NovelToon NovelToon

Canda Kita

Perjodohan

Seorang gadis tengah sibuk merapikan rambutnya di depan cermin yang berada di dalam kamarnya. Ia adalah Adel. Gadis cantik, putri tunggal di keluarganya.

Saat makan malam kemarin Hendra, papanya Adel, berpesan padanya agar hari ini menemani sang papa untuk makan malam bersama rekannya. Hendra juga memberikan paper bag berisi gaun selutut berwarna cream untuk dipakai Adel malam ini.

Selesai bersiap, Adel menapaki tangga turun dengan hati-hati sebab ini pertama kalinya ia memakai sepatu dengan hak setinggi 7 cm. Ia berjalan menuju ruang tamu di mana sang papa sudah menunggunya.

"Cantik sekali putri papa" puji Hendra menatap lembut pada Adel.

"Makasih pa" Adel menyahuti dengan tersenyum manis.

"Ayo kita berangkat sekarang" ajak Hendra. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil dan berangkat menuju salah satu restoran yang berada di hotel mewah.

Usai turun dari mobil, Hendra menggandeng lengan putrinya. Mereka menaiki lift menuju restoran itu berada.

Sampainya di restoran, mereka berjalan mendekati sebuah meja yang terdapat seorang pria paruh baya, wanita paruh baya, dan juga seorang pria seusia Adel.

"Bram, Asri" sapa Hendra melepas lengan putrinya seraya memeluk Bram dan Asri bergantian.

"Hendra" pria paruh baya bernama Bram itu menyahuti dan membalas pelukan Hendra.

"Ini putrimu? Cantik sekali, dia sangat mirip dengan Lala" ucap wanita paruh baya bernama Asri, ia menatap Adel. Begitu juga dengan Bram. Sedangkan pria seusia Adel hanya menatapnya sekilas lalu mengalihkan pandangannya pada sekitar.

"Ini Adel anak saya, kakaknya sedang di luar negeri sehingga ia tidak bisa ikut kemari. Ayo nak kenalan sama teman papa, beliau adalah om Bram dan juga tante Asri" Hendra antusias memperkenalkan putrinya pada Bram dan Asri.

Adel tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya pelan. Ia lalu mencium punggung tangan Bram dan juga Asri "Om, tante"

"Ini anak kami, namanya Nao" Asri berganti memperkenalkan putra tunggalnya pada mereka.

Nao berdiri. Dengan senyuman tipis, ia menjabat tangan Hendra dan hanya menatap Adel dengan datar. Ia lalu kembali duduk di kursinya.

Adel baru tersadar jika pria yang terlihat seusianya itu ternyata pria paling populer di sekolahnya. Nao Putra Geofany, pria paling tampan dan digilai oleh siswi se-SMA Helius.

Usai perkenalan yang cukup lama, kini mereka duduk di kursi masing-masing. Tak lupa mereka juga memesan makanan. Sambil menunggu, sesekali mereka mengobrol dan bercanda tawa bersama.

"Kalau tidak salah kalian satu sekolah ya?" tanya Asri seraya menatap Nao dan Adel bergantian.

"Iya tante" jawab Adel.

"Aku tidak tahu ma" Nao menjawab dengan jujur meskipun jawabannya terkesan sombong, tapi Nao memang tidak tahu jika ada Adel di sekolahnya membuat Asri menatap heran pada putranya.

"Adel usianya berapa?" tanya Asri yang duduk di antara Adel dan Nao.

"Tahun ini 18 tahun tante"

"Sama dong seperti Nao" sahutnya menatap Nao. Sedangkan yang ditatap hanya memutar bola matanya malas.

Obrolan mereka harus terhenti sejenak saat seorang waiters membawakan pesanan mereka. Mereka makan dengan lahapnya sambil tetap mengobrol dan bersenda gurau bersama.

"Jadi begini Nao, Adel..." ucap Bram menatap Nao dan Adel bergantian usai selesai makan.

"Sebenarnya tujuan kami makan malam bersama seperti ini karena kami sepakat..." ucap Bram seraya menatap Asri dan Hendra bergantian.

"Untuk menjodohkan kalian berdua"

Ucapan Bram membuat putranya tersedak saat meminum jus jeruk. Adel sendiri hanya diam terpaku dengan membulatkan matanya karena ia juga sama terkejutnya dengan Nao.

"Papa gila ya?" Nao menaruh gelas dengan kasar.

"Terserah apa kata kamu Nao, tapi papa, mama, dan juga om Hendra sudah sepakat untuk menjodohkan kalian" tegas Bram.

"Maaf pa, ma, aku tidak mau" Nao beranjak dari tempat duduknya. Ia lalu keluar dari restoran dan berjalan cepat menuju lift.

"Nao, Nao-" panggil Bram dari dalam restoran namun tak dihiraukan Nao.

Raut muka Bram dan juga Asri seketika berubah menjadi sendu.

"Adel, bisa tolong kejar Nao?" pinta Bram pada Adel yang membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Gi-mana om?"

"Tolong kejar Nao, bawa dia kembali ke sini, diskusi ini masih belum selesai" pintanya lagi.

"Tapi om-"

"Udah nak kamu kejar dia" ucap Hendra kemudian.

"Tapi pa, aku juga tidak ma-"

"Papa mohon sama kamu nak" Hendra mengusap lembut tangan putrinya membuat Adel tidak punya pilihan lain selain mengejar Nao. Padahal ia juga ingin mengutarakan pendapatnya tentang perjodohan ini. Ia bahkan tidak punya kesempatan untuk mengucapkan kata penolakan.

Adel berjalan cepat dengan susah payah karena sepatunya. Ia lalu memencet tombol lift dengan cepat agar masih sempat menyusul Nao. Usai memasuki lift, lift itu turun menuju lantai satu di mana lobi berada.

Sampainya di lobi, Adel melihat Nao sedang duduk di sofa dengan menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Adel berjalan perlahan untuk mendekatinya.

Nao membuka matanya pelan usai mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Ia melihat kaki seorang gadis berada di depannya.

"Mau apa lo nyusulin gue? Kurang jelas ya kalau gue enggak mau dijodohin sama lo" ucapnya dengan nada dingin.

"Om sama tante minta tolong sama gue buat nyusulin lo" Adel menyahuti kemudian melipat kedua tangannya.

"Pergi sana, gue enggak mau kembali ke sana" Nao beranjak pergi keluar hotel meninggalkan Adel tanpa menatapnya.

Adel menghela nafas kesal. Ia kemudian mengejar Nao. Ada rasa perih di kakinya karena sepatu hak tinggi itu. Ia berhasil mencekal lengan baju Nao yang membuat Nao menghentikan langkahnya.

"Nao tunggu. Gue juga enggak mau nerima perjodohan ini" ucap Adel seraya mengatur nafasnya.

Nao menoleh menatap Adel, ia mengkerutkan keningnya begitu mendengar ucapan Adel "Tapi papa gue enggak bakal nerima penolakan ini"

"Setidaknya kita bisa bujuk mereka, siapa tahu mereka bisa mengerti dan paham"

Nao berdecih "Mana mungkin, gue tahu siapa papa gue"

Nao menepis kasar lengan Adel, Ia lalu melanjutkan langkah kakinya menuju pintu keluar dan menghentikan sebuah taksi.

Belum sempat Nao memasuki taksinya, langkahnya kembali terhenti ketika Adel memeluknya dari belakang.

"Gue mohon Nao" ucap Adel membuat Nao kian frustasi dengan gadis yang baru beberapa jam yang lalu dikenalnya. Ia kira gadis itu sudah membiarkannya pergi, tapi nyatanya gadis itu masih saja mengejarnya.

Nao melepas kasar lengan Adel yang melingkari perutnya. Ia lalu membalikkan badannya dan menatap tajam gadis itu.

"Mau lo apa sih? Gue udah bilang gue enggak mau kembali ke sana"

Adel tahu pria itu sangat kesal padanya hingga ia tidak berani menjawab dan menatap Nao. Adel memilih menundukkan kepalanya. Tanpa sadar air mata Adel menetes begitu saja di ujung matanya. Membuat mereka menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung dan pegawai hotel.

Nao menghela nafasnya kesal "Oke, gue balik ke sana, tapi please..lo berhenti nangisnya, orang-orang ngira gue ngapa-ngapain lo"

Adel mendongak menatap Nao dengan sudut bibirnya yang sedikit naik. Ia lalu segera mengusap air matanya.

***

Tetap Sama

Adel berhasil membujuk Nao untuk kembali ke restoran meskipun ia harus sedikit berdrama dengan memeluk dan menangis di depannya.

Keduanya sedang berada di dalam lift. Karena sepatu hak tinggi itu Adel bisa berdiri hampir sejajar dengan Nao.

"Sorry" ucap Adel memecah keheningan di dalam lift.

"Gue kabur pun keputusan mereka bakal tetap sama" sahut Nao dengan pandangan lurus.

"Terus ngapain lo tadi kabur?"

"Gue butuh menenangkan diri gue"

Adel hanya manggut-manggut karena nada bicara Nao dari tadi terdengar kesal.

Sampainya di lantai di mana restoran itu berada, Nao keluar lebih dulu baru disusul oleh Adel.

Baru melangkah sebentar, Adel meringis merasakan perih di kakinya. Ia menghentikan langkahnya dan memeriksa kakinya. Ternyata kakinya sudah lecet dan ada sedikit darah di sana.

"Lo kenapa?" Nao yang tadinya sudah berada di ambang pintu masuk kembali menghampiri Adel yang masih berada di depan lift.

Adel mendongakkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Nao. Ia lalu kembali memeriksa lukanya diikuti dengan tatapan Nao yang juga melihat luka itu.

"Lo tunggu sini" Nao beranjak menemui seorang pegawai hotel yang berada di ambang pintu.

"Permisi mbak, ada plester enggak ya? Dua"

"Sebentar ya tuan saya tanyakan ke rekan saya" pegawai itu menyahuti dengan ramah. Ia lalu pergi menemui rekan kerjanya. Rekan kerjanya menganggukkan kepalanya dan segera pergi mengambil plester dari ruang karyawan dan menyerahkan pada pegawai wanita yang ditemui Nao tadi.

"Silakan tuan" pegawai itu menyerahkan 2 buah plester pada Nao.

Nao menerima plester itu "Makasih" Ia lalu kembali mendekati Adel. Dengan segera Nao menundukkan badannya, berlutut di hadapan Adel, dan hendak melepas sepatu Adel.

"Enggak usah, gue bisa sendiri" Adel membulatkan matanya. Ia refleks menjauhkan salah satu kakinya dari tangan Nao. Namun justru ditariknya pelan kaki Adel oleh Nao.

Dengan hati-hati Nao melepas salah satu sepatu Adel "Pegangan" Adel perlahan memegang pundak Nao dengan perasaan sedikit ragu. Nao lalu menempelkan plester di atas lukanya. Ia juga membatu Adel mengenakan sepatunya kembali. Begitu juga dengan kaki yang satunya.

Nao berdiri menatap Adel "Lo ngapain pake sepatu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma nyakitin diri lo sendiri"

"Soalnya cuma sepatu ini yang cocok sama gaun ini"

Nao menghela nafas seraya mengalihkan pandangannya ke samping "Dasar cewek"

"Makasih" ucap Adel lirih dengan wajah tertunduk membuat Nao mengernyitkan keningnya.

"Lo bisa jalannya?"

"Sepertinya" Adel mencoba berjalan namun ia malah meringis karena masih terasa sakit meskipun sudah tidak sesakit sebelumnya.

Nao menyodorkan lengannya pada Adel membuat Adel menatap bingung pada pria itu. Melihat Adel yang kebingungan, Nao menarik tangan Adel dan melingkarkan pada lengannya.

Dengan perlahan mereka masuk ke dalam dengan bergandengan tangan membuat ketiga orang paruh baya yang melihat adegan itu tersenyum-senyum sendiri.

"Katanya tidak mau tapi anak nakal itu datang-datang bergandengan tangan dengan Adel" tutur Bram menggelengkan kepalanya.

Sampainya di meja, Nao perlahan melepas lengan Adel untuk duduk di kursinya.

"Makasih"

"Hm" Nao lalu pergi duduk di kursinya. Papanya menatapnya sambil menaikkan kedua alisnya.

"Apa pa?" Nao merasa risih diperhatikan papanya seperti itu. Papanya melirik Adel seakan bertanya kenapa kamu menggandeng Adel.

"Dia terluka pa, aku hanya membantunya" jelas Nao seakan tahu maksud tatapan tanya dari sang papa.

"Terluka? Kamu kenapa nak?" Hendra buru-buru meraba badan Adel memastikan di mana luka putrinya itu.

"Aku enggak papa pa, cuma lecet sedikit kakinya"

"Beneran kamu tidak apa-apa?" Asri menimpali dengan raut muka cemas.

"Aku tidak apa-apa tante, om, tadi Nao sudah membantuku" jelas Adel membuat ketiga orang itu merasa lega mendengarnya.

"Terima kasih Adel kamu sudah membawa Nao kembali, maaf gara-gara Nao kamu harus terluka seperti itu" ucap Bram melirik sekilas pada Nao.

Nao berdecak. Ia memutar bola matanya jengah sambil melipat kedua tangannya.

"Berarti kamu setuju dengan perjodohan ini kan Nao?"

Nao tak menjawab, ia hanya melontarkan tatapan tajam pada papanya.

"Sekalipun kamu menolak, keputusan kami tetap sama" tegas Bram yang membuat Nao hanya bisa menuruti saja kemaun sang papa.

"Tapi om, aku rasa pendapat kami tetap harus didengarkan" Adel menimpali membuat ketiga orang dewasa itu menatap Adel.

"Baiklah kita dengarkan pendapat kalian" sahut Asri tersenyum.

"Aku sendiri tidak setuju dengan perjodohan ini pa, om, tante. Apalagi kami sama-sama tidak mengenal satu sama lain" jelas Adel membuat senyuman ketiga orang itu luntur.

Asri mengelus lembut punggung tangan Adel sambil tersenyum "Waktu kalian masih banyak, setelah lulus SMA kalian baru akan bertunangan. Kami tidak akan membuat kalian terburu-buru menikah dan kami yakin cinta kalian bisa datang seiring berjalannya waktu"

"Huh. Apa gue bilang, enggak ada gunanya protes ke papa sama mama" ucap Nao dalam hati.

"Tapi tante, aku-"

"Nak papa akui papa memang egois, untuk sekali ini saja papa mohon sama kamu ya nak" Hendra yang duduk di samping putrinya itu ikut memohon membuat Adel benar-benar bingung dengan keadaan ini.

Adel menatap Nao seakan ia bertanya padanya kenapa ia tidak membantunya. Sedangkan Nao hanya menaikkan kedua alisnya sebagai jawaban.

"Terima ya nak Adel, tante mohon, cuma kamu yang om sama tante percaya untuk mendampingi Nao" Asri sekali lagi mengucapkan kata-kata yang memojokkan Adel.

"Baik tante, pa, om" dengan terpaksa Adel menerima perjodohan itu. Sedangkan Nao, ia sudah tahu akhirnya pasti akan seperti ini makanya ia sama sekali tidak membantu Adel untuk protes pada papa dan mamanya.

Hari semakin larut. Keluarga itu keluar dari restoran dengan raut wajah bahagia. Kecuali untuk Adel. Ia terlihat murung dan tadi ia hanya menanggapi obrolan mereka dengan kaku.

Kini kedua keluarga itu kembali ke rumah masing masing. Sampainya di depan rumah, Adel mencopot sepatunya dan menenteng sepatu itu. Ia berjalan menuju kamarnya dengan bertelanjang kaki dan raut wajah yang masih murung dan tertunduk.

Hendra merangkul putrinya "Terima kasih ya nak, papa senang akhirnya kamu mau menerima perjodohan ini"

Adel hanya menanggapi dengan senyum tipis sekilas.

"Adel duluan ya pa, papa juga istirahat" pamit Adel dan diangguki oleh Hendra.

Sampainya di kamar, Adel menaruh sepatunya sembarang dan mendudukkan tubuhnya di atas kursi belajarnya. Ia menyandarkan kepalanya di atas meja sambil menghela nafas panjang.

Akan seperti apa kehidupan sekolahnya besok? Apakah akan berubah atau tetap sama? pertanyaan itu terngiang di kepala Adel.

***

Ke Sekolah Bersama

Asri menapaki tangga menuju kamar putranya yang berada di lantai 2. Sudah menjadi kebiasaannya untuk membangunkan Nao setiap harinya. Entah menurun dari siapa kebiasaan buruk itu.

"Nao bangun nak, sudah jam 6" Asri menggoyang-goyangkan tubuh putranya yang masih tertidur lelap.

"Bentar ma" sahutnya dengan suara parau khas orang baru bangun tidur. Tentu saja kedua matanya masih terpejam.

"Buruan Nao, kamu harus ke rumah om Hendra untuk menjemput Adel" Asri menyibak selimut yang menutupi tubuh Nao dengan sedikit kasar agar ia segera bangun.

"Mama apaan sih...dingin ma" keluh Nao kembali mencari selimutnya dan kembali menutupkan ke tubuhnya.

Asri menggelengkan kepalanya sambil berkacak pinggang "Dalam hitungan ke tiga kalau kamu tidak bangun, mama sita mobil kamu" ancamnya.

"Kalau di sita aku tidak perlu ke rumah Adel" Nao menyahuti dengan sedikit terkekeh membuat mamanya kian heran. Asri menarik telinga putranya itu.

"Aw...sakit ma" pekik Nao mengelus daun telinganya dan ia pun membuka matanya.

"Cepat siap-siap, sarapan, dan jemput calon istri kamu" ucap Asri seraya keluar dari kamar putranya.

Seperti itulah keadaan setiap pagi seorang Nao. Ia akan bangun dari tidurnya jika sang mama sudah mengoceh panjang lebar dan akan menarik telinganya apabila Nao masih saja belum bangun.

Dengan langkah malas Nao bersiap untuk sekolah. Kini dirinya hendak menyantap sarapan bersama mamanya.

"Papa mana ma?" Nao bertanya sambil menggeser kursi untuk didudukinya.

"Sudah berangkat" jawab Asri sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk Nao.

"Oh"

"Jangan lupa kamu jemput Adel" beritahu Asri sekali lagi dengan senyum bahagia.

"Harus ya ma?" Nao menyahuti sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Senyuman Asri perlahan luntur. Ia menatap tajam pada putranya seolah-olah ia sedang mengancam Nao. Pasti mamanya akan berkata untuk menyita ponsel Nao atau membekukan atmnya. Sudah sampai hafal Nao mendengar ocehan sang mama yang sering mengancamnya seperti itu.

Tentu saja semua itu hanyalah sebuah gurauan. Nyatanya mereka sekalipun tidak pernah menyita mobil, ponsel, ataupun atm Nao.

"Iya ma nanti aku jemput dia" senyum Asri kembali mengembang usai mendengar jawaban putranya.

Setelah sarapan, Nao menyalakan mobilnya. Mamanya sempat mengirimkan alamat rumah Adel melalui pesan. Nao menyalakan google maps agar ia tidak tersesat. Diikutinya arahan dari google maps dan sekitar 20 menit ia tiba di depan gerbang sebuah rumah.

Nao turun dari mobilnya dan bertanya pada satpam yang berjaga dan benar saja jika rumah itu adalah rumah pak Hendra, papanya Adel.

Nao memilih untuk menunggu gadis itu di luar gerbang. Ia menyandarkan tubuhnya pada body mobil. Dilihatnya arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30. Suara klakson mobil terdengar bersamaan dengan satpam yang membuka lebar pintu gerbang.

Mobil itu berhenti dan perlahan kaca mobil itu turun. Terlihat wajah Hendra dan juga Adel di dalamnya.

"Pagi om" sapa Nao ramah.

"Loh Nao..kamu mau jemput anak saya?" ucap Hendra sudah tahu maksud Nao mendatangi rumahnya pagi-pagi begini.

"Iya, om, boleh?" pintanya membuat Hendra sedikit terkekeh sedangkan Adel hanya mengkerutkan keningnya. Ia menatap heran pada Nao.

"Tentu saja boleh Nao"

Hendra menoleh ke belakang di mana Adel berada "Adel kamu ke sekolah sama Nao"

"Tapi pa-"

"Sudahlah kamu ikut saja sama Nao, dia kan sudah menjemputmu" ucap Hendra membuat Adel terpaksa keluar dari mobil papanya.

"Papa duluan ya sayang. Om titip Adel padamu Nao" ucap Hendra dan diangguki oleh Nao dengan senyuman. Ia kemudian berlalu melajukan mobilnya.

"Buruan naik, nanti telat" ucap Nao seraya memasuki mobilnya dan duduk di kursi kemudi.

Adel hanya mengikuti intruksi pria itu. Ia duduk di samping kemudi dan memakai seatbeltnya.

Nao melajukan mobilnya menuju sekolah. Suasana di dalam mobil itu sangat hening. Hanya suara dari mobil itu sendiri yang terdengar. Adel hanya asyik menatap keluar jendela sedangkan Nao fokus menyetir.

"Gue nanti turun di halte aja" Adel kembali memecah suasana hening diantara keduanya.

"Enggak bisa. Anak buah papa gue ngikutin di belakang" Nao menjawab dengan pandangannya yang masih lurus ke depan menatap jalanan.

Adel menoleh ke belakang. Dan benar saja jika keduanya sedang diikuti. Nao sudah menyadari hal itu sejak ia baru beberapa meter keluar dari pintu gerbang rumahnya. Ia mengenal mobil itu. Mobil yang sering dipakai oleh bodyguard papanya.

"Tapi kalau nanti ada yang lihat gimana?"

"Abaikan saja" Nao menyahuti dengan entengnya karena ia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian sedangkan Adel sendiri tidak pernah menjadi pusat perhatian sehingga ia pasti akan merasa risih dan terbebani. Belum lagi dengan fansnya Nao, ia sangat malas jika harus berurusan dengan mereka.

"Itu gampang buat lo tapi enggak buat gue" keluh Adel dengan nada sedikit kesal.

Nao menginjak rem mendadak membuat mobil itu berhenti tiba-tiba. Ia lalu menatap tajam pada Adel.

"Lo calon istri gue, sebisa mungkin lo harus mau nerima resiko itu"

Desiran aneh muncul begitu saja di hati Adel saat Nao menyebut dirinya sebagai calon istri. Ia menepis hal itu. Adel menatap lurus. Ia mengerucutkan bibirnya sambil melipat kedua tangannya.

Nao kembali melajukan mobilnya. Saat memasuki gerbang sekolah, Adel mengambil sebuah topi dari dalam tasnya. Hal itu sengaja disiapkannya untuk hal mendesak seperti sekarang ini.

Adel memakai topi yang menutupi hampir seluruh kepalanya. Hanya bibirnya saja yang terlihat membuat Nao tertawa melihat hal itu.

"Lo ngapain pakai gituan? Emang lo bisa lihat"

Adel mengangkat topinya dan memperlihatkan sedikit wajahnya "Bac*t lo"

Adel lalu keluar dari mobil itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada fans Nao di sekitar sana. Ia mengelus dadanya lega karena di sana tidak ada siapapun kecuali seorang siswa yang baru saja turun dari mobilnya.

Siswa itu menatap heran pada Adel yang keluar dari mobil Nao. Adel memilih mengabaikannya. Lagi pula ia hanya seorang siswa. Yang penting ia bukan fansnya Nao, pikirnya.

Nao sendiri masih sibuk tertawa di dalam mobilnya "Cewek aneh"

Nao lalu membuka seatbeltnya dan turun dari mobilnya. Ia melihat Malvin, sahabatnya sejak SMP itu berdiri di samping mobilnya.

"Sama cewek lo?" tanyanya tanpa basi basi.

Nao hanya mengangkat alisnya sebagai jawaban.

Malvin berdecih "Dia keluar dari mobil lo, tadi gue nggak sengaja lihat"

"Dia cuma kenalan gue" Nao masih enggan menceritakan perjodohannya dengan Adel meskipun pada sahabatnya sendiri.

Malvin menatap heran pada Nao. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya itu.

"Udahlah nggak usah urusin dia, nggak penting" ucap Nao lalu mengajak Malvin untuk ke kelas.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!