David Hakim Satrio adalah namanya. Seorang letnan polisi atau sekarang menjadi Iptu ( Inspektur Satu ) yang disukai oleh anak buahnya dan dibenci oleh penjahat. Pria berusia 28 tahun itu memiliki tinggi 183 cm dengan berat badan seimbang karena David sangat menjaga kebugaran tubuhnya. Banyak polwan dan para rekan kerja wanita yang naksir dirinya apalagi statusnya masih lajang, membuat dirinya menjadi the most eligible bachelor di kalangan Polsek Jakarta Selatan.
Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa David sudah memiliki seorang kekasih bernama Anandhita Ramadhan, seorang dokter bedah berusia 26 tahun. Gadis cantik itu sudah merebut hati David sejak SMA. Gadis yang dikenal suka menolong orang lain meskipun anak orang kaya tapi dia tidak malu berangkat sekolah dengan Vespa milik sang opa.
Anandhita atau biasa dipanggil David Didit itu juga dikenal lebih suka membawa bekal makanan ke sekolah daripada jajan. David baru berani mendekati Anandhita ketika dirinya sudah masuk akademi kepolisian di Semarang. Setiap ada kesempatan pulang ke Jakarta, David selalu mampir ke rumah orangtua gadis itu sekedar membawakan oleh-oleh khas Semarang seperti bandeng presto, lumpia, tahu petis Prasojo atau ayam goreng pak supar. Sampai-sampai papa Anandhita sempat meledek David saat membawakan ayam goreng yang restaurannya terletak di jalan Moh Suyudi itu.
"Dave, memang di Jakarta tidak ada yang jual ayam goreng?" ucap papa Anandhita.
"Beda Oom, ini kan dari Semarang" cengir David.
Pria tampan itu lebih suka mendekati papa Anandhita terlebih dahulu. Sang mama sendiri sudah suka dengan David sejak masih SMA karena pria itu melindungi Anandhita dari preman yang hendak memalaknya.
Meskipun belum ada kata jadian, tapi kedua orangtua Anandhita welcome dengan David, dan tak jarang dia lebih sering mengobrol dengan papa Anandhita sambil bermain catur atau mengobrol banyak hal.
David menjadi lebih dekat setelah kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan lalulintas di tol Cikampek. Anandhita dan keluarganya lah yang menghibur David dan menganggap David seperti putranya sendiri. David dan Anandhita akhirnya jadian setelah dirinya lulus akademi kepolisian. Anandhita yang kuliah di fakultas kedokteran UI itu harus bisa menjalani long distance relationship karena David langsung ditempatkan ke polres Pati.
Dan David pun juga melakukan hal yang rutin seperti saat dia masih di akademi kepolisian, menyempatkan pulang ke Jakarta jika ada waktu. Bahkan tak jarang, David menjemput Anandhita di rumah sakit setelah selesai co-as.
Setahun di polres Pati, David akhirnya pindah ke Polresta Bandung. Tak jarang Anandhita jika ada waktu libur, dia yang menemui David ke Bandung bersama dengan mama dan papanya.
Walaupun sang papa percaya dengan keduanya tapi David tidak mau kalau Anandhita datang ke Bandung sendirian dan kedua orangtuanya Anandhita sangat menghargai permintaan David. Enam bulan di Bandung, akhirnya David dipindahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan dan pangkatnya pun sudah naik jadi Iptu.
David memang lebih suka memilih di bagian kriminal dibandingkan satlantas atau white collar crime. Baginya memecahkan suatu kasus pembunuhan itu lebih menantang adrenalin dan mengasah otak. Bagaimana dirinya harus lebih pintar dari para orang-orang psycho itu.
***
Malam ini David dihubungi oleh anak buahnya, Randy yang mengatakan bahwa ada kasus pembunuhan di dekat sebuah nightclub yang memang dikhususkan untuk kaum lagibete dan trans*gender. Sudah lama David ingin menggerebek sana tapi itu bukan tugas dia, melainkan bagian asusila ataupun narkoba.
Hari ini David tersenyum smirk. Akhirnya bisa grebek juga tuh nightclub.
"Randy" sapa David.
"Hai, Dave." Randy masih memeriksa korban yang tergeletak di gang belakang yang dekat dengan nightclub itu.
"Apa yang terjadi?" tanya David sambil memindai sekeliling tkp. Para petugas laboratorium forensik mulai memeriksa semua bukti-bukti disana.
"Korban dibunuh dengan cara ditusuk bagian lehernya" ucap Randy yang memeriksa leher dengan tangannya yang tertutup sarung tangan lateks. David pun memakai sarung tangan lateksnya dan mulai berjongkok untuk melihat luka yang terdapat di leher korban.
"Pakai apa ini kira-kira? Alat pemecah es?" gumam David.
Alat pemecah es
"Bisa jadi sih Dave." Jika di TKP, Randy biasa memanggilnya dengan nama tapi kalau di kantor, sahabat David itu memanggilnya letnan atau let.
"Sepertinya tapi kok aku terbayang film basic instinct ya kalau membahas alat pemecah es" kekeh Randy.
"Dasar pecinta film klasik Sharon Stone" ucap David sambil terus memeriksa korban.
"Gila bro, pas dia diinterogasi dengan kakinya terbuka dan tampak polos... Mukanya Michael Douglas tuh..." cerocos Randy.
"Woi! Kerja kampret! Jangan bayangin aneh-aneh!" hardik David. "Hai, dok Tini. Gimana hasil pemeriksaan luar dan kapan dia tewas?" tanya David kepada dokter Tini Srikandi, dokter forensik yang datang memeriksa. Dokter berusia empat puluh tahun itu tampak menusukkan alat pengukur suhu ke perut korban.
"Hasil pemeriksaan hati dan badan korban masih hangat, diperkirakan korban tewas sekitar satu sampai dua jam lalu, Let" jawab dokter Tini.
David melihat ke arah jam tangan G-Shock nya. "Dua jam lalu berarti jam satu malam. Siapa yang menemukan?"
"Seorang pegawai nightclub yang pulang terakhir buat buang sampah" sahut Randy. "Aiptu Fajar lagi menanyai orang itu."
David melihat Aiptu Fajar sedang mencatat pernyataan seorang pria yang usianya sekitar dua puluhan.
"Let" panggil Dokter Tini ke David.
"Yes dok?"
"Orang ini trans*gender."
"Bagaimana dokter tahu?" David dan Randy pun duduk menghampiri dokter manis itu yang membuka rok korban.
"Pe*nisnya dikebiri habis dan masih ada bekas sayatan untuk membuat vagi*na. Kelihatan lah mana yang asli sama yang KW. Coba liat ini, ada bekas operasinya" tunjuk Dokter Tini ke arah pangkal paha.
David dan Randy melongo. "Astaghfirullah! Dia banci?" bisik Randy.
"Bukan banci sepertinya sedang proses menjadi trans*gender yang sedang proses vaginoplasty" ucap dokter Tini. "Akan lebih kelihatan jika aku melihatnya di ruang mayatku."
"Oke dok. Segera bawa mayat korban biar pihak forensik mengumpulkan semua bukti" David memberikan kode kepada petugas mobil koroner untuk memasukkan korban ke dalam kantung jenazah.
"Let" panggil Jimmy, petugas forensik dari Labfor.
"Ya Jim?" jawab David.
"Aku menemukan senjata pembunuhnya" ucap Jimmy sambil mengangkat alat penghancur es batu yang berlumuran darah.
"Simpan dan test DNA meskipun kecil, ada baiknya cek semuanya termasuk sidik jari" ucap David.
"Let!" panggil Aiptu Fajar.
"Ya Fajar?" David menghampiri Fajar dan pria muda itu.
"Katanya dia mengenal korban" ucap Fajar.
"Kamu. Siapa namamu?"
"Vian, pak."
"Nama korban?"
"Calista tapi nama aslinya Cecep dan dia memang ingin menjadi wanita." David nyaris tergelak mendengar nama asli korban namun dia harus memasang wajah datar.
"Oke, Vian. Tidak keberatan saya masuk ke klub?" David menatap tajam ke arah pemuda itu.
"Tapi..."
"Ada korban pembunuhan dekat klubmu dan area ini sudah menjadi tempat kejadian perkara atau tkp. So, kamu antarkan kami masuk ke klub kamu atau kamu saya tahan karena menghalangi penyelidikan?" Mata hitam David menatap tajam ke Vian.
Vian hanya bisa pasrah dan mengajak David serta Fajar masuk ke dalam klub.
Introducing David Hakim Satrio
***
Yuhuuu Welcome to my new novel
Genre nya masih seputar romantis komedi dan misteri karena main character nya adalah seorang polisi.
Semoga suka.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
David dan Fajar masuk ke dalam nightclub itu bersama dengan Vian. Bau alkohol, drugs dan maksiat lainnya tercium di hidung mancung David. Sebelumnya dia meminta anak buah Jimmy untuk ikut memeriksa nightclub itu untuk mencari bukti.
Toro, salah satu asisten Jimmy, hanya bisa menghela nafas panjang melihat bagaimana nightclub itu yang masih ada botol-botol minuman keras berserakan, suntikan, bong bahkan Kon*dom.
"Let David, ini apa yang mau diperiksa? Semua DNA bikin pusing periksanya" bisik Toro sambil bergidik. Kalau boleh memilih, Toro mending memeriksa pembunuhan di ruang tertutup di rumah atau apartemen. Setidaknya TKP nya tidak separah dan menjijikkan seperti ini.
"Percuma kamu periksa satu-satu Toro, pegel lu!" ucap David yang tahu ahli forensik ini bisa nangis kejer kalau periksa semua.
"Nah tuh paham Let" cengir Toro.
"Cecep .. eh Calista semalam duduk dimana?" tanya David.
"Cecep? Siapa Cecep Let?" tanya Toro kepo.
"Korban" jawab Fajar.
"Seriously? Namanya Cecep? Oh Gusti!" kekeh Toro. "Kok jadi Calista? Calistung kali?"
"Toroooo" desis David sebal.
"Sorry Let" cengir Toro.
"Sebelah sini pak" ucap Vian menunjukkan sebuah bilik yang terdapat sofa warna merah.
Toro lagi-lagi menghela nafas panjang. "Yakin Solihin madarun, pasti banyak DNA disana dan letnan pasti nggak mau tahu itu apa saja disana."
"Coba kasih lampu birumu, Toro" pinta David.
"Tolong lampunya dimatikan" pinta Toro sambil mengambil lampu UV dari kopernya.
Setelah lampu dimatikan dan ketiga orang itu memakai kacamata khusus, tampak di sofa itu bercak-bercak yang muncul disana.
"Buset! Kursi ini penuh dengan pe*Ju!" celetuk Toro. "Diupahi aku tidak mau duduk disini!"
"Bakalan sulit cari DNA nya si korban kalau begitu. Lihat saja, overlaping begini bercaknya" gumam David.
"Kan aku dah bilang Let" timpal Toro.
"Tetap bawa ke labfor sekalian kamu periksa di kolong sekalian" perintah David.
"Whaaaatttt? Letnaaaannn" rengek Toro.
"Kamu mau makan gaji buta? Percuma kamu sekolah tinggi-tinggi tapi ilmumu nggak kepake!" sarkasme David.
Fajar cekikikan melihat keributan antara David dan Toro.
"Vian, sofa itu saya sita untuk penyelidikan."
"Tapi pak, saya harus bilang apa sama boss saya?" Vian tampak panik.
"Bilang saja barang bukti kasus pembunuhan!" David menatap tajam ke Vian.
Vian pun tampak lemas.
***
David menghadapi Indra Gunawan, pemilik nightclub itu yang datang setelah mendapatkan laporan dari Vian kalau Sofanya hendak disita.
"Hanya satu sofa saja kan pak David?" tanya Indra.
"Hanya satu sofa" jawab David. "Apakah bapak kenal dengan korban? Calista?"
"Kenal biasa saja karena dia pelanggan club' kami."
"Siapa saja teman atau pacarnya?"
Indra menggaruk kepalanya. Pria yang sedikit gemulai itu menatap David bingung. "Pacarnya saya tidak tahu pak David tapi teman-temannya saya tahu. Ada Viola, Yulia dan Tasya. Mereka kalau tidak salah satu apartemen di daerah Grogol."
"Anda punya alamatnya?" tanya Fajar.
"Maaf pak, saya tidak tahu persis apartemen apa, hanya tahu di daerah Grogol."
David menoleh ke Fajar. "Sebar anak-anak cari tiga orang itu tadi. Viola, Yulia dan Tasya."
"Baik Let."
"Maaf pak Indra, ketiga orang tadi wanita penghibur atau gimana?"
Indra terkekeh kecil. "Pak, mereka semua waria, banci."
David dan Fajar hanya bisa melongo.
Kenapa gue jadi inget lagunya P Project... Jangan ganggu banci ...
***
David masuk ke ruangannya yang termasuk kecil dan minimalis. Hanya ada meja, kursi, dan lemari kabinet yang berisikan berbagai macam kasus yang sudah dipecahkan olehnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan dia baru saja selesai apel pagi. Matanya tampak lelah setelah baru tidur hanya dua jam langsung dipanggil ada kasus.
Harus telpon Didit nih buat mood booster pagi-pagi.
David mengambil ponselnya dan mendial nomor kekasihnya. Setelah empat deringan, terdengar suara merdu yang selalu membuat David ayem.
"Assalamualaikum" sapa Anandhita.
"Wa'alaikum salam Didit. Sudah sampai rumah sakit?"
"Sudah mas. Mas David gimana? Sudah sampai kantor?"
"Dari semalam aku sudah di tkp" ucap David. "Baru tidur dua jam, ditelpon si Randy!"
"Duh kasihan anak Lanang" kekeh Anandhita.
"Didiiitt ! Kamu kesini dong. Anak Lanang ini butuh pukpuk!" rengek David yang memang manja kalau lagi berduaan dengan kekasihnya.
Randy yang main masuk tanpa mengetuk pintu, melongo mendengar rengekan Bossnya.
"Letnan? Kamu belok?" tanya Randy sambil melongo.
"Ketuk pintu dulu, kampret!" bentak David sedangkan Anandhita tertawa terbahak-bahak mendengar kekasihnya dikira belok.
***
"Apa?" tanya David judes.
"Dih si letnan tuh, belum sarapan langsung ngegas!" jawab Randy kalem. Dia sudah biasa menghadapi David yang moodyan kalau berada di ruangannya.
"Hasil pemeriksaan oleh dokter Tini akan keluar jam sepuluh. Letnan mau kesana atau tunggu laporan saja?" lanjut Randy.
"Kesana saja! Ngomong-ngomong belikan aku sarapan dulu, Dy, daripada aku cranky pengen makan orang!"
"Nasi uduk ya Let!"
"Cusss lah!"
***
Setelah sarapan nasi uduk lengkap dengan ayam goreng dan balado telor, David dan Randy berangkat ke rumah sakit Bhayangkara bagian forensik. Beruntung untuk bagian korban pembunuhan mendapatkan ruangan tersendiri dari korban lakalantas jadi Randy tidak parno. Randy lebih memilih melihat korban pembunuhan daripada korban kecelakaan, dan dia sendiri tidak tahu kenapa.
Para petugas di kamar mayat ruang korban pembunuhan sudah hapal dengan Iptu David Satrio dan asistennya Randy Hutabarat. Meskipun Randy Batak, tapi dia lebih mirip orang Jawa karena ibunya adalah orang Jawa asal Jogja, ayahnya sendiri orang Batak yang sudah lama tinggal di Jogja jadi bataknya mulai tercemar kalau versi penilaian David.
"Batak kok bisa kromo Inggil" kekeh David ketika bertemu dengan kedua orangtuanya Randy.
"Kau jangan tanya bahasa Batak pada bapakku, bubar!" balas Randy dengan logat bataknya.
Sebelum orangtuanya David meninggal, mereka memang berteman baik dengan orang tua Randy karena anaknya sama-sama di akademi kepolisian.
"Pagi setengah siang Letnan David" sapa dokter Farah asisten dokter Tini dengan sedikit genit. Semua orang di ruang mayat forensik tahu kalau dokter Farah naksir berat David tapi yang ditaksir cuek bebek.
"Pagi dokter Farah" sapa Randy manis sedangkan David hanya mengangguk. Setelah tadi mendengar David memanggil Didit, Randy baru tahu kalau itu panggilan kekasih David yang bernama Anandhita. Selama ini memang David selalu menutup rapat kehidupan pribadinya.
"Kok Letnan David nggak balas sapaan aku sih?" protes Farah sambil cemberut.
"Jangan sama letnan David, dia belok! Mending sama saya dok! Saya normal kok" kerling Randy.
Dokter Farah hanya mendengus kesal. Masa letnan David belok?
"Nggak percaya? Pacarnya namanya Didit" bisik Randy yang membuat Dokter Farah menganga.
"Randdyyyy!" panggil David.
"Serius dok!" ucap Randy sambil memberikan tanda V dengan dua jarinya dan bergegas menyusul David masuk ke dalam kamar mayat
Dokter Farah masih menatap tidak percaya. Yang benar saja!
***
Yuhuuu Up Siang Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
tararengkyu ❤️🙂❤️
David dan Randy menemui dokter Tini yang sekarang tampak memakai memakai baju operasi, dan kacamata khusus sudah selesai menjahit tubuh korban yang dibuat sayatan berbentuk Y untuk membuka isi organ dalam.
"Good timing boys" ucap dokter manis itu.
"Bagaimana dok?" tanya David tanpa basa basi.
Dokter Tini Srikandi
"Ini silikonnya, ini jaringan jantung, hati, paru-paru, isi perut, hasil swab kuku dan mulut" ucap Dokter Tini memperlihatkan dua buah jelly silikon di atas meja, beberapa botol berisikan jaringan serta beberapa plastik barang bukti dengan tulisan disana. "Tanpa harus ditusuk dengan alat pemecah es, korban pun hidupnya tidak lama."
"Dia sakit apa Dok?" tanya David.
"Limfoma. Stadium tiga dan aku sudah memberitahukan labfor agar berhati-hati."
"Bagaimana dok Tini tahu?" tanya Randy.
"Aku periksa semuanya dong Randy sayang" senyum dokter Tini. "Test darah adalah sesuatu yang aku lakukan terlebih dahulu setelah menswab kuku dan mulut."
David memperhatikan wajah polos Calista aka Cecep yang sudah polos dari makeup setelah dibersihkan oleh dokter Tini. Wajahnya kok familiar ya. Aku pernah lihat dimana.
"Kamu kenapa Let?" tanya Randy.
"Coba kamu lihat wajahnya deh. Kok aku familiar tapi nggak ingat lihat dimana" jawab David.
Randy pun mendekati wajah Cecep dan terkejut.
"Astaghfirullah! Let, ini kan Cecep Sutisna!" seru Randy.
"Saha eta ( siapa itu ) Ran?" tanya David bingung.
"Teman seangkatan kita! Ingat nggak Dave, pas kita awal masuk Akpol, ada cowok nangis lebay tidak mau menjadi polisi?"
David mengingat kejadian sepuluh tahun lebih itu dan teringat wajah cowok yang manis, menangis penuh drama membuat para instruktur marah.
"Yang waktu kita berbaris itu?" tanya David.
"Iya Dave! Yang aku sama kamu awal kenalan itu dan kita berdua ghibah dia!"
Dokter Tini menatap kedua anggota kepolisian itu dengan wajah bingung. "Ada apa ini?"
"Dia dulu pernah mendaftar masuk Akpol dan aku tidak tahu bagaimana dia bisa lolos dan saat kami berkumpul awal di lapangan, dia menangis karena tidak mau menjadi polisi." Randy menatap Dokter Tini.
"Lalu bagaimana?"
"Hari itu juga dia pergi dan kami tidak tahu kabarnya lagi"
"Sampai sekarang melihat dia menjadi mayat" gumam David.
"Dokter Tini" panggil dokter Farah.
"Ya dok Farah?"
"Ada laporan penemuan mayat lagi tapi kondisi sudah membusuk" ucap dokter Farah sambil melirik jijik ke David.
David sendiri tampak cuek sambil membuka ponselnya yang tidak sengaja terpencet silent dan banyak panggilan disana.
"Randy, kita ke TKP sekarang!" David menatap dokter Tini. "Dok Tini berangkat juga?"
"Of course tapi aku ganti baju bentar, kalian pergilah dulu."
David mengangguk ke dokter Tini dan dokter Farah lalu berjalan keluar. Wajah dokter Farah tampak mengeras.
"Jangan coba-coba membuatnya normal, dokter Farah. Letnan memang belok" cengir Randy. "Susah membuatnya lurus."
Dokter Farah hanya menatap tajam ke Randy.
"Dibilang mending sama saya saja, nggak percaya" sambung Randy lagi sambil menyusul David.
Akan aku buat kamu normal lagi, David! Mata coklat dokter Farah menatap tajam punggung lebar itu dengan menyala-nyala.
***
"Kamu bilang apa sama dokter Farah?" tanya David sambil menyetir Honda HRVnya. David lebih suka memakai mobil miliknya sendiri dibandingkan mobil dinas yang sering membuat orang terintimidasi.
"Aku bilang, percuma mengharapkan dirimu, Let" jawab Randy.
"Alasannya?"
"Karena kamu belok, Dave!" gelak Randy tanpa dosa.
"Aku? Belok? Maksudmu?" David melirik tajam ke sahabatnya.
"Iya, aku sengaja bilang begitu agar Dokter Farah tidak mengejar dirimu. Aku bilang kamu sudah punya pacar namanya Didit" cengir Randy.
David melongo. "Astaghfirullah! Randdyyyy!"
"Kan bagus Let, jadi kamu lega!"
David terdiam. Benar juga! Yang tahu hubungan ku dengan Didit kan hanya Randy, setidaknya aku tidak perlu capek-capek menghindari dokter ganjen itu.
"Kamu benar, Randy! Tumben kamu cerdas! Sudah sana, kamu dekati dokter Farah karena aku tahu kamu suka dia kan?" seringai David.
"Nah tuh tahu, Let! Doakan kami ya" Randy meletakkan kepalanya di bahu David seperti seorang kekasih sembari mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Astogeeee! Jijaaaayyy!" bentak David bergidik.
Randy Hutabarat
***
Randy harus menahan rasa mual yang melanda saat bau busuk mayat tercium di hidungnya. Duh Gusti! Jangan sampai nasi uduk aku keluar semua! Eman-eman, belum tercerna dengan baik ini di dalam lambung dan usus. Vitamin dan gizinya belum terserap semua ini!
David menghampiri petugas kepolisian yang sampai disana terlebih dahulu.
"Pak Letnan David" sapa Aiptu Fajar. Wajah pria itu tampak kuyu kurang tidur tapi harus bekerja.
"Jar. Kamu habis ini pulang! Tidur! Saya tidak mau anak buah saya ambruk gara-gara kurang tidur!" perintah David.
"Tapi Let..."
"Pulang Jar. Kasihan ibumu anaknya belum pulang dari semalam."
Fajar tinggal bersama ibunya di sebuah kampung daerah Kebayoran Lama. Ayahnya sudah meninggal sejak dia SD dan selama itu ibunya berjualan lotek, karedok, rujak di depan rumahnya untuk membiayai sekolah Fajar dan adiknya. Fajar dan adiknya sendiri juga terbiasa membantu ibunya berjualan camilan yang diambil dari tetangga lalu dijajakan di sekolah setelah jam pulang.
Fajar yang bercita-cita menjadi seorang polisi akhirnya mendapatkan orangtua angkat yang bersedia membiayai dirinya masuk akademi kepolisian di Bandung yang lebih dekat daripada di Semarang.
Dan kini, dirinya sudah bisa membuat kehidupan ibu dan adiknya lebih baik meskipun ibunya masih berjualan depan rumah dengan alasan biar ada kesibukan. Adik Fajar, Mentari, sekarang sudah bekerja sebagai perawat di rumah sakit Pelni Petamburan.
"Baik Let. Nanti selesai mengurus TKP dan menanyakan para saksi, saya pulang."
"Pulang, besok kamu sudah segar, bisa bekerja lebih baik lagi" ucap David.
Tak lama dokter Tini datang bersamaan dengan Jimmy dan Toro serta beberapa anak buahnya. Mereka segera memeriksa TKP yang sudah diberikan garis polisi bewarna kuning.
David dan Randy pun menanyai petugas orange atau petugas taman kota Jakarta yang menemukan mayat tersebut. Mereka memang setiap hari rutenya bekerja disana setiap pagi.
"Tapi kemarin kami tidak menemukan mayat apapun pak. Entah kalau dia membuangnya malam hari" ucap petugas itu.
"Bapak rutenya memang disini ya?" tanya David sambil mencatat.
"Iya pak polisi, kami datang setiap jam empat subuh dan langsung bekerja. Kemarin pun sama tapi kami tidak menemukan sesuatu yang aneh. Baru tadi siang ini saya mendapatkan laporan dari teman saya pak."
"Letnan David" panggil Dokter Tini.
"Randy, kamu lanjutkan. Aku mau ke dokter Tini."
David pun menghampiri wanita itu. "Gimana Dok?"
"Korban sudah meninggal dua-tiga hari lalu dan terbukti korban sempat disimpan di freezer."
"What? Jadi si pelaku membuang korban dalam kondisi beku?" David melongo mendengar bagaimana psycho nya orang ini.
"Hasil pemeriksaan hati kacau Dave. Jadi aku hanya bisa memeriksa lebam mayat saja. Oh, korban juga seorang trans*gender."
David mengusap wajahnya kasar. Ini korban pertama atau kedua?
***
Yuhuuu Up Pagi Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!