Hari ini aku akan bertemu kembali dengannya. Hatiku sangat senang mengingat sudah sangat lama sekali aku tidak berjumpa dengannya. Bahkan bertukar kabar lewat medsos ataupun chat pun tidak pernah kami lakukan. Karena setelah kami lulus, kami sudah tidak pernah tau kabar masing-masing.
Beruntungnya kemarin, teman-teman sekelas kami dulu memasukkan kami dalam sebuah grup yang bertujuan untuk mengadakan reuni hanya untuk teman sekelas kami saja. Aku terlonjak kaget ketika melihat nama kontak yang tertera di anggota grup.
Celine Amartha, nama yang begitu aku rindukan selama ini. Dia teman sekelas ku di SMP, dulu aku sangat ingin sekali menjadikan dia sebagai pacarku, namun aku tidak berani karena aku tidak pede dan takut ditolaknya. Dia salah satu murid terpintar di kelasku. Dia begitu ceria dan setia kawan, namun dia selalu menjauh jika didekati oleh lawan jenisnya, kecuali dalam posisi bersama-sama dengan teman-teman yang lain. Dia juga pemalu dan pendiam jika tidak diajak ngobrol terlebih dahulu.
Kini hatiku berdesir ketika melihat namanya, dan jantungku berdegup kencang ketika melihat foto profilnya. Ah, dia begitu manis, masih sama senyumnya seperti dulu, dan wajahnya begitu menenangkan. Tak ku sangka gadis yang aku sukai dulu itu kini menjadi seorang gadis yang menurutku sangat sempurna.
Tutur kata nya tidak pernah menyinggung orang lain, dan dia tidak pernah membeda-bedakan temannya. Semoga gadisku itu yang sekarang tetap baik sikapnya meskipun dia bertambah cantik.
Memikirkannya terasa menyiksa bagiku. Hingga tak sengaja jariku memencet kontaknya dan mulai menyapanya dengan beberapa kalimat untuk menenangkan hatiku. Aku memperkenalkan namaku, Alexandre Ferdinand. Setelah itu aku menanyakan kabarnya. Aku cemas menunggu balasannya sudah hampir 24 menit namun tak kunjung ada balasan darinya.
Tring...
Suara notifikasi berasal dari ponselku. Langsung saja aku ambil ponselku, aku harap notifikasi itu balasan pesan dari gadis yang aku rindukan selama ini.
Benar saja, dia membalas pesan ku. Kami bertukar kabar dan mulai mengobrol tentang masa lalu. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sudah selama dua jam kami mengobrol dan bercanda melalui pesan chat. Diakhirinya obrolan kami karena dia sudah mulai mengantuk karena memang benar jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Ku pandangi chat room kami tadi, rasanya aku tidak menyangka akan bisa bertemu kembali setelah sekian lamanya. Meskipun belum bertemu sih, hanya lewat pesan saja kita mengobrol, namun itu sudah membuat hatiku terlampau senang. Untuk selanjutnya, aku akan mengajaknya bertemu agar hatiku ini semakin tenang.
Kini aku bertugas di kota kelahiranku, Malang. Keluargaku pindah setelah aku lulus SMP ke Ibu Kota karena Papaku di pindah tugas kan ke Ibu Kota. Oleh karena itu aku setelah lulus SMP pindah ke Ibu Kota dan bersekolah di sana.
Aku terpisah jauh dengan teman - teman SMP ku. Bahkan aku terpisah dengan gadis yang diam - diam aku sukai.
Aku bersyukur dan merasa berterima kasih pada teman - teman yang telah membuat grup chat ini, karena berkat mereka lah aku bisa berkomunikasi kembali dengan gadis pujaan ku.
Sinar mentari pagi menyapaku. Pagi ini aku bangun dengan perasaan yang sangat ringan dan gembira. Mengingat semalam aku bisa bernafas lega karena bisa berkomunikasi kembali dengannya hingga terbawa mimpi dalam tidurku. Ku rentangkan tanganku untuk merilekskan badanku setelah bangun tidur, tiba - tiba saja aku ingat akan mimpiku semalam, mimpi bertemu kembali dengan gadisku.
Hanya dengan berbalas pesan dan bermimpi dengannya saja bisa membuatku sebahagia ini, apalagi jika aku benar - benar berjumpa dengannya, entah apa yang akan aku lakukan.
Mungkin aku akan bersalto karena kegirangan. Ah pasti akan sangat memalukan. Sebenarnya aku ingin sekali memeluknya dan menggandeng tangannya jika aku bertemu dengannya nanti.
Apakah dia akan mau memberi ijin jika aku memintanya? Tentu saja aku tidak tahu jawabannya, karena aku baru saja mulai dekat kembali dengannya, tidak tahu dia yang sekarang bagaimana.
Kring.... kring... kring....
Alarm ponselku kembali berdering, menyadarkan ku akan khayalanku di pagi hari. Aku tersenyum melihat diriku yang seperti ini, entah mengapa di umurku ini aku seperti anak ABG yang sedang jatuh cinta. Bahkan ketika aku baru saja membuka mata, yang pertama kali ada di benakku adalah namanya, Celine Amartha, sungguh indah namanya seindah wajahnya.
Sayangnya aku kembali tersadar ketika alarm ponselku kembali berdering. Segera aku bangkit dan bergegas ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri karena waktuku sudah banyak tersita oleh lamunanku, aku takut akan terlambat masuk kerja.
Sial, hari ini aku kesiangan, padahal aku ingin menyapa Celine pagi ini meskipun hanya lewat pesan ataupun voice note. Aku kesampingkan dulu keinginanku itu. Nanti, akan aku hubungi dia di jam istirahat makan siang saja.
Apa dayaku, aku hanya karyawan biasa yang alhamdulillah punya jabatan yang lumayan di usiaku ini. Bisa saja aku mengirim pesan padanya saat ini, namun aku tidak mau nantinya konsentrasi ku terganggu oleh pikiranku yang pastinya terpusat padanya.
Sekarang ini aku hanya ingin pekerjaanku cepat selesai dan aku berniat akan menemui Celine di tempat kerjanya. Menjemputnya dan mengajaknya jalan mungkin. Atau mengajaknya nonton layaknya kita sedang berkencan. Ah, memikirkannya saja membuatku semangat menjalani hari ini.
"Ayo kita selesaikan semuanya dan kita jemput Celine ku", aku berseru menyemangati diri ku sendiri. Ku ambil tumpukan berkas yang harus aku kerjakan dan mulailah aku mengerjakan semuanya.
Kini saatnya jam makan siang. Aku segera menghubunginya. Rasanya sudah tidak tahan lagi aku memendam kerinduanku. Ku tekan nomer kontak telepon yang bernamakan Celine Amartha. Hanya dalam tiga kali dering saja sudah diangkatnya, hatiku melonjak kegirangan.
"Halo, Celine... ini aku Alex"
"Hi Al, apa kabar?"
"Baik, kamu apa kabar?"
"Baik juga. Eh ada apa kok tumben telepon. hehehe...."
"Gapapa, lagi kangen aja, gak boleh?"
"Hahaha... kangen sama siapa? Kok nelpon nya ke aku sih? salah tekan kali kamu"
"Ya kangen kamu lah. Kamu pulang jam berapa? Aku jemput ya. Udah lama loh kita gak ketemu"
"Emmm... aku pulang sekitar jam empat atau lima an lah. Mau jemput? Emang kamu disekitar sini?"
"Iya, nanti aku jemput ya. Tungguin..."
Ok... ok... aku tungguin deh, tapi kalau telat aku tinggal ya. Hahaha.."
"Dasar kamu tuh... ok deh aku pasti sampai sana jam empat pas"
"Kita lihat aja nanti, awas kalau sampai jam empat lewat. Hehehe..."
"Ok, gak akan. Kalau aku sampai di sana jam empat pas kamu harus mau aku ajak nonton ya?! "
"Loh... loh kok jadi nonton?"
"Gapapa, sekalian. Ok, tungguin ya"
Tut... tut... tut..
Telepon ditutup sepihak oleh Alex, agar Celine tidak bisa memprotes keinginannya untuk mengajaknya nonton nanti.
03.45pm
Aku sudah berada di depan tempat kerja Celine. Aku sudah mengirim pesan padanya memberitahukan keberadaan ku saat ini. Mataku menatap ke arah pintu untuk mencari sosok gadis yang akan aku temui.
Gadis berparas cantik, memakai dress hitam yang sangat kontras dengan warna kulitnya dan dengan badan yang aduhai menarik perhatianku. Dia mengambil ponselnya dan mengarahkan ponselnya ke telinganya, sepertinya dia menghubungi seseorang.
Drrrt....
Ponselku bergetar. Ku ambil dari saku celanaku, tertera nama Celine Amartha di sana. Dengan dada yang berdebar aku angkat panggilan itu, dia bertanya aku dimana, dan aku beritahukan tempatku berada saat ini.
Aku berbicara di telepon dengan Celine, namun pandanganku mengarah pada gadis cantik tadi yang ada di hadapanku. Gadis itu menoleh ke arahku, dia melambaikan tangannya, dan ah.... ternyata dia Celine, gadis yang selama ini aku rindukan.
Mataku terbelalak melihat penampilannya yang sangat jauh dari dirinya dulu sewaktu SMP. Aku membalas lambaian tangannya. Dia mendekat ke arahku, entah mengapa jantungku malah jedak - jeduk tak karuan. Bibirku tersenyum tanpa sadar dan mataku masih menatapnya, mengaguminya.
"Hai Al, udah lama?" senyuman Celine masih sama, begitu manis.
"Hai Cel, udah lumayan sih. Eh kamu tambah cantik aja," godaku yang membuat pipinya bersemu merah.
"Ah kamu Al, baru ketemu udah godain aja", Celine menoleh ke lain arah, mungkin karena malu dia tidak menatapku.
Tiba - tiba ada seorang cewek yang berlari mendekat ke arah kami, "Ce... Cece... nih punyamu ketinggalan," ternyata dia teman Celine yang mengantarkan tempat kaca mata milik Celine yang ketinggalan.
Celine memasukkan kotak kaca mata tersebut ke dalam tasnya. Setelah itu dia tersenyum padaku, "Mau kemana kita? Makan yuk, laper banget aku"
"Boleh,yuk," aku membalas senyumnya dan menggandeng tangannya berjalan masuk ke dalam mobilku.
Celine kaget ketika aku menggandeng tangannya. Sepertinya dia canggung, seperti dugaan ku, dia masih Celine ku yang dulu.
Di dalam mobil, aku mencoba mencairkan suasana karena dia masih canggung setelah aku bukakan pintu mobil dan mempersilahkannya masuk, dia malu - malu dan setelah aku masuk ke dalam mobil dia sangat canggung.
"Kok tadi teman kamu manggilnya Cece sih?" aku mencoba membuatnya nyaman.
"Hah? Ow iya hehehe... awalnya dari nama Celine kan manggilnya Cece biar pendekan gitu manggilnya, terus gara - gara dipanggil Cece dikira aku chinese, akhirnya ada yang manggil Cici, taulah suka - suka mereka," Celine melebarkan senyumnya memperlihatkan deretan giginya.
"Oow gitu... terus aku manggilnya apa dong? Biar beda sama mereka? Emang bener sih kepanjangan kalau manggil Celine," aku berpikir untuk memberikan panggilan sayangku padanya sebelum aku menjalankan mobilku.
"Terserah kamu aja deh, yang penting aku tau kalau kamu lagi manggil aku," lagi - lagi dia senyum memperlihatkan deretan giginya.
"Emmm... Cice? Ceci? Cicel? Ah kayaknya itu aja deh, Cicel, cici Celine hahaha....," aku sudah menemukan panggilan sayangku untuknya.
"Hahahaha.... boleh juga," kini dia tertawa lepas, membuatku terhipnotis dengan wajah manisnya itu ketika tertawa.
"Kalau kamu manggil aku apa?" tanyaku untuk mengisi kecanggungan ketika mobil sudah aku kemudikan.
"Al, dari dulu kan aku manggil kamu Al", jawabnya yang kali ini dia menatapku dengan begitu intens.
"Oiya ya, bisa dijadikan panggilan sayang tuh, kan yang lain manggilnya Alex atau Lex, hahaha....," aku tertawa lepas bahagia seakan tidak ada beban hidup untuk sekarang ini.
"Panggilan sayang?" tanyanya bingung.
"Iya, panggilan sayangku buat kamu Cicel, dan panggilan sayang kamu buat aku Al," aku menatapnya sekilas karena aku harus menatap ke depan kemudi untuk berkonsentrasi pada jalan.
Ingin rasanya aku terus memandangnya, namun tidak bisa jika keadaannya seperti ini. Tunggu saja nanti, aku pasti akan memandangi mu tanpa berkedip.
Aku membelokkan mobilku ke salah satu restauran mewah yang terletak tidak jauh dari Mall yang rencananya akan aku datangi setelah ini untuk mengajak Celine nonton.
Aku turun dari mobil terlebih dahulu dan membukakan pintu untuknya. Setelah itu aku gandeng kembali tangannya untuk berjalan memasuki restauran tersebut.
Benar - benar suatu kesempatan yang aku tunggu - tunggu, bisa sedekat ini dengannya dan menggandeng tangannya. Jantungku benar - benar berdegup dengan kencang. Kami memilih menu dan memesannya.
Di saat kami menunggu makanan datang, kami mengobrol untuk bercerita banyak tentang masa SMA kami yang tidak satu sekolahan, bahkan kami terpisah jauh di luar kota.
Setelah makanan datang, kami segera memakannya dan aku mengajaknya untuk nonton di cinema yang berada di Mall yang dekat dengan restauran tempat kami berada saat ini.
Di sepanjang film diputar, aku tidak bisa konsentrasi pada filmnya. Mataku tanpa dikomando selalu menoleh ke samping di mana Celine berada. Dia duduk di samping kiri ku. Dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan, aku menggenggam tangannya selama film itu diputar.
Sungguh indah hariku, bertemu kembali dengan gadis pujaan yang kini bertambah wow, dan bisa menggenggam tangannya sedari tadi kita bersama.
Ingin sekali aku memberhentikan waktu, aku tidak ingin memulangkannya, aku masih ingin bersamanya. Sayangnya itu tidak bisa terjadi. Kini lampu ruangan sudah dinyalakan, tanda film telah berakhir.
Dengan berat hati aku keluar dari ruangan itu, aku bingung mau mengajaknya kemana lagi, sedangkan hari sudah mulai malam. Celine tetaplah Celine, diusianya kini dia tetap tidak diperbolehkan pulang malam.
Dulu seingatku dia pernah bilang jam 9 malam dia harus sudah ada di rumah. Dan sekarang jam 10 dia harus sudah berada di rumah. Lain cerita jika dia kerja atau ada acara di malam hari, orang tuanya memiliki aturan jam sendiri.
Kini aku harus mengantarnya pulang. Aku masih setia menggandeng tangannya ketika berjalan. Sekarang dia sudah terbiasa. Entah dia bisa mendengar debaran jantungku atau tidak. Aku sangat kewalahan dengan debaran ini, namun aku sangat menikmatinya.
Di dalam mobil, aku sempat mengutarakan isi hatiku. Aku bilang padanya jika sedari dulu aku menyukainya, namun aku tidak berani mengatakan padanya.
Dia diam saja, namun pipinya kini kembali bersemu merah. Aku menjadi sangat gemas padanya. Ingin rasanya aku mengecup pipinya yang bersemu merah itu. Namun aku tak punya keberanian, karena aku tidak ingin dia menilai buruk pada diriku.
Mobil ku hentikan di depan rumahnya, sebelum dia turun, aku menanyakan kembali tentang perasaannya padaku, namun bukan jawaban yang kuinginkan yang dikeluarkannya. Dia mengatakan tidak bisa menjawabnya sekarang, karena dia ingin menanyakan pada hatinya dulu. Dan aku tidak punya hak untuk memaksanya. Dengan sangat terpaksa aku mengiyakannya.
Aku hendak membuka pintu mobilku untuk keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya, namun dia menghentikan ku, dia bilang aku tidak usah membukakan pintu untuknya karena hari sudah malam, dan aku harus segera pulang. Aku pun menuruti perintahnya. Entahlah, sedari dulu apapun yang dia perintahkan pasti aku tidak bisa membantahnya, mungkin karena rasa suka ku padanya.
Ku lajukan mobilku menjauh dari rumahnya. Di tengah jalan ponselku bergetar terus menerus, aku takut itu panggilan penting, jadi aku menepi di jalan dan aku lihat ponselku.
Ah, aku mendengus kesal melihat nama Diana, tunangan ku, yang akan menjadi istriku dalam beberapa hari lagi. Entah kenapa sejak bertemu kembali dengan Celine aku lupa akan Diana, dan jika aku ingat akan menikah dengannya, rasanya aku ingin membatalkannya saja.
Mataku tak bisa terpejam. Kepalaku rasanya pusing memikirkan Diana. Namun hatiku senang mengingat bayangan wajah Celine.
Ku pejamkan erat mataku berharap agar besok pagi pikiran jernih ku akan kembali, sehingga aku bisa memutuskan bagaimana langkahku selanjutnya.
01.10 am
Mata ku tak kunjung terpejam. Sudah sekian lama ku pejamkan mata, namun wajah Celine selalu ada di dalam pikiranku. Wajahnya yang cantik dan senyum manisnya sepertinya sudah terekam di otakku.
Aku bangun dari tidur ku dan segera ku basuh mukaku agar aku segera sadar. Dan sialnya, wajah Celine yang tersenyum sedang berada di cermin seolah menatapku.
Aku pasti sudah gila. Bagaimana bisa aku menikah dengan Diana jika aku selalu terbayang wajah Celine? Dia benar-benar pemilik hatiku. Sungguh rasanya aku tidak bisa jauh darinya.
"Aaaaargh......,"
Ku jambak rambutku sekuat tenaga, untuk menyalurkan semua frustasi ku.
Aku rasa ini tidak bisa ku biarkan. Aku harus cepat mengambil keputusan. Setelah beberapa menit aku merenung, kini aku sudah mendapatkan keputusan ku.
Ku ambil ponsel ku dan ku telepon no yang kuberi nama Papa. Telepon ku diangkat setelah dering yang ketiga kali. Aku yakin Papaku sedang tidur nyenyak saat ini, dan dia pasti akan sangat marah jika mendengar apa yang akan ku katakan di malam hari seperti ini.
And see...
Benar seperti yang kuduga. Papa marah panjang lebar ketika aku mengatakan bahwa aku ingin membatalkan pernikahanku dengan Diana.
Dan fatalnya lagi Papaku marah karena aku sedang mengganggu tidurnya di malam hari hanya karena mendengar permintaanku yang dianggapnya lelucon dan kekanak-kanakan.
Come on, disisi mana kekanak-kanakannya? Aku hanya ingin menikah dengan pujaan hatiku, cinta pertamaku. Apa itu sebuah lelucon?
Aaah... aku sangat iri melihat teman-temanku dan orang-orang yang bisa menikah dengan orang yang dicintainya.
Diana, apa aku mencintainya? Aku juga tidak tahu pasti. Yang aku tahu hubungan kita hanya mengalir begitu saja.
Flashback
Diana dan aku merupakan teman satu kelas. Hari itu kami ditugaskan oleh dosen untuk berkelompok mengerjakan tugas untuk suatu penelitian ekonomi di suatu desa.
Dan kebetulan aku dan Diana menjadi satu kelompok. Seminggu kami melakukan penelitian dan selalu bersama di tempat itu selama seminggu.
Ada kalanya kami berbagi pengalaman dan cerita. Di situlah kami jadi sering bersama dan lebih dekat lagi.
Suatu ketika aku diberitahukan oleh temanku bahwa Diana menyukaiku. Dan akan menyedihkan bagiku jika di umurku yang sekarang ini aku tidak memiliki pacar.
Aku pikir pilihan yang tepat untuk menjadi pacarnya karena sejauh ini kami sangat nyaman satu sama lain.
Hingga suatu ketika, aku menyatakan perasaan ku kepadanya karena aku dengar dari temanku jika Diana malu jika menyatakan duluan perasaannya padaku.
Oke, aku seorang lelaki, jadi sudah seharusnya akulah yang harus menyatakan perasaanku padanya.
Ku hentikan mobilku di kios bunga yang ada di dekat kampusku. Aku membeli bunga mawar merah, yang aku tahu itu adalah bunga kesukaannya. Ku selipkan sekotak coklat di bawah buket bunga mawar merah yang tadi ku beli dan ku letakkan di jok mobil.
Aku mengajak Diana untuk pulang bersama. Di saat dia masuk ke dalam mobil, dia kaget karena mendapati buket bunga mawar merah dan sekotak coklat di jok mobil yang akan dia duduki.
Dia berdiri terdiam di depan pintu mobilku yang terbuka. Setelah aku mengatakan bahwa itu untuk dirinya, betapa bahagianya dia. Aku melihatnya dari wajahnya yang memancarkan kebahagiaan.
Ku beranikan diriku untuk mengajaknya berpacaran, dan benar saja, tidak perlu waktu untuk berpikir, dia langsung menjawabnya dengan cepat. Kata 'iya' langsung keluar dari mulutnya.
Selang beberapa bulan kemudian kami bertunangan, dan setelah itu keluarga kami memutuskan untuk mengadakan pernikahan kami beberapa bulan lagi.
Flashback end
Dan hari itu akan tiba, seminggu lagi pernikahanku dengan Diana akan dilaksanakan.
Oh Tuhan... apa bisa engkau menukar pasanganku? Aku ingin Celine yang menjadi pasangan hidupku, aku ingin Celine yang menjadi istriku....
Tak terasa aku tertidur di sofa ruang tamu. Aku mengerjapkan mataku, merangkaikan ingatanku dan aku mendapati kekecewaan dari semua fakta yang aku ingat.
Kini aku sudah berada di meja kerjaku. Lesu dan tidak bergairah sekarang yang aku rasakan. Beda sekali rasanya dengan kemarin pada saat Celine kembali dalam hidupku.
Kini hatiku hampa ketika mengingat bahwa aku harus kembali melepaskannya, melepaskan gadis pujaan ku, dan melepaskan cinta pertamaku.
Sedari tadi ponselku bergetar dan aku lihat ternyata notifikasi grup SMP kami. Aku melihat Celine yang ikut berkomentar di sana.
Sungguh ingin ku berlari menghampirinya dan mengajaknya untuk hidup di tempat lain ataupun pelosok desa agar tidak ditemukan orang tuaku.
Aku sungguh-sungguh ingin memilikinya, memiliki gadis pujaan ku dan memiliki cinta pertamaku.
Tanpa pikir panjang lagi, aku menghubungi Celine dan mengajaknya untuk bertemu.
Dan sore nanti kami akan bertemu sepulang kami dari bekerja, seperti kemarin. Ahh... sungguh hatiku sangat senang hanya dengan mengingatnya saja. Apalagi mendengar suaranya seperti tadi, membuat mood ku yang sedari tadi pagi jelek mendadak menjadi baik.
Celine... Celine... sungguh pesona dan kehadiranmu sangat berarti bagiku, bagi kehidupanku dan bagi masa depanku.
"Al, kamu kok kayak melamun gitu sih, ada apa?" tanya Celine padaku sewaktu kami berdua makan di salah satu Cafe yang sedang viral.
"Gapapa Cel. Mmm... aku mau ngomong, ah nanti aja," ucapku ragu.
Sungguh aku tidak mau mengatakannya. Yang ingin aku katakan yaitu, Cel ayo kita menikah.
Namun apa dayaku, bukan itu juga yang harus aku sampaikan padanya. Aku sangat bingung, frustasi dan ingin mengajaknya kawin lari.
Gila... gila... sungguh tidak waras pikiranku. Aku bagai terhipnotis dengan senyum manisnya yang benar-benar membuatku ingin memilikinya.
Aku mengajaknya ke sebuah taman. Kini, saatnya aku harus mengatakannya. Ku beranikan diriku menatap matanya, namun gagal, aku tidak kuat menatap matanya ketika aku memberitahunya pernikahanku akan diadakan beberapa hari lagi di kota Jakarta.
Aku tahu dia kaget dan mungkin merasa dipermainkan, aku berlutut memohon maaf dan menjelaskan semuanya.
Tapi di luar dugaan ku, Celine tersenyum dan membantuku untuk duduk kembali di bangku taman yang ada disebelahnya, yaitu tempat yang ku gunakan untuk duduk tadi.
Dengan senyum dia mengatakan bahwa dia mengerti keadaanku. Namun aku melihat kesedihan di matanya.
Apa dia juga mencintaiku?
"Cel, apa kau juga mencintaiku?" tanyaku tanpa sadar.
"Apa jawaban itu kamu butuhkan? Kamu udah akan menikah Al, aku rasa jawaban itu tidak kamu butuhkan lagi," jawab Celine dengan senyum yang entahlah, senyum itu kurasa getir dan menusuk di dadaku.
"Cel, sungguh aku sangat mencintaimu. Apa kita menikah dulu saja?" ucapan ku sangat konyol dan sialnya perkataan itu lolos begitu saja dari mulutku.
"Al, kamu harus menghormati suatu pernikahan. Apapun itu kamu harus menerimanya, sebab itu udah jadi keputusan kamu. Aku hanya bisa pastikan aja jika kita masih tetap berteman," senyum Celine yang mengiringi perkataannya membuatku sangat sedih.
Akhirnya aku mengantarnya pulang. Ini adalah perpisahan ku dengannya sebelum aku berangkat besok ke jakarta untuk menyiapkan pernikahanku.
Sebelum Celine keluar dari mobilku, aku memaksanya untuk menjawab pertanyaan ku sekali lagi.
Aku bertanya tentang perasaannya padaku, dan tanpa ku duga dia mengangguk sebelum akhirnya turun dari mobilku.
Ya Tuhan.... bisakah kau beri aku kebahagiaanku? Aku ingin bersamanya, bersama cinta pertamaku, Celine Amartha.
Harusnya aku bahagia mendapatkan kenyataan bahwa gadis pujaan ku yang menjadi cinta pertamaku itu mencintaiku.
Aaargh....
Sungguh kenyataan yang memilukan. Sungguh pahit ku rasa. Entah bagaimana rumah tanggaku dengan Diana nanti.
Ku lajukan mobilku menuju apartemenku untuk segera berkemas dan pergi ke Jakarta untuk mempersiapkan pernikahanku yang kurang beberapa hari lagi.
Dan ku titipkan kisah sedih dan pilunya cintaku pada kota ini, dan malam ini sebagai hari patah hatiku yang bukan karena putus cinta melainkan cintaku diterima namun aku harus meninggalkannya.
Begitu tragis bukan cerita cintaku ini?
Hari ini merupakan hari bergantinya statusku dari single menjadi menikah. Hari yang sangat dinanti-nantikan oleh kaum single.
Perasaanku? Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Karena jujur saja wajah cantik dan senyuman manis Celine tetap merajai hati dan pikiranku.
Sudah beberapa hari ini aku tidak mendengar kabar dari Celine. Entah bagaimana kabarnya aku tidak mengetahuinya. Ingin rasanya aku menghubunginya untuk mendengarkan suaranya. Namun itu semua tak mungkin aku lakukan karena aku hanya akan menambah kesedihannya.
Buku nikah yang aku perlihatkan bersama Diana pada saat sesi foto setelah kami melaksanakan akad nikah tadi menjadi bukti bahwa kini aku sudah mempunyai istri. Dan itu berarti aku harus bertanggung jawab penuh sebagai seorang suami.
Ku yakinkan hatiku bahwa inilah jalanku, jalan yang aku pilih dan harus aku lalui. Aura kebahagiaan dari kedua keluarga kami membuatku sadar bahwa aku tidak boleh egois, sama dengan yang diucapkan oleh Celine pada saat kami terakhir kali bertemu.
Mengingat itu, aku jadi merasa rindu dengannya. Ah... Celine ku... aku merindukanmuuuu.... sungguh ingin ku teriakkan rasa rinduku pada dunia, terutama padanya, agar rasa rinduku sampai ke telinganya.
Acara pesta sudah selesai, memang meriah sekali pesta yang dipersiapkan oleh kedua orang tua kami. Aku sungguh tidak menduga jika kini aku sudah mempunyai teman untuk berbagi ranjang.
Malam-malam ku kini tidak lagi kelam, dan hari-hari ku kini sedikit berbeda. Istri, kata yang tidak kuduga akan ku sebutkan untuk Diana yang tidak lagi ku tahu perasaanku padanya.
Tidak ada yang tahu jika setiap kali aku dan Diana sedang merajut kasih, wajah yang selalu kulihat adalah wajah Celine-ku. Bolehkan aku mengklaimnya sebagai Celine-ku? Bagaimanapun dia adalah milikku meskipun hanya dalam khayalanku saja, karena wajah dan senyumnya tidak pernah pudar dari hati dan pikiranku. Aaah... aku mengeram frustasi pada saat aku menyadari bahwa itu hanya khayalanku saja.
Namun kini, aku harus benar-benar melupakan Celine dalam hidupku, karena Diana sedang mengandung anak kami setelah kami menikah satu bulan yang lalu.
Aku menikmati peranku menjadi seorang suami yang direpotkan istrinya dengan berbagai permintaan dengan alasan ngidam. Selama dalam masa hamilnya itu, Dinda sangat manja sehingga aku yang seharusnya ditugaskan untuk berada di kota lain selama satu tahun dengan berat hati aku tolak dengan alasan istri yang sedang hamil dan tidak bisa ditinggal.
Untung saja pihak perusahaan bisa mentolerir, tapi hanya untuk kali ini saja, untuk lain kali sepertinya aku tidak bisa mengelak.
Hari kebahagiaanku dan Diana sudah tiba. Anak laki-laki kami sudah lahir ke dunia ini. Dia begitu lucu dan aku sangat menyayanginya. Aku merasakan begitu sempurna duniaku dengan adanya kehadiran putra kami.
Bayangan Celine lama kelamaan agak memudar jika aku bersama dengan Dave, putraku. Namun, jika aku tidak bersama dengan Dave, aku teringat kembali dengan cinta pertamaku yang bernama Celine.
Banyak yang bilang jika Dave memiliki wajah yang mirip denganku. Bagaimanapun aku bangga dengannya. Dia penerus ku, dan dia yang mewarisi gen keluarga ku.
Kini aku menjalani hari-hari ku seperti biasa. Berangkat dan pulang kerja sesuai jam kerja dan tidak pernah main kemanapun, sebab di rumah sudah ada istri dan anak yang menungguku. Namun ada kalanya aku masih rindu dengan Celine. Sering aku melihat story di medsos nya dan melihat candaannya bersama teman-teman yang lain di grup chat. Aaah... aku jadi tambah rindu dengannya.
Setahun sudah pernikahanku dengan Diana. Namun bayangan Celine masih sering kudapatkan. Kini sesuai perjanjian aku dipindah tugaskan kembali ke kota Surabaya.
Teman-temanku di Malang mengetahui jika aku sedang berada di Surabaya. Mereka mengadakan pertemuan, ya bisa dibilang reuni lah untuk teman-teman kami sekelas berkumpul pada saat akhir pekan.
Aku datang dengan rasa senang bercampur takut. Senang bisa kembali berkumpul dengan teman-teman lamaku, terutama Celine yang sangat aku rindukan. Dan takut jika Celine tidak mau bertemu denganku.
Namun, aku tidak ada alasan untuk tidak datang menemui teman-temanku. Ku beranikan diriku menerima apapun reaksi Celine kepadaku.
Sudah satu jam kedatanganku di tempat ini. Berkumpul bersama teman-temanku, bercanda dan mengenang kembali masa-masa sekolah kita dulu.
Aku menunggu kedatangan Celine namun tak kunjung datang. Ku beranikan diriku menanyakan tentang Celine pada teman-temanku.
Jleb!
Hatiku seperti tertusuk belati yang sangat tajam. Mereka mengatakan bahwa Celine akan menikah lusa, maka dari itu dia tidak bisa datang ke acara ini.
****!
Siapa pria yang beruntung itu? Pikiranku kacau, aku tidak rela Celine menjadi milik orang lain. Katakan aku gila, aku tidak waras ataupun tidak masuk akal, terserah. Dia Celine ku, dia wanitaku, dia milikku.
Aaaargh......
Ku jambak rambutku dengan kasar, dan ku berteriak sekuat tenaga, namun hanya bisa kulakukan di dalam hati saja hingga hatiku terasa sesak dan sakit.
Seandainya saja ada tempat yang bisa aku gunakan untuk berteriak, pasti akan aku teriakkan dengan lantang suara hatiku yang sedang lara ini.
Aku sungguh tidak bersemangat dan sangat kacau. Guyonan yang dilontarkan teman-temanku tidak masuk ke dalam telingaku. Bayangan Celine dengan memakai baju pengantin membuat hatiku bertambah sakit.
Hingga waktunya kami pulang, Celine memang tidak datang. Aku sangat ingin bertemu dengannya walau hanya untuk yang terakhir kalinya.
"Alex, aku nebeng bareng kamu ya. Aku mau ke rumah orang tuaku di Surabaya," ucap salah satu temanku yang bernama Reni Wijaya.
"Loh bukannya orang tuamu disini?" tanyaku.
"Sudah pindah sejak aku kuliah. Aku tinggal disini sendiri," jawabnya sambil masuk ke dalam mobilku.
"Kamu diundang Celine?" tanyaku memberanikan diri membicarakan Celine.
"Iya lusa, dia dulu juga datang saat aku nikah," jawabnya.
"Kamu udah nikah?" tanyaku.
"Udah, tapi udah cerai juga. Anakku dua ada sama orang tuaku di Surabaya," jawabnya.
"Cerai? Kenapa? Eh sorry kalau aku mulai kepo," ucapku disertai dengan cengiran candaku.
"Biasalah masalah rumah tangga pasti ada. Udah dua tahun aku janda," jawabnya.
"Sorry ya, aku gak bermaksud menggali luka lamamu," aku meminta maaf padanya.
"It's okay. Santai aja," jawabnya sambil tertawa.
Hujan di kota Surabaya semakin deras. Rumah orang tua Reni masih jauh dari apartemenku.
Reni meminta agar dia dibawa ke apartemenku saja karena sepertinya dia sedang tidak enak badan, dia ingin minun teh hangat yang ku buatkan di apartemenku karena dia ingin mengetahui tempat aku tinggal di Surabaya.
Aku tidak bisa menolak permintaannya karena Reni sangat memaksaku. Sesampainya di apartemenku, aku membuatkannya secangkir teh hangat.
Namun di luar dugaan ku, Reni memintaku untuk melakukan kerokan di punggungnya karena dia sedang masuk angin.
Sumpah, aku sangat kaget karena seorang wanita bisa meminta hal itu pada seorang pria. Meskipun kami teman, bukankah harusnya kita juga menjaga batasan?
Aku menolak karena aku merasa masih punya harga diriku sebagai pria baik-baik. Namun lama-lama tembok yang aku bangun tadi menjadi roboh, hancur berkeping-keping.
Aku tidak bisa menahan hasrat ku, Reni begitu lihai mempermainkan ku. Dia membuatku lupa akan semua hal. Sentuhannya dan perlakuannya membuat ruangan dalam apartemenku menjadi panas meskipun di luar sedang hujan deras.
Aku sungguh terbuai dengan setiap yang dia lakukan. Dan itu membuat sisi pria ku tertantang. Sehingga aku juga mampu membuatnya melayang dan akhirnya kami tumbang bersama dalam pencapaian terakhir kami.
Sungguh aku tidak pernah menyangka jika aku melakukan hal ini bersama dengan Reni, teman SMP ku yang tidak pernah masuk dalam hatiku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!