasi dengan majalah Andrea. "Kamu ada bacaan lagi?"

"Enggak ada!"

"Kalau tidak salah ada komik di bawah laci meja, kan?"

"Apa tugas malaikat pencabut nyawa membaca majalah dan komik?" Andrea menggeser badan pria itu hingga jatuh dari tempat tidur.

"Kamu-" Pria itu mengelus lengannya yang terjatuh lebih dulu. "Berani sekali dengan malaikat pencabut nyawa!"

Andrea cepat-cepat naik tempat tidurnya dan menaikan selimut. "Ini jamnya aku tidur."

Pria itu menggeser badan Andrea. "Aku juga tidur disini!"

"Siapa yang kasih izin? Ini kamarku!" seru Andrea pelan.

"Sebelum kamu dan keluargamu tinggal disini, aku sudah tinggal disini ratusan tahun." bohong pria itu. Sebenarnya dia tidak begitu ingat pernah berkunjung ke tanah sekitar sini, setelah Andrea pindah kesini baru dia sering kesini untuk mengawasi kekasih kecilnya.

Andrea yang tadinya memejamkan mata, membuka matanya. "Ratusan tahun?"

"Sebenarnya hanya sekitar 500 tahun."

"Wait, wait! 500 tahun? Jadi selama ini- kamu kakek? Meski tampangnya kayak anak muda gitu?"

"Memangnya tidak ada yang pernah cerita ke kamu ya?" Pria itu merangsek masuk ke selimut Andrea sehingga Andrea terjepit di dinding.

"Cerita apa?"

"Kamu itu dulunya bisa dibilang tumbal."

Andrea terduduk di tempatnya. "Tumbal?"

Pria itu tidur memunggungi Andrea. "Sewaktu kamu masih bayi, papa kamu membuat perjanjian dengan raja jin untuk menukar nyawanya dengan nyawa kamu. Yah, itu karena papa kamu nekat mengambil barang berharga milik salah satu raja jin."

"Jadi seharusnya orang itu mati?" Andrea tersenyum sinis. Gagasan pria itu mati sungguh melegakan hatinya.

"Kamu senang?"

"Tentu saja!" Andrea mengangguk cepat.

"Terus-terus kenapa orang itu masih hidup?" tanya Andrea sambil menggoyang-goyang badan pria itu.

"Kamu pernah diceritakan tentang papa kamu yang pulang gatal-gatal?"

"Mama sering cerita, sewaktu pulang bersama temannya mencari keris atau apalah badannya gatal-gatal gitu."

"Nah itu-"

"Itu apanya?" tanya Andrea tidak mengerti.

"Ayah kandungmu membuat suatu perjanjian pada saat itu," kata pria itu sambil membalik badannya untuk menatap Andrea.

"Perjanjian pertukaran nyawa?"

"Ya."

Andrea terdiam. Suasana kamar menjadi hening. Sejahat apapun ayahnya, dia tidak menyangka kalau ayah kandungnya melakukan hal yang lebih kejam lagi dengan menumbalkan darah dagingnya sendiri.

DUA

"Dan kamu akan mencabut nyawaku untuk pertukaran itu? itu sebabnya dulu aku pernah melihatmu? lalu kamu juga sempat bilang kalau kita sudah bertunangan?" tanya Andrea, buka suara setelah keheningan beberapa saat.

Kening pria itu berkerut. "Menurut kamu bagaimana?"

"Dari ceritanya aku-"

Pria itu tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. "Ya ampun, kamu ini lemot banget."

Andrea cemberut mendengar ejekan pria di depannya. "Bagian mana yang salah?"

"Dengar ya-" pria itu berdehem dan menatap serius Andrea. "Bagian aku mencabut nyawa kamu."

"Tadi katanya- selain itukan kamu-" tunjuk Andrea.

"Tidak, tidak secepat itu. Setelah membuat perjanjian tanpa sengaja aku menyaksikannya dan-" Pria itu menghentikan kalimatnya. "Dan itu tidak berhasil, ibu kandung kamu keturunan keraton yang memiliki pelindung di setiap anak perempuan kelahiran pertama."

"Bude dong seharusnya."

"Bude yang mana?" Pria itu bangun dan duduk menghadap Andrea.

"Bude yang sekarang ini. Pemilik rumah ini, dan membiayai hidup aku, mama dan Andre." Andrea membentangkan tangannya lebar-lebar.

"Oh bukan. Bude satunya, bude yang meninggal sewaktu masih bayi."

"Ah iya, mama pernah cerita, aku juga pernah ke makamnya." Angguk Andrea.

"Nah karena bude kamu meninggal sewaktu masih bayi yang seharusnya mendapat pelindung, dia berpindah tapi tidak dengan anak selanjutnya karena ketetapan peraturan. Keturunan perempuan pertama. Jadinya turun ke cucu perempuan pertama."

"Aku dong!" tunjuk Andrea pada dirinya sendiri.

"Aku memiliki pelindung?"

"Ya, mau aku kenalin?" pria itu menunjuk salah satu sudut tembok kamarnya di dekat pintu.

Andrea menggeleng takut. "Enggak, jangan sekarang. Aku belum siap!" Andrea menurunkan jari telunjuk pria itu.

"Perjanjian itu menjadi tidak sah karena adanya pelindung kamu dan adik kamu pun juga dilindungi. Jadinya hanya anak ketiga yang tidak memiliki pelindung."

"Jadi keguguran itu karena-"

"Karena tumbal, untungnya belum ada nyawa jadi aku meminta alam untuk menggugurkan kandungan ibumu sebelum terjadi hal tidak diinginkan, iblis tidak akan puas jika belum mendapat target, takutnya mereka ingin adik kamu dan kamu."

"Wow, aku baru dengar cerita seperti ini... aku..." Andrea bicara terbata-bata, dia tidak tahu harus bagaimana bereaksi mendengar cerita tidak masuk akal itu.

"Karena itulah kamu menjadi kekasih, tunangan dan belahan jiwaku."

Andrea mengangkat kepalanya. Beberapa hari lalu pria ini menemuinya dan bicara terus terang siapa dirinya lalu menjadi kekasih, tunangan dan belahan jiwa Andrea tanpa menceritakan hal detail. "Bagaimana aku bisa menjadi kekasih kamu?"

"Suatu hari nanti kamu akan tahu."

"Tapi aku bingung- wait, wait. otakku benar-benar error dapat informasi di luar nalar gini." Andrea memijat keningnya.

Pria itu memalingkan wajah. "Anak tumbal yang selamat biasanya menjadi malaikat pencabut nyawa dan satu-satunya cara ia kembali menjadi manusia dengan menikahi mantan tumbal."

"Kamu anak tumbal yang selamat? bagaimana caranya?"

"Ratusan tahun yang lalu aku diculik dari rahim dan ditumbalkan oleh seseorang. Setelah bertahun-tahun menjadi budak jin, aku berhasil menyelamatkan diri."

"Bukankah kalau kamu menjadi tumbal menjadi hantu apa ya itu namanya?"

"Aku tidak tahu sebutan manusia. Tapi aku juga pernah mendengarnya, hantu? Aku rasa itu terlalu halus untuk menyebut anak seperti kami."

"Kalau tidak salah, anak belum lahir yang diculik itu seharusnya tidak bisa tumbuhkan?"

"Memang. Aku tidak tumbuh dewasa sampai kabur dan menjadi malaikat pencabut nyawa." Pria itu mengelus rambut Andrea. "Para bidadari menolong orang-orang seperti kami menjadi malaikat pencabut nyawa."

"Jadi malaikat pencabut nyawa bukan bagian dari jin neraka ya?" Andrea bertanya ngasal.

"Hei! Apa kamu tidak pernah membaca buku agama!"

"Tidak. Aku tidak mau membacanya." Andrea menjatuhkan badan dan menaikan selimutnya hingga ke dada. "Aku tidak mau menjadi seperti papa. Dia rajin sholat dan mengaji tapi dia dengan mudahnya menyakiti mama bahkan selingkuhannya, si perempuan murahan itu memakai jilbab! Bahkan dia bilang, 'seharusnya kamu sama mama kamu sudah ikhlas kalo papa kamu sudah sama tante' Lucu kan!" Andrea meniru ucapan selingkuhan papanya.

"Jangan begitu, yang salah bukan agama tapi manusianya-"

"Dia bahkan menjadikan aku tumbal! Bagaimana bisa aku tidak membencinya dosanya banyak banget sama aku, menumbalkan aku, membuang aku bahkan selingkuh? kadang aku bertanya dimana Tuhan?" Andrea menekan matanya dengan punggung tangan untuk menahan tangis.

Pria itu menghela napas panjang. "Terus kamu mau nolong aku gak?"

"Tolong apa?"

"Menjadikan aku manusia kembali."

"Kalau kamu menjadi manusia, kamu punya pekerjaan gak? Uang saja kamu gak punya, tidur bahkan maksa masuk kamarku seperti sekarang ini."

"Jangan meremehkan malaikat pencabut nyawa!"

"Memang ada ya keajaiban gitu. KTP, akta lahir bahkan kartu keluarga saja bahkan tidak punya."

"Kamu ini realitas sekali ya."

"Di dunia ini uang nomor 1!" Andrea menarik selimutnya hingga menutupi wajah.

Pria itu menghela napas. "Aku malaikat pencabut nyawa, hidupnya jauh lebih lama dari manusia. Aku bisa melakukan segalanya, pengalamanku jauh lebih banyak dari manusia."

"Hanya gitu saja. Pengalaman kamu hanya mencabut nyawa banyak orang!"

"Aku juga belajar hal-hal yang dilakukan manusia karena pada dasarnya aku juga manusia." Pria itu membuka selimut di wajah Andrea. "Kalau kita berdua mengubah status tunangan kita menjadi menikah, aku akan membiayai hidup kamu. Tidak hanya itu, aku akan membiayai kuliah kamu."

Andrea merenung. "Serius? Aku ingin jadi dokter lho."

"Jangan bohong!" pria itu menatap lurus Andrea. "Aku tahu kalau kamu ingin menjadi desainer."

"Kamu buka buku gambar ku ya?!" seru Andrea.

"ANDREA! KAMU BICARA DENGAN SIAPA?" seru mama Andrea dari lantai satu.

"ANDREA LAGI BELAJAR AKTING BUAT TUGAS SEKOLAH!" seru Andrea sambil menurunkan suaranya. "Kamu ngapain buka buku-buku ku?"

"Aku hanya ingin mencari majalah atau komik malah dapat buku gambar doang."

Andrea menepuk jidatnya. "Aiiiihhhh."

"Kalau aku menjadi manusia, aku akan membiayai sekolahmu ke Paris."

"Bohong. Bagaimana caranya kamu punya uang sebanyak itu?"

"Mudah. Aku tampan dan memiliki badan bagus, menjadi artis atau model bisa kok."

Andrea mencemooh. "Serius?"

"Serius. Demi menjadi manusia kembali." Pria itu menaikan jari tengah dan telunjuknya membentuk peace. "Kamu mau menolong aku 'kan?"

"Sebelumnya aku ingin bertanya, darimana kamu menemukanku?"

"Menemukanmu?"

"Menemukanku kalau aku ini mantan tumbal, tidak mungkin kebetulan, kan?"

"Oh." Pria itu mengangguk mengerti. "Mudah, karena saat papa kamu mencari keris atau apalah itu bersama temannya. Aku melihat mereka karena salah satu teman papa kamu masuk daftar hitam ku."

"Teman papa yang suka main perempuan?"

"Ah, yang jalannya timpang itu? bukan! satu lagi yang matanya sipit."

"Aku tidak tahu."

"Orang itu pulangnya meninggal kecelakaan karena kecapekan." Malaikat pencabut nyawa itu memiringkan kepalanya. "Jadi, kamu ikhlas 'kan menjadi tunangan ku?"

Andrea menelan ludahnya. "Tapi beneran ya membiayai sekolah mode ku nanti di Jepang."

"Jepang? Bukan paris?"

"Pengennya jepang. Aku pengen membuat baju lucu-lucu juga di sana." Kedua mata berbinar saat mengingat pakaian lucu di Jepang.

Malaikat pencabut nyawa itu mengangkat tangannya untuk berjabat tangan. "Sepakat!"

"Oke." Andrea membalas jabatan tangan si malaikat pencabut nyawa.

TIGA

"Kisah tentang malaikat pencabut nyawa?" tanya Aya melihat browsing temannya di komputer sekolah. "Boleh gitu ya pakai komputer sekolah untuk nyari info tentang malaikat pencabut nyawa?"

"Menurut kamu malaikat pencabut nyawa itu gimana?" tanya Andrea.

"Malaikat pencabut nyawa itu malaikat, kan?"

"Terus?"

"Malaikat pencabut nyawa itu berbahaya. Kalau kamu melihat malaikat pencabut nyawa berarti kamu akan mati. Itu kisahnya sih." Aya menaikan salah satu alisnya. "Jangan-jangan yang kamu lihat waktu itu malaikat pencabut nyawa? Innalillahi-"

Andrea menepuk tangannya keras di depan wajah Aya. "Gak usah mikir aneh keles."

"Ye, kan menduga saja."

"Kamu pernah melihat malaikat pencabut nyawa?"

"Naudzubillah mindzalik. Jangan sekarang deh, serem tau." Aya membetulkan jilbabnya. "Jangan-jangan- yang kemaren kamu lihat itu malaikat pencabut nyawa?"

Andrea mengangguk pelan.

Raut wajah Aya berubah sedih. "Ndreaaaa-"

"Gak mati cepat kok."

"Terus?"

"Aku- tapi janji ya jangan tertawa meskipun memang aneh." Andrea menaikan jari kelingkingnya.

Aya menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Andrea. "Janji."

"Ternyata selama ini aku tunangan malaikat pencabut nyawa."

Aya berhenti sejenak untuk mencerna.

"Aku tunangan malaikat pencabut nyawa," ulang Andrea.

"Serius?"

"Serius."

"Gak boleh ketawa ya?"

"Ay-" rengek Andrea.

"Ok, ok." Aya berusaha menahan tawanya. "Apa ada pernikahan? kapan nikahnya?"

"Aya." rengek Andrea lagi.

"Aku serius, kapan nikahnya?"

"Tepat ulang tahun ke 17."

"Bentar lagi dong."

Kepala Andrea bersandar di atas meja. "Iya."

"Undang ya, jadi pengen tahu gimana cara pernikahan malaikat pencabut nyawa."

Andrea menatap tajam Aya.

"Sorry, sorry."

"Semalam aku udah bahas sama si malaikat pencabut nyawa itu sih. Banyak kisahnya yang di luar nalar tapi akhirnya aku setuju nolongin dia menjadi manusia."

"Kamu serius percaya sama omongannya?"

"Memangnya malaikat pencabut nyawa itu suka bohong ya?"

"Kalau malaikat biasa sih aku seratus persen yakin dia jujur tapi untuk malaikat pencabut nyawa? Aku tidak percaya, yang kita bahas ini malaikat pencabut nyawa lho! Bukan malaikat yang gimana gitu lagian mana ada malaikat datang menampakan diri di depan manusia terus bilang dengan enteng kalau dirinya seorang malaikat!" Aya mengibaskan tangannya di udara, "Yang aku tahu ya, malaikat itu menampakan diri di depan nabi atau petinggi agama bukannya manusia tidak pernah sholat seperti kamu."

"Malaikat pencabut nyawa itu jahat ya?" Andrea mengabaikan sarkasme Aya.

"Ya pekerjaannya kan memang mencabut nyawa orang, emang jahat kan." Aya menyalakan komputernya. "Kamu sudah kerjakan tugas dari pak Anwar?"

"Sudah dong. Begitu masuk langsung aku kumpulin terus disuruh browsing sendiri."

Aya mengambil buku di dalam tas dan lari menemui Pak Anwar, Andrea geleng-geleng kepala melihat tingkah laku temannya ini.

Setelah menyerahkan tugasnya ke Pak Anwar, Aya duduk kembali di tempatnya. "Untung kamu langsung kasih tahu tadi. Pak Anwar rada-rada orangnya, lupa ada pr terus minggu besoknya marah-marah katanya gak ada yang bikin pr padahal sebenarnya dia lupa nyuruh ngumpulin pr."

"Kamu sih masuknya telat."

"Ini gara-gara Ana."

"Kenapa sama anak satu itu?"

"Kamu gak dengar ceritanya tentang foto anak kelas IPS?" Aya menurunkan suaranya supaya tidak di dengar anak-anak kelas dan pak guru.

"Yang foto hantu itu? Aku sih gak berani ngeliat." Andrea menggelengkan kepalanya.

"Kamu sudah lihat?"

"Sudah, cuma bayangan doang tapi ngeri juga."

"Ya salahnya sendiri foto di depan toilet, sudah tahu sarangnya gituan."

"Masih mending daripada menjadi tunangan malaikat pe-" mulut Aya ditutup Andrea.

"Bisa gak bocor?" bisik Andrea.

"Maaf," jawab Aya di dalam tangan Andrea.

Andrea melepas bungkaman nya. "Bisa bantu aku cari informasi mengenai malaikat pencabut nyawa?"

Aya mengangguk. "Bisa kok, aku ikutan cari lewat browsing."

"Serius ya, jangan macam-macam nyarinya."

"Iya." Aya mulai menyalakan komputernya. "Aku jadi ingat drama korea tentang malaikat pencabut nyawa, sayangnya itu bukan tokoh utama."

"Di dunia ini gak ada yang seperti itu." Andrea yang sadar dengan lirikan tajam Aya cepat-cepat memperbaiki kalimatnya.

"Maksudku gak semua orang mengalaminya."

"Nah itu tahu, buktinya saja kamu itu seorang-" Aya menurunkan suaranya. "Tunangan malaikat pencabut nyawa, romantis kan?"

Andrea memutar bola matanya dan melanjutkan browsingan.

Ada berbagai macam malaikat pencabut nyawa di seluruh dunia dengan sebutan berbeda. Ada yang menyebutnya malaikat kematian, dewa kematian dan lalin-lain lalu Andrea menemukan gambar fisik yang dicarinya, ada yang tengkorak dan memakai tudung, ada juga yang hanya memakai tudung tapi tidak menampakan wajahnya, persamaannya hanya dari sabit yang mereka bawa terus juga ada animenya yang rada imut.

Andrea tertawa jika membandingkan malaikat di kamarnya semalam dengan karakter anime di internet atau karakter seram di barat atau juga karakter ganteng di Korea. Yah memang sih malaikat yang mengaku tunangannya dan mengajukan proposal pernikahan tanpa langsung itu mendekati Korea tapi sayang, tampangnya lebih ke bule, ganteng-ganteng menyesatkan.

"Malaikat pencabut nyawa biasanya berwajah rupawan," gumam Aya.

Andrea menoleh. "Rupawan?"

"Rata-rata berwajah cantik dan tampan untuk menarik perhatian targetnya." Aya menjelaskan dengan sotoy.

"Tau darimana? Drama korea?"

"Itu juga salah satu ilmu pengetahuan kan, tapi memang ada berbagai macam sih yang aku baca. Di Negara manapun tugas malaikat pencabut nyawa mencabut nyawa."

"Jadi tidak ada penjelasan spesifik ya?"

"Memangnya malaikat pencabut nyawamu berasal dari Negara mana?"

"Korea Selatan," jawab Andrea dengan asal.

"Beneran?" seru Aya. "Kenalin dong!"

"Mati dong kamu kalo dikenalin."

"Kalo ganteng sih gak papa."

"Hus!"

Aya melanjutkan browsingan sementara di dalam benak Andrea bertanya-tanya. Benar juga, bahkan dirinya tidak tahu itu malaikat pencabut nyawa berasal darimana. Kalau sudah hidup ratusan tahun pasti sering ke berbagai negara.

"Sebenarnya kamu ini siapa?" gumam Andrea pada dirinya sendiri.

 

Malaikat pencabut nyawa itu berwajah rupawan dan memakai pakaian serba hitam. Dia boleh memakai jas, baju adat masing-masing Negara tempat dia bertugas ataupun hanya memakai tudung saja jika tidak ingin diketahui.

Rata-rata yang memakai tudung adalah malaikat pencabut nyawa yang memiliki luka besar di wajahnya atau malaikat pencabut nyawa yang tidak memiliki rasa percaya diri untuk berinteraksi dengan manusia atau karena itu keinginan mereka sendiri.

Malaikat pencabut nyawa berasal dari anak-anak yang diculik dari rahim ibu, dijadikan budak iblis jahat dan berhasil melarikan diri dari kecaman iblis, diselamatkan malaikat, dan karena mereka hidup diantara dua dunia. Antara manusia dan makhluk tak terlihat. Sehingga dijadikan sebagai malaikat pencabut nyawa.

Malaikat pencabut nyawa tidak memiliki nama sejak lahir. Jadi mereka hanya memanggil temannya hei, halo atau apapun kesukaan mereka. Ada juga yang memiliki nama buatan sendiri yang selalu berubah-ubah sesuai keinginan mereka.

Jika malaikat pencabut nyawa ingin menjadi manusia itu tidak mudah, mereka harus mencari tunangan atau pasangan dari manusia yang sempat dijadikan tumbal tapi gagal, bahkan jin pun tidak bisa membawa tumbalnya. Sulit mencari manusia seperti ini karena rata-rata jin mampu membawa tumbalnya.

Mencari tunangan yang hanya 1:1.000.000.000 penduduk bumi. Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Dan meskipun kamu menemukan tunangannya, belum tentu tunangan itu cocok atau menerima karena yang bisa dijadikan tunangan juga harus mau menerima. Meskipun malaikat pencabut nyawa menunjukan wajah yang rupawan tapi, belum tentu manusia akan menerimanya bahkan ada juga manusia yang memanfaatkan malaikat pencabut nyawa. Kalau sudah seperti ini, bukan hanya manusia yang menjadi gila tapi malaikat pencabut nyawa juga akan lenyap.

Si malaikat pencabut nyawa duduk di atas sandaran jembatan penyebrangan pejalan kaki, ia melihat kedua tangannya yang bergetar. "Sudah terlalu lama aku hidup, aku ingin kembali menjadi manusia."

"Apa dengan menjadi manusia kamu akan puas?" tanya temannya yang bersandar memunggungi sambil melihat langit malam.

"Ide bodoh menjadi manusia, kamu sendiri lihat bagaimana tamaknya manusia bukan?"

"Tapi hidup diantara dua dunia membuat penderitaan sendiri bukan?"

"Manusia mengenal konsep keluarga, hubungan, nama bahkan benda-benda sementara kita? kita itu sebenarnya apa? bukankah sudah terlambat menjadi manusia?"

"Apakah kamu sudah menyerah dengan semuanya?"

"Aku menyerah karena aku tidak ingin menjadi manusia. Aku sudah melihat berbagai macam manusia, mereka jauh lebih tamak dari iblis sekalipun."

"Lalu kamu akan melarang ku?"

"Aku tidak punya hak melarang mu. Kita sudah hidup terlalu lama, malaikat pencabut nyawa yang ingin menjadi manusia tidak akan dihalangi malaikat pencabut nyawa lainnya, yang ada mereka mendukung keputusanmu."

"Lebih tepatnya mereka tidak peduli."

Teman malaikat pencabut nyawa itu menepuk bahunya. "Mereka bukan tidak peduli, hanya saja mereka sudah merasakan pedihnya hidup dipisahkan dari seorang ibu, menjadi budak iblis dan kelegaan terbebas dari itu semua. Jadi jika itu menjadi keputusanmu mereka hanya menunjukan raut sedih tapi mereka juga berbahagia karena inilah pilihanmu."

Malaikat pencabut nyawa itu menatap temannya. "Terima kasih."

"Kalau kamu membatalkannya, aku bersedia menampung mu."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!