NovelToon NovelToon

Suamiku Chef Idolaku

1. Caramelia Faraza

"Kamu tau gak Dek kalau kamu dijadikan bahan taruhan sama anak-anak?" Mbak Nadia bertanya pada Caramel disela kegiatannya yang sedang memakaikan make up pada Caramel.

"Taruhan? Taruhan apa Mbak?" bukannya menjawab pertanyaan Mbak Nadia, Caramel malah balas bertanya balik pada Mbak Nadia.

"Ya kamu", jawab Mbak Nadia yang masih sibuk dengan berkas-berkasnya setelah merias Caramel.

"Maksudnya apa Mbak?" Caramel mendadak cengo.

"Gini loh Dek, anak-anak cowok disini tuh pada suka sama kamu semua, mereka pada pengen deketin kamu. Mangkanya itu mereka jadikan kamu sebagai bahan taruhan sekalian. Siapa yang bisa jadikan kamu pacar salah satu dari mereka dalam kurun waktu tidak lebih dari tiga bulan, dialah yang jadi pemenangnya. Mereka bakal traktir dan menuruti kemauan sang pemenang selama satu bulan", jelas Mbak Nadia menceritakannya dengan panjang kali lebar.

Caramel syok, dia diam saja, bingung mau ngomong apa. Karena baru kali ini dia benar - benar diperlakukan seperti ini.

"Lah kenapa harus aku Mbak? Kan ada banyak cewek disini."

"Lah mereka sukanya sama kamu kok", jawab Mbak Nadia yang masih sibuk memoles kembali wajah Caramel.

"Siapa aja sih Mbak yang pada ikutan?" Caramel ingin mengetahui siapa saja yang entah memang benar-benar suka sama dia atau hanya sekedar ikut - ikutan.

"Hampir semuanya, setahuku yang gak ikutan hanya yang udah berkeluarga. Tapi Mbak cuma berpesan sama kamu supaya kamu waspada aja sama cowok - cowok disini semuanya meskipun mereka yang udah berkeluarga, karena ya pastinya nanti kamu bakal tau sendiri deh", Mbak Nadia membantu Caramel berganti kebaya.

"Perfect. Kamu cantik dek, pantas aja mereka pada taruhan buat dapetin kamu. Mana kamu seksi banget lagi.Ckk, pantes aja ya pada ngiler. Hahaha....", Mbak Nadia terkekeh melihat Caramel dari pantulan cermin.

"Hehehe....Mbak mah ada-ada aja. Orang biasa kayak gini gak ada spesial - spesialnya", Caramel tersenyum lebar menampakkan deretan giginya.

"Are you okay? Udah gak usah dipikirin. Mbak ngasih tau kamu bukan maksud buat kamu takut, cuma Mbak itu lihat kamu masih sangat polos dan lugu banget. Pasti kamu belum pernah pacaran ya? Jadi Mbak cuma mau ngingetin kamu aja agar hati - hati sama cowok manapun", Mbak Nadia begitu telaten merapikan pakaian kebaya dan kain batik yang dipakai Caramel sebagai bawahannya.

Caramel pun tersenyum senang memilik Mbak Nadia yang sudah seperti seorang kakak baginya. Namun Mbak Nadia tidak selalu bisa stay bersama Caramel jika dia berada di kantor, karena memang dia adalah seorang marketing yang mengharuskan dia begitu sibuk di luaran sana, dan kadang juga sering dia berada di kantor namun jarang mereka bertemu karena kesibukan Mbak Nadia yang begitu menyita waktunya.

Dan dengar - dengar Mbak Nadia akan pindah cabang ke kantor pusat beberapa hari lagi. Ya... good bye dong Mbak Nadia dengan Caramel.

Mbak Nadia menggandeng tangan Caramel untuk mengajaknya ke luar ruangan.

"Yuk ah keluar, bentar lagi tamu - tamu udah pada mau datang. Senyum dong biar kelihatan cantiknya", senyum mengembang di bibir mereka berdua.

Hari ini adalah soft opening tempat dimana Caramel bekerja. Sebuah restauran mahal yang berkelas, di desain dengan begitu apik yang menyuguhkan pemandangan yang menyegarkan dan bertema alam yang dilengkapi taman, playground, mini golf, pacuan kuda, kolam pemancingan dan juga tempat untuk memanah.

Di sana juga menyediakan tempat untuk berpesta dan untuk mengadakan acara seperti family gathering ataupun garden party. Serasa lengkap jika berada di tempat tersebut. Semuanya tertata dengan sangat bagus, sehingga membuat tamu begitu betah berada di sana.

Hari ini Caramel ditugaskan sebagai penerima tamu dengan memakai kebaya karena tamu - tamu yang hadir merupakan tamu - tamu penting dari dalam kota dan luar kota. Mereka semua merupakan petinggi di kota ini dan relasi bisnis dari CEO dan owner tempat tersebut.

Acara begitu mewah dan meriah hingga mereka harus benar - benar melakukannya dengan sangat baik sehingga tidak ada kesalahan yang membuat malu tempat tersebut.

Semua rekan - rekan kerja Caramel begitu sibuk menyiapkan acara ini mulai dari pagi hingga malam acara tersebut diadakan. Mereka tampak kelelahan melayani banyak tamu yang datang dan mereka harus ekstra hati - hati karena tamu yang mereka layani merupakan tamu yang sangat penting bagi perusahaan. Restauran ini merupakan salah satu dari sekian banyak yang ada, karena hampir di setiap kota besar pasti ada restauran tersebut.

Caramel merasa tidak enak melihat teman - temannya yang lain kelelahan dan menyindirnya tiap dekat dengannya, karena tugasnya hanya menyambut tamu dengan ramah dan senyum tanpa mengerjakan hal yang lainnya.

Sedangkan yang lainnya harus berdiri sampai acara selesai dengan mondar - mandir berjalan melayani tamu. Begitu sangat melelahkan, namun jika sudah terbiasa dan dilakukan dengan ikhlas pasti semuanya akan menyenangkan, bagaimanapun tidak ada pekerjaan yang hanya dibilang enak oleh orang lain, karena mereka tidak tahu apa yang dikerjakan orang tersebut,bahkan seorang petinggi pun yang katanya cuma duduk dan tanda tangan saja bisa dapat gaji yang melimpah, padahal mereka tidak tahu saja jika otak mereka berpikir sangat keras untuk bekerja.

Caramel berjalan mendekati teman - temannya yang masih sibuk melayani para tamu dan mereka semua ini yang sedari tadi menyindirnya. Namun langkah kakinya dihentikan oleh Mbak Nadia, "Mau kemana Dek?"

"Mau bantuin mereka Mbak. Gak enak aku hanya di sana menyambut tamu sedangkan mereka sedang sibuk banget", Caramel masih dengan senyumnya menjelaskan keinginannya pada Mbak Nadia.

"Udah gak usah, mereka ada banyak kok, udah ada tugasnya sendiri - sendiri. Kamu balik aja ke sana", Mbak Nadia mengarahkan tubuh Caramel untuk berbalik menuju tempatnya semula.

"Eh.. eh mbak, itu gak enak Mbak, dari tadi mereka nyindir aku terus", ucap Caramel sambil mempertahankan tubuhnya agar tidak berjalan karena didorong oleh Mbak Nadia.

"Udah gak usah didengerin, anggap aja angin lewat, dan gak usah dipikirin juga karena gak penting yang ada malah bikin pusing", kini Mbak Nadia menggeret tangan Caramel menuju tempatnya semula.

Karena menurut Mbak Nadia memang begitulah kerjanya cewek, suka iri dengan temannya yang lain. Mbak Nadia seorang Marketing disini, sedangkan Caramel hanya seorang kasir disini, namun kerjaannya sangat menguntungkan bagi dia, karena dia juga bisa belajar tentang keuangan karena leadernya selalu memberinya pekerjaan layaknya accounting disamping dia menjadi kasir.

Dan tentunya itu karena ada potensi yang menjanjikan dari dalam diri Caramel hingga dia diberikan kesempatan untuk belajar serta membantu pekerjaan leadernya.

Pukul 12.45 am

Caramel sampai di rumahnya. Lelah sudah pasti dirasanya. Tidak biasanya dia pulang selarut ini. Biasanya jika dia masuk kerja pagi pasti pulang sore, dan jika dia masuk sore sudah pasti dia pulang malam, namun tidak pernah pulang di atas jam 12 malam, paling malam pun jam 11 malam. Namun jika ada event seperti hari ini memang pengecualian, mustahil jika bisa pulang dibawah jam 12 malam.

Hari yang penuh dengan drama dan menguras pikiran juga tenaga bagi Caramel. Selain capek karena pekerjaannya, dia juga capek memikirkan kisah dirinya yang selalu menjadi bahan sindiran teman-teman ceweknya di tempat kerjanya. Belum lagi memikirkan tentang dia yang dijadikan bahan taruhan teman-teman cowok di tempat kerjanya. Bisa dibayangkan semua penghuni cowok di tempat kerjanya menargetkan dia sebagai pacar mereka. Meskipun itu murni karena perasaan suka mereka pada Caramel, namun menjadikan Caramel sebagai bahan taruhanlah yang menjadikan rasa suka mereka menjadi minus di mata Caramel.

Sebenarnya ada rasa bahagia dan bangga karena hampir semua cowok di tempat kerjanya menyukainya, berarti dia merasa benar - benar menjadi seorang cewek, namun dia menjadi seperti seorang cewek yang tidak dihargai karena menjadi bahan taruhan mereka.

Dia merebahkan tubuhnya pada tempat tidurnya yang sangat nyaman menurutnya. Matanya terpejam, namun hanya matanya saja yang terpejam, dia tidak bisa tidur, pikirannya membuatnya masih terjaga meskipun dia sudah teramat sangat mengantuk.

Caramel bingung, apa yang akan dia lakukan setelah dia mengetahui tentang taruhan teman - teman cowoknya itu. Ah, pantas saja selama ini dia banyak dibantu oleh semua orang, terutama teman - teman cowoknya ketika di tempat kerja.

Namun teman - teman ceweknya seakan mengucilkannya karena hampir semua cowok single disitu mendekati dan menyukai Caramel. Mereka merasa Caramel begitu di anak emaskan oleh atasan-atasan mereka, bahkan teman - teman cowoknya di sana selalu membantu, menggoda, bahkan menjadikan spesial seorang Caramel dibandingkan dengan yang lainnya.

Tiap hari Caramel didatangi oleh teman - teman cowoknya, bergantian, bahkan sering yang datang bersamaan ke rumah Caramel, hanya selang waktu beberapa menit saja mereka datang bersamaan. Pantas saja pada saat mereka datang ke rumah bersamaan padahal mereka tidak janjian, pasti yang satunya besoknya nyuekin Caramel, layaknya anak bocah yang kecewa dan tidak mau bicara padanya.

Huft.... dia menghembuskan nafasnya mengeluarkan rasa sesak dan bimbang yang diakibatkan oleh pikiran-pikirannya tadi. Dipaksa nya matanya itu terpejam, karena besok dia harus kembali bekerja.

Suara kokok ayam membangunkannya dari alam mimpinya. Suara sang Ibu yang sedang sibuk di dapur terdengar dari kamarnya. Suara adzan subuh terdengar begitu nyaring di telinganya, menyadarkan dirinya seutuhnya. Dengan langkah malas dia membawa tubuhnya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Memang keluarganya bukan merupakan keluarga yamg amat kaya, namun bisa di bilang berkecukupan, karena kini impian Caramel untuk memiliki kamar sendiri yang terletak di lantai dua dan kamar mandi di dalam pun sudah terpenuhi.

Diambilnya air wudhu dan setelah itu dia melaksanakan sholat subuh di dalam kamar. Kemudian dia kembali tertidur karena rasa kantuknya kembali menyerang.

Caramel baru tertidur selama beberapa jam dikarenakan matanya yang terpejam namun pikirannya masih on, jadilah dia tidak bisa tertidur meskipun dia berganti-ganti posisi tidur dan merapal banyak doa, diantaranya doa tidur dan beberapa surah pendek yang dia hafal, namun tak kunjung juga dia tertidur meskipun sudah memejamkan matanya dengan erat. Entah berapa lama dia berbolak-balik arah dan akhirnya dia tertidur juga.

Alarm ponsel Caramel berbunyi dengan sangat nyaring melantunkan lagu 'Sometimes' yang dinyanyikan oleh Britney Spears. Bukannya dia bangun, malah dia lebih nyenyak tertidur, seolah sedang dinyanyikan lagu nina bobo' oleh Britney Spears.

Dari dapur yang berada di lantai bawah Ibu mendengar alarm Caramel yang berbunyi, sontak saja Ibu berteriak membangunkan putrinya itu. Merasa capek berteriak, Ibu berhenti, dia tidak lagi berteriak karena dia merasa percuma saja jika dibangunkan pasti jawabannya "lima menit lagi Bu", dan Ibu sudah hafal betul dengan kebiasaan putrinya itu, karena selang lima menit kemudian pasti Caramel akan terbangun dengan sendirinya.

Dan benar juga, kini lima menit berselang, dan Caramel terbangun oleh suara alarm yang berhasil membangunkan jiwa dan raganya. Berkat lagu "Welcome to the jungle" milik Guns N' Roses berhasil membukakan matanya yang seolah terekat lem serba guna.

Caramel turun dari tangga kamarnya. Dia berhambur memeluk tubuh Ibunya yang sedang sibuk menata makanan di atas meja makan.

"Pagi Bu, maaf ya Caca gak bantuin Ibu tadi, abis sholat subuh tadi Caca bobo' lagi Bu, masih ngantuk banget, semalam gak bisa tidur", Caramel mendaratkan ciumannya di pipi kanan ibunya.

"Udah biasa itu mah, gak usah pakai gak enak-gak enak gitu. Pasti kamu kecapekan jadi gak bisa bobo'. Maaf semalam Ibu sudah ketiduran pas kamu pulang. Habisnya Ibu nungguin kamu tapi kamu gak pulang - pulang, jadinya Ibu tidur duluan", Ibu mengelus lembut rambut putrinya itu.

"Iya Bu, di atas jam 12 malam pulangnya, capek banget", Caramel mendudukkan dirinya lemas di kursi makan.

"Nih diminum dulu", Ibu memberikan segelas susu coklat kesukaan Caramel.

Caramel menerimanya dan meneguknya. "Makasih Ibu ku tersayang", senyum manis terulas dari bibirnya.

"Oh iya, semalam diantar pulang teman atau minta jemput Ayah?" tanya Ibu penasaran karena dari semalam dia belum tahu bagaimana caranya anaknya itu bisa pulang ke rumah selarut itu dari tempat kerjanya.

"Bareng sama Leaderku Bu", jawab Caramel sambil memakan gorengan yang berada di piring disediakan Ibu sedari tadi pagi.

"Revan?" tanya Ibu kembali karena dia harus tahu semua tentang anaknya ini, apalagi anaknya ini seorang gadis yang tidak pernah pergi kemana-mana tanpa Ibunya.

Namun untuk antar jemput biasanya menjadi tugas Ayahnya sejak jaman sekolah dulu. Sebenarnya Caramel tidak mau menyusahkan orang tuanya, namun Ibu selalu memaksanya untuk diantarkan oleh Ayahnya.

Caramel mengangguk dan meraih tangan Ibunya untuk mencium punggung tangannya dan berpamitan padanya. Caramel diantar oleh Ayahnya sampai pintu gerbang tempat kerjanya, kemudian dia berpamitan pada Ayahnya dengan mencium punggung tangannya.

Caramel segera masuk dan meletakkan tas dan jaketnya di dalam lokernya dan berganti seragam kerjanya. Kemudian dia menuju meja kasir yang berada di dalam restauran untuk membersihkan area kerjanya dan mempersiapkan semua kebutuhannya untuk bekerja sebelum jam buka.

Caramel bengong tidak percaya melihat apa yang ada di depannya. Meja kasir yang berada di dalam restauran itu penuh akan makanan, minuman dan snack yang bertuliskan namanya. Segera dirapikannya ke dalam rak bawah meja semua makanan dan minuman tadi.Dan dia segera membersihkan dan melakukan tugasnya disitu.

Setelah kerjaannya beres di dalam restauran, Caramel berpindah ke area kasir permainan. Dia menghela nafas panjang ketika melihat pemandangan yang sama seperti di meja dalam restauran tadi.

Caramel pun segera merapikan semuanya dan tak di duga ternyata di situ sudah ada Leader dari bagian permainan dan Asisten Manajer tempat dia bekerja yang keluar dari pintu dalam ruangan penyimpanan marchandise yang berada di dalam ruangan kasir permainan tersebut.

"Nih dia nih artisnya kita baru datang", sindir apak Anto ketika melihat Caramel membereskan makanan dan minuman yang bertuliskan namanya di atas meja kasir.

Caramel menoleh kaget melihat mereka berdua yang tiba - tiba sudah ada disitu.

2. Raymond Xavier

Raymond POV

Malam itu aku baru saja datang dari bandara dan langsung menuju restauran tempat aku bekerja besok menjadi seorang Chef sekaligus CEO di tempat ini. Tubuhku terasa sangat capek, ingin sekali aku beristirahat di kamar hingga besok pagi. Perjalanan dari Paris begitu jauh, membuat tubuhku ingin dimanjakan oleh air hangat dan kasur yang empuk. Namun semua itu hanya khayalanku saja, karena malam ini aku harus datang menghadiri acara soft opening tempat aku bekerja besok. Dengan setelan jas mewah yang terlihat pas dan keren sekali di badanku, aku menghadiri acara tersebut. Pada saat aku akan memasuki restauran, aku terpanah melihat gadis cantik berkebaya yang berdiri sendirian menyambut para tamu dengan senyum manisnya yang begitu berkesan untukku. Senyuman gadis itu mampu membuat jantungku berdebar dan ingin selalu menatap wajahnya. Aku terkaget ketika ada tangan yang melingkar di pundak ku, menyadarkan ku dari lamunan indah tentang gadis cantik dengan senyuman manisnya menyapaku. Ternyata karena Daddy ku lah yang membuat gadis tersebut ada di hadapanku. Dia diajak oleh seorang wanita yang memakai baju kerja yang begitu ketat menyapa Daddy ku dengan begitu hormat. Si gadis cantik itu tampak malu - malu dengan senyum manis yang selalu mengembang di bibirnya yang terdapat belahan di bibir bawahnya. Ah... ternyata sedetail itu aku memperhatikannya. Ku rasa aku sudah jatuh pada pesonanya. Baru kali ini aku merasakan seperti ini. Ku pandangi wajah gadis itu seolah tak ada bosannya. Wanita yang mengajaknya kini memperkenalkan dirinya dan gadis tadi itu kepada Daddy ku. Ternyata wanita tadi itu marketing disini, dan gadis cantik pemilik senyum manis itu adalah seorang kasir disini. Namun yang menjadi tanda tanya dan yang membuat aku menjadi heran adalah, mengapa dia sendirian yang menyambut tamu dengan memakai kebaya? Siapa yang menyuruhnya? Ah jika tau yang menyuruhnya memakai kebaya hari ini, aku pasti akan berterima kasih padanya, karena di hari pertama aku datang telah disambut oleh seorang bidadari berkebaya yang sukses membuatku melupakan rasa lelah yang sedari tadi aku keluhkan. Pakai kebaya aja cantik, apalagi jika dia memakai dress yang begitu cantik? Aaah... tidak bisa aku bayangkan, rasanya otak ku sudah dipenuhi oleh wajah gadis yang baru aku temui ini.

Daddy ku yang merupakan pemilik dari perusahaan ini begitu disambut disini, sedangkan aku adalah seorang penerus yang telah diberi wewenang oleh Daddy sebagai CEO sekaligus Chef disini. Namun aku tidak begitu saja puas dengan hasil pemberian dari orang tua ku, aku memiliki banyak usaha sendiri yang aku rintis mulai dari nol dan tanpa bantuan Daddy ku. Sebenarnya aku menolak untuk menjadi CEO disini, namun Daddy sangat marah jika aku menolaknya, dia memberikan beban semua perusahaannya pada ku, meskipun Daddy masih aktif bekerja, namun dia hanya untuk membantuku saja.

Daddy ku merupakan turunan dari Jepang dan Inggris, sedangkan Mommy ku merupakan turunan dari China dan Indonesia. Jadi bisa dibayangkan darah yang mengalir di tubuhku adalah darah dari berbagai negara. Hahaha... kadang aku suka tertawa karena mengingat asal usul dari keluarga Mommy dan Daddy ku yang mempunyai darah turunan dari berbagai negara itu. Dan kini dihadapan ku, aku menemukan seorang gadis yang baru kali ini ingin aku jadikan pendamping hidupku. Entah mengapa, padahal aku baru bertemu dengannya dan belum pernah berbincang dengannya, namun aku begitu yakin pada perasaanku yang teramat sangat menginginkannya.

Daddy mengenalkan ku pada mereka sebagai Chef di tempat ini. Aku berjabat tangan dengan wanita yang bernama Nadia yang katanya sebagai marketing disini, aku tidak merasakan hal spesial apapun, sama seperi aku berjabat tangan dengan teman - teman wanita ku yang lain.Eh tapi bukan teman wanita yang bagaimana - bagaimana ya, teman wanita yang benar - benar teman, ya seperti teman kuliah misalnya dan teman kerja ku sewaktu di Paris. Namun, pada saat aku berjabat tangan dengan Caramelia Faraza, nama gadis yang menyita perhatian mataku sedari tadi, jantungku serasa berdegup kencang dan rasanya ingin sekali selalu menatap wajahnya. Tapi ya.... kami tidak dapat berlama - lama ngobrol bersama, karena dia bertugas sebagai penerima tamu dan aku, tentu saja aku mendampingi Daddy ku meresmikan restauran ini. Aku harap besok kita akan bertemu lagi bahkan aku ingin lebih dekat dengannya. Tunggu saja kau.... gadisku....

Raymond POV end

"Nih dia nih artisnya kita baru datang", sindir Pak Anto ketika melihat Caramel membereskan makanan dan minuman yang bertuliskan namanya di atas meja kasir.

Caramel menoleh kaget melihat mereka berdua yang tiba - tiba sudah ada disitu.

"Artis?" Caramel menoleh ke kanan dan ke kiri mencari seseorang dan ternyata di tempat itu hanya ada mereka bertiga.

"Ya kamu itu artisnya tempat ini", jawab Pak Anto yang sepertinya meledek tapi juga merendahkan.

"Maksudnya?" Caramel tidak mengerti mengapa dia dipanggil seperti itu oleh Pak Anto.

"Kamu tuh udah kayak artis aja. Tuh foto kamu dijadikan wallpaper di HP nya anak - anak cowok sini", sindir Pak Anto kembali.

"Foto? Foto apaan sih Pak? Fotonya siapa?" geram Caramel karena sedari tadi dia merasa bingung atas perkataan Pak Anto yang seperti teka - teki baginya.

"Ya fotomu lah, pakai pura - pura gak tau lagi. Itu foto kan yang jadi wallpaper di HP mu, dan sekarang foto itu jadi wallpaper HP mereka", jelas Pak Anto yang sekarang melihat - lihat makanan dan minuman di meja kasir yang tertulis nama Caramel di kertas yang berada di atas bungkus makanan dan minuman.

"Hah?! Kok bisa mereka dapat fotoku? Dari mana?" tanya heran Caramel dengan wajah bingungnya.

"Halah gak usah pura - pura, palingan juga kamu sendiri yang ngasih kan?" tuduh Pak Anto pada Caramel.

"Aku gak pernah ngasih fotoku yang itu ke siapa - siapa Pak. Bahkan aku gak pernah upload fotoku yang itu ke media sosial ku yang mana pun dan juga gak pernah aku jadikan sebagai foto profil sekali pun", sanggah Caramel yang mulai jengah atas tuduhan - tuduhan yang tak beralasan itu.

"Lah mereka dapat dari mana dong fotomu?" masih saja Pak Anto menyudutkan Caramel.

"Ya gak ngerti lah. Aku juga bingung. Orang aku tuh gak pernah ngasih fotoku yang itu ke siapa - siapa kok. Cuma aku jadikan sebagai wallpaper di HP ku aja", ulang Caramel agar dipercaya bahwa omongannya benar adanya.

"Enak ya jadi kamu, pagi - pagi udah dapat makanan dan minuman ", sahut Pak Luki yang mendekat dan melihat - lihat makanan dan minuman yang bertuliskan nama Caramel tadi.

"Bukan hanya disini aja loh, di meja restauran juga ada banyak. Gila ya mereka sampai segitunya nyiapin makanan dan minuman pagi - pagi gini buat kamu. Belum yang entar sore datang, wah dapat banyak tuh. Eh kamu kasih apa aja sih mereka sampai kayak gitu ke kamu?" lagi - lagi Pak Anto menuduh dan memojokkan Caramel.

"Kasih apa? Gak pernah ngasih apa - apa tuh ke mereka", jawab Caramel dengan hati yang dongkol, namun dibuat santai agar tidak dikira tak sopan pada atasan dan pada orang yang lebih tua.

"Lah kan mereka sering nganter kamu, katanya bahkan mereka sering ke rumah kamu", tuduh Pak Anto kembali.

"Nganter. Cuma sekedar nganter sampai depan rumah aja Pak, mereka juga gak pernah mampir masuk ke dalam rumah kok. Dan soal mereka main ke rumah itu pun cuma sebentar, cuma beberapa menit aja dan orang tua saya ada disitu, mereka tidak pernah meninggalkan saya berduaan dengan lawan jenis, apalagi di dalam rumah pak. Jadi saya mohon pak, stop untuk menuduh saya yang tidak - tidak. Dan, oh iya, masalah semua makanan dan minuman ini saya tidak tau siapa yang ngasih. Untuk foto, saya juga berani bersumpah bahwa saya tidak memberikannya kepada siapa pun tak terkecuali", Caramel mulai membersihkan tempat itu hanya beberapa menit saja dan kemudian dia berpamitan untuk kembali ke dalam restauran.

"Maaf Pak, saya ke dalam dulu. Untuk makanan dan minuman itu jika Bapak mau silahkan saja ambil. Saya udah hafal kok berapa jumlahnya, jadi gak usah sungkan, ambil aja, gratis", Caramel meluapkan sakit hatinya melalui kata - katanya kemudian Caramel keluar dari area kasir permainan itu.

Hatinya begitu sakit, dia marah karena merasa dituduh yang tidak - tidak sepagi ini, membuat moodnya memburuk. Pagi ini hilanglah sudah sikap sopan pada atasan dan orang yang lebih tua darinya. Tidak peduli apa reaksi mereka atas tindakannya, yang dia pedulikan saat ini adalah harga dirinya yang sepertinya sudah diinjak - injak.

Pagi adalah awal dari sebuah hari, dan awal hari ini begitu buruk bagi Caramel. Rasanya dia ingin teriak menyuarakan bahwa dia tidak menyukai semua tindakan dari Pak Anto. Dengan sikapnya barusan, sepertinya Caramel sudah menabuh genderang perang dengan Pak Anto. Dulunya dia selalu memperhatikan semua tindakan dan ucapannya pada semua orang, terutama pada orang yang lebih tua darinya dan atasan - atasannya di tempat dia bekerja.

Ah, ingin rasanya dia memutar waktu dan meyakinkan Ibunya untuk kuliah. Sebenarnya Caramel sudah diterima berkuliah di kampus yang berada di luar kota, karena sesuai pilihannya yang ingin berkuliah di luar kota, ingin sekali dia merasakan masa - masa kuliah dan menjadi anak kos, namun sang Ibu tidak mau melepaskan anak putrinya ini. Ibu benar - benar menolak dan tidak mengijinkan Caramel untuk berkuliah di luar kota. Ibu menyarankan agar Caramel berkuliah di kampus dekat rumahnya saja. Ah, apa - apaan ini, masa' iya dari TK sampai kuliah di kota yang sama, sekali - sekali dia ingin merasakan berada di luar kota. Namun Ibu bersikeras menolaknya, karena Ibu sangat khawatir dengan putrinya itu, bagaimana dia bisa hidup sendirian di sana, bagaimana nantinya dia bisa makan, bagaimana dia pulang pergi ke kampusnya, bagaimana dia mengurus dirinya, semua itu yang menjadi pertimbangan Ibu. Namun Caramel merasa sedih dan iba pada dirinya sendiri karena tidak bisa merasakan seperti yang dirasakan teman - temannya. Padahal mereka sudah merencanakan semuanya bersama - sama. Jiwa berontak Caramel pun muncul, karena seusia Caramel saat itu usia dimana mereka mulai memberontak. Namun, Caramel pun luluh karena melihat air mata Ibun nya yang luruh karena beliau tidak bisa melepaskan putrinya jauh darinya. Caramel pun sadar bahwa apapun yang dia lakukan jika tanpa restu Ibunya maka tidak akan berhasil tanpa restu dan ridho sang Ibu, surganya. Maka Caramel pun mengurungkan semua keinginannya, bahkan cita - citanya saat itu yang ingin sekali menjadi seorang dokter ataupun tenaga kerja medis yang lainnya. Dan kini dia hanya berijazah SMA karena tidak mau melanjutkan kuliah, meskipun kedua orang tuanya memaksanya untuk kuliah. Dia merasa sudah malas karena kuliahnya bukan atas pilihannya sendiri, dan itu juga merupakan salah satu sikap berontak Caramel terhadap orang tuanya, yang tanpa ia sadari malah kini menjadi boomerang baginya. Dia merugi karena tidak berkuliah, karena sikap berontaknya dan egoisnya itu. Hingga pada suatu pagi, disaat sehari setelah dinyatakan lulus, dia pergi mencari pekerjaan meskipun ijazahnya belum keluar. Ibunya memohon agar Caramel tidak mencari pekerjaan dulu, karena orang tuanya masih bisa mencukupi kebutuhannya, dan Ibu berharap Caramel beristirahat dahulu agar pikirannya tenang dahulu dan bisa berkuliah lagi nanti. Namun lagi - lagi dia menolaknya dengan alasan dia tidak bisa menganggur karena tidak enak jika menganggur di rumah. Padahal itu hanya alasannya saja, sebenarnya dia berontak dengan caranya ini, agar orang tuanya menyetujuinya kuliah di luar kota. Dan dia memohon pada Ibu agar Ibu bisa meridhoi keinginannya itu. Akhirnya Ibu luluh dan mengabulkan keinginan putrinya itu, dia mengijinkan Caramel mencari kerja, namun tidak untuk berkuliah di luar kota. Dan diluar ekspektasi Caramel, dia langsung diterima bekerja dengan posisi yang bukan pemula menurut yang lain, mengakibatkan rasa iri dari rekan - rekan kerjanya.

Caramel begitu syok ketika mengetahui dirinya diterima bekerja bahkan dia belum menerima ijazah, namun dia juga bingung karena sebenarnya dia tidak sungguh - sungguh ingin bekerja, sebenarnya dia hanya ingin menunjukkan pada orang tuanya jika dia tidak diterima bekerja karena dia hanya lulusan SMA. Tapi apa ini? Mengapa dia jadi diterima bekerja dan bahkan ditempatkan di posisi yang bukan untuk pemula. Ya memang sih pada saat tes dia melakukan serangkaian tes dan wawancara dan hasilnya memang memuaskan baik secara lisan ataupun tertulis. Mereka memberitahukan bahwa nilai tes Caramel sempurna.

Nah loh, jadi bingung kan dia. Niat hati hanya ingin memberontak, tapi sekarang malah benar - benar dia diterima bekerja. Mau bagaimana lagi, akhirnya dia masuk perangkapnya sendiri. Dari sini lah dia sadar bahwa restu dan ridho orang tua sangat berperan, apalagi restu dan ridho dari seorang Ibu.

Kembali ke masa sekarang dimana seorang Caramel harus menghadapi kenyataan, dimana dia menjadi target rekan - rekan kerjanya. Sebagai target bahan taruhan rekan - rekan kerja cowok, dan menjadi target rasa iri dan sindiran dari rekan - rekan kerja cewek di tempat kerjanya. Ah, terasa pusing tiba - tiba kepala Caramel. Pagi - pagi sudah berat saja beban pikirannya.

3. Pipi yang udah gak perawan

"Kenapa Nduk?" tanya Pak Sarno, HRD di tempat kerja Caramel.

Caramel menoleh ke samping dan tersenyum getir, "Gapapa Pak."

"Kok lemes gitu? Udah sarapan belum?" tanya Pak Sarno lagi.

"Tadinya semangat Pak, eh sampai sini malah makan ati, kenyang dah udahan", jawab lemas Caramel dengan menghela nafas berat.

"Wah enak dong makan ati, minumnya teh botol sosro gak?" Pak Sarno terkekeh menggoda Caramel yang makin cemberut mendengar candaannya.

"Issh... Bapak mah, orang lagi bete malah digituin", bibir Caramel kini mengerucut karena sebal dengan candaan Pak Sarno.

"Hahaha.... kenapa to Nduk?" Pak Sarno kembali bertanya pada Caramel.

"Tuh pagi - pagi dah bikin orang emosi aja. Enek banget liatnya", Caramel besungut kesal.

"Siapa... siapa... siapa sih orangnya yang bikin cewek cantik pagi - pagi cemberut?" goda Pak Sarno untuk mencoba membuat Caramel tertawa. Namun Caramel masih tetap aja cemberut kesal.

"Yang mana sih Nduk orangnya?" tanya kembali Pak Sarno karena dari tadi tidak mendapatkan jawaban dari Caramel. Dian mencoba mengembalikan mood ceria Caramel sekarang ini.

"Tuh udah aku tandain mukanya. Ngeselin banget sih", Caramel kembali merah mukanya karena emosinya bertambah ketika melihat Pak Anto berjalan ke arah mereka.

"Apaan?" dari jarak satu meter Pak Anto bertanya sambil berjalan ke arah mereka.

Mengetahui Pak Anto berjalan mendekati mereka, Caramel beranjak pergi. "Au ah gelap".

Melihat Caramel berlalu pergi ketika dia datang, Pak Anto bertanya pada Pak Sarno karena bingung. "Kenapa tuh anak?"

"Kamu apain dia, pagi - pagi wajahnya udah ditekuk, masam banget, padahal tadi pagi pas datang ceria banget loh, tadi sempat ketemu di depan pas dia mau masuk", Pak Sarno bertanya menyelidik.

"Tau ah, jadi anak baper banget. Cuma dibilangin gitu aja langsung baper", jawab Pak Anto lalu pergi meninggalkan Pak Sarno yang masih berdiri di sana. Kurang ajar memang Pak Anto ini, orang yang lebih tua sedang berbicara malah ditinggal. Ini juga yang membuat Caramel agak tidak suka dengan Pak Anto karena sikap kurang sopannya dan juga orangnya songong, suka ceplas - ceplos, asal ngomong tapi tidak mau meminta maaf padahal jelas - jelas dia salah.

"Marah ya? Halah gitu aja marah. Jangan baperan jadi orang", Pak Anto menghentikan langkah Caramel dengan mencekal lengan Caramel ketika mereka bubar setelah breefing selesai.

Caramel menghentikan langkahnya dan menghempaskan tangan Pak Anto yang mencekal lengannya.

"Hormati orang lain jika Bapak ingin di hormati. Permisi."

Caramel berlalu pergi meninggalkan Pak Anto yang diam saja mendengar perkataan Caramel.

Semua yang berada disitu merasa heran dan bertanya pada Pak Anto, namun seperti biasa, Pak Anto hanya diam saja tak menjawab, kemudian dia ngomel - ngomel menyalahkam Caramel yang katanya baperan sambil berjalan. Sebenarnya jika dilihat - lihat sikapnya itu mirip orang yang gak waras suka ngomel - ngomel gak jelas di jalan.

Besoknya, Caramel sedang mengerjakan laporan penjualan untuk bulan ini. Sekarang dia berada di dalam kantor karena mengerjakan laporan, namun ada saja gangguan yang datang. Masuklah Pak Anto yang sedang berbicara sambil berjalan dengan diikuti Pak Sarno di belakangnya. Mereka sepertinya sedang berbeda pendapat. Nah yang menjadi pertanyaan bagi Caramel adalah, apa gak bisa mereka berbicara dengan tenang sambil duduk, atau sambil ngopi - ngopi cantik mungkin. Tanpa di duga malah nama Caramel yang disebut oleh Pak Anto.

"Ajak aja nih Caramel biar ada kerjaannya", tiba - tiba Pak Anto berada di sebelah Caramel dan menunjuk Caramel yang sedang duduk mengerjakan laporan.

"Hah, apaan?" kaget Caramel ketika namanya disebut.

"Kamu ikut sana dealing party sama Pak Sarno", Pak Anto memerintah Caramel yang masih menyimak dengan wajah bingung.

"Loh kok jadi Caramel sih yang ikut?" Ya kamu toh kan kamu asisten manager, kan Managernya lagi ke pusat, terus Nadia juga dah pindah ke pusat. Ya kamu yang sekarang gantiin tugasnya mereka. Ayo berangkat, udah ditunggu dari tadi sama orangnya", sahut Pak Sarno.

Caramel masih kaget dan bingung atas situasi ini. Kenapa harus dia yang disuruh, padahal itu bukan tugas yang harus dia kerjakan, dan sekarang dia sedang mengerjakan tugasnya.

"Gapapa, sekali - kali dia yang ikut, biar dia bisa", jawab enteng Pak Anto.

"Lah kenapa jadi saya yang harus ikut Pak?" kini Caramel menyuarakan pendapatnya.

"Ya gapapa, dari pada kamu disini gak ngapa - ngapain, ikut aja sono biar tau caranya", Pak Anto tetap dengan pendiriannya.

Rasanya ingin sekali Caramel mengumpat Pak Anto saat ini langsung di depannya. Dia heran, punya dendam apa sampai Pak Anto selalu mengganggunya, menyindirnya bahkan membuat moodnya selalu mendadak jadi buruk.

"Ini saya lagi ngerjain tugas saya Pak, nih belum selesai."

"Halah ngerjain gitu aja gampang, nanti juga bisa dikerjakan setelah pulang dari sana", enteng sekali jawaban dari Pak Anto membuat darah Caramel mendidih.

"Lalu Bapak ngapain disini? Bukannya ini tugas Bapak ya? Kenapa jadi saya yang harus berangkat?" Akhirnya meluaplah sudah kemarahan Caramel. Rasanya kesabarannya menghadapi Pak Anto sudah diluar batas. Selama ini dia selalu tersenyum ketika Pak Anto menyindir ataupun mengganggunya dengan kata - kata pedasnya yang sangat menyakitkan hati, namun Caramel hanya menanggapinya dengan senyuman meskipun hatinya sakit.

"Ya masa' apa - apa harus aku? Kamu kan bisa. Ya udah sono kamu berangkat biar cepat pulang dan kerjain tuh tugasmu lagi", Pak Anto tidak mau kalah dengan Caramel, dia memberikan jawaban dan alasan yang mengada - ada, selalu saja seperti itu, pada siapapun jika berdebat dia tidak mau disalahkan.

"Kenapa harus saya? Kenapa bukan yang lainnya? Itu anak - anak lagi pada leha - leha gak ada kerjaan di luar. Kalau pengen yang cewek tuh ada banyak waitress yang nganggur. Kan jam makan siang udah selesai", Caramel menjawab dengan emosi. Dia luapkan semuanya hingga matanya berkaca - kaca.

"Aku nunjuknya kamu yang berangkat, bukan mereka. Udah kamu berangkat sana sama Pak Sarno sekarang, jangan banyak alasan", Pak Anto berlalu ke luar kantor agar Caramel tidak bisa menjawabnya lagi.

Pak Sarno hanya bengong sedari tadi melihat perdebatan Caramel dengan Pak Anto. Dia menatap sendu Caramel, mungkin dia kasihan pada Caramel karena tidak mungkin dia tidak tahu semua yang terjadi di tempat itu. Karena memang Pak Sarno ini bersahabat dengan karyawan yang lain terutama para lelaki. Dan karyawan wanita yang dekat dengannya atau akrab dengannya hanya Caramel, karena dia seperti melihat putrinya sendiri. Memang Caramel yang umurnya baru lulus SMA dan masih sangat polos dan lugu, terbukti ketika mereka semua sedang berbicara tentang hal dewasa, Caramel dengan lugunya bertanya pada mereka tentang apa yang sedang mereka obrolkan, selalu saja mereka disuguhi pertanyaan seperti itu tatkala Caramel bergabung dengan mereka. Akhirnya mereka tahu bahwa Caramel memang benar - benar gadis lugu yang masih polos, belum pernah pacaran atau pun menjalin hubungan dengan lawan jenisnya.

"Ayo Nduk kita berangkat, udah ditungguin ini sama orangnya dari tadi", Pak Sarno menggeret lengan Caramel keluar dari kantor menuju mobilnya.

Caramel hanya menurut dan berjalan menuju mobil dengan muka yang ditekuk. Semua teman - teman kerja yang cowok melihat heran Caramel, cewek incaran mereka digandeng lengannya ke luar dari kantor dengan wajah cemberut dan ekspresi wajah yang sepertinya menahan amarah. Sampai - sampai dia lupa belum berpamitan dengan Leadernya. Di dalam mobil Caramel hanya diam menahan rasa marah dalam hatinya. Dadanya bergemuruh, jiwa bar - bar nya ingin ke luar untuk melabrak Pak Anto, namun dia tahan karena masih menghormati orang yang lebih tua darinya. Dia rasa dengan dia berperilaku seperti tadi saja sudah menjadi tamparan bagi Pak Anto, mungkin dia tidak menyangka bahwa gadis yang biasanya ceria, penurut dan diam saja jika dipojokkan sekarang berani melawannya meskipun hanya lewat perkataannya saja.

"Udah Nduk senyum dong kayak biasanya biar cantik", bujuk Pak Sarno di dalam mobil yang sudah dia lajukan menuju lokasi pertemuan.

"Mangkel aku Pak, kesel. Kenapa sih dia itu selalu seenaknya aja? Lagian dia ngapain di sana, kerjanya cuma mondar - mandir, tidur, makan, pacaran sama waitress, itu Si Alda. Gak punya malu ngatain aku gak ngapa - ngapain padahal dirinya sendiri yang makan gaji buta. Kasihan ya Pak istrinya gak tahu kalau suaminya di tempat kerjanya malah pacaran", Caramel mengeluarkan semua unek - uneknya dan kemarahannya pada Pak Sarno.

Pak Sarno hanya terkekeh mendengar Caramel yang begitu lancar mengeluarkan unek - uneknya tanpa menghela nafas sama sekali.

"Hahaha... Ya udah biar aja dia gitu, nanti juga kena sendiri. Kan enak to keluar sama Bapak, sekalian kita cari makan siang semau kamu mau makan apa kita nanti."

"Ah Bapak mah gitu, orang lagi sebel malah diledekin diajakin makan. Enak sih bisa jalan - jalan keluar gak di kantor mulu, cuma kan kerjaan ku masih banyak Pak. Laporannya kan nanti malam harus dikirimkan", Caramel kembali berkeluh kesah. Ternyata dia benar - benar lupa belum berpamitan pada Revan, Leadernya. Bahkan sekarang pun dia tidak menghubunginya. Kekesalannya pada Pak Anto bagaikan kabut yang menutupi pikirannya.

Mobil berhenti di parkiran gedung perkantoran sebuah Bank Swasta. Mereka berencana akan mengadakan acara family gathering di tempat kerja Caramel karena menurut mereka tempat kerja Caramel sangat cocok untuk acara tersebut karena memiliki fasilitas untuk acara yang akan diadakan. Mereka diarahkan ke sebuah ruangan pertemuan. Caramel memandang seluruh ruangan, menyisir tiap inchi ruangan tersebut. Baru kali ini dia memasuki ruangan seperti ini.

Masuklah seorang pria berpakaian rapi, memakai setelan jas lengkap dengan dasi, umurnya berkisar 40 tahunan lebih, dia ditemani oleh dua orang wanita yang mungkin itu asistennya dan sekretarisnya. Entahlah mereka tidak diperkenalkan, mereka hanya saling berjabat tangan. Namun pria yang mereka panggil bos itu sempat melirik Caramel pada saat masuk ke dalam ruangan, kemudian dia bertanya pada Pak Sarno,

"Apa kabar Pak? Siapa ini Pak? Cantik ya", pria itu yang dipanggil Pak Dani oleh Pak Sarno berjabat tangan dengan Pak Sarno.

"Oh ini, cantik ya Pak? Dia bagian ngitung - ngitung duit Pak", canda Pak Sarno untuk mencairkan suasana. Oak Dani pun mengangguk dan tersenyum menanggapi pertanyaan dari Pak Sarno.

Kemudian Pak Dani mengulurkan tangan pada Caramel, dan otomatis Caramel menerima jabatan tangan Pak Dani tersebut. "Caramelia Pak", Caramel memperkenalkan dirinya. Namun dia membelalakkan matanya ketika dia Pak Dani melakukan cipika cipiki alias cium pipi kanan cium pipi kiri pada Caramel.

"Cantik ya kamu", Pak Dani melepaskan jabatan tangannya dan melihat Caramel dari atas sampai bawah, membuat Caramel tidak nyaman. Caramel hanya tersenyum canggung, dia bingung harus berbuat apa. Bukan karena dia suka akan diperlakukan seperti itu, namun dia harus bersikap profesional. Bukankah dia harus menghormati orang yang lebih tua dan orang itu merupakan klien dari tempat dia bekerja. Jadi dia harus memendam rasa tidak nyaman dan marah pada orang tersebut. Pak Sarno dan dua wanita yang ada di situ tertawa menanggapi omongan dan perlakuan Pak Dani yang sempat membuat Caramel canggung.

Setelah mereka membahas semuanya dan menandatangani berkas - berkas yang disediakan, Pak sarno berpamitan undur diri, namun pak Dani mencegahnya untuk menemaninya makan siang. Pak Sarno melirik ke arah Caramel dan mengerti jika Caramel moodnya sedang buruk, jadi Pak Sarno tidak mau mendapatkan amukan dari Caramel, maka Pak Sarno menolak ajakan Pak Dani untuk makan siang bersama. Mereka kembali berjabat tangan dan lagi - lagi Pak Dani melakukan hal yang sama seperti tadi pada Caramel, pipi Caramel lagi - lagi diciumnya, bukan di cium yang gimana - gimana, tapi di cipika cipiki sambil berjabat tangan. Caramel merutuk dalam hati, tidak pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini. Ketika keluar dari ruangan pun Pak Dani masih melirik seperti mendamba akan Caramel. Dan Caramel pun tahu arti dari tatapan itu, apalagi terlihat smirk di wajah Pak Dani ketika melirik Caramel. Bulu kuduk Caramel meremang melihatnya. Namun Pak Sarno memberi kode pada Caramel untuk menanggapi Pak Dani. Pak Sarno menyenggol lengan Caramel, otomatis Caramel senyum pada Pak Dani.

Di dalam mobil, Caramel mendengus kesal, dia menghela nafas berat. Pak Sarno terkekeh melihat Caramel seperti itu.

"Tenang to Nduk, gak usah kesel gitu. Dari tadi kok gak selesai - selesai keselnya", Pak Sarno melemparkan candaannya untuk membuat Caramel kembali ceria.

"Aaaarghhhhh..... pipikuuuuuuuuu..... hiks... hiks... pipiku udah gak perawan lagi, hiks... hiks...hiks... pipiku ternoda... huwaaaa", Caramel histeris mengingat saat dia berjabat tangan tadi dengan Pak Dani. Caramel termehek - mehek tanpa keluar air matanya.

"Hahahaha.....", Pak Sarno tertawa terbahak - bahak melihat tingkah Caramel.

Caramel melirik tajam pada Pak Sarno,

"Ish Bapak mah gitu, bukannya bantuin gitu tadi, malah ngetawain", bibir Caramel mengerucut sebal.

"Lah malah ngambek. Udah dibantuin gitu loh tadi, pas diajak makan siang kan udah tak tolak. Padahal aku lapar banget koh Nduk", Pak Sarno masih saja terkekeh melihat wajah Caramel yang masih saja ditekuk dan bibirnya masih mengerucut.

Tiba - tiba raut wajah Caramel berubah biasa, "Aku juga lapar loh Pak", matanya berbinar mengajak Pak Sarno untuk segera mengisi perut yang cacingnya udah pada demo minta diisi makanan. Tapi kemudian wajahnya kembali ditekuk lagi, "Tapi aku lagi sebel iiih, masa' dari pagi bikin kesel mulu ih orang - orang ini. Hufft.... ", Caramel menghela nafas panjang.

"Yaudah kita cari makan dulu biar gak bad mood lagi", Pak Sarno masih saja terkekeh, padahal kini dia sedang mengemudikan mobilnya, namun seperti mendapat hiburan melihat kelakuan Caramel yang sedang ngambek.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!