NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Si Buruk Rupa

Prolog

Yang baru baca ini, tolong vote nya kasih di season kedua yaa. Klik profil Zaraa. Terus klik lagi novel berjudul My Lovely Husband.

Mohon dukungannya

Terima kasih atas dukungan kalian semua❤

****

Seorang gadis cantik turun dari mobil berwarna hitam lalu melenggang elegan masuk ke rumah besar itu. Gadis berparas cantik dengan mata coklat serta hidung mungil.

Gadis itu memakai celana jeans dengan tunik berwarna biru serta pashmina dengan warna senada. Style sederhana namun mempesona. Ia memang selalu tampil seperti itu. Sesekali berpose ria lalu me upload di sosial media.

Beribu like dan komentar memenuhi akun sosmednya. Tas brannded dan pakaian limited edition yang di pakainya membuat ia semakin cantik dan terlihat begitu menarik.

Seiring kakinya melangkah masuk, terdengar suara berisik dan tangisan di ruang keluarganya. Matanya membulat sempurna ketika melihat apa yang terjadi di sana.

Bundanya menangis sembari menahan tangan kekar ayahnya yang melayang ke arah adiknya. Puspa Purwa Cakrawangsa

"Ayah hentikan!" Kirana berlari menghalang tubuh adik yang sangat ia sayangi.

"Jangan halangi ayah Kiran! Adikmu sudah keterlaluan!" suara menggelegar dari mulut ayahnya sejenak membuat Kirana menganga. Lupa sudah sekian lama tak melihat ayahnya marah dengan mata memerah.

"Kiran, bawa adikmu ke kamar!" titah bundanya. Ayu Purwa Cakrawangsa. Ucapan dari bibir ibundanya membuatnya tersadar. Dengan cepat ia meraih adiknya dan membawa ke kamar dekat sana. Kamar Puspa memang berada di dekat ruang keluarga. Sedangkan kamar Kirana berada di lantai dua.

Gadis itu menutup pintu lalu duduk di samping sang adik yang tertunduk lesu. Air mata yang terus merembes di pipi chubby itu membuat Kirana menatapnya dengan kedua alis yang bertaut.

"Lihat! Kau selalu memanjakan putri bungsumu! Itu sebabnya dia seperti itu!" suara ayahnya masih terdengar dengan jelas dari kamar Puspa.

Kirana hanya diam sembari memeluk adiknya. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi tapi menahan diri. Agar Puspa lebih dulu menenangkan dirinya sendiri.

"Sekarang harus bagaimana! Ayah malu bunda! Harus taruh di mana muka ayah ini!"

Lagi, suara itu membuat mata cantik adiknya mengeluarkan bulir bening.

"Maafin Puspa Mbak," lirih gadis itu dengan wajah menunduk. Kirana mengangkat dagu adiknya. Menatap mata yang sama dengan bundanya itu dengan sorot mata lembut serta kabut penuh tanya.

"Ada apa Puspa? Kenapa ayah sampai marah begitu? Puspa ketahuan pacaran lagi?" gadis itu menggelengkan kepala pelan.

Kirana menaikkan satu alisnya. Memang kemarahan ayahnya kali ini lebih besar dari marahnya beliau saat tau Puspa pacaran. Puspa sering berpacaran diam-diam padahal ayahnya sudah melarang. Mereka di didik dengan kehidupan yang kental akan keagamaan. Sedangkan Kirana tak pernah tertarik untuk berpacaran. Bukan karena naif, tapi ia memang tak pernah merasa cocok dengan lelaki yang mendekatinya.

Puspa sangat mirip dengan bunda mereka. Seperti duplikat. Kadang Kirana iri dengan wajah adiknya yang sangat cantik seperti bunda. Tapi mau bagaimana lagi. Beberapa orang mengatakan Kirana justru lebih mewarisi gen ayahnya. Lelaki yang masih marah di luar sana. Haris Purwa Cakrawangsa.

Mengenai karakter, Kirana lebih keras kepala dan tak suka di atur. Seringkali ayahnya marah saat ia mengupload foto di sosial media. Ayahnya mengatakan bahwa itu akan memicu hasrat lelaki meski ia sudah menutup auratnya. Tapi Kirana tentu saja membantah dan tak peduli. Baginya, ini hidupnya. Tak ada yang bisa mengatur kehidupan seorang Kirana Purwa Cakrawangsa. Gadis mandiri, angkuh, dan sangat suka membuang uang dengan berbelanja barang-barang brannded. Tapi Puspa, adiknya lebih sederhana dan pendiam.

Brakkk!

Suara bantingan pintu yang cukup keras membuat kedua gadis ini terlonjak kaget. Itu mungkin ayahnya.

"Puspa sebenarnya ada apa?" Kirana memegang bahu adiknya.

"Puspa ... Hamil."

Mata Kirana terbelalak. Hamil? Bagaimana mungkin itu terjadi! Suara pintu terbuka membuat Kirana menoleh. Bunda mereka masuk dengan mata bengkak. Bisa Kirana tebak, ayahnya pasti memarahi bunda mereka dan menyalahkan segala hal yang terjadi pada wanita paruh baya itu.

Bunda mendekat dan duduk di samping Puspa. Membelai rambut panjang adiknya dengan penuh kasih sayang. Puspa mengangkat wajahnya dan menatap bundanya. Ia lalu memeluk wanita yang melahirkannya.

"Maafin Puspa Bunda ...." ucapnya di sela isakan tangis yang terdengar pilu. Kirana juga ikut menangis dan memijit pelipis.

Beberapa saat, hanya terdengar tangisan Puspa di pelukan bunda mereka. Tangan yang sudah keriput itu membelai rambut putri bungsunya.

"Bunda mau tanya." Puspa melepas pelukan perlahan lalu menatap mata yang sama sepertinya.

"Puspa pacaran dan sekss bebas?" Puspa menggeleng dengan cepat.

"Enggak Bun, Puspa memang pacaran tapi hanya melakukan itu satu kali." tangisannya pecah lagi.

"Itu kecelakaan. Mas Randy lelaki yang baik dan kami ... Kebablasan."

"Baik apanya Puspa! Kamu hamil! Lelaki yang baik gak akan ngerusak wanitanya!" ucap Kirana dengan menggelengkan kepala. Tak habis pikir adiknya masih saja memuji lelaki seperti itu. Puspa mengusap air mata di pipinya dengan kasar.

"Randy udah tau?" tanya bundanya. Puspa mengangguk.

"Lalu?"

"Mas Randy mau kok tanggung jawab. Tapi Abinya ...."

"Abi?" potong Kirana dengan menautkan alisnya.

"Iya Mbak, Puspa gak akan pacaran sama lelaki sembarangan. Dia juga sama kayak Puspa. Hidup dengan orang tua yang menjalankan aturan dan didikan keagamaan. Sudah Puspa bilang, kami ...." Puspa tak melanjutkan ucapannya saat tenggorokannya terasa tercekat.

Terdengar suara hembusan kasar dari ibundanya. "Siapa namanya tadi?"

"Randy Bun."

Kirana menatap bunda mereka. Lalu Puspa yang wajahnya nampak ketakutan dan sorot mata ragu.

"Randy Giandra Bratajaya."

***

Sebuah mobil mewah memasuki kawasan kediaman keluarga Cakrawangsa. Terlihat turun dua lelaki beda generasi dan seorang wanita paruh baya anggun dengan gamis berwarna biru muda serta hijab lebar dengan warna senada.

Mereka memasuki rumah itu di sambut dengan ramah oleh Haris dan Ayu. Mereka lalu duduk di ruang tamu. Semuanya berkumpul. Kirana menatap lelaki muda dengan wajah tampan tapi penuh lebam.

"Pasti Mas Randy dipukulin Abinya," lirih Puspa di sebelah. Kirana menggenggam tangan adiknya.

"Itu pantas. Apa lagi untuk orang tua seperti mereka." mata Kirana menatap sepasang suami istri yang terlihat begitu menyejukkan.

"Langsung saja kita bahas tanggal pernikahan mereka," ucap Haris Purwa Cakrawangsa. Membuka pembicaraan.

"Tunggu, masih ada kendala sesuatu," sahut Ardi dengan tenang.

"Ada apa lagi?" suara Haris meninggi, membayangkan putri bungsunya melahirkan tanpa seorang suami.

"Ayah ...." tegur bunda Ayu dengan lembut.

"Kenapa Bun? Putra mereka udah salah dengan ngehamilin putri kita!"

Sekejap suasana langsung mencekam. Randy menelan saliva. Melirik Puspa sejenak dan menghembuskan napas lega. Wanita yang ia cintai baik-baik saja. Hanya matanya yang terlihat bengkak. Beda dengannya yang penuh lebam dan luka.

"Maaf Tuan, tapi putri anda juga bersalah. Mereka sama-sama salah." Indah, istri dari Ardi menimpali dengan tenang.

Puspa semakin menunduk. Merasakan tatapan tajam dari ayahnya. Haris memejamkan mata. Berusaha mengusir emosi yang mulai menguasai raga.

"Maaf, saya tau putra saya bersalah. Tapi saya tak bisa menikahkan mereka sebelum putra sulung saya lebih dulu menikah."

Satu keluarga Cakrawangsa membeku. Alasan macam apa itu! Bukankah sudah menjadi hal yang lumrah saat melangkahi kakak. Kirana juga tak keberataan saat Puspa melakukan hal itu.

"Abi!" Randy angkat bicara. Sangat tak suka ketika Abinya lebih mementingkan kakaknya. Sedangkan di perut Puspa. Sudah ada bayinya. Ia sangat ingin menikahi Puspa sedari dulu. Tapi alasan Abinya selalu seperti itu.

"Diamlah Randy!" Indah menatap tajam putra bungsunya.

"Maaf, Akbar sudah memasuki usia kepala tiga dan saya harus menikahkannya. Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencari calon istri secepatnya," tutur Ardi dengan tenang.

"Sampai kapan Bi? Perut Puspa akan membesar dan Abi tau sendiri gak ada yang mau sama bang Akbar!" Randy berucap dengan memelas.

Wajah Haris nampak pias. Sedangkan raut wajah Ardi menunjukkan putus asa.

"Memangnya kenapa?" tanya bunda Ayu dengan hati-hati.

"Putra sulungku mengalami kecelakaan," sahut Indah dengan mata berkaca-kaca.

"Kecelakaan itu membuat wajahnya hancur dan ... Mengerikan."

Semua terdiam. Haris menatap wajah Ardi yang nampak terlihat sangat khawatir. Lalu matanya beralih pada putrinya Puspa kemudian Kirana.

"Kirana juga sudah hampir memasuki usia kepala tiga," ucap Haris tenang. Semua orang menatap Kirana. Dan gadis itu menelan saliva.

"Ya, gimana kalau bang Akbar sama Mbak Kirana?" celetuk Puspa dengan mata berbinar. Mata Kirana terbelalak lalu ia menghempaskan genggaman tangan mereka dengan kasar. Puspa terpaku dan membisu.

"Kiran, apa Kiran punya calon?" tanya Haris dengan lembut. Kirana menggelengkan kepala.

"Hmm Kirana ...."

"Kirana gak bisa ayah ...." potong gadis itu dengan cepat.

"Usia Kiran baru 25."

"Sebentar lagi 26," sahut Bundanya. Mata Kirana berkaca-kaca.

"Pernikahan bukan tentang usia, tapi bukankah seorang kakak seharusnya membantu adiknya?" ucap Haris dengan lembut. Kirana diam menunduk. Matanya sudah berkabut. Apa ia harus merasakan akibat dari kesalahan adiknya juga?

"Ayah tak akan memaksa Kirana. Tapi pikirkanlah." Kirana menatap Puspa yang menunduk. Tangan adiknya menyentuh perut yang masih rata itu lalu satu bulir bening menetes sudut matanya. Ia mengangkat kepala dan menggenggam tangan kakaknya.

"Maaf Mbak, Mbak Kiran gak akan ikut menanggung kesalahan Puspa." semua orang hanya diam. Suara Puspa pelan tapi semua orang di sana dapat mendengar.

"Gimana kalau asingkan aja Puspa ke pedesaan? Puspa baik-baik aja kok sendirian. Maafkan kami. Ini memang kesalahan tapi janin ini bagaimanapun akan tetap bertahan." terucap sudah ketakutannya. Ia takut jika kedua orang tuanya atau mereka semua memintanya untuk aborsi. Meski itu hanya praduganya di kepala.

Semua orang membeku. Randy menahan tangisan. Sungguh, ia maupun Puspa sama-sama tak pernah berniat melakukan zina. Tapi, mereka lupa, bahwa setan ada dimana-mana dan siap membisikkan segala macam godaannya. itu sebabnya bahwa ada ayat Al-Quran yang mengingatkan untuk 'menghindari' zina.

"Kirana siap menikah."

Semua mata di sana menatap Kirana dengan mata membulat sempurna.

Bersambung

Kesalahan & kesialan

Happy reading >_<

🌸🌸🌸

"Kirana yakin?" tanya bunda Ayu dengan lembut. Gadis itu mengangguk dan menatap wanita yang melahirkannya.

"Dengar Nak, kami tak akan menikahkan kalian dengan paksaan. Pernikahan bukan sebuah permainan," tutur Ardi lembut.

"Udahlah Bi," sahut istrinya Indah dengan cepat. Ia menatap Kirana dengan mata berbinar.

"Kirana mengerti Om, tapi apa pernikahan ini diperbolehkan. Maksudnya ...."

"Boleh," sahut ayahnya, Haris.

"Pernikahan antar ipar diperbolehkan, karena pada dasarnya seseorang yang gak boleh dinikahi adalah mahram. Tapi kalian bukan mahram. Jelas di perbolehkan," tutur Ardi lembut. Suaranya berat berwibawa.

"Kalau pun ada yang haram, apabila si laki-laki menikahi wanita dan adik perempuan/iparnya sekaligus. Allah menyebutkan daftar wanita yang tidak boleh dinikahi, diantaranya : “Kalian tidak boleh menggabungkan dua wanita bersaudara.” (QS. An-Nisa: 23)." Haris menimpali. Suara berat dan terlihat berkharisma.

"Baiklah ayah, Kirana yakin."

Raut wajah semua orang nampak lega. Tapi tidak dengan Kirana.

***

Tenang Kirana!

Semuanya akan baik-baik saja!

Mungkin wajahnya hanya sedikit rusak!

Hanya sedikit

Kirana memejamkan mata. Berusaha mengusir gejolak batin yang berperang di dalam pikirannya. Kalau bukan karena Puspa dan bayinya. Ia tak akan pernah mau menikahi lelaki yang buruk rupa! Bahkan ibu yang melahirkan lelaki itu sendiri yang mengatakan bahwa wajah putra sulungnya mengerikan.

Ting!

Satu pesan dengan nama Randy. Kirana menghembuskan napas kasar. Berusaha menetralkan detak jantung yang berdegup kencang. Ia meminta foto Akbar yang Randy ambil diam-diam saat kakaknya sendiri baru saja kecelakaan.

Perlahan tangan lentik Kirana membuka pesan dan napasnya tertahan. Kemudian matanya melihat foto itu. Kirana memejamkan mata.

Jangan mengumpat

Jangan memaki

Tahan emosi

Kata bunda jadi perempuan harus bisa nahan diri!

Tahan!

Tahan!

Persetan dengan menahan emosi!

"Aaarggh!" gadis itu berteriak frustasi. Foto yang Randy kirimkan merupakan foto seorang lelaki dengan wajah yang setengah diperban. Setengah dahi serta mata dan pipi kiri tertutup perban. Sedangkan bibirnya utuh dan satu mata yang terlihat sempurna.

Kirana hanya di beri semacam kisi-kisi mengenai calon suaminya. Yang ia ingin tau adalah dibalik perban itu. Bagaimana bentuk wajah itu. Apa semacam borok hitam bernanah atau seperti kulit yang bekas terbakar atau bagaimana!

Kirana menghembuskan napas kasar lalu menatap nomor di bawah foto. Apa ia harus menghubungi lebih dulu lelaki itu? Tangannya kemudian bergerak mengetik pesan untuk sang calon suami.

Apa wajahmu sangat mengerikan?

Send

Kirana menunggu, ah pesannya sudah di baca. Tanpa memperkenalkan diri seharusnya Akbar sudah tau karena foto Wa-nya adalah fotonya sendiri.

Beberapa menit tak ada balasan. Kirana mengerucutkan bibirnya. Wajahnya benar-benar memerah malu. Ia menatap layar ponselnya. Berpikir apa ia keterlaluan?

Ting!

Cepat, Kirana membuka pesan itu.

Y

Hanya itu balasan dari Akbar!

Tiing!

Ting!

Beberapa notifikasi masuk. Senyuman Kirana merekah. Ia mulai membalas beberapa komentar di sosial media. Agar tak dikira sombong dan bagi Kirana attitude itu sangat penting. Sejenak ia lupa apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Dunia maya memang selalu memberikan pengaruh yang luar biasa di dunia nyata.

***

Ijab Qobul dilaksanakan di kediaman keluarga Bratajaya. Hanya dihadiri oleh keluarga inti Bratajaya dan Cakrawangsa. Kirana mengatakan tak ingin pesta pernikahan. Berdalih bahwa itu hanya membuang uang.

Tentu saja ayah dan bunda mereka tak setuju. Tapi tuan dan nyonya Bratajaya hanya diam seolah setuju. Mungkin sudah tau bahwa alasan dari itu karena putra mereka. Kirana yang merupakan selebgram akan langsung menjadi sorotan publik jika pesta diadakan. Kirana tak bisa membayangkan bagaimana jika hal itu terjadi.

"Sah!"

"Alhamdulillah."

Lamunannya buyar saat semua orang mengucapkan syukur kepada Allah SWT.

"Alhamdulillah ...." suara berat itu dari calon suaminya. Ah bukan. Lebih tepatnya adalah suami. Sejak tadi ia tak bisa mengangkat wajahnya untuk menatap lelaki itu. Kirana sudah berniat, ia akan bersikap acuh pada lelaki itu. Lelaki yang sudah sah menjadi suaminya. Lelaki yang duduk di sebelahnya dan mungkin sedang tersenyum bahagia. Mungkin saja.

Kirana kemudian mencium punggung tangan kekar itu lalu keningnya dikecup singkat oleh bibir basah itu. Ada sebuah rasa yang tak ia mengerti ketika Akbar mengecup keningnya. Getaran-getaran yang ada di dada dan degup jantung yang tak biasa.

Ijab Qobul selanjutnya kemudian diucapkan oleh Randy. Kirana menatap Puspa yang wajahnya bersinar bahagia. Hatinya merasakan kesejukkan yang luar biasa. Senyumannya terukir dan ia harap langkah ini bukan kesalahan.

***

"Panggil Abang yaa Kiran. Ummi minta tolong." Kirana tersenyum lalu mengangguk sekilas. Kakinya melangkah dan menaiki satu persatu anak tangga. Sekarang ia harus menuju kamar Akbar. Memanggilnya untuk makan malam.

Mereka sedang berada di rumah keluarga Bratajaya. Ayah dan bunda mereka sudah pulang. Meninggalkan dua putri mereka disini. Putri bungsu yang memiliki sorot mata kebahagiaan dan Putri sulung dengan sorot mata keraguan.

"Bang ...." Kirana masih tak menatap lelaki itu. Ia tak pernah mencoba sedikit saja mengangkat kepala untuk menatap wajah suaminya. Ia berbicara hanya melihat leher atau dagu Akbar. Karena tinggi Kirana juga hanya sebatas dagu Akbar.

"Makan malam udah siap."

"Hmm." lelaki itu berjalan melewati Kirana. Aroma mint sekilas tercium di indera gadis itu. Ia kemudian berjalan di belakang Akbar. Menuju meja makan.

Saat sampai di meja makan. Semua orang sudah duduk. Termasuk Puspa. Ummi Indah nampak sangat perhatian pada Puspa. Sekilas Kirana berpikir. Apa suatu saat ia akan seperti itu?

"Makan yang banyak sayang."

"Randy jangan lupa! Harus nemenin menantu Ummi cek kandungan rutin!"

"Habis makan minum susu hamil yaa sayang, Ummi udah beliin rasa cokelat, rasa vanilla, rasa ... Banyak pokoknya Ummi beli. Biar Puspa gak bosan sama rasanya."

Ummi Indah terus berbicara panjang lebar. Puspa hanya mengiyakan sembari tersenyum manis. Sorot mata kebahagian terpancar jelas di raut wajahnya. Membuat Kirana berpikir, bahwa jika memang keputusannya ini adalah kesalahan, suatu hari yang akan datang, ia tak akan pernah merasa ini sebagai sebuah kesialan atau penyesalan.

Mereka makan sembari diselingi candaan. Suasana hangat dan kebahagiaan.

"Abi, Ummi, besok Abang akan bawa Kirana ke apartemen." semua orang menatapnya.

"Kok gitu bang? Dulu Abang memang bisa tinggal diapartemen waktu sendirian. Tapi sekarang Abang sudah punya istri. Udah lah tinggal di rumah ini aja," protes Umi.

"Maaf Umi, tapi Abang pikir lebih baik kami ke apartemen."

"Abi, gak papa 'kan?" tanya Akbar. Kiran hanya diam. Tak ingin ikut bersuara jika tak ada yang bertanya.

"Tapi apa yang Umi bilang benar bang, kalian baru saja menikah tadi, masa udah mau pergi dari rumah ini?"

"Bukannya gitu Bi ...." sejenak Akbar terdiam. Mencari alasan yang tepat.

"Abi sama Ummi kayak gak pernah jadi pengantin baru aja," ucap Akbar dengan nada keluhan. Jujur, ia sangat malu mengatakan ini. Tapi jika tak begini ia tak akan bisa ke apartemennya lagi.

Uhuk uhuk

Kirana terbatuk-batuk.

"Minum dulu Mbak." Puspa menyodorkan air minum.

"Ya udah deh kalau gitu, Mentang-mentang udah punya istri ngelupain Umi," keluh Umi Indah.

Abi Ardi justru tertawa kecil. Semua orang juga nampak tertawa. Apa lagi Puspa ketika melihat wajah kakaknya memerah.

"Kita juga tetap harus malam pertama dong." mata Puspa membesar mendengar bisikan Randy.

"Ih Mas!" Randy tertawa kecil ketika melihat wajah Puspa memerah malu.

"Malam pertama apanya, udah ngebobol duluan," gumam Puspa pelan.

Bersambung

Keren & misterius

Happy reading >_<

🌸🌸🌸

"Kalau tau begini, mending gak usah dikeluarkan dari koper. Jadi harus ngeberesin lagi! Huh!"

Kirana sedang membereskan pakaian dan barang-barangnya sembari menggerutu. Tapi hatinya sangat bahagia. Karena jika ia dan Akbar di apartemen maka ia bisa berbuat semaunya. Disana tak ada mertua yang akan membuatnya tak enak hati jika melakukan sesuatu yang tak mereka sukai.

Hampir semua orang tau bahwa seorang gadis akan sangat sulit beradaptasi dengan kebiasaan atau tradisi dari keluarga suami tapi hanya beberapa yang mau mengerti konflik batin seorang gadis yang sudah menjadi istri.

Meski ia memiliki Abi dan Umi yang sangat ramah dan berbudi pekerti. Tetap saja, ia takut tak menyadari jika nanti ia melakukan sesuatu yang mertuanya tak sukai. Tangannya terus membereskan beberapa alat make-up nya.

Matanya menangkap sosok berbadan kekar di belakangnya. Sosok itu memunggunginya. Lelaki itu nampak melamun menatap ke luar jendela. Mata Kirana terus menatapnya. Apa ia memang sangat pendiam? Kirana menggelengkan kepala. Untuk apa ia peduli? Tapi tunggu, ia harus menegaskan sesuatu.

Ah besok aja deh. Udah ngantuk!

***

"Ini susunya sayang." Randy membawa secangkir susu cokelat untuk Puspa. Ia mendekat pada Puspa yang sedang duduk di sofa kamar mereka. Lalu ia duduk di sebelah sang belahan jiwa.

Puspa meminum susu itu lalu tersenyum. Sedetik kemudian senyumannya sirna. Matanya berkaca-kaca. Randy yang melihat hal itu, raut wajahnya juga ikut murung seperti Puspa.

"Pasti mikirin Mbak Kiran yaa," gumam Randy sembari meraih tangan istrinya. Menggenggam tangan mungil itu.

"Maaf yaa, andai aja Mas bisa nahan diri waktu itu." Puspa menatap mata Randy. Menggenggam erat tangan kekar itu.

"Mas, itu juga salah Puspa. Kita sama." Puspa tersenyum. Bulir bening jatuh di sudut matanya.

"Sayang, maaf." Randy mengusap pelan pipi chubby Puspa. Lalu mengecup kening wanitanya.

"Puspa takut Mas, kita sudah berzina. Gimana kalau Allah ...." Randy membawa Puspa ke dekapannya. Wanita itu terisak di pelukan suaminya. Bagi beberapa orang di zaman sekarang, mungkin itu adalah hal yang biasa. Tapi sangat berbeda bagi Randy dan Puspa yang hidup dengan kedua orang tua taat agama.

"Allah 'kan Maha Pengampun sayang, kita harus husnudzon dan yakin Allah akan mengampuni kita." Randy mengeratkan pelukannya.

"Mas, gak bisa napas." Randy melepaskan pelukannya. "Ma-maaf sayang."

"Kebiasaan deh," gerutu Puspa sembari mengerucutkan bibirnya. Kemudian wanita itu tertawa. Randy juga ikut tertawa.

"Mas, Bang Akbar emang tinggal di apartemen ya?" Randy menghembuskan napas kasar. Ia tak pernah membicarakan tentang Akbar pada siapapun termasuk Puspa. Itu sebabnya Puspa hanya tau Randy memiliki seorang kakak tapi mengenai keadaan Akbar. Ia tak tau sama sekali.

"Iya, sejak kecelakaan itu Abang jadi pendiam. Sebelumnya dia sosok ramah dan bisa di bilang banyak bicara. Abang mulai tinggal di apartemen sehabis lulus SMA."

"Hah? Emang Abi sama Ummi ngebolehin?" Randy mengangguk.

"Gak tau gimana Abang ngebujuk Ummi sama Abi."

"Jadi karena itu juga Mas yang jadi direktur di perusahaan, bukan Bang Akbar yang putra sulung?" Randy mengangguk lagi.

"Abang sendiri yang nolak jabatan itu. Kepercayaan dirinya benar-benar nol. Dia bilang takut kalau wajahnya membuat orang ketakutan." Puspa manggut-manggut. Mulutnya kemudian menganga seolah ingin mengucapkan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Randy dengan menautkan alisnya.

"Gak papa," sahut Puspa dengan raut wajah yang terlihat bingung. Randy kemudian mencubit ujung hidungnya.

"Imut banget sih," ucap Randy dengan gemas.

"Aw sakit Mas," gerutu Puspa sembari mengusap hidungnya yang mungkin memerah.

"Besok kita periksa baby yaa?" Puspa mengangguk. Ia ingin tau berapa usia kehamilannya. Sebelumnya ia hanya melakukan tes lewat testpack.

Tangan Randy kemudian meraih lembut rahang Puspa.

"Randy!"

Dua orang itu tersentak dan menatap pintu yang terbuka. Terlihat Abi mengusap kasar wajahnya. Sementara Umi melototkan mata.

"Abi? Umi?" Randy berucap heran sembari berdiri. Puspa juga ikut berdiri.

Namun, Abi dan Umi kembali meminta Randy dan Puspa duduk di sofa. Kedua orang tua itu terlihat menghela napas

"Kalian belum bisa melakukan hubungan," ucap Abi tegas. Randy menautkan kedua alisnya.

"Lho maksud Abi apa?" tanya lelaki itu dengan mengerjap heran. Pun Puspa yang kebingungan.

"Karena pernikahan kalian sebenarnya gak sah. Kita melakukan ini hanya karena ingin menutupi aib saja. Masa Iddah Puspa sampai melahirkan. Dan saat itu, kalian harus kembali dinikahkan." Abi menerangkan dengan sabar.

"Tapi Imam Syafi’i berpendapat bahwa perkawinan akibat hamil diluar nikah adalah sah, perkawinan boleh dilangsungkan ketika seorang wanita dalam keadaan hamil. Baik perkawinan itu dilakuan dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun dengan laki-laki yang bukan menghamilinya," sahut Randy dengan argumen yang ia tau. Abi menghela napas dan menahan tangan Umi yang gemas ingin menarik telinga Randy.

"Iya Abi tau, Argumen Imam Syafi’i tentang kebolehan perkawinan tersebut adalah karena wanita tersebut bukanlah termasuk golongan wanita yang haram untuk dinikahi 'kan?" tanya Abi dan Randy menganggukkan kepala.

"Bahkan Bayi yang lahir akibat hubungan diluar nikah nasabnya tetap nasab Randy karena usia kandungan Puspa kurang dari enam bulan." Meski belum memeriksa hal itu, Randy sangat yakin kandungan Puspa kurang dari enam bulan.

"Tapi menurut Imam Ahmad Bin Hambal perkawinan hamil di luar nikah dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya tidak boleh. Sedangkan perkawinan hamil di luar nikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya itu haram hukumnya."

Randy terkesiap. Pun Puspa yang ada di sebelahnya.

"Terus seharusnya kami gak boleh nikah Bi?" tanya Puspa dengan mata berkaca-kaca.

"Boleh kok, mayoritas masyarakat Indonesia 'kan menganut mazhab Syafi'i. Nikah kita juga tetap sah," Randy menyahut dengan berapi-api.

"Dengerin dulu!" ucap Abi tegas lalu kembali berkata. "Dari pendapat dua tokoh ulama itu ada perbedaan pendapat makanya diadakan penelitian. Jenis penelitian ini adalah library research, penelitian yang digunakan penelitian normatif, yaitu penelitian yang diarahkan dan difokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka. Fokus kajian ini adalah bagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal tentang hamil di luar nikah dan status nasab anak. Dari fokus kajian menyimpulkan bahwa setiap mazhab khusus mazhab Imam Syafi’i yang digunakan di Indonesia, sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan, apabila seorang wanita dan laki-laki kawin lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, maka anak tersebut tidak bisa dikaitkan dengan nasab atas nama suaminya."

"Tuh 'kan! Randy bener." Randy tersenyum bahagia. Tapi senyumnya kembali sirna saat mendengar perkataan abinya.

"Tapi lebih baik kalian menikah lagi. Karena meski hal ini terdapat perbedaan pendapat. Gimana kalau yang benar ternyata Imam Hambali? Trus yakin sanggup dapat dosa berzina lagi?"

Randy langsung terdiam. Pun Puspa yang menundukkan wajahnya.

"Ya udah Bi, Puspa nurut aja harus gimana," ucap wanita itu dengan bibir begetar. Ia terlalu malu bahkan di depan mertua tentang dirinya yang sudah berzina. Seolah tertempel di dahi bahwa ia sudah melakukan hubungan yang haram.

"Nurut ya Randy," ucap Umi dengan lembut. "Kami juga gak mau kalian menanggung dosa yang lebih. Jadi kita cari aman dengan menikahkan kalian lagi nanti saat Puspa melahirkan."

Dengan berat hati, Puspa dan Randy menganggukkan kepala.

"Sementara itu, Randy tidur di kamar tamu aja," imbuh Abi.

***

Akbar membereskan bajunya dengan perlahan. Tak ingin membangunkan Kirana yang sedang terlelap nyaman. Saat sudah selesai, matanya terkunci pada gadis yang sedang tidur terlentang.

Gadis yang cantik dan sempurna. Perasaan sakit tiba-tiba menyerangnya. Akbar tau, Kirana terpaksa menikah dengannya. Demi adiknya, Puspa. Ia tau seringkali Abi dan Umi mencari wanita yang siap menikah dengannya. Tapi saat diberitahu tentang wajah Akbar. Semuanya mundur.

Akbar berjalan ke kaca. Menatap wajahnya yang mengerikan. Kecelakaan itu merenggut kehidupannya. Wajahnya ini pula yang membuat Kirana tak menatapnya. Lelaki itu membuka laci di nakas. Memasang topeng yang sudah ia siapkan. Topeng yang sudah di desain khusus untuknya. Hanya menutupi bagian wajah yang cacat dan mengerikan. Ia harap dengan ini, istrinya tak akan ketakutan.

Akbar lalu mengambil selimut lain di lemari. Kemudian matanya melihat Kirana. Perlahan ia mendekat dan Menaikkan selimut hingga ke dada Kirana. Mengusap rambut hitam itu dengan lembut.

Ia mengerjapkan mata ketika wajahnya sangat dekat dengan wajah cantik Kirana. Tanpa di duga. Mata Kirana terbuka dan mulutnya menganga. Ia mendorong Akbar hingga jatuh terduduk ke lantai. Kirana siap berteriak tapi Akbar lebih dulu berdiri dan menangkup mulutnya. Hanya terdengar gumam di mulutnya dan Kirana sedikit meronta.

"Jangan teriak, nanti Randy denger." Kirana menautkan alisnya. Seperti kenal suara itu. Akbar melepaskan tangannya di mulut Kirana. Lelaki itu lalu berjalan menjauh. Tapi tangan Kirana menariknya. Hingga Akbar jatuh di atas tubuh Kirana. Suara ranjang yang bergoyang karena jatuhnya mereka di atasnya terdengar cukup keras.

Akbar menatap wajah Kirana yang sangat dekat dengannya. Bibir tipis seperti cherry itu mengapa terlihat sangat menggoda? Ia menelan saliva. Lalu berdiri dan berjalan cepat ke sofa. Tidur dan memejamkan mata. Kirana menatapnya dengan mata membulat sempurna.

"Bang Akbar?" gumamnya pelan. Lelaki itu memakai topeng. Dan astaga, mengapa terlihat seperti lelaki keren dan misterius?

Bersambung

Tap jempolnya yaa❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!