Happy Reading Teman-Teman Pembaca Novel. Semoga kalian suka dengan ceritanya.
Bab 1
***
Kehidupan ini adakalanya tidak mudah untuk merasakan atau menjalani status sebagai seorang menantu. Didera luka dan tekanan batin setiap hari, permainan licik dari seorang mama mertuanya yang kejam. Ini adalah kisah awal, kisah derita dari seorang istri berwajah pas-pasan dan miskin bernama Zahra.
Malam itu, aura sunyi menyelimuti kediaman seorang wanita sosialita bernama Linda. Ada seorang perempuan dengan wajah khas Indonesia yang lumayan baik, bermata belo dia sedang mengaduk secangkir minuman di ruang santai.
Perempuan itu mengaduk secangkir teh hijau dengan lembut dan sangat teratur, berputar mengitari cangkir diiringi semburat senyumnya yang manis.
Minuman yang ia persiapkan untuk sang nahkoda dalam bangunan mewah yang ia tempati setahun terakhir.
Zahra Safina adalah nama panjangnya. Zahra tengah mengandung janin dalam usia kandungan yang masih muda, yaitu tiga bulan.
Zahra yang sebelumnya tinggal di rumah sederhana, sekarang semenjak menikah dia tinggal di rumah yang megah yang penuh dengan kenyamanan dan kebanggaan bagi siapa saja yang menetap di dalamnya.
Usai mengaduk teh yang lebih baik kandungannya dari teh daun melati tersebut, ia membawa segelas teh hijau yang sudah siap diseduh itu dengan sebuah piring kecil sebagai alas untuk menghalau hawa panas dari gelas itu.
"Mas, ini teh hijaunya udah siap, silahkan diminum dulu, tunggu agak hangat dulu ya?" ucap Zahra seraya meletakkan piring kecil itu diatas meja, didekat laki-laki gagah yang sedang sibuk mengetik sesuatu yang penting dalam sebuah laptop berwarna hitam.
Sang nahkoda alias sang suami, laki-laki yang gagah perkasa dengan kumis tipis dan brewok tipis di dagunya. Wajahnya sangat tampan dan berkharisma, memberikan kesan teduh bagi Zahra yang selalu berada didekatnya. Nama dia adalah Alzam Pradipta.
Berprofesi sebagai seorang CEO yang terkenal berkat ketampanan dan kepiawaiannya dalam menangani perusahaan yang dikelola. Atalaric Corp nama dari perusahaan yang ia pimpin. Perusahaan turun temurun yang sangat besar dan disegani oleh banyak pebisnis.
Atalaric nama perusahaan yang ia kelola adalah perusahaan warisan yang diturunkan oleh seorang laki-laki perkasa sukses pada zamannya, zaman dulu yaitu Atalaric Abian, ayah kandung Alzam. Terkenal pada era 80-90an.
Alzam adalah anak pertama, dia tipikal suami yang baik, cerdas, sangat menyanyangi ibu, istri, dan juga anggota keluarganya yang lain. Tapi tak jarang juga Alzam bermain tangan dengan orang-orang yang berani membuatnya kesal.
Menikah dengan laki-laki seperti Alzam adalah salah satu anugerah terindah impian semua kaum hawa, yang Zahra rasakan dan juga banggakan.
Zahra sering menceritakan kebahagiaannya dalam pernikahannya dengan Alzam kepada adiknya yang tomboy yaitu Adiva Puspita. Semenjak Zahra menikah dengan Alzam, Adiva jadi tinggal sendirian di rumah petak yang sederhana.
Ayah dan ibu kandung mereka, sudah lama meninggal. Adiva selalu merasa dunia ini tak adil baginya, Adiva membenci suami kakaknya, menganggap Alzam telah mengambil sang kakak darinya.
Dahulu semenjak kematian ayah dan ibu, Zahra bekerja keras untuk memenuhi biaya kehidupan Zahra dan juga biaya hidup Adiva. Semua biaya sekolah Adiva, yang menanggungnya adalah Zahra. Zahra adalah sosok kakak yang baik dan inspiratif untuk adiknya, bagi Adiva, Zahra adalah wanita terbaik nomor dua setelah almarhumah ibunya.
"Makasih sayang, mas akan meminumnya sebentar lagi. Istriku yaitu kamu, bidadari jelita yang selalu terukir dalam relung hati ini. Selalu membuatku, merasa nyaman dan bahagia. Kamu tidak pernah mengecewakan sama sekali." jawab Alzam seraya tersenyum manis untuk bidadari hatinya. Lalu bangkit dan mencium manja pipi Zahra. Meski tidak terlalu cantik parasnya, tapi Alzam benaran tulus mencintai Zahra.
Siapa yang tidak bahagia sih ketika ditakdirkan mendapatkan jodoh suami yang tampan, mapan, gagah perkasa,dan dihatinya penuh dengan kelembutan dan kesetiaan cinta. Setiap hari, Zahra selalu mengucapkan rasa syukur atas anugerah kehidupan yang indah ini dalam sholatnya.
Namun di setiap kebahagiaan rumah tangga, bisa saja ada kejahatan atau kebencian yang sedang mengintai. Sepasang mata nyalang nan sinis sedang melihat kemesraan pasutri itu. Sepasang mata itu mengintai dari balik pintu.
Seorang wanita yang jahat, licik, usianya sudah paruh baya penuh dengan sejuta dramanya yang berstatus sebagai ibu kandung dari Alzam, tampak tidak suka melihat romantisme pasutri itu.
Setelah meminum teh hijau hangat yang melegakan dahaganya, Alzam bergegas mengambil kunci mobil di dalam laci kamar, karena Alzam akan pergi, ada janjian ketemuan dengan partner bisnis disebuah cafe eksklusif.
Setelah mengambil kunci mobilnya, Zahra mengikuti suaminya berjalan menuju ke depan rumah, Zahra selalu setia mengantar suaminya ke depan rumah jika suaminya sedang akan pergi keluar untuk sebuah urusan, entah itu pekerjaan, ataupun hal yang lainnya.
Mereka berdua terus berjalan bersama hingga sampai di ruang koridor dalam rumah, dekat dengan tangga. Netra Zahra ketika melewati tempat yang sepanjang lorong ini selalu menatap ke samping kiri, dimana di bagian dinding terjejer epic lukisan-lukisan seluruh anggota keluarga.
Ada empat lukisan orang yang berjejer dengan aesthetic di dinding.
Pertama lukisan seorang wanita yang usianya terlihat sudah paruh baya, dia adalah bu Linda Ningsih, beliau adalah ibunda dari Alzam yang sebenarnya tidak menyukai kehadiran Zahra sebagai menantunya selama ini. Wanita judes yang barusan diam-diam mengintip dan melotot sinis itu.
Lukisan berikutnya di urutan kedua setelah bu Linda adalah lukisan yang menggambarkan sosok lelaki berwibawa dan kharismatik, dialah Alzam, anak pertama bu Linda yang selalu membanggakan dan membawa harum nama keluarga Atalaric, banyak prestasi yang selalu Alzam torehkan dari waktu ia menjadi seorang pelajar hingga sekarang sukses menjadi seorang yang punya karir besar sebagai CEO.
Setelah Alzam di urutan ketiga adalah Zahra sendiri, ratu nomor dua dalam rumah yang megah ini. Yang terakhir nomor empat disamping Zahra adalah Daffa, adik dari Alzam yang sebentar lagi lulus kuliah dan akan mengikuti jejak kakaknya menjadi seorang CEO di salah satu anak perusahaan Atalaric corp.
Sampailah mereka berdua di depan rumah, ketika melihat ke depan rumah kala gulita datang, deretan lampu taman berbentuk bulat menghiasi taman yang luasnya cukup untuk menampung ribuan orang.
Hiasan taman bukan cuman lampu taman saja, tapi tentu saja banyak juga bunga-bunga yang cantik memanjakan netra manusia, yang kebanyakan bunga itu adalah tanaman-tanaman bunga khas benua Eropa, membuat nuansa di taman ini seolah-olah sedang berlibur di Eropa. Sangat wow dan memanjakan mata.
Sungguh hunian yang mewah dan menjadi impian banyak orang. Tiba-tiba, saat Alzam sedang mencium kening istrinya sebelum beranjak pergi, terdengar suara teriakan sang mama dari dalam rumah. Secepat kilat Alzam bergegas berlari ke dalam meninggalkan Zahra sendirian di depan rumah, namun saat Zahra mau berlari menyusul suaminya, tiba-tiba Zahra melihat seorang bertopeng seram yang sedang mengamatinya dari bawah pohon rindang di samping rumah.
Zahra tidak tahu dia siapa, apakah dia orang yang sedang berniat jahat? Pasti iya. Topengnya aja seperti setan.
"Siapa kamu?!" tanya Zahra takut, wajahnya terlihat penasaran namun bercampur takut, Zahra sendirian ditinggal suaminya yang sedang menemui mama mertuanya didalam, yang tiba-tiba berteriak entah karena apa.
Orang bertopeng itu tampak menyeramkan, aura psikopatnya benar-benar kental. Orang itu mengambil sesuatu dari balik jasnya, senjata api ia keluarkan, entah apa maksud tujuannya mengeluarkan pistol, yang jelas Zahra yakin orang bertopeng itu sedang berniat merencanakan sesuatu yang bisa membuatnya celaka. Oh tidak! Zahra harus segera masuk kedalam rumah dan mengunci pintu.
Zahra berlari mundur akan kembali masuk ke dalam rumah namun timah panas keburu melesat menembus jantungnya.
"Doooor."
Suara ledakan senjata api terdengar hingga ke telinga Alzam, bu Linda, dan beberapa asisten rumah tangga yang sedang memasak didalam dapur. Salah satu dari asisten rumah tangga yang sedang beraktifitas di dalam dapur itu tak sengaja menjatuhkan piring berisi makanan karena terkejut. Namun Daffa adik Alzam sedang tak ada dirumah.
"Suara tembakan?" tanya Alzam dengan wajah yang kaget di dalam kamar ibunya. Alzam sedang mencari tikus yang membuat mama Linda tadi berteriak panik. Ada juga seorang pembantu yang ikut mencari tikus itu.
"Alzam, apa yang terjadi nak? Siapa yang menembakan peluru? Mama takut," tanya mama Linda penasaran, barusan mama Linda menjerit karena katanya ada seekor tikus menjijikkan yang berlarian di lantai kamarnya, sungguh lebay sekali mama Linda.
Alzam bergegas berlari ke depan rumah karena Alzam teringat, sang permaisuri masih tertinggal disana, Alzam berlari dengan begitu pelik, jantungnya berdegup semakin kencang, takut sesuatu yang buruk terjadi kepada istrinya karena Alzam sama sekali tidak mendengar jeritan istrinya setelah mendengar suara tembakan.
Alzam berlari cepat lalu terhenti di depan pintu, dirinya berdiam mematung manakala melihat wanita yang ia cintai sekarang sedang berbaring dengan memejamkan mata, bersimbah darah diatas lantai.
Dengan langkah yang lesu Alzam melanjutkan berjalan menghampiri istrinya, yang entah masih hidup atau sudah meninggal. Darah segar mengalir dibaju Zahra. Katakan ini adalah mimpi buruk! Alzam mencubit pipinya tapi ternyata rasanya sakit.
"Zahra? Zahra sayang? Bangun sayang?" lirih Alzam seraya bersimpuh menggoyangkan bahu istrinya.
Alzam terus berusaha membangunkan istrinya yang masih saja memejamkan mata. Memberanikan diri mencoba mengecek denyut nadi dan hembusan nafas sang istri, meski Alzam takut kemungkinan terburuk yang akan terjadi kepada istrinya, hal yang sama sekali tak pernah ia harapkan, semoga saja tidak benar pikirannya, Zahra tidak akan mungkin pergi meninggalkan dirinya secepat ini.
Alzam memegang tangan kiri Zahra, Alzam berusaha merasakan denyut nadi istrinya, semoga denyut kehidupan itu masih ada.
Tapi harapannya tidak terkabul,
Kepanikan semakin melanda diri Alzam, wajahnya tampak semakin cemas, Alzam lanjut dengan menempelkan jari telunjuk diatas dua lubang hidung Zahra, tidak ada hembusan nafas yang keluar. Alzam tak kuasa menahan kesedihan, air mata mengalir dari kedua netra Alzam yang tajam dan indah.
Malam ini adalah malam tragedi, entah siapa pelaku yang menembak mati kekasihnya, pembunuh bertopeng itu sudah kabur. Wanita yang sangat ia kasihi, sudah pergi menghadap kepada Tuhan.
Alzam memeluk jasad Zahra istrinya dengan sangat erat sembari menangis sedih, menghadap kearah atas, Alzam memejamkan mata dan berteriak
"Zahraaa! Kembali!!"
Tidak dinyana malam ini menjadi malam terakhirnya bersama sang istri tercinta.
Bersambung...
Mama Linda diikuti oleh beberapa asisten rumah tangganya berlari cepat ke depan rumah. Semua tampak melangkah dengan cemas. Saat mereka telah sampai di depan rumah, alangkah terkejutnya mereka.
"Apa yang terjadi dengan Zahra nak?" tanya mama Linda dengan ekspresi wajah panik kepada Alzam.
Alzam hanya menangis, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh mamanya. Mama Linda melangkah mendekat ke area Alzam sedang memeluk pilu kekasih yang sudah tidak bernyawa. Jiwa itu sudah keluar dari raganya.
"Apa yang terjadi nak? Zahra, kamu kenapa menantuku?!" tanya mama Linda sedikit keras suaranya.
Alzam masih menangis, tangisan seorang suami yang begitu pilu, siapa yang tidak sesedih itu kala di tinggal mati oleh sang permaisuri.
"Menantumu ma, istriku sudah meninggal, barusan itu ditembak oleh orang misterius!" jawab Alzam dengan tersedu-sedu.
"Semua salah Alzam, kenapa tadi tinggalkan dia sendirian disini." lanjut Alzam menyalahkan diri sendiri.
Mama Linda menutup mulutnya yang terbuka dengan menggunakan salah satu tangannya. Mama Linda terlihat seolah sama sekali tidak menyangka ada orang yang menembak mati menantu yang sebenarnya ia tidak sukai itu.
"Nak, ini salah mama, harusnya tadi mama ga teriak jadi kamu ga bakal masuk kedalam nyusulin mama. Ini salah mama nak, hohoho," ucap mama Linda sembari menangis juga.
Selama ini mama Linda tidak menyukai Zahra sebagai menantu karena Zahra adalah perempuan yang biasa saja, bukan perempuan dari kalangan kelas atas.
Mama Linda tidak bisa membanggakan menantu seperti Zahra kepada teman-teman sosialitanya. Maka dari itu setiap hari, mama Linda selalu bersikap ketus dan kejam kepada Zahra, tanpa sepengetahuan Alzam. Karena didepan Alzam, mama Linda selalu bersikap lembut dan manis kepada Zahra.
Hujan turun tak lama berselang, membuat suasana malam ini, kala tragedi kematian istri Alzam bertambah mencekam.
Mama Linda menenangkan anaknya yang terus menangis, mama Linda memeluk Alzam dan jasad Zahra dari samping.
"Kamu yang tabah ya sayang, ikhlaskanlah kepergian istrimu. Sekarang kita lebih baik membawa jasad Zahra kedalam kamar, mama akan segera mempersiapkan pemakaman untuk Zahra esok hari. Mama juga akan menelpon adiknya, karena cuma adiknya satu-satunya keluarga istri kamu yang masih hidup." lirih mama Linda dari samping Alzam. Para ART yang sedang berdiri di belakang mereka juga sangat sedih melihat nyonya muda dalam rumah ini sudah mati. Nyonya muda adalah orang yang baik dan sayang sekali ia mati terbunuh dalam keadaan hamil muda.
Mereka sebenarnya tahu hari-hari bak di neraka yang selalu dihadapi oleh Zahra kala Alzam sedang bekerja di kantor atau sedang bertugas di luar kota. Namun mama Linda menyuruh mereka semua untuk tutup mulut atau resikonya keluarga mereka akan menjadi incaran yang tentu saja akan membahayakan keluarga mereka.
Alzam belum bisa tabah namun Alzam langsung membopong jasad istrinya membawa masuk kedalam rumah. Darah berceceran diatas lantai menemani langkah Alzam menuju kamar. Alzam membaringkan jasad istrinya diatas kasur yang biasa mereka gunakan untuk terlelap dalam mimpi bersama.
Alzam mengusap rambut indah Zahra dengan hati yang sangat sedih sekali. Hari ini adalah hari air mata baginya, tidak bisa dibayangkan bagaimana kehidupannya kedepan tanpa ada Zahra lagi disisinya. Alzam kembali menangis sedih sembari duduk disamping jasad Zahra.
34 menit kemudian...
Adiva sampai ke rumah mama Linda dengan menaiki sepeda motor butut miliknya. Adiva buru-buru berlari dan memencet bel. Setelah Adiva dipersilahkan masuk oleh satpam Adiva langsung berjalan cepat mengikuti mama Linda menuju kamar tempat jasad Zahra berada.
Adiva masih berusaha menyangkal di dalam hatinya kalau kakaknya itu tidak benar-benar sudah tiada. Tapi Adiva melihat banyak ceceran darah diatas lantai yang sedang di pel sama pembantu. Adiva tidak ingin kehilangan kakak tercinta untuk selama-lamanya.
Saat mereka sudah sampai di depan pintu kamar, Adiva berdiri mematung, dirinya seolah belum siap jika ternyata apa yang dibilang oleh mama Linda tadi benar adanya.
"Buat apa kamu berdiri seperti patung disitu terus? Adiva, buruan masuk kedalam! Kamu nggak mau melihat kakak kamu untuk yang terakhir kalinya?" tanya mama Linda, nada bicaranya terdengar sewot.
Adiva menarik nafas dalam kemudian mulai membuka pelan pintu kamar. Adiva masuk kedalam kamar lalu melihat pemandangan yang membuat hatinya menjadi sedu.
Kakaknya terbaring kaku dan pucat diatas ranjang. Ada noda darah yang bersimbah di baju kakaknya. Adiva berjalan dengan perlahan menghampiri jasad kakaknya.
"Ini pasti cuma mimpi buruk." yakin Adiva lalu mencubit tangannya.
Alzam melihat kedatangan adik iparnya seolah tidak peduli, karena Alzam berpikir kedatangan Adiva hanya akan menambah suasana sedih pada malam ini, pikir Alzam. Adiva ia kira akan menangis lebay disamping jasad istrinya.
Alzam mengira begitu, Adiva akan menjadi lemah dan berlebihan kala sedang berduka, namun ternyata, Adiva tidak menangis lebay seperti yang ia perkirakan. Adiva hanya menangis pelan saja.
Adiva tidak menangis lebay seperti dalam bayangan Alzam barusan, ternyata Adiva adalah sosok wanita yang tegar dan kuat, bahkan saat ditinggal pergi oleh satu-satunya keluarga yang tersisa.
"Kakak, ini nggak mungkin terjadi kan? Ini cuma mimpi, gue yakin ini cuma mimpi!" ucap Adiva yang membuat Alzam dan mama Linda menjadi terheran.
Adiva mencoba mencubit lengannya lagi, rasanya sakit yang artinya kakaknya meninggal itu adalah kenyataan. Kenyataan yang membuatnya hatinya perih dan sedih. Adiva menitikkan air mata, menangis layaknya orang yang sedang berduka.
Adiva ikut duduk juga disamping jasad kakaknya. Adiva duduk berdekatan dengan kakak iparnya. Mereka berdua sama-sama sedih melihat wanita baik itu telah pergi untuk selama-lamanya.
Tidak dengan mama Linda yang diam-diam tersenyum sinis melihat menantu yang tak ia anggap itu sudah mati.
***
Keesokan harinya, tepatnya pukul sepuluh pagi, jasad Zahra sudah dimasukkan kedalam liang lahat. Prosesi pemakaman Zahra sudah berakhir dan banyak orang, baik dari tetangga dan kerabat dekat mama Linda yang melayat akan kembali pulang ke hunian mereka masing-masing.
Kini hanya tersisa Adiva, mama Linda, Daffa, dan Alzam yang masih bersimpuh dengan satu kakinya di samping kuburan istrinya. Mama Linda dan Daffa berdiri beriringan seraya kembali memasang kacamata hitam. Mereka berdua rasanya sudah ingin segera pulang ke rumah, tidak betah berlama-lama disini. Lagian kepergian Zahra tidak membuat mama Linda benar-benar merasa sedih. Mama Linda hanya berpura-pura sedih saja di depan Alzam dan Adiva.
Adiva ikut bersimpuh disamping kuburan kakaknya sembari menaburi bunga, mempercantik makam yang masih basah itu.
"Kakak, semoga kakak tenang ya disana. Adiva janji, Adiva nggak akan pernah melupakan kakak, Adiva akan selalu mendoakan kakak, semoga segala dosa kakak diampuni oleh Allah, dan semoga semua amal baik kakak, diterima oleh Allah." harap Adiva seraya tersenyum perih menatap nisan kakaknya.
Alzam mengamini doa Adiva, namun hanya dalam hatinya saja. Setelah itu, Alzam bangkit kemudian berjalan pergi duluan meninggalkan Adiva, mama Linda, dan juga Daffa.
Mama Linda dan Daffa jelas ikut menyusul Alzam dan sekarang hanya menyisakan Adiva seorang yang masih berada disamping makam kakaknya.
"Gue pergi dulu ya kak, kakak adalah sosok kakak yang terbaik, meski hubungan persaudaraan kita sempat renggang dulu, tapi maafin gue ya kak? Gue ga akan lupain semua jasa-jasa kakak. Doa dari gue akan selalu mengalir untuk kebahagiaan kakak disana. Jangan takut kak, kakak orang baik, gue yakin Allah pasti sayang sama kakak." ucap Adiva sembari mengusap air matanya. Kemudian dia berdiri dan berjalan pergi dengan penuh kesedihan meninggalkan makam kakaknya. Diiringi bunga-bunga Kamboja yang berjatuhan terkena terpaan angin kesedihan.
Bersambung...
Saat malam datang namun sudah tidak lagi bersama dengan sang istri tercinta, rasanya sangat aneh dan asing bagi Alzam yang masih sangatlah berduka. Alzam sedang terbaring lemas diatas tempat tidurnya, kesedihan menghiasi harinya. Ketika dirinya melihat ke samping sudah tidak ada lagi sosok cantik nan lembut yang selalu ada untuknya.
Pikiran Alzam sedang sangat kalut sekali, orang-orang yang sedang dirundung duka dan terpuruk seperti Alzam sangat butuh diberikan dukungan penuh dan motivasi yang membangun oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Namun mama Linda seolah tidak peduli akan kematian Zahra dan tidak mengerti akan kesedihan berat yang sedang dialami oleh Alzam.
Tadi sore mama Linda masuk ke kamar Alzam, pun mama Linda hanya menyuruh Alzam untuk segera melupakan Zahra, mewanti Alzam agar bergegas bangkit dari kesedihan, dan memulai kembali kehidupannya yang baru,tanpa Zahra. Tentu saja kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Mama Linda hanya membuat Alzam menjadi bertambah sedih saja. Dirinya tidak mudah, tidak mungkin bisa dengan begitu saja melupakan Zahra.
Tiba-tiba saat Alzam kembali menoleh ke samping, Alzam melihat sosok yang dirindukan itu sudah ada di sampingnya, seorang wanita yang wajahnya biasa saja, tidak terlalu cantik namun ia cintai dengan tulus yang sedang tersenyum dengan sangat lembut sekali kearahnya, Zahra sedang berbaring disisinya. Menatap sendu menoleh dengan penuh kejutan kearah Alzam,membuat Alzam menjadi sumringah dan kembali bersemangat.
"Zahra?" ucap Alzam tersenyum senang. Seolah tidak percaya akan apa yang ia lihat. Istrinya masih hidup?
Zahra semakin menambah tingkat manisnya senyuman untuk suaminya, menambah intensitas kecantikannya , membuat Alzam menjadi bahagia setelah kesedihannya seharian ini, namun ketika Alzam akan memegang tubuh Zahra, Zahra tiba-tiba menghilang begitu saja. Ternyata Zahra berada disampingnya itu hanya ada dalam ilusinya saja. Sungguh menyedihkan sekali.
"Zahra..." lanjut Alzam terisak pilu, menjadi bertambah sedih hatinya.
Alzam belum makan sedari pagi, dirinya merasa tidak membutuhkan asupan makanan, karena rasanya hidup ini sudah tak ada artinya lagi baginya, tanpa adanya sang istri yang selalu setia menemani.
Para ART sudah selesai menyiapkan makanan lezat di meja makan untuk hidangan malam majikan mereka, juga masakan kesukaan Alzam sudah tersedia di meja makan. Mama Linda dan Daffa sudah duduk di kursi menunggu Alzam keluar untuk ikut melakukan makan malam bersama, namun Alzam masih saja berdiam diri di dalam kamarnya.
Mama Linda tampak kesal melihat sikap Alzam yang terus menerus seperti itu. Tidak mau makan, tidak mau mandi.
"Daffa, panggil kakakmu, suruh dia keluar dan makan malam bersama kita. Mama tidak mau melihat dia jatuh sakit hanya gara-gara terus mememikirkan istrinya yang sudah mati itu."
"Baik mama."
Daffa bergegas berdiri kemudian pergi menuju kamar kakaknya. Daffa mengetuk pintu kamar kakaknya, tidak ada jawaban,kemudian Daffa mencoba membukanya saja karena tidak kunjung ada jawaban dari kakaknya. Daffa membuka pintu, netranya langsung dibuat terkejut dengan aktifitas kakaknya yang ia lihat, kakaknya tengah menggantung sebuah tali diatas, seperti orang yang mau bunuh diri.
"Kakak, apa yang mau kamu lakukan? Bunuh diri?" pekik Daffa dari pintu kamar, Alzam tidak menjawab pertanyaan dari adiknya dan terus mengikat tali hingga membentuk bulatan yang akan ia gunakan untuk mengakhiri hidupnya.
"Kakak hentikan! Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah! Justru bunuh diri hanya akan menambah masalah yang baru saja kak!" kata Daffa terus memekik.
Alzam sama sekali tidak peduli dengan kata-kata yang diucapkan oleh adiknya, Alzam kemudian menggeser sebuah kursi yang berada di dekat meja rias almarhumah istrinya. Alzam menggesernya sampai ke bawah tali yang sudah digantung dimana bagian bawah tali yang sudah berbentuk bulat itu.
Alzam akan segera menggantung diri dengan menaiki kursi lalu mencekik lehernya sendiri dengan bulatan tali itu! Tidak boleh terjadi! Daffa berteriak panik memanggil mamanya yang masih menunggu mereka di meja makan.
Teriakan dari Daffa membuat mama Linda terkejut, mama Linda segera pergi menuju sumber suara teriakan.
"Ada apa sih kamu Daffa pakai teriak segala? Apa yang terjadi nak?" tanya mama Linda yang sedang berjalan kearah Daffa.
"Itu mah, itu kakak!" jawab Daffa seraya menunjuk kedalam kamar Alzam.
Mama Linda menengok ke dalam kamar langsung disambut dengan pemandangan yang membuatnya cemas bercampur marah, anak pertamanya mau bunuh diri?
"Alzam hentikan sayang! Turun dari sana!" teriak mama Linda berlari panik sampai berdiri dibawah Alzam, yang sedang berdiri diatas kursi sembari memegang bulatan tali yang siap ia kalungkan di lehernya.
"Alzam kamu jangan bodoh sayang, bunuh diri itu adalah perbuatan yang sia-sia saja nak! Dengar kata mama! Batalkan niat buruk kamu itu! Kamu mau masuk neraka hanya gara-gara hal yang bodoh ini? Perjalanan kamu itu masih panjang sayang." Pekik mama Linda panik sampai membuat para ART berdatangan ke kamar Alzam.
"Aku ingin menyusul istriku ma, ingin bersatu dengannya." sahut Alzam dengan tatapan kosong.
"Ya Allah, den Alzam jangan lakukan itu den, dosa den," teriak salah satu ART yang tampak panik melihat Alzam mau mengakhiri kehidupannya.
"Maafin Alzam ma, tapi Alzam tidak mau hidup tanpa Zahra. Kalau Zahra mati, maka Alzam juga ikut mati." kata Alzam yang membuat semua orang bertambah cemas.
Alzam mulai mengalungkan bulatan tali yang ia pegang di area lehernya.
"Jangan sayang! Hentikan, hentikan nak," isak mama Linda sembari menggeleng kepalanya dan memegangi kaki Alzam.
"Kak hentikan!" teriak Daffa sembari memegang kepalanya cemas.
Alzam akan segera melompat namun kepala Alzam tiba-tiba terasa pening, itu terjadi karena Alzam belum makan dari tadi pagi, juga rasa stress berat yang sedang Alzam alami. Alzam pingsan tetapi bulatan tali itu mengikat lehernya. Kalau dibiarkan bisa-bisa Alzam mati tercekik, Daffa dan beberapa ART bergegas menyelamatkan Alzam yang sedang tidak sadarkan diri itu.
Dua jam berlalu, akhirnya Alzam tersadar dari pingsan. Alzam melihat disisinya ada mama Linda yang sedang duduk sedih sembari mengusap rambutnya, ada juga dokter pribadi keluarga yang barusan menangani Alzam.
"Alzam, akhirnya kamu sadar sayang, anak mama..." lirih mama Linda sembari mengecup kening Alzam.
"Saya sudah memberikan mas Alzam suntikan vitamin bu Linda, supaya tubuhnya kembali kuat. Jangan lupa mas Alzam harus makan yang teratur biar kembali sehat lagi ya mas? Jangan terlalu larut dalam kesedihan, pasti almarhumah Zahra juga akan sedih kalau melihat mas yang terus terpuruk seperti ini. Bangkitlah mas, kamu kuat!" motivasi dari pak dokter yang penuh kharisma dalam wajah dewasanya.
Alzam hanya terdiam sembari merenungkan kata-kata motivasi dari dokter pribadinya. Sembari memandang ke langit-langit kamar, ketika sekarang dirasa pikirannya sudah agak jernih, memang benar kalau bunuh diri hanya akan membuat masalah baru saja dan pasti Zahra disana akan kecewa jika Alzam melakukan bunuh diri.
Keesokan harinya, di balkon lantai dua rumah, Alzam sedang membuka album foto kenangan bersama dengan almarhumah Zahra. Di dalam album foto itu banyak sekali kenangan indah bersama dengan Zahra. Foto-foto waktu berbulan madu, berlibur keluar negeri, banyak terabadikan dalam album bersampul berwarna hijau muda tersebut.
"Zahra, aku yakin kamu pasti kecewa melihat sikap aku semalam, yang mau bunuh diri, sungguh aku adalah seorang manusia bodoh jika semalam, aku jadi menjalankan niatku itu." ucap Alzam merasa menyesal dan bertekad tidak akan berniat bunuh diri lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!