"Ini buat sebulan, ibu melemparkan uang seratus ribu didepanku" aku terkejut dengan teriakan ibu yg seperti suara singa. Siapapun yg mendengar teriakan ibu mertuaku pastilah bakal jantungan mana aku sedang menyusui Soni anakku
Dengan penuh kesabaran, aku pungut uang itu dilantai dan tertunduk karena aku sangat amat membutuhkan uang itu.
"Makanya cari kerja sana, jangan hanya jadi benalu dalam hidupku" teriak ibu mertuaku lagi padaku
Aku cuma bisa terdiam seribu bahasa dengan teriakan ibu mertuaku yg bermulut pedas itu. Hiks, rasanya hati ini ingin meronta tapi apa daya aku hanya tamat SMA dan Mas Bayu suamiku sekarang lagi tidak bekerja lagi karena kondisi kakinya yg cacat.
Menghela napas berulang kali kulakukan untuk meredakan emosi yang tak tertahankan akibat ulah ibu mertuaku. Kegenggam uang itu seiring menahan hati yang terpendam tiap hari.
Yah, beginilah tiap hari aku diperlalukan di keluarga suamiku dianggap seperti pembantu dan uang seratus ribu yg dilempar ibu mertuaku barusan dianggap sebagai gajiku selama sebulan menjadi pembantu di rumah keluarga suamiku. Tidak ada pilihan lain karena suamiku nganggur sejak kakinya diamputasi karena kecelakan yang menimpanya.
"Sabar yah sayang, ibu emang seperti itu tetapi hatinya sebenarnya baik" ucap suamiku.
"Mas, aku.. " Ingin mengatakan 'tak sanggup' rasanya tak tega. Suamiku tak mampu berbuat banyak. Apa yang bisa dia kerjakan ? Berdiri saja dengan satu kaki yang dibantu tongkat yang berjalan.
"Maafkan Mas, sayang. Mas janji akan terus cari kerja "
"Ya, mas" jawabku pilu
'Kerja apa, mas? Untuk diri sendiri saja kamu tidak mampu, apalagi menafkahiku', bathinku
Dulu saat suamiku masih kerja, kami disanjung. Aku pun tidak masalah jika gaji suamiku juga dijatah untuk ibu dan adiknya setiap bulan. Aku tahu itu juga kewajibannya. Lagian aku tidak mempermasalahkan karena kewajibannya sebagai suami sudah dipenuhi. Dan warung ibu mertuaku, yang ada disamping rumah juga modal semua dari suamiku.
"Kiana! Aku titip anakku ya, nanti aku kasih tiga puluh ribu". Mba Nur menyodorkan anaknya yang masih bayi padaku. Ia istri Mas Budi - kakak pertama dari suamiku. Karena dia banyak menanggung biaya dapur dan listrik, maka dia menantu sangat disayang ibu mertuaku.
"Ya, mbak" jawabku. Tentu aku tidak bisa menolak uang tiga puluh ribu yg sangat besar bagiku saat ini.
"Mau kemana Nur" tanya ibu mertuaku.
"Mau ke reunian SMA, bu. Lumayan dapat jatah nanti dan bisa dibawa pulang makanannya. Lumayan kan, bu"
"Nah, itu baru mantu jenius, tidak seperti itu tuuu" Ibu menunjukkan tangannya kearahku. Aku cuma bisa elus dada, sudah biasa bagiku ibu mertuaku selalu merendahkan ku
"Bu, aku minta jajan dong". Tiba-tiba Ana keluar dari kamar. Lalu mengadahkan tangan ke ibu mertuaku.
"Baru kemaren dikasih lima puluh ribu, kok sudah minta lagi" celoteh ibu mertuaku
"Kan sudah habis beli pulsa, bu. Minta lagi dong bu" ucap Ana dengan manjanya. Lalu ibu mengeluarkan dompet uang lima puluh ribu diberikan kepada Ana anak gadis kesayangan satu-satunya.
Ibu sepertinya lagi banyak uang. Aku lagi ada sampingan menulis online dan sedang butuh uang untuk buka nomor rekening bank. Berhubung novel yang sudah aku posting di aplikasi berbayar sudah menghasilkan kurang lebih sekitar dua puluh juta rupiah. Hanya saja pembayarannya transfer melalui rekening.
Biar aku ngomong jujur saja ke ibu aku butuh uang seratus ribu buat buka rekening di bank, klo ibu mertuaku menghinaku aku udah kebal. Yang penting sekarang di otakku gimana caranya aku bisa dapat penghasilan dan bisa keluar dari neraka ini, batinku
'Bu, Ana dikasih uang jajan lima puluh ribu. Aku boleh minjam tidak bu cuma seratus ribu bu. Aku janji klo udah ada uang nanti aku kembalikan uang ibu' ngomongku kepada ibu mertuaku.
'Hah, mau pinjam dan ganti uangku katamu. Yang ada kamu hanya minjam terus uangku tidak akan kamu kembalikan lagi. Dari mana kamu dapat uang bisa mengganti uangku' ngomel ibu kepadaku.
'Aku rencana mau buka online shop kecil-kecilan bu, sampingan buat penghasilan aku dan Mas Bayu. Makanya aku butuh modal diawal, bu. Tidak banyak kok bu cuma seratus ribu' kataku pada ibu mertuaku.
'Buka usaha online katamu, kamu kira aku anak kecil yang bisa kamu kibulin dengan gampangnya. Mana bisa kamu jalankan usaha online hanya dengan pendidikan rendahmu itu' celoteh ibu mertuaku.
Tiba-tiba Ana anak gadis kesayangannya datang dan komentar jg dengan ketusnya 'Ya, mbak mending cuci baju aja mba, cucian lagi numpuk tu. Lagian aku mau ke rumah teman pake baju yg itu' Ana menunjuk gaun pink yg akan digunakan ke acara pesta dengan temannya hari ini.
Mas Bayu menggelengkan kepala mendengar aku yg meminjam uang ke ibunya. Kelihatan dia tidak setuju dengan keputusanku kali ini. Yah, begitulah nasib aku sejak suamiku dipecat dan kakinya cacat. Aku hanya dianggap babu di rumah ibu mertua sendiri
Emank pendidikan menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang yah, padahal banyak juga aku lihat orang sukses hanya dengan pendidikan yg sama dengan ku bahkan lebih rendah. Dari dulu aku diajarkan orang tuaku mengenai attitude yg jauh lebih berharga dari hanya pendidikan dan uang saja. Lamunanku tersentak seiring dengan ibu yang sudah sudah berdiri disampingku.
'Hai, mantu ibu yg suka berhayal lagi mikirin apa sich ? Sudah numpang hidup enak-enakan lg malas-malasan, sana jagain anakmu dan anaknya Nur' pinta ibu mertuaku.
'Baik, bu' kataku dengan pelan dan sambil nunduk karena menahan emosi efek ibu mertua yg mulutnya pedas
'Kiana..Kiana' begitulah teriak ibu ke aku seperti biasa subuh jam 4 pagi aku sudah mulai memasak buat sarapan dan makan siang keluarga suamiku
'Cepat mbak, ibu memanggilmu' ucap Ana ke aku. Bergegas aku gendong Soni dan titip ke Mas Bayu supaya aku bisa memulai memotong sayur dan persiapan lauk lainnya.
'Mas, aku titip Soni yah mau kedapur mulai masak' kataku ke suami
'Aduh, jangan dulu Kiana aku mau cuci motor Mas Budi berhubung dia mau berangkat kerja, lumayan upahnya tiga puluh ribu' kata suamiku padaku.
Kugendong anakku dan kebawa kedapur. Ibu mertua dengan muka sewot ngomong ke aku 'Lama benar kamu, sakit tenggorokanku teriak-teriak tapi kamu tidak datang juga. Punya telinga tolong dipake yah' dengan ketus ibu mertua ngomong ke aku.
'Maaf, bu' cuma itu yang bisa kukatakan. Sebenarnya sudah terbiasa ibu mertuaku ngomong ketus dan pedas tapi tetap saja aku tidak bisa terima diperlakukan seperti ini. Sampai kapan aku direndahkan ? batinku
Kuelus dada dan ambil kerupuk di kaleng buat Soni berhubung anakku lagi lincahnya karena baru satu bulan belajar jalan.
'Kamu itu beruntung kutampung disini, bisa makan gratis dan tidak perlu mikirin lagi buat biaya listrik dan air' kata ibu mertuaku.
'Iya, bu' kujawab ibu mertuaku sambil masak makanan kesukaan dia ikan pangek dan gulai cubadak khas Padang.
Walau hanya tamat SMA, kemampuan masakku seperti anak kuliah tata boga karena bakat memasak kedapat dari ibuku yang dulu pernah buka warung nasi Padang. Dari ibukulah, aku belajar masak masakan Padang yg menggugah selera dan buat orang yg makannya bakal ketagihan.
Bukannya membantu aku memasak, ibu mertuaku malah ongkang-ongkang kaki sambil sibuk dengan handphone nya.
Fiuhh,, ingin rasanya kulempar ini panci masakan ke muka ibu mertuaku tapi apa daya aku masih butuh makan dan tidak mungkin aku kembali ke rumah orang tuaku karena keadaan ekonomi bapak dan ibu sekarang makin parah.
'Habis masak, kamu cuci baju, sapu lantai dan ngepel yah' dengan santainya ibu mertua memerintahku.
Beginilah rutinitasku dari pagi sampe malam hanya dijadikan babu oleh keluarga suamiku.
**********
Walau lelah dengan kerjaan rumah, setiap malam pasti kusempatkan menulis novel di aplikasi berbayar, bagiku menulis merupakan salah satu hobi sekaligus pelipur laraku kala ini. Dimana aku bisa menumpahkan cerita mengenai keadaanku sekarang. Sambil menulis aku memikirkan ibu-ibu di warung langganan ibu mertuaku, siapa kira-kira ibu yang memungkinkan aku minjam uang untuk buka rekening bank.
Kebersit di otakku, ibu Laila dari semua ibu-ibu langganan warung mertuaku. Dia yang paling baik dan paling ngertiin aku, tapi... Apa anaknya Ibu Laila membolehkan yah, mengingat ibunya memang baik tapi anaknya sebelas dua belas dengan iparku si Ana yang bermulut ketus.
Serentak lamunanku buyar, ketika Mas Bayu masuk kamar dan mengetuk pintu.
'Sayang, kamu lagi sibuk' ujar Mas Bayu padaku
'Tidak mas, seperti biasa aku sedang mencari ide buat novelku mas' kataku ke Mas Bayu dengan sopan
'Baiklah, mas tidur dulu yah karena capek seharian cuci motor Mas Budi dan bantu ibu jaga warung' kata Mas Bayu kepadaku.
Sejak kaki Mas Bayu cacat, selain fisiknya yg tidak lengkap lagi. Mental Mas Bayu juga lebih cepat rapuh karena perlakukan keluarga Mas Bayu kepada aku dan Mas Bayu.
'Mas, sabar yah dalam waktu dekat kita pasti bisa keluar dari neraka ini' kataku dalam hati. Semoga saja Bu Laila berbaik hati meminjamkan uang buatku besok, batinku
Sebelum bersiap-siap ke rumah Ibu Laila, aku menusun rencana dulu supaya ibu mertuaku tidak curiga. Takutnya karena ini, nanti dia tambah sewot dan ujung-ujungnya pasti aku dimarahin lagi.
'Bu, aku mau keluar dulu yah belanja kebutuhan sayur buat nanti malam karena kulkas kita kosong bu' kataku kepada ibu mertuaku sambil menggendong anakku.
Kebetulan dekat rumah Ibu Laila ada tukang sayur langganan keluarga suamiku dan kebetulan juga warung ibu mertuaku belum sempat setok sayur karena Mas Budi belum gajian jadi yang dijual seadanya dulu sampai menunggu kakak iparku gajian.
Maklum sejak suamiku nganggur dan kakinya cacat, Mas Budi yang menanggung biaya dapur, listrik dan juga warung walau kadang mulutnya tidak jauh beda dengan ibu mertua dan Ana adik iparku. Fiuhh, sekeluarga sama aja bermulut pedas.
'Jangan lama-lama yah Kiana, rumah masih belum bersih dan cucian numpuk. Besok Ana juga mau ke kampus dan ada acara jadi kamu harus pulang cepat dan bersih-bersih semua kamar supaya Ana bisa tidur nyenyak hari ini. Oiya, untuk belanja sayur pakai uangmu dulu yah kemaren yang ibu kasih seratus ribu' jawab ibu mertuaku kepadaku dengan santainya.
Seperti biasa yang dipikirkan hanya anak kesayangannya saja sementara aku hanya jadi babu saja dan soal uang benar-benar perhitungan.
Aku hanya mengangguk dan berpamitan pada ibu mertuaku.
Sesampainya aku di rumah Bu Laila, aku menceritakan sejujurnya kepada Bu Laila bahwa aku lagi butuh uang untuk membuka rekening untuk kebutuhan menulis onlineku. Bu Laila mengerti dan tanpa banyak ngomong langsung meminjamkan uangnya kepadaku.
'Bu Laila, nanti jika upah menulisku sudah cair. Aku langsung ganti yah bu. Makasih, bu Laila sudah percaya sama aku' jawabku pada Bu Laila
'Jangan sungkan, Kiana. Selagi bisa membantu kenapa tidak dibantu. Apalagi suamimu banyak banget membantu aku selama ini' kata Bu Laila
Bu Laila memang orangnya terkenal baik banget. Dulu suamiku sebelum kakinya cacat sempat memberi pinjaman ke Ibu Laila karena waktu itu suami Bu Laila lagi nganggur.
Bu Laila memang orang yang selalu aku andalkan ketika aku lagi ada masalah dan pengen bercerita, hanya dia yang mau mendengarkanku tanpa melihat pendidikanku yang rendah ini.
Seandainya, ibu mertuaku seperti ini pastilah aku sayang banget sama dia. Tapi apa mau dikata sikap ibu mertuaku jauh banget dengan Bu Laila yang baik hati.
********
Karena kesibukanku di rumah belum lagi berapa hari ini Soni anakku lagi tidak enak badan, aku lupa cek saldo rekening Bankku.
Tiba-tiba ibu mertuaku teriak memanggil namaku dengan kerasnya.
'Kiana..Kiana..'
'Astaghfirullahaladzim, kenapa lagi ini' aku berucap saat ibu mertuaku memanggil namaku
Bukan hanya ibu mertuaku yang teriak memanggilku suamiku Mas Bayu juga ikutan teriak dengan nada kesal. Apa aku ada melakukan kesalahan lagi yah pikirku.
' Ya, Mas' jawabku sambil berhenti mencuci piring
'Ayo, cepat kesini' kelihatan raut muka ibu mertuaku ingin memarahiku.
Jantungku berdetak kencang karena ibu mertua dan suamiku berteriak sambil menahan amarah.
'Ya, bu' kataku kepada mereka. Didepanku sudah ada ibu mertua, suamiku Mas Bayu, Mas Budi kakak iparku, Mba Nur istrinya Mas Budi dan Ana adik iparku. Loh kok ada Susi juga, anak ibu Laila. Waduh, jangan..jangan..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!