Rea Michela, gadis cantik nan manis yang dikenal akan kepribadiannya yang teramatlah polos dan lugu. Karena kepolosannya, tidak sedikit orang yang memanfaatkannya. Rea tidak bodoh, hanya saja kepolosannya yang keterlaluan membuatnya terlihat seperti orang bodoh.
Rea masih berumur tujuh belas tahun saat ini. Dia bersekolah di sebuah sekolah elit di ibu kota San Fransisco. Rea bisa bersekolah di sana, bukan karena dirinya berasal dari keluarga kaya.
Rea termasuk siswa yang pintar, oleh karena itu dia bisa masuk ke SMA St. Fransiskus melalui jalur beasiswa. Rea adalah gadis manis dengan segala sikapnya yang selalu membuat orang lain terkejut.
Oleh karena itu, Rea disukai banyak teman-temannya, meski ia tidak sepadan dengan teman-temannya yang kaya. Apalagi kepintarannya, tentu akan menjadi incaran para siswa lain.
Tahun ini, adalah tahun kedua Rea sekolah di sini. Gadis ucul itu tidak menyangka, bisa bertahan hingga hari ini. Mengingat betapa elit dan mewahnya SMA St. Fransiskus, tentunya biaya adalah hal yang paling berat bagi Rea.
Orang tuanya hanyalah pemilik gerai makanan siap saji di taman kota yang selalu ramai. Tak mungkin mereka sanggup membayar uang sekolah yang hampir mencapai ratusan dolar.
Tetapi karena otak cerdasnya, Rea mendapat beasiswa dan sumbangan dari para orang tua murid lainnya yang merupakan donatur untuk siswa berprestasi seperti Rea.
"Hai Rea, kau lebih kurus dari sebelumnya?"
Rea baru saja menginjakkan di kelasnya, setelah dua minggu sekolah diliburkan. Gadis itu tersenyum pada Sheril, teman sekelasnya yang selalu akrab padanya.
"Aku membantu ibuku di gerai, sampai lupa makan." selorohnya.
Rea berjalan ke mejanya sambil menyapa beberapa temannya yang sudah ada di kelas. Semua orang di kelas ini sangat menyukai Rea. Entahlah, bagi mereka Rea adalah gadis manis yang memiliki hati bagai malaikat.
Mereka sangat menyayangkan, Rea terlahir sebagai orang yang kurang berada. Oleh karena itu, setiap mereka tahu Rea bermasalah dalam urusan biaya, teman-temannya pasti siap sedia membantu.
"Bidadariku sudah datang. Silahkan duduk my pretty princess." seloroh teman laki-laki Rea, William, siswa humoris yang selalu menggilai Rea.
"Terima kasih Wil." balas Rea, sambil duduk di kursinya.
"So, kapan hatimu itu menjadi milikku?" bukannya pergi, William malah duduk di hadapan Rea, menatap penuh puja seperti yang sudah-sudah.
Rea hanya tersenyum manis, sedangkan Sheril dan yang lain geleng-geleng kepala melihat tingkah konyolnya. Rea tidak menjawab, baginya setiap ucapan manis yang keluar dari mulut Wil hanyalah candaan semata.
Padahal jika itu gadis lain, pasti akan dengan senang hati menerima cinta Wil. Tidak dapat dipungkiri, William adalah salah satu siswa tertampan di St. Fransiskus.
"Akan seperti apa jadinya, jika sampai Rea mau padamu." sahut salah siswa lainnya, diikuti tawa yang lain.
"Jangan mau jadi kekasihnya Rea, William mendapat gelar playboy cap kakap di club kami. Semua gadis sudah dicobainya." timpal yang lain.
Mendengar itu, Wil berdecak, "Ck, jangan ikut campur." beralih pada Rea, senyuman maut melayang, "Jangan percaya ucapan mereka Rea, itu tidak benar. Di hatiku hanya ada dirimu." katanya.
Rea menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum manis, "Wil, aku ingin belajar. Bisa kau biarkan aku sendiri?" ucap Rea lembut. Senyum dan suara halus itu, lelaki mana yang tidak jatuh hati melihat dan mendengarnya? Wil meleleh akan senyum itu.
Bagi Wil, Rea adalah segalanya, terkadang karena cintanya, pria itu menjadi bodoh. "Baiklah. Tapi nanti, kita ke kantin bersama, oke?"
Rea mengangguk, "Baiklah."
Kelas masih riuh, karena guru belum datang. Tetapi tiba-tiba saja, suasana hening saat seseorang berdiri di ambang pintu. Semua tatapan tertuju pada sosok jangkung pemilik mata tajam berwarna hijau itu.
Tidak ada yang berani berkutik, semuanya mematung di tempat masing-masing. Suasana menjadi tegang oleh kehadiran sosok yang sangat ditakuti oleh seluruh siswa di St. Fransiskus.
Adam Ainsley, siswa kelas dua yang merupakan putra dari pemilik St. Fransiskus. Ditakuti oleh seluruh siswa karena jiwa penindasnya. Tidak ada yang berani melawan anak itu, bahkan guru pun tidak berkutik di hadapannya.
Aura Adam sangatlah mengintimidasi, terbukti dari wajah-wajah penuh takut para siswa. Pikiran mereka dipenuhi berbagai pertanyaan. Ada apa gerangan, mengapa Adam datang ke kelas ini? Setau mereka, Adam berada di kelas paling unggul. Apa yang membuat Adam datang kemari?
Kaki jenjang anak muda itu mulai bergerak, berjalan masuk ke dalam kelas. Semuanya semakin takut, apalagi ketika Adam memasuki barisan meja dan kursi yang berjejer rapi.
Wajah siswa yang dilewatinya dipenuhi keringat, mengira mereka yang akan menjadi sasaran empuk preman sekolah itu.
Namun sayangnya, suasana tegang itu berakhir, ketika si gadis polos nan lugu, Rea, tidak menyadari apa yang dia lakukan.
"Sheril, pinjamkan aku bukumu." tangannya kirinya terulur ke samping, tepat ke arah Sheril yang duduk di sampingnya. Sementara kepalanya masih fokus pada buku pelajarannya, tanpa sadar apa yang telah terjadi saat ini.
Rea tidak sadar, tepat di sampingnya berdiri preman sekolah yang siap menerkamnya.
"Sheril?" tangan mungilnya menggantung cukup lama. Karena tidak mendapat jawaban, Rea akhirnya menegakkan tubuhnya.
Cukup terkejut, disertai kebingungan setelah melihat keadaan kelasnya. "Ada apa ini? Kenapa kalian diam?" lirih Rea.
Rea melihat Sheril yang menatapnya tajam dan menggelengkan kepalanya. Rea bingung, tetapi dalam hitungan detik, matanya tertuju pada sosok yang berdiri di sampingnya.
"Kau siapa?" tanya Rea. Dan saat itu juga siswa lain menggelengkan kepala mereka.
Sosok itu menatapnya tajam, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Mangsa baru."
Rea bagaikan anak kecil, menatap manik hijau itu, tanpa sadar bahwa ia telah dijadikan mangsa oleh pemilik manik itu. Tidak seperti siswa lain, yang menatap penuh takut, Rea malah begitu santai dengan wajah tanpa dosa.
Tatapan anak muda itu terlalu mengintimidasi seluruh orang, tetapi Rea sama sekali tidak merasakan hal itu. Dan sayangnya, Rea malah menjentikkan tangannya tepat di depan wajah pemilik mata elang dengan rahang tegas itu.
"Hei, kau siapa? Kenapa kau berada di kelas kami? Apakah kau murid baru sekolah ini?" ucap Rea. Dan saat itu juga, siswa lain menjatuhkan bahu mereka, pertanda sudah pasrah akan nasib Rea ke depannya.
Sudah tercatat, Rea akan menjadi sasaran penindasan preman sekolah berikutnya. Tidak ada yang bisa membantah hal itu, bahkan kepala sekolah sekali pun.
Adam Ansley, anak muda dengan sejuta kasus penindasan sejak mengecam dunia pendidikan. Entah sudah berapa kali orang tuanya terpanggil karena perbuatannya. Sudah tak terkira lagi.
Namun, karena berasal dari keluarga berada, tak satu pun teguran itu mengguncang Adam. Kakeknya merupakan salah satu dari lima orang terkaya di dunia, membuat tak satu pun ada yang berani menghukumnya. Adam selalu lepas dari perbuatannya.
Dan saat ini, Adam berada di kelas ini, dan akan menjadi salah satu siswa di sini. Dia dihukum dengan cara dipindahkan dari kelas unggul, karena bermasalah dengan teman sekelasnya.
Memang kebetulan sekali, di hari pertamanya pindah, dirinya langsung mendapat mangsa baru. Tetapi cukup menarik, Rea adalah mangsa perempuan pertamanya. Biasanya siswa laki-lakilah yang akan menjadi kacungnya.
Rea, Adam memindai gadis manis pemilik tatapan yang teduh itu. Ada sangat menyayangkan, gadis cantik ini akan merasakan penindasan darinya setiap hari.
Adam mengangkat tangannya, berniat menyapa mangsa barunya untuk yang pertama kali. Namun sebelum itu terjadi, guru masuk ke dalam kelas.
"Pagi semuanya." sapa guru perempuan yang merupakan wali kelas mereka, Ibu Christine, masih cukup muda.
Suasana yang tadinya tegang akhirnya mencair, semua siswa kembali merapikan posisi duduknya, dan Adam mengambil duduk di kursi kosong yang tepat berada di belakang Rea.
Rea yang masih belum menyadari nasibnya, masih terlihat ceria. Juga, tatapan memindai dari sosok di belakangnya.
"Akan kupastikan senyum itu menjadi senyuman terakhirmu."
***
Pelajaran untuk sesi pertama berakhir, Rea beranjak dari duduknya, berniat pergi ke kantin bersama Sheril seperti biasanya.
"Sheril, ayo ke kantin." ajaknya.
Sheril menggeleng, yang mana membuat Rea heran. Biasanya Sheril sangat senang dengan hal yang berbau makanan.
"Kenapa? Kau tidak lapar?" tanya Rea.
Sheril menggeleng, tetapi ekor matanya terarah pada sosok yang masih duduk di belakangnya. Rea mengikuti tatapan Sheril, berhenti tepat pada Adam yang tersenyum licik di sana.
"Sheril, siapa sebenarnya dia? Aku perhatikan, kalian sepertinya takut padanya?" tanya Rea yang kebingungan akan kehadiran Adam.
Sheril menghela nafasnya, pantas saja, rupanya Rea tidak tahu siapa sebenarnya Adam.
"Dia Adam, anak dari pemilik sekolah ini!" ucap Sheril singkat.
Rea cukup terkejut, tetapi masih terlihat biasa saja. "Oh.. jadi kenapa kalian begitu takut padanya?"
Sheril menatap tak percaya, dia menggeleng lemah. Ketika sosok yang sangat ditakuti itu berdiri tepat di belakang Rea, Sheril menahan nafasnya.
Melalui mata tajamnya, Adam memberikan isyarat pada Sheril agar menyingkir dari sana. Sheril yang takut luar biasa saat ini, segera menurut.
"Sheril kau mau kemana?" Rea berniat menyusul, tetapi tangannya ditahan membuat langkahnya terhenti.
"Kau?"
Rea menatap penuh kebingungan, wajah mungil itu berkerut penuh tanya melihat sosok yang menyorotnya sepanjang proses pembelajaran. Rea ingin abai, tetapi anak muda ini sudah melewati batasannya terlalu jauh.
Sebelumnya, tidak ada siswa laki-laki yang berani menyentuhnya tanpa izin. Tetapi sosok tak dikenal ini melakukannya, bahkan menimbulkan rasa sakit di kulitnya.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan." mencoba menarik tangannya dari genggaman pria itu. Akan tetapi, pria jangkung dengan tubuh yang kekar ini terlalu kuat baginya yang bertubuh mungil.
"Lihat betapa malangnya nasibmu." suara berat anak muda itu mendengung di telinga Rea.
Rea dipenuhi kebingungan, dia tidak mengerti anak muda ini.
Kali ini bukan hanya Sheril, Adam memberikan isyarat pada siswa yang masih ada di dalam kelas itu untuk keluar. Mereka menurut, hingga kini hanya tersisa Adam dan calon kacungnya.
Adam sama sekali tidak peduli gurat kebingungan di wajah Rea.
"Katakan padaku, siapa orang tuamu!" cetus Adam tanpa melepaskan genggamannya.
Rea yang memang memiliki kepolosan tak terkira, "Ayahku? Kenapa kau menanyakan Ayahku? Apakah kau mengenalnya?"
Adam menyipitkan matanya, tidak habis pikir akan jawaban gadis manis di depannya ini.
"Bodoh! Katakan saja, siapa orang tuamu dan apa jabatannya!" kini suara Adam tak lagi ramah seperti tadi.
Rea mengangkat bahunya, "Baiklah kalau kau mau tahu siapa orang tuaku. Nama Ayahku John Michael, dan ibuku Elsa Michael. Ayahku bukan pekerja kantoran. Tapi kami punya gerai makan di taman kota." tutur Rea dengan polosnya.
Jawaban Rea terlalu mengejutkan Adam, anak muda itu tidak menyangka gadis manis seperti Rea ternyata berasal dari keluarga biasa saja. Rambut panjang menjuntai halus di punggungnya, serta wajah cantik yang bersih tanpa noda jerawat, tentunya tidak akan membuat orang-orang berpikir bahwa Rea berasal dari keluarga biasa. Dan Adam salah satu dari mereka.
Adam menarik salah satu sudut bibirnya, semakin tertantang pada gadis ini. "Hanya gadis miskin ternyata."
Rea menatap lekat, mendengar itu dia tidak sakit hati, karena ia sudah biasa mendengar hal itu dari orang lain, Adam bukanlah orang pertama.
"Kau sudah tahu orang tuaku siapa. Sekarang, bisa aku pergi?" tanya Rea.
Adam tersenyum licik, "Jangan terlalu terburu-buru." menahan Rea. Adam mengunci tatapan gadis itu, "Dengarkan aku baik-baik gadis. Hari dimana kau menatapku dengan mata birumu tanpa ketakutan sedikit pun, saat itu juga kau tidak akan bisa lepas dariku." kecam Adam.
"Apa maksudmu, aku tidak mengerti?" tanya Rea. Karena dia memang benar-benar bingung. Anak muda ini tiba-tiba muncul di kelas pagi ini dan membuat suasana tegang. Dan kini dia mengklaim dirinya tanpa alasan yang jelas.
Lagi dan lagi, Adam menahan geram di dalam dirinya.
"Siapa namamu?!" dengan nada ketus.
"Rea." jawab gadis itu.
"Rea, aku bertanya padamu. Apakah kau tahu siapa orang yang berdiri di hadapanmu saat ini?" tanya Adam dengan tegas.
Rea menggeleng, "Tidak. Aku tidak mengenalmu. Aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya. Apakah kau...."
"Diam! Jangan lanjutkan." menunjuk wajah Rea, "Sekarang dengarkan aku baik-baik, dan camkan!" Adam sudah cukup menahan rasa geramnya.
"Lihat aku dan ingat wajah ini. Orang yang berdiri di depanmu ini adalah putra dari pemilik sekolah ini!"
"Aku tahu itu, tadi temanku Sheril sudah mengatakannya."
"Diam! Aku belum siap bicara!" bentak Adam. Pria itu baru kali ini dipotong saat bicara, dan Rea adalah orang pertama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!