NovelToon NovelToon

Takdir Yang Terputus

Prolog

"Sepertinya. Saya menyukai anda, Pak Aiden" Rumi tersenyum tipis menatap Aiden yang berdiri di depannya.

Suasana romantis nan hangatnya senja sore diliputi kalimat pernyataan cinta seorang anak perempuan. Seharusnya berakhir dengan happy ending. Tetapi, kenyataan selalu memiliki bukti jelas untuk meruntuhkan setiap ekspektasi manusia.

Aiden bergeming, tak menduga anak didiknya ternyata memiliki perasaan lebih dari hubungan antara murid dan guru kepadanya. Ia menghindari kontak mata dengan perempuan di depannya "A-aku berada di sisi mu cuman karena kasihan. Jadi, jangan salah paham" gumam Aiden, keraguan terbesit di wajahnya.

Aiden meilirik perempuan berambut cokelat itu secara perlahan, rasa bersalah memenuhi seluruh parasnya. Cemas bahwa kalimat yang barusan dilontarkan akan membuat perempuan Itu berderai air mata sakit hati. Tetapi tidak demikian, bukan air mata yang ia lihat dari pupil beriris hijaunya yang nampak terlihat indah di cahaya senja. Melainkan senyuman terus menerus terpajang dari seorang perempuan yang menyatakan perasaan kasih padanya.

Rumi tersenyum lebar "Saya tahu.." desisnya.

Aiden tersentak "Apa" dengan ekspresi terkejut tak terhindarkan di wajahnya. Perempuan itu sudah tahu cintanya akan bertepuk sebelah tangan. Lalu mengapa ia masih berharap?.

Rumi berpaling dari Aiden. Mendongak menatap awan orange di langit "Saya tahu, meskipun perhatian dan kebaikan anda hanya sebatas kasihan dan iba. Saya tetap merasa senang. Terimakasih telah mengasihani saya. Impian saya untuk di cintai pun terlalu susah ternyata. HAHA !!..." Ia tertawa seperti anak kecil, angin lembut berdesir. Membuat Rambut panjangnya berhembus mengikuti arah kemana angin pergi.

Aiden terpaku sejenak. Tak bisa memungkiri betapa cantiknya Rumi saat itu. Ia teperdaya melihat paras dan cara ia tertawa dibawah langit senja.

"Saya benar-benar sangat tulus mengatakan ini untuk terakhir kalinya. Anda sudah sangat baik kepada saya. Jadi, saya sangat menyukai anda".

Aiden bungkam, diam dan terus diam. Tak sanggup memaparkan bahwa ia juga mungkin memiliki perasaan yang sama. Dirinya ragu dengan perasaannya. Karena ia tahu, perbedaan di antara mereka bagaikan gunung yang tak dapat didaki sesuka hati. Jadi mereka takkan bisa bersama. Ia juga sadar telah menyakiti Rumi berulangkali. Tak pantas untuk dirinya mendapatkan cinta tulus Rumi. Tak munafik. Di lubuk hatinya, ia juga sebenarnya menginginkan cinta Rumi. Terdengar egois kan?.

Aiden menatap Rumi yang sedang tersenyum menikmati suasana senja (Sial, ku mohon jangan tersenyum seperti itu. Aku yang menyakitimu, tetapi aku yang terlihat seperti orang bodoh) ucap Aiden dalam hati. Menggigit bibir bawahnya yang tak basah.

Tatapannya jatuh kembali ke Aiden "Saya lelah mengejar anda. Setidaknya saya telah membayar semua kebaikan anda. Terimakasih telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyukai anda" Rumi menundukkan kepalanya diikuti punggungnya untuk hormat kepada Aiden. Tak ingin mendapatkan jawaban Aiden. Rumi berbalik melangkahkan kakinya tanpa penyesalan. Pergi dari tempat itu meninggalkan Aiden tanpa meliriknya sedikit pun.

Aiden terkesiap dengan apa yang dia dengar. Ia tidak percaya bahwa anak SMA itu sudah lelah untuk mengejarnya.

"Ti-tidak, Rumi. Bukan begitu. Ak-aku..." Ia baru mengulurkan tangannya. Di saat langkah Rumi yang perlahan semakin menjauh untuk meninggalkan nya.

Demikian akhir cerita ironis untuk pernyataan cinta yang berakhir dengan penolakan mutlak. Di satu sisi, ada sebuah takdir cinta kembali muncul yang akan mengisi kekosongan hatinya.

"Rumi, aku menyukai mu. Aku akan melakukan apapun untuk mu" seorang laki-laki berambut pirang tersenyum hangat sembari mengecup punggung tangan kanan Rumi dengan lembut.

Rumi tak bereaksi. Tak bahagia tak juga merasa sedih. Hanya saja, rasanya menggelitik hati kecilnya.

Chapter 1 Sekolah Baru

Sinar matahari sudah lumayan lama terlihat. Udara dingin dan sejuk layaknya suasana pagi hari. Berubah mejadi penuh sesak di tempat ini.

'Ribut dan ramai' itu yang tergambar dari suasana saat ini. Pagi-pagi buta, ribuan orang berbondong-bondong memadati tempat ini untuk menerima bansos. Canda, sebenarnya tempat ini kebanyakan dipadati oleh murid yang ingin melihat nama mereka dinyatakan lulus atau tidak. Ya, karena hari ini adalah pengumuman nama penerimaan murid baru yang di adakan setiap tahun oleh SMA High School Onestar.

High School Onestar menjadi rekomendasi serta incaran untuk murid yang telah berhasil menamati pendidikan SMP nya. Sekolah ini di kenal paling bergengsi, dengan predikat terbaik. Normal saja jika sekolah ini menjadi panutan bagi pelajar. Di lengkapi dengan Taman sekolah, Aula, kolam Renang, berbagai lapangan untuk olahraga. Lalu untuk memanjakan muridnya. Di terapkan sistem Asrama untuk siswa dan siswi mareka.

"Sial, di sini panas sekali" gumam perempuan berbaju SMP lengan panjang lengkap dengan dasi biru yang dilonggarkan. Hendak beberapa kali mengelap muka yang sudah berderai keringat seraya mengibas wajahnya yang merah kepanasan. Ia sudah lama berdiri tanpa kerja di ruang Aula.

Dari ribuan orang yang berkumpul di Aula, perempuan inilah yang paling menonjol. Bertubuh tinggi tidak seperti anak SMP biasa nya, paras cantik terukir indah di wajah nya. Mata yang teduh dengan pupil hijau bagai dedaunan di hiasi embun. Rumi Taleetha Greesa. Tahun ini, dia mendaftar diri di High School Onestar. Wajah boleh cantik, tapi dia adalah seorang atlet muda yang menjuarai berbagai jenis cabang olahraga. Wajar jika dirinya mempunyai badan ideal yang membuat siapa saja terkesima.

Rumi melirik papan pengumuman, lumayan jauh darinya. Melihat banyak sekali orang-orang mengerumuni papan tersebut "Aku lulus gak ya" desisnya. Jujur, ia yakin dia akan lulusan masuk ke sekolah favorit ini. Toh, ia juga lumayan pintar. Meski pernah mendapat peringkat ke dua puluh lima waktu SD. Tapi Itu kan cuman masa lalu.

Perempuan berambut cokelat terang itu keluar dari gedung Aula karena kegerahan. Dan duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon rindang besar yang hanya berjarak lima meter dari Aula. Atmosfernya begitu sejuk, sangat nyaman sampai ingin terlelap, tapi sekarang bukan waktunya untuk beristirahat. Karena tak memiliki aktivitas, ia memperhatikan setiap orang yang dapat di jangkau oleh indra penglihatannya. Ada yang sedang bercanda gurau bersama teman teman nya. Bocah SMP membuat video sambil berjoget di depan Handphone-nya. Juga ada sepasang kekasih sedang bertengkar di depan nya. Dan Rumi manjadi saksi bisu tragedi yang menimpa dua kekasih SMP itu.

"Mama, jangan ngambek dong" ucap si lelaki. Memegang tangan pacar nya.

"Papa jahat sudah selingkuh, kita putus aja" jawab si perempuan, menepis pegangan tangan sang lelaki. Lalu menangis dan berlari pergi.

lelaki itu berusaha mengejar sang pujaan hati "Mama tunggu, dia cuman teman aku kok. Honeyy!!, dont leave me".

Memangnya ini sinetron India?. Jika di jabarkan, mirip seperti Drakor dengan adegan sang lelaki mengejar sang perempuan.

Rumi hanya melongo melihat drama singkat di depan matanya "Kalau pacaran memang panggilannya 'mama' dan 'papa' yah?" Tanya nya. Ia mana tahu tentang panggilan orang kalau pacaran, pacaran pun tak pernah.

chapter 2 Aiden Dhirendra

Jangankan pacaran, kisah asmara saja ia tak pernah rasakan. Tujuh belas tahun hidup tanpa cinta lawan jenis membuat perempuan yang suka berolahraga ini tak begitu peka mengenai perasaan suka atau bahkan rasa cinta. Ia tak begitu tertarik dengan hal-hal merepotkan yang melibatkan perasaan, karena selama ini ia hidup dalam pusaran permasalahan yang cukup merepotkan. Jadi tak sempat menjalin hubungan asmara dengan lelaki.

Di tengah pikiran yang berkecamuk. Suara toa bergema di sudut-sudut sekolah "Diharapkan bagi murid yang di nyatakan lulus. Segera berkumpul di lapangan".

Ia segera pergi menuju lapangan. Sampai di lapangan, nampak para anak SMP sudah berbaris rapi. Dan Rumi mendapat barisan paling belakang ujung kanan. Ia hanya diam memperhatikan ke kanan, ke kiri dari sudut mata. Setidaknya jumlah orang-orang ini berkurang menjadi ratusan.

Perempuan itu tidak ahli dalam bersosialisasi. Jangan heran jika ia cuman berdiam diri tak ada kerjaan. Rumi menengadah melihat langit "Langit selalu indah dipandang kapanpun" tuturnya.

Ia mengeluarkan handphone berwarna biru muda dari saku rok panjangnya, membuka aplikasi camera dan mengarahkan kamera handphone-nya ke langit. Ia menggeser posisi benda pipih itu beberapa kali untuk mendapatkan hasil foto yang bagus. Selain suka olahraga, perempuan ini juga suka memfoto langit.

Ditengah kesibukannya. Ia mendengar suara ribut-ribut dari segelintir orang di lapangan "Ih, siapa itu, ganteng banget!" Ucap perempuan di barisan sebelahnya, membuatnya tertarik.

Ia segera memasukkan handphone-nya ke saku rok. Memalingkan pandangan mencari pria ganteng yang di maksud. Ketika tatapannya tertuju ke arah panggung yang ia lihat terakhir kali kosong, ternyata sudah terisi satu sosok pria yang sedang berdiri di mimbar

Rumi mengerjap-erjap, dari posisinya sekarang ia tak dapat melihat lebih teliti wajah pria itu. Yang pasti ia memakai kemeja putih lengan panjang dengan lapisan rompi hitam menawan. Kaki jenjang yang panjang pria itu di baluti celana hitam sampai di mata kakinya. Dari kejauhan saja aura kegantengan pria itu sudah keluar. Apalagi dari dekat.

Pria itu memegang mic "Selamat untuk para siswa-siswi yg telah berhasil lolos ke sekolah High School Onestar" Suara gagah nan berat keluar dari mulutnya. Seakan menyihir semua murid untuk menatapnya.

"Perkenalkan. Saya Wakil Kepala Sekolah kalian, Aiden Dhirendra".

Sudah berjam-jam berlalu sejak Aiden berceramah. Entah membahas mengenai peraturan sekolah, tata cara berpakaian, hukuman bagi pelanggar aturan dan lain-lain. Terdengarlah suara penderitaan murid-murid yang merintih seakan mereka akan mati hari ini. Lain halnya dengan Rumi. Sedari tadi ia diam mendengar pidato Aiden, tak sekalipun mengeluh.

"Dan tahun ini. Ada siswa yang berhasil mendapatkan beasiswa dari sekolah yang membuat nya berhasil masuk di sekolah ini" Lanjut Aiden.

Suasana yang tadinya membosankan dan jenuh karena pidato monoton. Berubah menjadi penuh tanya, Murid-murid seketika heboh dengan mengatakan awalan kalimat. 'apa ?', 'siapa ?'.

Beasiswa Onestar, bisa di katakan sebagai jalur VIP di sekolah ini. Pertama, seseorang yang mendapat beasiswa akan dibiayai penuh oleh pihak sekolah hingga ia lulus, biaya sekolah di sini tergolong sangat mahal. Kedua, penerima beasiswa hampir sama posisinya dengan orang-orang penting di sekolah ini. Ketiga, dibebaskan untuk keluar masuk sekolah. Di sekolah Onestar, murid yang tinggal di asrama tidak diizinkan untuk keluar sekolah jika bukan hal mendesak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!