NovelToon NovelToon

Positif

Bab 1

Aku ingin menikah sekali seumur hidupku, membangun keluarga sakinah mawaddah dan warahmah. Beribadah bersama seorang wanita, membimbing anak-anak kita kelak bersama, menua bersama sampai maut memisahkan. Ya, itulah angan-angan yang ada di pikirkan ku satu tahun terakhir ini.

Tapi apalah dayaku, yang hanya seorang manusia biasa. Tidak ada hak apapun untuk berubah semua keadaan, bahkan do'a-do'a ku selama ini saja tidak bisa merubah sebuah nama yang sudah tercatat rapi di Lauhul Mahfudz.

"Yusuf!"

"Dalem, umi"

Renungan nasib terpaksa aku sudahi, aku harus beranjak dari sebuah kursi goyang kesayangan ku dan berlari menghampiri sebuah sumber suara yang telah memanggilku. Panggilan itu harus di segera di jawab, bahkan sholat sunnah pun harus di hentikan dulu demi sebuah panggilan dari seorang ibu.

"Dalem, umi. Ada apa?" Tanyaku saat aku sudah ada di hadapan seorang wanita paling cantik di dunia ini, menurut ku.

"Ini lihat, cepat pilih mau cincin yang mana?"

"Yusuf gak mau pakai cincin, umi. Apalagi emas... "

"Hus!" Henti nya "ini buat Chaca, bukan kamu"

Entah apa yang terjadi kepada ku, jujur saja aku tak mau mendengar nama itu di sebut. Apapun pendapat orang tentang hal ini, tapi aku benar-benar tidak suka.

"Kalau itu terserah umi saja, Yusuf ikut saja"

"Ihh, kok gitu," Umi menarik lenganku agar aku lebih dekat dengan nya dan ikut melihat sebuah foto dua cincin yang ada di layar ponsel nya "kan kamu yang nikah, biar berkesan cincin nya yang pilih suami"

Aku menghela nafas ku dengan kasar, membuang nafas sesak yang ada di dalam dadaku. Lalu tangan ku dengan lembut menuding layar ponsel yang di bawa oleh Umi dengan Asal.

"Baiklah, kalau mau yang ini. Umi akan bilang ke Khalila?"

"Khalila?" Tanya ku saat nama Adik perempuan ku di sebut. Adik ku memang sudah menikah tahun lalu setelah lulus s1, dan setelah itu dia ikut suami nya di luar kota, anak seorang Kyai juga.

"Iya, Khalila yang belikan. Adik mu itu ada di Malaysia, jadi sekalian nitip. Tapi nanti kamu ganti uang cincin nya"

"Iya, umi"

Aku menjawab nya dengan pasrah, tak mau memperpanjang pembicaraan ini dan yang paling utama aku tak mau mendebat nya.

Setelah itu umi meninggalkan ku sendiri, dan aku masih mematung di sana. Andai bukan umi yang menginginkan semua ini, pasti akan ku tinggal bersembunyi.

"Suf, Yusuf," Baru saja aku hendak berlalu ingin duduk di kursi goyang ku lagi, Suara yang sudah sangat aku kenali itu memanggil ku.

"Iya, mas?"

"Kata Aba suruh siap-siap, keluarga calon ekhemmm mau datang," Mas Adam menatapku dengan mata menggoda dan bibir tersenyum mengejek.

Aku sudah tau arti 'ekhem' yang Mas Adam katakan.

"Iya, mas. Tadi Umi sudah ngomong," Jawabku dengan nada datar. Mungkin mas Adam mengartikan nya bahwa aku ini sedang malu, tapi bukan itu. Aku tidak sedang tersipu malu, tapi aku tidak menyukai semua ini.

Aku pun segera bersiap, ku ganti baju dan sarung ku. Tak lupa aku oleskan minyak wangi ke beberapa titik baju ku, setelah itu aku berjalan menuju ke ruang tamu yang ada di bagian paling depan sendiri.

"Wangi banget, biasanya tidak se wangi ini," Goda Mas Adam yang tak sengaja kami bertemu ruang keluarga.

Aku pun tersenyum saja, aku yakin setiap waktu aku selalu wangi, Mas Adam hanya menggoda ku saja.

"Mas, ini acaranya nanti gimana sih?"

"Ta'aruf mungkin," Jawab Mas Adam enteng.

"Kalau masih ta'aruf kenapa Umi sudah beli cincin?"

"Ya, ta'aruf setelah itu nikah, Suf"

"Tukar biodata dulu kan? Kalau misal..."

"Om Ucup"

Bicara ku tak sampai tuntas saat gadis lima tahun bernama Zahra, anak Mas Adam itu memanggilku.

"Iya sayang?" Jawabku sambil berjongkok agar kami sejajar.

"Om Ucup mau menikah?"

Astaghfirullah, kenapa anak zaman sekarang tau kata menikah yang seharusnya hanya dikatakan oleh orang-orang dewasa.

"Kata Umi, istri Om Ucup cantik. Tapi Cantikan Zahra kan?"

Aku tersenyum "Zahra paling Cantik," Aku mengusap kepala nya yang selalu tertutupi dengan jilbab itu.

"Kalau begitu Zahra boleh kan tidur sama Om Ucup kalau sudah menikah?"

"Boleh, Zahra boleh tidur sama Om kapanpun"

Gadis kecil yang polos itu bersorak bahagia, bahkan ia meloncat karena gembira. Pernyataan polos Zahra itu membuat ku menemukan sebuah ide, jika benar jadi menikah, Zahra bisa ada di antara aku dan dia. Jahat sih, tapi aku juga butuh waktu untuk semua ini.

***

Kini semua berada di ruang tamu rumah kami, sebuah ruangan cukup besar itu masih longgar untuk keluarga ku dan keluarga Pak Jamil berkumpul.

"Dimana Ning Khalila?" Tanya Bu Mila

"Khalila lagi liburan ke Malaysia, tapi tenang saja dia pasti pulang tiga hari lagi"

Tidak ada obrolan berat, obrolan ini tetap sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku sungguh bingung sekali dengan apa yang terjadi.

"Ini biodata nya Chaca," Ucap pak Jamil sambil memberikan sebuah Map kepada Abah

"Oh, iya," Jawab Abah sambil menerima Map tersebut, setelah itu beliau menatapku lalu berseru "biodata mu mana, Suf?"

"Ini, bah," Sahut mas Adam "SEJAK KEMARIN sudah di kasih ke Adam sama Yusuf"

Kata yang seperti nya Mas Adam tekan kan itu membuat semua orang tersenyum. Mungkin saja mereka mengira bahwa aku menyambut semua ini dengan bahagia, atau mereka menganggap aku tak sabar ingin menikah.

Aku tetap diam seperti biasanya, tidak banyak bicara seperti Abah dan Mas Adam yang memang sangat dekat dengan Keluarga Pak Jamil. Kalau saja ada khalila di sini, mungkin saat ini semakin ramai pula suasana nya.

"Gimana? Udah itungin tanggal nya?" Tanya Pak Jamil kepada Abah, aku pun langsung melirik ke arah mereka yang duduk berdekatan.

"Sudah, waktu baik nya Jum'at depan. Sebelum jam sembilan pagi"

"Hah? Terus gimana? Biasanya kan acara Akad di mulai jam delapan, belum molor nya?"

"Kita adakan di setelah sholat subuh berjamaah, gimana?"

Ku lihat pak Jamil langsung tersenyum, seperti nya ia akan setuju dengan ide yang Abah berikan.

"Baiklah, acara Akad akan di adakan setelah Sholat subuh di Masjid Agung"

"Kenapa di masjid Agung, pak. Tidak sebaiknya di rumah pak Jamil saja?" Tanya ku yang sangat keberatan sekali acara akad di adakan di Masjid Agung. Masjid terbesar di kota ini, jika itu terjadi akan membuat banyak kehebohan.

"Yang akan menikah adalah anak kesayangan ku, aku ingin mengadakan nya secara meriah," Ujar pak Jamil dengan mata penuh cinta, aku bisa melihat nya.

"Baiklah, Akad Nikah setelah sholat subuh di Masjid Agung"

"Resepsi nya hari minggu pagi jam sembilan, karena kolega ku hanya bisa hari-hari libur saja"

"Baiklah, Deal"

Abah dan Pak Jamil berjabat tangan, setelah itu semuanya tertawa. Tapi tidak dengan ku, aku sungguh merasa ini terlalu cepat. Bahkan biodata calon istriku belum aku baca, apa hobby nya, dia bisa apa dan.. Sudahlah, tidak akan ada yang mengerti hal itu. Abah dan Umi bahagia dengan pernikahan ini, aku juga tidak bisa mendebat nya. Tidak bisa dan tidak akan pernah bisa.

Bab 2

2.

Saat ini aku sedang duduk di kursi goyang kesayanganku, tangan ku memegang sebuah map berwarna merah muda.

Di sana juga ada sebuah pas foto, foto seorang gadis yang ku akui sangat cantik sekali. Tapi aku tidak tertarik sama sekali, apalagi setelah membaca biodata nya.

Gadis berusia sepuluh tahun lebih muda dariku, gadis yang baru saja lulus SMA tahun lalu, dia adalah seorang gadis yang mempunyai hobby nonton streming dan baca novel, sudah dapat dipastikan bahwa dia adalah kaum rebahan yang suka sekali halu, alias gadis pemalas.

Semua yang tertulis disana jauh dengan keteria wanita idaman ku, dia jauh sekali jika dibandingkan dengan Nabila.

Ya, Nabila. Seorang Ustadzah yang mengajar di pesantren aba ini, gadis yang membuat jantungku berdebar bahkan hanya menatapnya saja.

Nabila sangat pintar, dia hafidzah, bertingkah laku lemah lembut. Dan aku sudah memastikan nya bahwa dia begitu sangat baik sekali.

Mungkin kah semua ini salahku, aku yang tidak segera melamar nya. Terlalu banyak berpikir dan akhirnya aku terjebak di sebuah permintaan kedua orang tua ku yang tak mungkin sekali aku membantah nya.

"Namanya Siti Aisyah, kenapa di panggil Chaca? Padahal jika di panggil Aisyah atau setidak nya Ais, itu lebih baik. Dasar anak-anak zaman now, mungkin dia malu di panggil Aisyah," Omel ku dengan hati kesal.

Sudah lima kali aku membaca biodata nya, isinya tidak berubah dan aku masih belum menemukan hal-hal yang mungkin terselip yang membuatku bisa menyukai nya. Tapi ternyata tidak, bahkan sederet nomor yang ada di bagian paling bawah itu tak berminat aku hubungi, padahal tadi Aba mengizinkan ku untuk menghubungi nya jika aku ingin mempertanyakan sesuatu.

"Huh," Aku membuang Nafas dengan kasar, mencoba terus mengendalikan diriku agar tetap bisa bersikap seperti biasanya.

Biodata ini sebenarnya tidak begitu penting, apapun isi nya tidak akan merubah apapun. Suka atau pun tidak, pernikahan akan tetap terjadi, bahkan sore tadi pun tanggal pernikahan sudah di tentukan.

Ah, ta'aruf macam apa ini?

Drrrtt...

Ponselku yang sejak tadi pagi aku silent, dan sejak sepuluh menit yang lalu terus saja berbunyi tanpa henti, kini benda itu kuraih untuk melihat siapa yang sejak tadi menghubungiku.

-Faisal

Mentang-mentang mau menikah, sampai lupa janji. bahkan gak keluar rumah sejak tadi.

Lagi lagi aku menghela nafas, berita ini pasti sudah tersebar di penjuru pesantren. Bahkan Nabila pasti juga sudah mendengar nya. Ah, sesak sekali dadaku. Aku yang menikah, tapi aku yang sakit hati. Aneh sekali kan?

Aku pun sholat isya di dalam kamar berukuran tiga kali empat meter ini, setelah sholat maghrib tadi aku meninggalkan kebiasaan ku sejak kecil, yaitu mengaji. Hanya karena galau tak jelas dengan perjodohan ini.

Akupun kini segera bersiap, memakai jaket lalu tak lupa menyisir rambut ku dahulu.

Ssrrttt... Ssrrttt... Ssrrttt...

Ku letakkan kembali botol minyak wangi ku ke atas meja, tak lupa ku tata kembali beberapa botol dan sisir agar rapi. Aku tak suka berantakan, apalagi kotor.

"Suf, mau kemana?"

Aku kaget saat tiba-tiba suara umi terdengar di belakang ku.

"Umi ngagetin saja," Ucapku setelah berbalik.

"Mau kemana? Calon manten gak boleh keluyuran," Ucap nya dengan senyuman mengejek

"Mau keluar beli baju umi, udah janjian sama Faisal, gak enak"

"Ya sudah, terakhir ya. Kamu kan mau nikah minggu depan, Suf"

"Inggih, umi. Besok Yusuf gak kemana-mana"

"Baiklah, Hati-hati ya"

Aku pun berjalan mendekat ke arah Umi yang masih berdiri dengan mukena yang masih menempel di badanya.

"Umi mau nitip apa? Atau minta di belikan apa?" Tanya ku sambil berjalan beriringan menuju ke depan.

"Tidak, Umi cuma minta kamu cepat pulang saja."

"Inggih, Umi. Yusuf akan segera pulang"

"Besok Umi akan mulai berbelanja hadiah untuk Chaca"

Kulihat Umi sangat bersemangat sekali, sebahagia itukah beliau?

"Nanti kamu yang pilih ya, Umi mau kamu yang pilihkan"

"Iya, Umi," Jawab ku pasrah "yasudah, yusuf berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum," Pamit ku setelah mencium punggung tangan nya.

"Waalaikumsalam warahmatullah"

Aku segera berjalan dengan langkah panjang menuju tempat di mana aku dan Faisal janjian untuk bertemu. Aku ingin segera bertemu Faisal, banyak hal yang ingin aku tanyakan kepada nya.

Untuk beberapa jam ke depan aku ingin melupakan kegalauan ini. Aku tak mau Faisal mengetahui apa yang aku rasakan saat ini.

"Yuk, langsung berangkat," Ucapku sambil langsung naik motor yang sejak tadi di duduki oleh Faisal.

"Buru-buru amat, Gus. Biasanya kita... "

"Kita ngobrol sambil jalan saja, Umi menyuruhku cepat pulang"

Tanpa menjawab, Faisal pun mulai menyalahkan mesin motor nya.

"Kamu tau dari siapa kalau aku menikah?"

"Astaghfirullah, Gus. Tembok pesantren itu bisa bicara loh, jadi cepat sekali berita bahagia ini tersebar"

Aku menahan bibirku agar tidak sampai keceplosan curhat, lebih baik diam saja dulu.

"Padahal aku yang paling dekat dengan Sampean, Gus. Kok bisa-bisa nya aku kecolongan nek sampean dekat dengan Chaca dan sekarang malah nikah"

"Kau mengenal nya?" Aku menyembunyikan keterkejutan ku

"Gak kenal sih, cuma tau saja gitu. Kan dia sering ke sini sama Pak Jamil, dia dulu juga sering keluar sama Ning Khalila"

Apa? Benarkah apa yang di katakan oleh Faisal. Jika Dia dekat dengan mas Adam, mbak Rifa, Umi, dan Abah. Aku percaya, karena aku sering melihat mereka dekat bercanda dan berbincang. Tapi kalau Khalila, aku baru mengetahui nya. Mungkin saat aku masih kuliah di Bandung.

"Bulan kemarin, dia habis kabur dari rumah ya? Makanya langsung di nikahkan sama sampean, apa jangan-jangan gak pulang sama njenengan?"

Deg

"Enggak!"

"Ohh, berarti benar kata Gus Adam. Dia pergi bersama teman-teman nya"

Hah? Benarkah bersama teman-teman nya? Aku tak yakin hal itu. Walau aku tidak dekat atau pun mengenalnya. Keluhan pak Jamil atas kenakalan Puteri tercinta nya itu selalu terdengar di telinga ku, aku tau hal itu karena pak Jamil selalu mencurahkan nya kepada Aba.

Pak Jamil tidak bisa bersikap tegas kepada dia karena cinta nya, dan Pak Jamil selalu menuruti dia karena dia adalah kesayangan nya.

Entahlah nanti apa jadi nya rumah tangga ku, aku sungguh tidak yakin dengan semua ini.

Bab 3

3.

Entah apa yang terjadi kepadaku, terakhir aku mengingat bahwa motor yang di kendarai Faisal lepas kendali setelah menghindari kucing yang menyebrang jalan sembarangan.

Saat ku buka mataku, aku melihat ada Umi, dan Abah yang duduk di sampingku.

"Umi, Yusuf kenapa?" Tanya ku sambil menatap Umi.

"Udah jangan bangun, nak," Umi mencegahku yang hendak duduk "Kamu kecelakaan, untung nya gak apa-apa hanya kepala bocor dan di jait dua"

"Faisal gimana umi?"

"Faisal gak kenapa-kenapa, dia hanya lecet kaki dan tangan saja," Terang nya

"Kalau Abah tau kamu keluar, pasti tak larang. Memang dalam islam gak ada larangan bagi calon pengantin keluar, tapi adat Jawa melarang nya. Calon pengantin itu bau bunga, sasaran jin dan setan"

Ya, kuakui memang aku salah. Aku tau walaupun Abah seorang Kyai, tapi dia tetap memegang Adat Jawa erat. Selama Adat itu tidak menyuruh kita menyembah selain Allah, kita bisa tetap melestarikan nya.

Negeri tercinta ku, Indonesia. Sangat banyak sekali ragam budaya dan Adat nya. Sayang sekali jika harus hilang, padahal di luar negeri, mereka semua mengincar budaya dan Adat kita.

"Assalamu'alaikum"

Dua orang yang sangat aku kenali sejak dulu itu masuk, membawa sebuah kantong keresek penuh makanan.

"Wa'alaikumsalam"

"Gimana keadaan nya?" Tanya pak Jamil, calon bapak mertua ku.

"Cuma di jahit dua kening nya, besok pagi boleh pulang"

"Alhamdulillah, aku sungguh sangat khawatir tadi," Sehut Bu Mila, sahabat Umi sejak dulu.

"Chaca gak di ajak?"

Sudah ku duga, Umi akan mempertanyakan dia. Aku berharap dia tidak ikut, semoga saja.

"Mempelai wanita nya tak pingit dulu, kalau tak ajak nanti malah ketemu sama Gus Yusuf," Goda Pak Jamil, seorang pria yang sangat humble dan baik sekali.

Aku bernafas lega, ternyata dia tidak ikut kesini.

"Malu dia," Ucap Abah sambil melihatku yang menunduk, mereka pun tertawa.

Biarkan saja, apapun yang mereka pikirkan tentang reaksiku. Sebenarnya aku tidak malu, aku hanya senang saja dia tidak ikut.

"Gimana apa acara nya di tunda sampai Gus Yusuf sembuh, kyai?"

Aku melongo, apa ini sebagian rencana Allah untukku, pernikahan ini ditunda atau bisa jadi di batalkan.

"Tidak," Jawab tegas Abah yang membuatku seketika lemah "mungkin tiga sampai empat harian Yusuf sudah sehat, jadi gak perlu di tunda. Lagian undangan juga sudah selesai besok dan langsung di bagikan"

"Gus Yusuf, gimana?" Tanya Bu Mila yang ingin memastikan dan mendengar pendapat ku, padahal apapun yang aku katakan nanti, Abah dan Umi yang memutuskan, sedangkan aku tidak bisa menolak beliau.

"Inggih, bu. Yusuf ngikut saja," Jawaban paling bijak, tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku ingin pernikahan ini tidak terjadi. Ah, bisa kena kutuk aku sama Umi dan Abah.

"Seperti nya Yusuf juga gak sabar pengen cepat halal sama Chaca, heheh"

Semua tertawa renyah, dan aku seperti biasanya. Hanya bisa diam dengan apa yang semua orang lakukan kepadaku.

Pernikahan ini terjadi begitu saja, aku tidak tau apa sebab nya tiba-tiba saja aku di jodohkan dengan dia.

Jujur saja banyak sekali rekan-rekan ustadz dan kyai kenalan Abah yang berniat menjodohkan ku dengan anak gadis mereka, tapi Abah selalu tanya kepadaku dan aku selalu menolak nya. Alasan nya karena Nabila, gadis manis yang berhasil memancing sahwat ku.

Abah juga tidak pernah menawari ku gadis manapun, hanya beberapa hari yang lalu saja. Itupun bukan menawarkan, tapi Abah langsung memutuskan nya bahwa aku akan menikah dengan dia.

"Oh iya, tadi Chaca sudah tak tanyai. Kata nya dia mau mahar satu juta saja,"

"Kok sedikit sekali, Jamil? Apa kamu yang memaksanya? Aku kenal Chaca seperti apa loh"

"Tidak, tidak. Dia mau sejuta katanya, tapi minta dihias, ada-ada saja permintaan nya"

"Hehehe, gak apa-apa. Namanya juga anak-anak"

Ya, dia masih anak-anak. Tapi kenapa dia Dinikahkan dengan ku? Huh, aku sungguh tidak mengerti.

Abah dan Umi juga seperti nya sangat menyayangi nya, aku tidak tau seperti apa dia. Aku hanya mengenal baik kakak nya, Ridwan. Dia seumuran dengan ku, dia juga pernah mondok dan satu sekolah dengan ku.

sedangkan dia, aku hanya berjumpa dengan nya dua kali. Pertemuan pertama satu tahun yang lalu, saat idul fitri. Cih, aku jijik mengingat nya.

Waktu itu dia berlari dan menabrak ku, dia berlari hanya memakai handuk kimono selutut, dengan rambut terbungkus handuk sehingga dada hingga leher nya terekspos.

Dia tak malu memakai nya di luar kamar, padahal jelas di sana ada keluarga ku.

Dan yang kedua dia marah-marah kepadaku, dua bulan yang lalu. Sebelum perjodohan ini mencuak.

Flashback.

Saat itu aku sekeluarga menghadiri sebuah acara pernikahan salah satu Ustadz yang mengajar di pesantren Aba, kebetulan mempelai wanita nya adalah guru nya.

Awalnya semua baik-baik saja, keluarga kami saling menyapa bahkan berfoto bersama. Kami juga berbincang, apalagi Umi yang langsung menempel ke Bu Mila, sahabat nya itu.

Karena waktu itu cuaca sangat panas, aku pun mengambil secangkir es buah. Dan saat berbalik, aku tak sengaja menabraknya hingga es yang aku pegang tumpah ke baju nya.

"Maaf," Ucap ku tulus

"Oh my god," Dia melotot kepadaku, setelah itu dia sibuk membuka tas nya, seperti nya mencari tisu.

"Menyebalkan sekali sih!" Ketus nya, setelah itu ia menepi meninggalkan ku di sana.

Karena merasa bersalah, aku pun menyusul nya. Aku melihat dia tidak membawa tisu. Akupun berinisiatif memberikan sapu tanganku kepada nya, tetapi..

"Kau itu menyebalkan sekali sih, setelah ini aku mau ke acara ulang tahun temanku, dan sekarang kau merusak baju ku"

"Maaf, mbak"

"Aku bukan mbak mbak! Dasar Om Om!" Dia bicara sangat lantang penuh amarah seolah aku sudah memperkosa nya. Untung saja sound system berbunyi sangat keras, sehingga tidak ada yang mendengar nya kecuali aku.

Karena tindakan nya itu, aku pun juga merasa kesal. Untuk pertama kalinya ada orang terlebih seorang gadis muda bersikap seperti itu kepadaku. Sungguh kurang ajar.

Sikap nya berbanding terbalik dengan kedua orang tuanya, Bu Mila sangat sopan, lemah lembut dan penyayang. Sedangkan pak Jamil juga orang yang suka bercanda, seorang saudagar yang sangat dermawan. Dan terakhir Ridwan, mempunyai sifat seperti Pak Jamil, sedangkan dia...

"Oh iya, mumpung di sini. Ukuran Baju Caca apa?"

"Dia selalu pakai Size M," Jawab Bu Mila

"Ohh, baiklah. Kalau sendal nya?"

"38, kayak nya"

"Lohh, kok kayak nya?"

"Nanti saja tak tanyakan sama Chaca, lupa aku, Maryam"

"Kamu gimana sih, Mila. Aku besok rencana mau belikan semua nya"

"Gimana kalau sekalian saja, aku juga mau beli gamis untuk dia. Tau sendiri gimana baju-baju Chaca"

"Oke, baiklah. Besok jam sembilan kita ketemuan langsung di tempat ya"

Ini bukanlah menjenguk orang kecelakaan, tapi perbincangan sudah lain cerita. Biasanya yang dibicarakan adalah kejadian yang menimpa kepada pasien, tapi ini malah membahas pernikahan.

Bukan hanya Umi dan Bu Mila, Abah dan Pak Jamil yang juga sudah sangat dekat pun membicarakan tentang ku dan dia.

"Sudah jangan Khawatir, biar Yusuf yang tangani. Kamu saja yang terlalu berlebihan"

"Aku takut saja, kyai. Chaca kan seperti itu"

"Aku sangat mengenalnya, aku juga sangat menyayangi nya. Dia sangat baik lo sebenarnya, cuma dia terpengaruh sama teman-teman nya saja kok. Tenang saja"

Aku selalu mempercayai pernyataan abah, cuma entah mengapa apapun yang dikatakan oleh Abah tentang dia, aku tak percaya sama sekali.

"Dia mau kuliah jurusan pendidikan agama Islam?"

"Alhamdulillah, akhirnya mau walau terjadi drama besar-besaran, hehehe"

Aku tak tertarik dengan perbincangan ini, ku raih handphone yang ada di atas nakas samping ranjang ku. Langsung ku buka Galery ponsel ku, untung saja aku memfoto nya saat itu.

@Chacaaa

Setelah berhasil ku baca, aku segera mencari nya di aplikasi berwarna biru. Aku ingin tau bagaimana dia di dunia Maya, tapi sayang nya dia tidak pernah posting. Seperti nya dia tidak terlalu aktif di dunia maya.

Namun ada yang bikin aku terkejut, ternyata dia berteman dengan ku di Facebook. Sungguh aku tidak mengetahui nya.

Aku tidak menemukan jawaban apapun atas pertanyaan ku. Sungguh pernyataan Faisal tadi membuat ku sangat gelisah, aku tidak bisa menahan nya dan ingin segera menanyakan nya kepada Mas Adam. Karena tak mungkin aku mempertanyakan nya kepada Abah atau Umi langsung. Jelas mereka akan menutupi kejelekan nya.

Tapi saat ku lihat beranda nya, seseorang laki-laki mengirimkan sesuatu di profil nya.

Gery Firmansyah

17 jam yang lalu

Cha, jangan pergi

Aku langsung mengetuk sebuah nama laki-laki tersebut, isi profil nya kata-kata galau. Dan di setiap update statusnya di akhiri dengan '#Chaca'.

Apakah dia pacar nya? Ini gimana cerita nya. Apa dia juga terpaksa juga menikah dengan ku. Tanda tanya besar, lalu aku tidak tau harus mencari jawaban kemana?

Tapi, semua ini bisa di jadikan alasan untuk menunda tau bisa juga membatalkan pernikahan ini.

Ah, tidak-tidak. Jika aku mengatakan semua ini kepada Umi, mungkin umi akan diam-diam menyelesaikan nya. Tapi jika aku mengatakan nya kepada Abah, aku tidak seberani itu.

Mas Adam?

Setelah sholat subuh, aku menunggu Mas Adam yang katanya akan menjemput ku dan Faisal. Namun hingga jam enam pun batang hidung nya masih belum kelihatan.

"Gus, apa Pak Kyai marah?"

"Marah sedikit, udah jangan terlalu di pikirkan. Dia marah kepada ku, bukan kepadamu"

Seperti nya Faisal takut kena marah Abah, tapi seperti nya masalah ini tidak akan di perpanjang karena Abah akan sibuk dengan pesantren dan persiapan pernikahan ku.

"Nyusahin saja pengantin ini," Ucap Mas Adam dengan tatapan yang masih sama seperti kemarin-kemarin, tatapan mengejekku. Aku pun hanya diam seperti biasanya, ya memang karena aku jarang sekali berbicara. Bisa di katakan aku pendiam dari pada Mas Adam dan Khalila.

Setelah selesai mengantarkan Faisal ke rumah nya. Aku dan Mas Adam langsung melanjutkan perjalanan menuju ke Pesantren.

"Mas, apa dia setuju menikah dengan ku?" Tany

"Setuju, dia gak nolak kok. Langsung mau," Jawab Mas Adam Gamblang.

"Katanya dia kemarin sempat kabur ya mas?"

"Bukan kabur sih, dia liburan sama teman-teman sekolah nya. Karena sama Pak Jamil gak diizinin, jadi dia nekat tetap pergi"

Untuk pertama kalinya aku menolak percaya dengan kata-kata mas Adam, entah mengapa aku tidak mempercayai nya. Padahal jelas aku tau Mas Adam tidak pernah membohongiku.

"Dia pergi ke Malang, kebetulan waktu itu aku sama Faisal ada di sana. Jadi aku mencari nya di salah satu tempat wisata, dan memang benar dia di sana dengan teman-teman nya. Sekitar dua puluh orang an lah," Terang nya

"Terus?"

"Ya gak terus sih, Pak Jamil lalu menyusul nya."

Mas Adam menatapku, seolah sedang meyakinkan ku.

"Kamu tau dari Faisal kah?"

"Iya," Jawabku singkat

"Ada yang mau di tanyakan lagi, raja?" Goda Mas Adam

"Mas," Ucapan ku terhenti, kata-kata yang hendak ku ucapkan masih berhenti di kerongkongan.

"Apa?" Jawab Mas Adam yang ku lihat masih fokus menyetir.

"Kayak nya dia punya pacar, mas. Aku tidak suka gadis yang suka pacaran"

"Hahaha.. "

Aku terheran-heran saat Mas Adam tiba-tiba saja tertawa.

"Seharusnya kamu bisa menilai dari wajah nya, siapa sih yang tidak menyukai nya"

Aku tidak lagi menimpali nya, sudah tau arah jawaban yang Mas Adam katakan. Dia hanya memuji nya saja. Jika aku terus bertanya, seperti nya itu tidak akan merubah apapun. Mas Adam seperti nya juga membela nya, tidak ada yang berusaha mengerti bagaimana, dan apa yang aku rasakan, huh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!