Sebuah galeri di rumah tua yang masih terawat kebersihannya,
garis senyum di wajah cantik Adelia. Di lehernya terpasang syal tebal berwarna
cokelat.
“Apa yang kau lamunkan?” ucap Satya sambil memeluknya dari
belakang.
“Hanya mengingat masa lalu di mana saat pertama kali kita
bertemu, itu saja...”
“Sungguh?”
Adelia mengangguk lalu mengusap lengan Satya yang melingkar
di perutnya, “Iya tentu saja... Kau tahu?”
“Apa?”
“Aku benar-benar hidup bahagia bersama denganmu, memiliki
Dave dan juga Rey, dan sekarang kita memiliki cicit kembar...”
“Kau tahu aku pun sama, perasaan ini akan tetap sama seperti
yang dulu, saat ini, esok, dan juga di kehidupan selanjutnya.”
Lalu Satya membalikkan tubuh Adelia, dalam sekejap ia
melahap bibir manisnya.
“Cinta ini akan selalu hidup di dalam sanubari kita,” lanjut
Satya. Kemudian keduanya pun bersamaan menatap kembali figura yang terpasang di
dinding itu.
Membuat keduanya kembali mengingat kisah cinta mereka.
***
Beberapa tahun yang lalu...
Tahun di mana era kebebasan zaman yang masih menganut sistem
siti Nurbaya. Di mana pada saat itu Adelia di paksa menikahi seorang pria—pengusaha
yang usianya terpaut sepuluh tahun dengannya.
Saat ini usia Adelia baru dua puluh tiga tahun, sedangkan
Satya tiga puluh tiga tahun. Sebenarnya tak masalah bagi seorang pria untuk
menikah di usia yang sangat matang, toh, mereka masih tetap bisa produktif,
bukan?
Adelia Winata anak kedua dari dua bersaudara, sebuah rahasia dan fakta bahwa dirinya hanyalah anak
angkat di keluarga ini sudah ia ketahui sejak menginjak usia delapan belas
tahun.
Wajar logikanya menerka apa alasannya hingga sepasang suami
istri—Winata selalu bersikap tak adil padanya. Berbeda halnya dengan
Nadya—kakak alias anak kandung di keluarga ini, mudah baginya untuk mendapatkan
apa pun yang ia mau.
“Adelia, besok pagi pergilah ke kantor ayah... Kau juga
Nadya.”
“Hah?” kedua alis Nadya menekuk tajam, berbeda halnya dengan
Adelia yang menjawabnya dengan anggukan pelan, “Kenapa Nadya harus pergi ke
kantor, sih? Menyebalkan.”
“Jika bukan dirimu lalu siapa lagi yang akan menggantikan
ayah di perusahaan?”
Embusan kasar napas Nadya benar-benar terdengar nyaring,
“Ya!” ketusnya dalam menjawab dan segera melenggang pergi dari ruang keluarga
menuju kamarnya di lantai dua, letak kamarnya hanya bersebelahan saja dengan
kamar sang adik.
“Sudah malam kenapa masih di sini? Pergilah tidur dan besok
pagi kau juga harus berangkat ke kantor sebelum pukul 08.26, mengerti?”
“Iya Yah, Adel mengerti.”
Mengikuti jejak sang kakak yang sudah ada di kamar, Adel pun
langsung mengunci pintu kamarnya. Dia duduk di tepi ranjang sambil memikirkan sesuatu,
entah apa.
***
Hari yang di jadwalkan Winata pun tiba, dia bersama kedua
putrinya sudah berada di kantor. Masing-masing diberikan tugas dalam bekerja.
Adelia di tempatkan di divisi keuangan sementara Nadya
menduduki kursi direktur umum, perbedaan yang begitu jauh untuk keduanya.
Mereka mulai bekerja sesuai dengan yang telah di peruntukan,
“Adelia...”
Manajer Sully memanggilnya yang segera di angguki gadis itu,
“Iya, manajer?”
“Kemarilah... aku ingin minta tolong padamu, apakah kau
bisa?”
“Akan saya usahakan.”
Adelia duduk di seberang meja kerja sang manajer, di atas
meja itu ada sebuah lembaran dokumen yang di tumpuk di atas map plastik kuning.
“Hari ini aku ada janji untuk mengatur kontrak dengan perusahaan
Excelent Group, bisakah kau mengantarkannya ke sana?”
Adelia membulatkan matanya, baru saja mau protes namun
langsung di potong oleh Sully, “Aku sedang tidak enak badan, nanti katakan saja
pada bagian kontrak di sana, aku juga sudah membuatkan rekomendasi untuk mu
agar mendapatkan akses masuk...”
“Ta—tapi manager?”
“Tidak mau? “ wajah Sully terlihat kecewa, ‘Hanya anak baru
saja sudah berani menolak permintaanku yang seorang manajer...’ tatapan Sully
terlihat tidak suka padanya.
Di tatap seperti itu membuat Adelia tak nyaman, seperti itu
membuatnya berpikir apakah karena ayahnya yang seorang direktur dan dirinya
bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan?
“Mmm iya baiklah manajer, berikan kepada saya,” tegas Adelia
dengan yakin.
Jam 10.20 adalah waktu yang telah di sepakati, saat ini jam
telah menunjukkan pukul 08.40 pagi waktu setempat.
***
Dari perusahaan Winata Group menuju Excelent Group membutuhkan
waktu kurang lebih 45 menit, hampir saja ia terlambat.
Begitu keluar dari mobil Adelia bergegas masuk ke dalam
lobi, dia bahkan sampai lupa tidak melapor diri pada resepsionis.
Masuk ke dalam lift yang salah, membuatnya bertemu dengan
sosok pria yang di gandrungi kaum hawa—Satya juga Ken.
Kening Satya berkerut nampak tak suka, “Siapa kau? Berani
sekali memasuki lift ini...”
“Bukankah ini lift umum?” dengan polos dia bertanya.
Rahang Satya mulai mengeras, dia memerintahkan Ken dengan
lirikan mata.
“Maaf nona, silakan keluar... Ini bukanlah lift umum—“
“Tidak mau! Aku datang kembari dengan membawa kontrak kerja
sama, dan aku tidak boleh terlambat. Kalian saja yang keluar!” tegas Adelia yang
tak mengetahui siapa dia pria tinggi kekar di hadapannya.
“Nona jaga bicara anda—“
“Ken!” yang dipanggil pun langsung menoleh tuannya, Ken
tertegun saat melihat tuannya tersenyum tipis. Tapi dia tahu itu bukan senyuman
yang biasa.
Tatapan Satya menyusuri gadis itu mulai dari rambut, wajah,
dan bagian dadanya.
Sadar di tatap demikian, Adelia mundur beberapa langkah, begitu
ingin keluar pintu lift pun tertutup rapat dan mulai bergerak menuju lantai
yang di tuju.
Glek!
Wajah Adelia mendadak pucat saat melihat Satya mendekat,
tangan kirinya mengunci ruang kanan Adelia, tubuh tinggi kekar berototnya menutupi
wajah Ken dari pandangannya.
“Tu—tuang tolong menjauhlah... jangan mengganggu...”
Di tatapnya ID Card yang menjuntai di depan dada Adelia,
Satya meraih ujung benda itu, “Adelia Winata...” dia menyeringai, “Winata
Group?”
Pria itu mendekatkan wajahnya hampir mengikis habis jarak di
antara keduanya, “Bukankah kau membawa kontrak kerja sama? Aku tidak akan
menolaknya dengan catatan ... menikahlah denganku, Adelia!”
Bola mata gadis itu membulat sempurna, sekuat tenaga dia
mendorong dada Satya, “Tolong jaga bicara anda, tuan!”
Tangan Satya bergerak cepat mencengkeram rahang Adelia,
belum pernah ada satu pun wanita yang berani menolaknya kecuali dia.
“Emh!” Adelia mengernyit juga mengerjap kuat menahan
sakitnya, “Sa— sakit...”
“Berani sekali kau menolak ku!” sorot matanya berubah tajam,
“Ken, batalkan kontrak kerja sama ini dengan perusahaan Winata Group!”
Ting!
Pintu lift terbuka, ada perasaan senang dan sedih bercampur
aduk, senang karena dirinya selamat dari harimau yang mendadak ingin
memangsanya namun sedih karena pengajuan kontraknya akan gagal.
“Baik tuan muda.”
Keduanya pun bergegas keluar setelah lift itu sampai di lantai
teratas Excelent Group.
Melanjutkan kisah awal pertemuan
di masa lalu mereka dengan di temani secangkir teh yang sudah tersaji di atas
meja ruangan tengah, Adelia duduk tak jauh dari suaminya.
“Itu hanya cerita masa lali, kan?
Sudah jangan di bahas lagi!” protes Satya seraya menyeruput tehnya, ada rona
merah yang terlihat samar di wajahnya.
“Kenapa harus malu? Bukankah
kisah itu kita berdua yang mengalaminya? Goda Adelia, dia suka melakukannya.
Flashback....
Kedua tangan Adelia terkepal erat
di mana salah satunya sedang menggenggam map plastik kuning itu, “Apa-apaan dia
itu? memangnya siapa dia? Apakah dia pemimpin tertinggi di Execelnt Group ini,
dasar menyebalkan!” pekik Adelia mengumpa dibalik kedua punggung kekar yang
semakin menjauh dari pandangannya.
Lalu Adelia pun segera menutup
liftnya dan menekan sebuah tombol yang akan mengantarkannya ke tempat bagian
kontrak.
Sesampainya di sana, Adelia
berjalan cepat dan langusng mengetuk pintu ruangan yang tertutup rapat dengan
pelan.
Tok... tok... tok...
“Masuk,” perintah seseorang dari
dalam ruangan tersebut.
Klek!
Adelia membuka pintunya dan hal
utama yang ia berikan adalah sebuah senyuman yang manis, “Maaf mengganggu,
sa—saya kemari untuk mengantarkan kontrak kerja sama...” ucapnya dnegan gugup
dan sedikit terbata-bata.
“Duduklah nona, tidak perlu gugup
seperti itu.”
Adelia mengangguk lalu membaca
sebuah papan nama, Marko, “Baik,
tuan...”
“Boleh saya lihat terlebih dahulu
pengajuan kontraknya?”
Tentu saja dengan senang hati
Adelia memberikannya, namun sebelum sempat Marko mengambil alihnya, terlebih
dahulu telepon di ruangannya berdering, “Maaf nona, tolong tunggu sebentar...”
“Iya, tidak masalah... tuan.”
“Halo?” seru Marko, telefon itu
berasal dari ruangan Ken.
Reaksi yang ia dengarkan usai
mendengar penjelasan Ken, membuatnya sedikit terkeju—lalu menatap ke arah
Adelia, “Baiklah tuan Ken, akan saya batalkan...”
Deg!
Perasaan seorang Adelia sudah
tidak karuan lagi, tidak ada yang nyaman.
“Maaf nona, perusahaan kami tidak
bisa menerima pengajuan kontrak kerja sama ini... dengan berat hati saya
terpaksa menyampaikannya, seilakan,” tutur Marko seraya beranjak dari
duduknya—menggerakkan tangan kanannya terulur menuju pintu ruangan.
Tunggu dulu, apakah itu artinya
dirinya baru saja di usir secara tidak hormat?
Flashback End....
“Dan kau tahu apa yang terjadi
setelah itu, sayang?”
“Tidak tahu!” ketus Satya dengan
kesal.
“Aaaa... apa-apaan itu? Kan,
gara-gara dirimu ayah sampai mengataiku yang tidak-tidak!” balas Adelia tak
kalah ketus seraya mencubit gemas pipi suaminya.
“Aaaaa... sakit, skait, sakit,
tahu.”
“Memangnya apa yang terjadi? Aku
kan bukan paranormal yang bisa mengetahui kelanjutan hidup seseorang...” elak
Satya.
“Saat itu ... “
Flashback...
Kedua kakinya sedikit gemetar
saat harus melangkah masuk keruangan manajer—Sully, telapak tangannya mulai
basah, sekuat-kuatnya ia menghela napas, “Huuuuh... aku pasti bisa
melewatinya... semangat, Adelia...”
Klek!
Adel memberanikan dirinya untuk
membuka pintu tersbeut, “Selamat siang manajer....”
“Oh Adelia, ada apa...” di tatapnya
map plastik itu masih berada di genggaman Adelia, Sully mengertkan keningnya dengan menatap tak
suka pada gadis yang beridir di sebrang mejanya, “Kenapa kau membawa kontrak
itu kembali? Apakah kau sudah membuat masalah, huh?!”
“Tidak manajer, hanya saja—“
Adelia menggibit kecil bibir bawahnya, kan, tidak mungkin juga jika dia
menceritakan hal konyol saat di dalam lift tadi, “Mereka menolak kerja sama
antar perusahaan.”
“Kenapa? Aku tidak butuh alasanmu yang aku inginkan
adalah mengapa mereka menolak kerja
sama ini? Bukankah kau tahu seperti apa kondisi perusahaan ini?” ketus Sully.
Kabar mengenai penolakan kontrak
kerja sama itupun sampai juga di telinga Winata, dia menyalahkan Adelia dan
meminta asistennya untuk memanggil anak itu.
“Suruh dia keruanganku,
sekarang!” tukasnya dan langsung mentup panggilan telepon.
Menunggu lima belas menit
kemudian Adelia pun tiba juga di ruangan sang ayah, “Ayah?”
Winata mengeraskan rahangnya
serta menyipitkan mata menatap tak senang padanya, “Kau punya otak atau tidak,
huh?”
“Maafkan Adelia, yah.... tetapi
ini semua hanyalah kesalah pahaman saja dan sebenarnya—“ Adelia tercekat saat
Winata menyiram segelas air tepat di wajahnya, perlakuan tak etis itu membuat
Adelia menelan kuat lalu menggerakkan tangan kanannya untuk mengusap wajahnya.
“Kau benar-benar tidak bisa
menyelesaikan pekerjaan yang muda seperti itu, kau ini punya otak atau—“ nada
tinggi itu pun terhenti saat pintu ruangan terbuka, “Zigy? Ada apa?”
“Tuan kita baru saja mendapatkan telepon
dari pihak kontrak Excelent Group, mereka berjanji akan melanjutkan kontrak ini
dengan syarat—“ Zigy diam sejenak sembari membenarkan posisi kaca matanya
dengan jari tengah, lalu menatap fokus pada Adelia.
“Apa?” tukas Winata yang ikut
memandangi putri angkatnya dan sang asisten secara bergantian, “Adelia apa yang
sedang kau sembunyikan?”
Adelia menggeleng pelan, “Tidak
ada, ayah...”
Pelan-pelan Zigy menghelakan
napasnya, “CEO tertarik dengan nona Adelia, dan menginginkannya untuk menjadi
istri...”
Deg!
Dua pasang manik itu mengerjap
kaget, “Apa maksudmu, Zigy?” tegas Winata dnegan tatapan tak percayanya.
***
“Lalu, dengan kekuasaanmu itu kau
menganam ayah untuk menikahkan ku dengan mu, kan? Tuan besar Satya Louis
Wilson...” ucap Adelia dengan gemas, mereka masih menikmati jamuan tehnya entah
sudah yang ke berapa tuangan dari teko ke dalam gelas cangkir kecil mereka.
Aroma teh yang wangi benar-benar
membuat penikmatnya ketagihan.
“Lalu apa lagi yang bisa ku
lakukan untuk mendapatkanmu, selain dengan menggunakan kekuasaanku? Di semua
cerita telenovela juga seperti itu, kan?”
“Dasar, menngelak saja
tahunya...” Adelia beranjak dari duduknya dan berdiri di belakang sang suami,
dia memeluknya—melinngkarkan keduatangannya di leher Satya, “Meskipun kehidupan
rumah tangga kita di penuhi lika-liku, seperti sebuah drama ... tetapi karena
dirimulah aku bisa bertemu dengan mama dan kak Rio, terima kasih sayang...”
Satya tersenyum lalu mengusap
tangan istrinya, “Kau ingat saat malam pertama kita?”
Minggir! Kalau sudah bahas
persoalan ranjang Adelia akan di buat merinding karenanya. Sontak Adelia
menjauh dan kembali duduk di kursinya. Wajahnya mendadak merah bahkan dia
sampai menepuk pipi dengan kedua tangannya.
Pluk!
“Jangan menyembunyikannya...”
goda Satya, aaaaa....
***
Hari itu saat mendengarkan kabar
baik mengenai keinginan CEO yang akan melanjutkan kontrak kerja sama dan juga
sebuah pernikahan yang akan berlangsung, benar-benar membuat Adelia terpuruk.
Dia tak mau menikah dengan pria
itu, dia kasar dan mesum!
“Tidak ayah, Adelia menolak
pernikahan ini—“
“Diam kamu! Memangnya siapa
dirimu, huh! Jika perusahaan ini gulung tikar memangnya kau yang akan
memberikan para karyawan untuk makan, gaji bulanan, menghidupi keluarga mereka,
huh? Iya!” bentak Winata sembari menggebrak meja.
Adelia yang malang, merasa
tersudutkan, kehadirannya di dunia ini sudah seperti anak pembawa sial, haha...
rasa-rasanya Adelia ingin tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh sayng ayah
sekalipun itu adalah benar.
“Zigy, sampaian kepada CEO
Excelent Group.. aku menerima lamaran ini.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!