LARA TAFETTA, seorang gadis tanpa nama keluarga. Itu karena sejak bayi tinggal di panti asuhan.
Memiliki otak yang cemerlang cukup bisa menghantarkan dirinya menjadi murid berprestrasi dan menjadi modalnya bersekolah secara gratis karena mendapat bantuan beasiswa.
Tetapi hidup tetap dijalani Lara dengan sangat sulit. Dia berulang kali keluar masuk penjara anak karena kedapatan mencuri. Panti asuhannya tak lagi bisa menampungnya karena kendala biaya.
Anak-anak panti asuhan itu akhirnya berpencar dan menjalani kehidupannya masing-masing. Yang masih balita akan di adopsi. Sedangkan Lara, harus luntang lantung hidup di jalanan dan penjara anak.
Itu membuat Lara hidup dijalanan sampai usianya 11 tahun. Suatu ketika ada seorang dermawan yang akhirnya membiayainya sekolah sampai selesai. Kali ini, sudah beruntung kah hidupnya? Jawabannya adalah tidak.
Mempunyai asal usul yang tidak jelas membuatnya selalu di bully di sekolahnya. Lara bisa saja melawan. Tetapi dia memilih tak melakukannya karena teman yang membullynya, tak lain adalah anak dari dermawan yang membiayai sekolahnya.
"Hei anak haram ... Ambilkan minuman untukku," teriak Davina yang duduk di kursi kantin bersama gengnya.
Lara mengambilkan minuman itu dan memberikannya pada Davina. Kemudian gadis cantik tapi culas itu mengambil minuman dari tangan Lara dan malah menuangkannya ke sepatu butut milik Lara.
"Ck ... Minuman ini bukan kesukaanku. Ambilkan yang lain!!" perintah Davina lagi dengan tawa culasnya.
Lalu Lara mengambilkan lagi minuman di lemari pendingin kantin kemudian memberikan kembali pada Davina.
Davina meminumnya lalu menyemburkannya pada wajah Lara. Lara yang terbiasa dengan hal itu hanya menyeka wajahnya tanpa perlawanan.
"Lihatlah, kau hanya diam saja. Kau memang mahluk terendah yang pernah kutemui, Lara," ledek Davina.
Sebenarnya Davina kesal karena Lara tak pernah mengeluh atau membalasnya ketika dia membully Lara. Lara seakan tak tergoyahkan meskipun Davina membullynya sedemikian rupa.
Davina yang melihat hal itu kesal dan menendang kaki Lara hingga gadis itu terjatuh dan membuat bajunya kotor terkena tumpahan minuman tadi. Lagi, Lara sama sekali tak mengeluh dan bereaksi. Wajahnya tetap datar dan seakan tak terjadi apapun.
'Sabarlah Lara ... Terimalah nasibmu ini untuk beberapa saat lagi sampai kau lulus sekolah,' batin Lara pilu.
"Cuih ... Dasar manusia rendah!!" teriak Davina dan pergi dari hadapan Lara dengan diikuti para teman-temannya.
Lara dan Davina sama-sama murid yang pintar. Tetapi dalam hal ini, Lara lebih unggul dan selalu mendapatkan juara satu di sekolahnya. Ini juga yang membuat Davina sangat tak menyukai Lara.
Terlebih lagi sang ayah selalu membanggakan kepintaran Lara yang digaung-gaungkan sebagai anak angkatnya. Dan Davina tak terima dengan hal itu. Dia merasa tersaingi oleh kepintaran Lara.
Davina seakan memiliki 2 wajah yang berbeda di depan keluarganya. Dia akan bersikap lemah lembut pada Lara jika di depan ayahnya dan berbanding terbalik jika di sekolah.
Itu hanya salah satu perlakuan bullying yang diterima Lara dari Davina. Lara menerima semua perlakuan kasar dari Davina setiap hari. Entah itu berupa perkataan yang menyakitkan ataupun fisik.
Yang dilakukan lara? Hanya diam. Karena Lara ingin lulus sekolah dengan aman. Dia membutuhkan ijazahnya kelak untuk mencari pekerjaan dan merubah hidupnya yang menyedihkan ini.
Ini adalah tahun terkhirnya sekolah. Dan dia akan melanjutkan kuliahnya dengan mengikuti tes di sebuah perguruan tinggi ternama melalui program beasiswa.
Kali ini dia berjuang sendiri tanpa bantuan dari ayah Davina karena dia ingin lepas dari bayang-bayang Davina.
Meskipun begitu, dia sangat menghormati ayah Davina - Tuan Wilson - yang membantunya selama ini dalam hal finansial. Itulah sebabnya juga dia tak bisa membalas perlakuan kasar Davina padanya.
Ujian akhir telah selesai. Kelegaan dirasakan oleh Lara. Itu artinya Lara akan terlepas dari gangguan Davina dan memulai hidupnya yang baru di dunia kampus.
Lara belajar dengan giat untuk bisa masuk ke universitas yang diinginkannya dengan program beasiswa. Ujian masuk akan diadakan 2 minggu lagi dan setiap hari Lara mendatangi perpustakaan kota untuk belajar.
"Sayang, besok lusa akan diadakan pesta prom, bukan? Jangan lupa mengajak Lara untuk berangkat bersamamu," ucap Wilson di sela makan malamnya bersama Davina dan sang istri.
"Ya, Dad," ucap Davina dengan berat hati karena tak bisa menolak ucapan ayahnya.
"Aku tak suka kau terlalu dekat dengannya, Sayang," ucap Theresia - sang istri.
"Sayang, dia anak yang baik dan pintar. Kelak dia bisa membantu Davina di perusahaan kita. Dia aset yang berharga," jawab Wilson.
Davina memegang erat garpu dan pisau di tangannya karena geram mendengar perkataan sang ayah yang selalu membanggakan anak emasnya itu.
"Tapi kau jangan terlalu menyanjungnya. Davina jauh lebih berharga. Jangan lupakan anakmu sendiri, Wil," ucap Theresia yang seakan tahu apa yang dirasakan oleh putri tunggalnya itu.
"Mereka sama-sama anak kesayanganku, Sayang. Dan mereka kelak bisa menjadi saudara. Bukankah itu hal yang bagus? Kepintarannya harus di arahkan ke hal-hal yang bermanfaat. Dan aku tak ingin dia terjebak di jalanan lagi," ucap Wilson.
Theresia hanya bisa diam saja karena menurutnya di mata Wilson, Lara benar-benar tak ada cela apapun.
"Bersikap baiklah pada Lara, Davina," ucap Wilson yang mendengar sedikit selentingan tentang perlakuan buruk Davina pada Lara di sekolah.
"Ya, Dad," jawab Davina dengan berat hati.
Davina kesal karena Wilson sering membicarakan tentang Lara dibanding dirinya karena Lara selalu membawa prestasi setiap ada olympiade pelajaran di gelar.
Itu menjadikan Davina semakin membenci Lara dan berharap hidup Lara menjadi berantakan. Dia bahkan berharap Lara tak ada di dunia ini lagi.
Davina tak mau melihat Lara berhasil dan dia akan melakukan apapun untuk menjegal usaha Lara menuju kesuksesan. Dia tak akan membiarkan jalan Lara mulus dalam meraih masa depannya. Dia tak ingin Lara melebihi dirinya di masa depan nanti.
------------------------------------------------------
Hari itu para siswa tampak bekerja sama menyiapkan dekorasi pesta prom. Davina tampak hanya bersenda gurau saja bersama teman-temannya. Berbeda dengan Lara yang membantu memasang dekorasi pesta.
"Lihatlah gadis kriminal itu. Dia ingin mencari muka dari semua laki-laki di sini," ucap Sherry, salah satu teman Davina.
Davina melihat tajam ke arah Lara. Dia tak berani membully Lara karena di samping Lara ada Giorgio, laki-laki yang disukainya. Davina tak suka melihat hal itu.
Menjelang sore, dekorasi pesta pun sudah selesai dikerjakan. Lara menolak ajakan Giorgio untuk mengantarnya pulang. Davina yang ada di belakang mereka tampak bermuka masam.
Setelah mobil Giorgio pergi, mobil Davina berhenti di sebelah Lara. Davina membuka kaca jendela mobilnya dan melihat Lara dengan pandangan muak.
"Ini ambillah. Kau tak punya baju untuk pesta prom, bukan?" kata Davina melemparkan sebuah gaun berwarna merah muda pada Lara.
Lara mengambil baju yang jatuh di atas aspal jalan di depan gerbang sekolah.
"Terima kasih," ucap Lara menunduk.
"Daddy yang menyuruhku memberimu gaun bekasku. Dan kurasa itu yang terburuk. Sangat cocok untukmu," kata Davina ketus dan menyuruh sopirnya untuk pergi.
Lara memegang erat gaun itu dengan menatap tajam ke arah mobil Davina yang telah pergi.
Lalu Lara pun berjalan menuju ke arah apartemen kecilnya yang disewakan oleh ayah Davina. Lara cukup bersyukur dengan hal itu. Dia tak tinggal di jalanan lagi.
Kini fokusnya hanya belajar dan belajar agar masa depannya membaik. Halangan terbesarnya saat ini hanyalah gangguan dari Davina yang masih bisa dia tahan.
Sudah pernah menjalani kerasnya hidup di penjara dan jalanan, membuat Lara menjadi anak yang kuat secara mental dan fisik. Kesabarannya masih diambang batas bawah dan dia tak terlalu menggubris gangguan-gangguan kecil seperti Davina dan teman-temannya.
------------------------------------------------
INSTAGRAM @ZARIN.VIOLETTA
JANGAN LUPA LIKE KOMEN VOTE FAVORIT DAN HADIAH YAA,...❤❤❤
Hari prom pun telah tiba. Davina terpaksa menjemput Lara ke apartemen kumuhnya sesuai dengan perintah sang ayah.
"Cepatlah!!" teriak Davina pada Lara yang menunggunya di pinggir jalan.
Lara cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Davina.
"Ck ... Aku jijik duduk di sebelahmu. Pasti tubuhmu itu bau kecoa dan tikus. Nanti pulanglah sendiri. Aku tak sudi mobilku bau karenamu," ucap Davina yang selalu melontarkan kata-kata kasar pada Lara.
Lara hanya diam saja dan tak terlalu menggubris apapun makian Davina. Tetapi hal itu justru membuat Davina semakin kesal. Dengan tiba-tiba Davina menendang paha Lara.
"Aaaww," pekik Lara dan memegang pahanya yang ditendang oleh Davina.
"Akhirnya kau bisa berteriak juga. Kau tahu Lara? Aku sangat membencimu. Jadi jangan harap aku akan menyukaimu," geram Davina.
Lara menahan semua amarahnya di dalam hati saja. Sekali lagi dia menguatkan dirinya sendiri. Tak ada yang bisa menguatkannya kecuali dirinya sendiri. Dan itu yang membuat Lara bertahan sampai saat ini.
Davina tak suka melihat Lara yang begitu cantik. Padahal Lara hanya memakai baju bekas Davina yang menurutnya paling jelek. Mata Biru dan rambut coklat Lara tampak memukau meskipun dia memakai baju alakadarnya.
Bahkan pria yang disukai Davina, begitu tertarik pada Lara yang menurutnya tak sebanding dengannya.
"Kau hanya seorang kriminal dan anak haram, Lara. Ingat kedudukanmu itu. Jangan bermimpi terlalu tinggi jika kau tak ingin merasakan sakitnya terjatuh," kata Davina menghina.
Lara hanya diam seperti biasa. Mental Lara sudah sangat terlatih dengan dunia bully membully seperti ini. Dia akan mencapai tujuannya asal dia bisa kuat bertahan dalam situasi seperti ini.
Dulu ketika masih dipenjara, dia dipertemukan dengan seorang gadis cantik yang dianggapnya sebagai kakak. Dari dialah, Lara belajar untuk bisa bertahan dari kerasnya hidup meskipun ujian hidupnya lebih besar.
Lara dibekali dengan ilmu beladiri yang cukup mumpuni dan cara bertahan hidup dari hinaan dan cacian ketika di dalam penjara. Lara mempunyai ilmu pengendalian diri yang sangat baik dan tak mudah terprovokasi. Itu membuat dirinya selalu terlihat tenang dari luar. Tapi tak ada tahu apa yang dirasakan di dalam diri Lara yang tersiksa secara batin.
"Stop ... Berhentikan mobilnya. Aku tak ingin masuk bersamamu. Keluarlah!" bentak Davina pada Lara agar Lara keluar dari mobilnya.
Lara diturunkan di depan gerbang sekolah karena Davina tak sudi pergi bersama Lara ke dalam pesta prom itu. Lara turun dari mobil dan berjalan masuk ke gerbang sekolah.
Lalu ada mobil yang tiba-tiba berhenti di depan Lara.
"Lara, ayo ikut bersamaku. Jarak ke dalam lumayan jauh," panggil Giorgio, laki-laki yang disukai oleh Davina.
Lara menoleh ke arah pemuda tampan itu.
"Tidak, pergilah." jawab Lara dan berjalan kembali.
Giorgio tahu bahwa Lara tak mungkin mau menerima ajakannya. Jadi Giorgio memutuskan untuk turun dari mobilnya dan berjalan bersama Lara menuju ke gedung aula sekolah.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Lara ketus dan berjalan lebih cepat lagi.
"Aku akan menemanimu berjalan," jawab Giorgio.
"Jangan mendekatiku. Kau akan membuatku dalam masalah," kata Lara menjauhi Giorgio.
Giorgio tertawa pelan dan tetap mengikuti Lara berjalan di sampingnya.
"Kau cantik. Jadilah teman dansaku malam ini," ucap Giorgio tersenyum.
Lara tak menjawab dan tetap berjalan lurus ke depan tanpa mempedulikan Giorgio. Dan Giorgio hanya tersenyum karena sudah terbiasa sikap dingin dan ketus Lara padanya.
Sampai akhirnya mereka sampai di pintu aula dan Davina kesal melihat pemandangan itu.
"Lihatlah, berani sekali dia berjalan bersama Giorgio, Davina. Kita harus memberinya pelajaran sepertinya," ucap Lisa, teman Davina.
"Ayo masuk," kata Davina pada teman-temannya.
Davina tampak tersenyum licik karena akan merencanakan sesuatu yang buruk pada Lara. Dan teman-teman Davina tampak tertawa senang karena hal itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!