NovelToon NovelToon

SeanNinda

Rasa Simpati

"Woyyy Sean!! balikin gak bangke!!! " Pemuda berseragam SMU itu menoleh dan menghentikan aksi larinya ketika salah pemuda di belakangnya meneriakki namanya.

"Gue gak ada urusan sama lo! mending lo pergi. " Sean berlari lagi ketika pemuda di belakangnya mengejarnya.

"Pokoknya balikin pacar gue! "

"Gue gak ada ngambil pacar lo astaga!! kok lo gak percaya sih?! " Sean mulai lelah, nafasnya naik turun lebih cepat. Bagaimana tidak capek? Pemuda itu mengejarnya dari lantai 3 sampai ke lantai 1. Hanya karena tuduhan itu, Sean jadi korbannya. " Eh sapi! lagian siapa sih pacar lo?! herman gue. "

"Widya satu kelas sama lo bangsat! gak usah sok tolol deh lo!"

"Jaga omongan lo ya?!" Sean tidak terima jika ada yang mebgatainya seperti itu. Apalagi dirinya tidak ada hubungannya dengan masalah itu. "Kalo lo gak tahu seluk beluknya, mendingan lo tanya tuh sama cewek genit lo! salah siapa punya pacar kok ganjen. "

"Lo ngatain cewek gue?! " Pemuda itu tidak terima. Mencengkeram kuat kerah seragam milik Sean.

"Emang kenyataannya sapi! udah sekarang lo singkirin tangan kotor lo dari seragam gue, bisa-bisa gue nyuci nih seragam pake kembang tujuh rupa! "

"Gu-"

Plak!

Plak!

Plak!

Seketika Sean menoleh ke arah sumber suara tersebut. Mata tajamnya melihat sosok gadis yang kini sedang di bully oleh teman sekolahnya. Entah mengapa hati Sean menjadi sakit melihat gadis itu di perlakukan tidak baik. Sean mendorong kasar tubuh pemuda itu dan berlari menuju gadis itu. Amarahnya memuncak. Mengapa mereka tega sekali melakukan tindakan sekeji itu?

"Lo itu udah buta! numpahin minuman ke seragam gue lagi! lo harus tanggung jawab!" Gadis itu semakin menangis terisak kala jambakan di rambutnya semakin kuat. Tidak ada yang berani menolongnya meskipun mereka kasihan pada gadis itu.

"Lo deng-"

"Lepasin dia. " Cewek yang menjambak rambut gadis itu lantas menoleh dan tersenyum manis seakan melupakan kesalahannya.

Sean mendecih.

"Eh Sean.. " Sean menatap sendu penampilan gadis itu yang terlihat acak-acakkan. Wajahnya tertutup oleh rambut hitamnya. Bahunya gemetar, Sean menghampiri gadis itu dan memeluknya erat. Semua terperangah melihat adegan itu. Sebuah tontonan yang sayang untuk di lepaskan.

"Tenang, ada gue. " Bisik Sean mencoba menenangkan gadis itu.

"Sean gue-"

"Lo di keluarin dari Sekolah ini. " Semua anak pasti berpikiran seperti itu. Dugaannya benar. Bahkan mereka tidak akan pernah lupa jika Seandra Alfabeth anak dari yang punya sekolahnya.

"Sean gue minta maaf, gue-"

"Lo budeg? lo di keluarin dari Sekolah ini. " Sean memberi jeda." Dan untuk kalian semua yang bisanya cuma diem, mending bubar dari pada gue ngelakuin hal yang sama pada kalian. " Semua siswa langsung bubar. Sean menuntun tubuh gadis itu dan membawanya ke UKS.

"Maaf, gue terlambat. " Gadis itu masih diam. Wajahnya menunduk sampai Sean tidak dapat memandang wajahnya. "Apa yang mereka lakukan ke lo sampe kek gini?" Sean harus bersabar jika berbicara padanya.

Sean terpaku ketika wajah gadis itu menatap ke arahnya.

Cantik...

Satu kata untuk gadis itu. Manik mata hitam itu begitu menghipnotisnya.

"Gue gak sengaja numpahin minuman ke seragamnya dia. " Ucap gadis itu lirih.

"Kok bisa? " Entah mengapa Sean merasa ada yang janggal dengan cara memandang gadis itu. Sean membaca nama di name tagenya.

Aninda Sakura.

Nama yang bagus. Namun senyuman itu hilang ketika sebuah perkataan mengejutkannya.

"Karena gue buta. "

Seandra Alfabeth

"Woy!! ngelamun aja lo. " Sean terlonjak keget ketika Raga tiba-tiba datang mengejutkannya. Sean mendengus sebal.

"Kaget gue anjir!!! "

"Tapi lo hidup kan? " Raga terkekeh melihat raut wajah kesal sahabatnya itu. "Lagi mikirin apaan sih?"

"Kepo lo!! kek cewek aja. "

"Idihhh sensitif amat sih lo?! kek cewek aja. " Sean bangun dari posisinya dan melotot ke arah Raga. Raga tersenyum.

"Lagian lo sih, pagi-pagi udah sensi. "

"Semua ini gara-gara si Dika sapi! tuh anak nuduh gue ngambil ceweknya. "

"Lah terus? bukannya si Widya sendiri ya yang ngedeketin lo? " Sean mengangkat bahunya acuh.

"Gak tahu gue. " Sean menjeda. " Susah emang punya wajah ganteng kek gue. Dimana-dimana banyak yang ngejar. "

"Mati aja gue.. " Raga mengusap pelan dadanya. "Eh gimana? jadi gak lo latihan basket pulang sekolah ini? 3 hari lagi kita tanding oyy. " Sean meneguk air mineralnya dan mengangguk pelan.

"Jadi, tunggu gue di lapangan aja, ntar gue nyusul. "

Raga mengangguk dan memukul keras pundak Sean.

"Sakit anjir!!! "

"Khilaf abang mah... " Raga langsung kicep mendapat tatapan tajam dari sahabatnya itu. "Eh gue denger, lo meluk anak baru itu ya? " Alis Sean menaut, anak yang mana?? fikirnya.

"Yang mana? " Raga berdecak.

"Waktu lo nolongin cewek baru itu yang lagi di bully sama gengnya si Fanya, terus lo meluk tuh cewek. " Seketika bayangan kejadian tadi pagi berputar lagi di otaknya. Entah dorongan dari mana, Sean memeluk gadis itu, seakan dia sebuah benda berharga yang harus di jaga oleh pemiliknya.

"Oh itu, emang gue sengaja. "

"Alhamdulillah!!! akhirnya sahabat gue doyan cewek!!!"

Plak!!!

Raga meringis ketika mendapat pukulan dari Sean.

"Gue masih normal! ya kali gue gak doyan cewek! " Sean memberi jeda. " Lagian apa salahnya gue nenangin dia? kan gue cuma bantu? "

"Ya gak harus di peluk coba kali. "

"Gimana lagi? udah terlanjur. "

"Boleh gak gue mukul pala lo pake palu?!" Raga hendak memukul kepala Sean kalau saja dirinya tidak ingat bahwa Sean sahabatnya. "Nyesel gue punya sahabat kek lo. "

"Ya sono pergi! gak usah temui gue lagi. " Ketus Sean.

"Sabar Raga, sabar.... orang sabar banyak pacarnya banyak. "

"Lo tahu dari mana tuh cewek murid baru? kok gue gak tahu sih? "

"Gimana lo hak tahu?! lo aja selalu molor di kelas sampek pelajaran habis. "

"Iya ya. " Sean mengangguk mengiyakan. " Lo tahu gak kalo tuh cewek buta? "

"Tahu lah!! semua anak juga udah tahu. " Kali rasa simpatinya berubah menjadi perasaan yang sulit untuk di artikan. Jauh dari lubuk hati paling dalam, jujur Sean ingin sekali menjaga cewek itu, Aninda Sakura, cewek berwajah korea tapi mempunyai nama seperti bunga di Jepang itu, berhasil membuatnya tertarik. Hanya karena tatapan kosong manik mata itu, Sean sudah terbawa ke dalam arus manik mata itu. "Kenapa sih?! lo tertarik sama tuh cewek? " Sean tersenyum penuh kemenangan.

"Gue rasa, gue udah tertarik sama tuh cewek. " Raga mengedipkan beberapa kali matanya mendengar penuturan dari Sean.

"Lo sehat kan Sean? " Sean hanya mengacuhkannya dan tersenyum sendiri. Entah mengapa, membayangkan wajah itu, membuatnya ingin memilikinya. Bukan sekedar untuk memiliki, tapi menjaganya dari siapa pun yang berbuat jahat padanya.

"Eh Sean! lo mau kemana?! "

"Nemuin bidadari gue!!!! "

"Bidadari???? "

Aninda Sakura

Kepalanya mengangguk pelan mengikuti irama lagu yang sedang di dengarnya. Menikmati betapa lembutnya angin yang menyapu kulit wajah cantiknya.

Aninda Sakura.

Seorang gadis cantik tapi menganggap dirinya tidak sempurna karena kebutaannya itu, tengah duduk do kursi panjang dekat taman Sekolahnya. Pandangannya lurus tapi kosong, mengabaikan setiap hinaan yang dilontarkan oleh orang-orang sekitarnya.

Tapi Aninda tidak peduli.

Meskipun peduli pun, Aninda tidak akan bisa menghindar dari takdirnya. Takdir buruk hingga membawanya ke Sekolah barunya. Sebuah buku berukuran mini berwarna pink muda ia genggam erat. Do buku itulah Aninda dapat mengutarakan isi hatinya melalui tulisan.

Lahir sebagai gadis yang tidak sempurna, bukanlah keinginannya. Kegelapan selalu menemaninya. Aninda berharap suatu hari, dapat bertemu dengan seseorang yang tulus untuk menjadi matanya.

"Lo disini." Aninda tersentak dari lamunannya ketika suara bariton yang tidak terlalu asing bicara padanya.

Bukannya suara itu yang pernah menolongya kemarin pagi??

Jujur, Aninda ingin sekali melihat bagaimana wajah penolongnya itu.

"Gak ada temen? " Ok!!! Apa yang dia katakan memang benar. Aninda tidak pernah mempunyai teman seumur hidupnya. Bahkan di Sekolahnya dulu pun, mereka semua membencinya.

Semenjijikkan itukah dirinya??

"Gue bukannya gak ada temen, tapi gue menyendiri. " Alis Aninda bertaut mendengar tawaan yang begitu renyah dari cowok di sebelahnya itu. "Lo ketawa?? "

Cowok itu menggeleng cepat. " Gak. Hanya saja, jawaban lo terlalu mendramatisir. Dan gue suka. " Bisik Sean padanya.

"Apa-apaan sih lo?! " Aninda bangkit dari duduknya. Sean bukannya takut tapi malah khawatir padanya. Masalahnya, Aninda tadi hampir oleng jika saja Sean tidak cepat mencekal lengannya.

"Hati-hati, lo hampir jatoh. "

"Apa peduli lo?! "

Sumpah!!!

Bukan ini keinginannya, Aninda memang menginginkan seseorang untuk pemandunya, tapi bukan yang ini!! Entah mengapa Aninda begitu membenci sosok yang menolongnya waktu itu meskipun tidak dapat melihat wajahnya.

"Gue peduli sama lo, Aninda Sakura. "

Deg!!!!!

Aninda membeku di tempat. Cowok itu tahu namanya. Bahkan Aninda saja belum memberi tahunya.

"Aninda Sakura, murid pindahan dari Bandung karena orang tuanya bekerja di Jakarta, iya kan? " Aninda menelan salivanya susah payah. Perlahan kakinya melangkah mundur, entah sejak kapan, diarynya sudah tidak ada lagi di genggamamnya. Sean mengernyit.

"Gue gak butuh peduli lo, seharusnya gue gak ketemu sama lo, Sean?! dan gak seharusnya kita bertemu waktu itu. " Air matanya jatuh, lolos keluar dari pelupuk matanya.

Ah!! mengapa dirinya harus menangis?? Dadanya sesak saat ini, Aninda tidak tahu, mengapa hatinya begitu sakit ketika mengucapkan kata itu.

"Gue gak tahu, tapi gue ingin Aninda, gue ingin jagain lo, gue ingin jadi mata buat lo. " Sean mendekati gadis itu, mendekapnya lembut dan mengecup beberapa kali puncak kepalanya. Aninda sedikit terkesiap atas perlakuan dari Sean.

Sean tidak tahu mengapa setiap melihat gadis itu menangis, hatinya ikut sakit. Ada sedikit rasa bersalah pada dirinya. Aninda mempunyai daya tarik tersendiri. Sean yang terkenal akan cueknya pun, langsung terpengaruh pada gadis itu. Tangis Aninda masih terdengar, Sean mencoba untuk menenangkannya.

"Lo kuat banget kalo di suruh nangis? emang dapet uang??" Aninda mencubit kecil perut Sean dan melotot padanya.

Ah mata itu??? Ya tuhan!!!

Mengapa indah sekali??

Bahkan kau tidak adil padanya.

"Dengerin gue. " Sean menangkup kedua pipi tembem milik Aninda. Menatap lekat mata kucing itu. "Gue, Seandra Alfabeth, akan selalu di samping lo di manapun lo berada, gue bakal jadi mata lo Aninda, jadi gue mohon, izinin gue buat jaga lo selagi gue mampu dan masih bernafas. " Aninda diam ssjenak, mencoba mencerna perkataan dari Sean. Detik berikutnya, senyum lebar terukir di bibir cerynya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!