Halooo reader terSayang Aku Gak?
Mohon maaf, buku ini dalam proses perbaikan atau revisi. Dari segi perubahan typo atau menghilangkan alur yang tidak dibutuhkan. Terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya, semoga terhibur ❤️
*✿❀ Lets not Fall in Love ❀✿*
"Tuan, Nona Nancy mengunjungi anda."
Seorang Presdir dari sebuah perusahaan multinasional di ibu kota menoleh pada suara sekretarisnya. Pagi hari ini terlihat cerah, meski demikian Direktur Utama Adamson Group sudah terlihat masam di tengah banyaknya berkas yang harus segera ia verifikasi segera.
“Hm…”
Pria nomor satu di kantor itu merespon angkuh sekretarisnya. Pria itu bernama lengkap Hanssel Adamson. Putra satu-satunya dan juga penerus dari keluarga besar Adamson. Di tengah kesibukannya, dia selalu dikunjungi oleh wanita kencan yang selalu berbeda di tiap bulannya. Bagi pria tampan nan kaya itu, wanita adalah baju sekali pakai, jika sudah bosan, maka bisa diganti kapanpun sesuka hatinya.
“Hansseeel, Sayaaang!” Suara pekikan nyaring yang terdengar menggelikan mulai memecah keheningan. “Aku bawakan makan siang!”
Hanssel tersenyum miring menanggapi wanita kencannya itu. Pria itu memperhatikan sekilas tampilan wanita kencannya kali ini.
Nancy adalah wanita kencan Hanssel yang kesekian. Dia adalah seorang artis pendatang baru yang membutuhkan dukungan kuat agar bisa dilirik oleh media untuk memuluskan jalannya menjadi artis papan atas. Salah satu upayanya adalah dengan menjadi kekasih Hanssel, pria itu memiliki pengaruh kuat dalam industri hiburan.
Tanpa rasa malu, gadis itu duduk langsung di pangkuan pria nomor satu di AG, sekretarisnya sudah sangat terbiasa. Dia lantas berbalik badan dan keluar dari ruangan tuannya.
“Mmm, aaah, Hanssel… Kamu nakal!” seru kekasih Hanssel manja saat bibir pria itu mulai mengecup perlahan leher jenjangnya.
Tak berapa lama, sekretarisnya kembali datang dengan dingin dan angkuh membuka pintu begitu saja. “Maaf Tuan, saya mengingatkan anda kembali.”
Hanssel menatap sinis sekretarisnya yang paling tahu membuyarkan kesenangan.
“Anda memiliki janji temu dengan petinggi LeeHi jam satu ini, jadi— persiapkanlah!”
“Cih, kamu paling tahu menghentikan kesenanganku!” tukas Hanssel kesal mendorong kekasihnya.
Sekretarisnya hanya menaikan bahu merespon ketidaksukaan atasannya. Tak lama, dia kembali keluar ruangan dengan dingin seperti biasa.
Nama sekretaris Presdir Adamson Group adalah Karennina, atau akrab disapa Nina bagi yang mengenalnya dekat. Namun, tidak ada satupun orang yang menyukai Nina di kantor mereka. Dia terkenal dengan sebutan Ratu Antagonis di perusahaan. Wanita mandiri itu telah bekerja selama dua tahun, satu-satunya sekretaris AG yang bisa bertahan sampai sejauh ini. Tidak ada yang bisa menggertak bahkan mengintimidasinya, sekelas Hanssel Adamson sendiri tidak berani melawan titahnya, pria besar itu paling takluk pada sekretaris kejamnya itu.
“Kamu pulang lah, aku banyak kerjaan!” usir Hanssel pada teman kencannya.
“Iish, aku baru saja sampai!” keluh Nancy tidak terima. “Aku beneran gak suka sama Sekretaris kamu itu!”
Bagi Nancy yang sudah menjalin hubungan sebulan lamanya dengan Hanssel, sekretarisnya adalah ancaman terbesar dalam ikatan hubungan mereka. Apapun yang dikatakan Nina pasti selalu dikerjakan Hanssel seolah-olah wanita itu adalah pemegang kendalinya.
“Kamu itu atasannya, kenapa dia berani mengaturmu?” protesnya kembali dengan nada penuh kekesalan.
“Sudahlah, kamu tahu sendiri. Dia adalah kaki tanganku… Semua urusan perusahaan, dia yang paling tahu!” Hanssel bangkit menegaskan jasnya dan berlalu mendahului Nancy keluar dari ruangannya.
“Cih…” umpat Nancy kesal berkacak pinggang. “Apa bagusnya Si Karennina itu!!”
“Dia wanita jelek, kuno, gak ngerti fashion! Bagaimana bisa wanita buruk rupa itu bisa jadi sekretaris Presdir selama dua tahun berturut-turut?” Nancy menatap tajam ke arah ruangan Nina yang terlihat dari tempatnya. Setelahnya gadis itu pergi meninggalkan ruangan dengan penuh kekesalan.
***
“Semoga kerjasama kita berjalan lancar!” Hanssel bangkit mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh tuan Ron atau rekan bisnisnya yang merupakan Presdir Lee Hi Group.
“Ya, senang bekerja sama dengan anda, Tuan Hanssel!” sambutnya ramah. “Sungguh, yang memenangkan atas kesepakatan kita adalah sekretarismu, Hanssel!”
Hanssel menoleh pada Nina yang terlihat tersenyum canggung mendengar pujian kolega bisnisnya.
“Aku tidak tahu, ada sekretaris yang tahu persis cara melayani pelanggan dengan baik.” pujinya lagi. “Terima kasih bingkisannya, aku tidak pernah merasa memberitahu siapapun apa makanan kesukaanku, haha!” Pria separuh baya itu terbahak membuat keadaan menghangat.
“Hanya sebuah kebetulan yang menguntungkan,” ucap Nina lirih menundukkan tubuhnya.
Hanssel semakin menatap takjub ke arah sekretarisnya yang lagi-lagi selalu mendapatkan pujian dari seluruh kolega bisnisnya. Bukan tanpa alasan mengapa Hanssel atau Adamson Group mempertahankan Nina. Semua karena dibawah arahan Nina, AG bisa semakin melebarkan sayapnya seperti sekarang.
‘Seandainya saja rupa Nina secantik kebanyakan Sekretaris lainnya, mungkin dia semakin sempurna…’ batin Hanssel tiba-tiba memikirkan hal personal dari sekretarisnya. ‘Aku sungguh tidak percaya bisa tahan dengan penampilannya ini. Sudah hampir dua tahun, sungguh sebuah prestasi!’
Hanssel terlalu sibuk memperhatikan sekretarisnya sampai mengabaikan obrolan dengan koleganya. Tuan Ron menaikan sudut bibirnya. “Apa anda juga kebingungan bagaimana sekretaris anda ini begitu cemerlang?”
“Eh?” Hanssel tersadar, dia menoleh pada koleganya. “M-maksud, anda?”
“Kamu menyukai Nina?”
“Tidak!!”
Dengan cepat keduanya menjawab serentak, mereka menoleh bertatapan sejenak kemudian memekik bersamaan. Tuan Ron kembali terbahak puas, tak lama perjamuan pun berjalan lancar dan kembali ke tempatnya masing-masing.
Di dalam mobil, Hanssel begitu kesal oleh ulah sekretarisnya yang hampir mencoreng nama baiknya. Bagaimana mungkin dia bisa menyukai wanita yang bukan tipenya.
“Apa jadwalku selanjutnya?” tanya Hanssel terdengar kesal.
“Tidak ada!” sahut Nina dingin.
“Seriously?”
“Ya— anda sudah meminta saya meng-arrange ulang di minggu depan.”
Hanssel mengerucut masam atas penjelasan Nina yang datar. “Bagaimana bisa?”
“Anda seorang Presdir yang masih tergolong muda, lebih muda dari saya. Tapi—”
“Mau kamu apa, Nina?!” sungut Hanssel menyela.
“Anda sungguh pikun!”
Di kursi belakang Hanssel sudah mengeluarkan asap bersiap mencekik sekretarisnya.
“Makin aku baikin, kamu makin ngelunjak, Karennina!” umpat Hanssel kesal dan gelisah di bangkunya.
“Heh—” Nina menyeringai dingin. “Anda lupa, sebelumnya anda bilang kosongkan jadwal di minggu ini. Teman anda Rangga Adyatama akan datang ke Indo!” Karennina begitu tenang di kursinya, tidak seperti tuannya yang sungguh kekanak-kanakkan di kursi belakang.
Hanssel cengengesan, dia menggaruk kepalanya yang jelas tidak gatal itu. “Sorry—”
“Hm!”
Hanssel kembali menegaskan rahangnya mendengar respon Nina yang dingin. “Ehm— Nina, malam ini kamu temani aku ya?”
Nina menoleh menatap bosnya dengan tatapan kebingungan. “Maksud anda?”
Hanssel terlihat mencurigakan dengan gerakan tangannya yang gelisah. “Tadi siang, kamu sudah merusak kesenanganku!”
“Apa hubungannya denganku?”
Hanssel menatap takjub pada sekretarisnya. “Kamu yang harus menggantikannya!”
Nina menyeringai penuh makna mengerti kemana arah pembicaraan tuannya. “Baiklah…”
“Hah?” Hanssel tidak percaya akan jawaban sekretarisnya yang datar begitu saja, mulutnya bahkan terbuka lebar beberapa saat. “Serius?”
Nina tidak menjawab, Hanssel terdiam termenung dengan ide konyolnya barusan. ‘Wanita ini memang bukan tipeku. Tapi— sepertinya ada kesenangan lain saat dia mulai menunjukkan jati dirinya seperti ini.’
‘Cih, kamu ternyata berpura-pura tidak tertarik padaku. Setelah dua tahun berlalu, kamu baru sadar. Aku pria tampan dan kaya, siapa yang bisa melewatkan pesonaku?’ Hanssel bermonolog dalam benaknya, dia terlihat tengah senyum-senyum sendiri membayangkan hal konyol apa yang akan dilakukan Nina di mansionnya.
Hanssel kembali dibawa mengingat pertama kali sekretarisnya itu bekerja untuknya. Wanita yang jauh lebih tua tiga tahun darinya itu memiliki style fashion yang kuno. Dengan kaca mata tebal dan rambut yang selalu diikat kebelakang semakin membuat Hanssel tidak berselera rasanya. Jika bukan karena Kareninna merupakan gadis yang pintar dan lulusan dari universitas luar, mungkin Hanssel sudah mendepak Nina dari posisi sekretarisnya.
Lamunan Hanssel buyar saat Nina menyuruh supir menepikan mobil mereka di halte bus yang sudah terlihat.
“Kamu ngapain?” tanya Hanssel penasaran. “Kan aku bilang kamu ikut denganku ke mansion!” sambungnya geram.
Nina tersenyum culas menatap bosnya. “Aku perlu membersihkan diri dan aku juga harus berpenampilan lain, bukan?”
Hanssel membuka mulutnya saat Nina dengan berani mengatakan hal tersebut. ‘Sepertinya perkiraan cuaca menunjukkan akan datang badai sebentar lagi’
***
Mansion Beverly Hill, 07.00 PM.
Waktu bergulir dengan cepat, terdengar bunyi bel pintu di sebuah mansion yang tak lain milik Presdir Adamson Group. Pria itu bergegas mendekati pintu dengan perasaan yang campur aduk, tidak seperti biasanya. “Bagaimana bisa aku sungguh menantikannya. Apa mungkin dia akan menunjukan tampilan aslinya?”
Hanssel membuka pintu dengan wajah dinginnya. “Siapa kamu?”
“S-selamat malam, Tuan!” sapa seorang wanita yang terlihat masih muda di depan mata Hanssel. “Saya dipesan untuk menemani anda malam ini.” Gadis itu terlihat gugup dan menunduk saat aura dingin Hanssel keluar dari seluruh tubuhnya.
“Siapa yang menyuruhmu?”
“Ehm– anu— saya juga tidak tahu, pokoknya saya—”
“Pergilah!” Hanssel kembali berbalik badan dan menutup pintu dengan kesal.
Hanssel mengeratkan genggaman tangannya. “Karenninaaa!!”
Disisi lain, orang yang membuat ulah pada tuannya tengah menyeringai puas. “Kamu ingin mengerjaiku, Hanssel? Hahaha… Kamu masih bau kencur!”
Bersambung…
“Pergilah!”
Hanssel mengusir wanita penghibur yang dipesan oleh sekretarisnya itu. Namun, dengan cepat si wanita itu menolak.
“Tunggu, Tuan!” Tangan si gadis dengan cepat mencengkram tangan Hanssel. Pria itu kembali menoleh dengan wajah muram. “Saya mohon jangan buru-buru membatalkan pemesanan, saya yakin bisa melayani anda dengan baik!” pintanya mengiba.
Hanssel menatap dingin tidak biasa. “Aku bilang pergi maka– pergi sekarang juga!!”
Dengan kasar Hanssel menepis rangkulan tangan si gadis.
“B-baik, Tuaan… Maafkan, sayaaa…” Dengan bergetar ketakutan wanita itu menghindar dan menunduk kemudian lari keluar.
Braaak!
Hanssel membanting pintu dengan sangat kesal, dadanya kembang kempis menahan seluruh emosi yang ingin meluap saat ini juga. Dengan cepat pria itu berjalan menuju nakas dimana ponselnya tengah mengisi daya. Dia tahu harus menumpahkan seluruh emosinya pada siapa.
Tuut…
Hanssel berkacak pinggang kesal, dia mondar dan mandir gelisah saat sambungan terhubung.
“Halo…”
“Karenninaaa—” seru Hanssel dingin menekan. “Berani sekali kamu menguji kesabaranku?!!”
Di seberang sana, Nina tengah menaikkan sudut bibirnya. “Oh, ya?”
"Bukankah seharusnya anda tengah bersenang-senang?" sambung Nina memprovokasi. "Apa kesenangan itu cepat sekali usai?" Nina terus menggoda Hanssel tapa ingin menjeda setiap kalimat yang dia lontarkan. "Bagaimana performanya? Apa perlu aku beri penilaian bintang lima atau—”
Rentetan celaan sekretarisnya membuat Hanssel semakin gelap mata, dia bahkan reflek melempar gelas winenya hingga berserak menimbulkan suara nyaring sampai di pendengaran Nina.
"Aku tunggu kamu disini dalam sepuluh menit!” ancam Hanssel cepat tanpa pikir panjang. “Jika tidak— maka kamu tidak perlu lagi berada di perusahaan!!"
Walaupun Hanssel terkesan takluk pada sekretarisnya di kantor, tapi, pria itu juga paling tahu kelemahan Karennina. Gadis gila kerja itu paling takut dipecat dan kehilangan sumber mata perncahariannya.
‘Heh, Nina— seberapa jauh kamu mencoba mengontrolku, aku tetap menjadi pemegang kendali penuh atas dirimu!!’ batin Hanssel bermonolog dalam benaknya.
“Baiklah, jika itu keputusan anda… Saya terima!”
Melotot sudah kedua mata Hanssel saat ini juga, Nina dengan tenang dan datar menerima ancaman tuannya.
“Heh!” Hanssel berdecak kesal, emosinya sudah berada di atas ubun-ubunnya. “Kamu sungguh berani Karennina, kamu pikir kamu siapa, hah?”
“Aku hanya seorang gadis biasa yang ingin hidup damai dan sentosa,” ucap Nina datar dan masih terdengar biasa tanpa tekanan yang berarti. “Ada istilah, rumput tetangga jauh lebih hijau subur dan makmur… Jadi—”
“Persetan dengan semuanya!!” maki Hanssel geram ingin sekali membanting sesuatu dari tangannya. “Aku pastikan tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerimamu!”
“Haha, anda tenang saja Tuan Hanssel yang terhormat, walau anda memasukkan namaku dalam daftar hitam, saya sudah bergabung dengan LeeHi Group kedepannya!”
“Baiklah, hari semakin larut dan sudah tidak ada lagi yang perlu kita bahas. Aku akan menyerahkan surat pengunduran diriku besok, bye Tuan Hanssel!”
Tuuut!
Hanssel terhenyak di tempatnya, wajahnya merah padam menunjukkan emosinya sungguh memuncak. Dengan cepat dia membanting ponselnya dan membuat porak-poranda mansionnya.
“Kamu pikir kamu sehebat apa, Karennina!”
***
"Pake hujan segala... Huh!"
Nina menatap nanar pemandangan kota dari jendela kamarnya. Dia sudah mengeluh sepagi ini, rasanya sungguh tidak memiliki mood untuk bekerja di pagi hari yang sudah diguyur hujan sedari malam.
Dia berjalan gontai menuju kamar mandinya dan segera membersihkan diri. Sejujurnya, Nina memang berasal dari keluarga yang berada. Namun, semenjak pernikahannya dengan Erick Shin tidak disetujui keluarga besarnya, hidupnya berubah drastis. Dia terpaksa dikeluarkan dari keluarga besar Kaviandra dan dicoret dari daftar ahli waris Kaviandra.
Nama besar Kaviandra tidak begitu menjadi pusat perhatian di Indonesia, karena mereka memang berasal dari Negara tetangga. Keberadaan dan kekuatan keluarga mereka sendiri tidak begitu banyak yang tahu selain orang tertentu.
Jika banyak orang di Adamson Group yang memanggilnya gadis kuno dan tidak modis. Nina sendiri merupakan gadis cantik dengan postur tubuh yang ideal. Namun, demi ambisinya, dia merubah seluruh penampilannya demi tidak lagi berurusan dengan pria dan bahkan demi Hanssel tidak tertarik padanya.
Semua berawal dari dua tahun yang lalu saat dia melamar kerja menjadi sekretaris utama di sebuah perusahaan besar Adamson Group. Saat itu, Nina memiliki tantangan khusus dari tetua Adamson, atau nyonya Adamson. Wanita separuh baya itu melarangnya untuk jatuh cinta atau bahkan berniat jatuh cinta pada putranya.
Nina ingat betul saat pertama kali dia bertemu tuannya. Nyonya Adamson mengenalkannya pada Hanssel. Pria besar itu menolak mentah-mentah hanya karena fisiknya yang tidak sesuai seleranya.
Semenjak itu juga, Nina berusaha keras membalikkan keadaan. Dia berupaya keras membuat Adamson Group bergantung pada sumber daya yang dimilikinya. Semua orang tentu tidak akan menyangka. Karennina merupakan founder juga CEO dari SUHO.ltd. Setidaknya sebelum semua diambil alih oleh mantan suami dan pelakornya.
Byuuurr…
Dengan sengaja sebuah mobil mewah berjalan cepat di tengah genangan air di samping Nina berada saat ini. Nina terpaku sejenak, sebagian pakaiannya menjadi basah terkena cipratan air barusan. “Shiiit!”
Nina mengumpat kesal dalam benaknya, dia memperhatikan mobil mewah yang tega melakukannya. Nina menyeringai culai, dia sangat hafal nopol mobil mewah itu. “Hanssel Adamson!!”
Nina tidak memiliki waktu menangisi kesialannya, dia segera bergegas menuju kantor dan berencana membersihkan dirinya yang kini tengah acak-acakan. “Lihat saja nanti, bagaimana aku akan membalasmu, Hanssel!”
Semua mata memandangnya dengan tatapan jijik dibarengi ejekan lirih yang ditunjukkan untuk sekretaris Presdir mereka.
“Hahaha…” Tawa salah satu karyawan Adamson sampai di telinga Nina. “Aku tidak tahu bahwa Ratu Antagonis kita akhirnya mendapatkan karmanya!”
“Benar, jika aku menjadi dia— aku tidak punya muka menginjakkan kaki disini.” timpal salah satu rekannya yang lain.
“Dia gak sadar, udah jelek, tambah jelek jadinya! Hahaha…”
Riuh semua orang menertawakan Nina atas kesialannya. Nina menatap salah satu orang yang senang sekali memprovokasi orang-orang untuk mengikuti maunya. Jessica adalah wanita yang sebelumnya dengan berani mengejek Nina lebih dulu. Setelah mengetahui siapa biang keroknya, Nina tidak ingin lagi peduli, dia memilih menghindar kali ini. Dengan terpaksa dia mundur dari antrian lift dan menggunakan tangga kantor menuju ruangannya yang ada di lantai paling atas.
Selama perjalanannya, Nina terus merutuki Hanssel atas perbuatannya barusan. Nafasnya memburu saat dia telah selesai menyusuri anak tangga hingga lantai delapan dimana ruangannya berada.
“Sialan kau Hanssel!” maki Nina kembali menjelekkan bosnya.
Wanita itu berbelok menuju washroom untuk membersihkan dirinya. Sedangkan, di dalam ruangannya, Hanssel tengah mengetuk jarinya di atas meja kerja dengan pikiran yang semrawut bercabang kemana-mana.
“Tuan, apa ada yang perlu saya kerjakan? Sepertinya anda begitu gelisah?” tanya asisten pribadi Hanssel membuyarkan lamunan pria besar itu.
Hanssel menoleh menatap asisten khususnya dengan tatapan penuh maknanya. “Kamu bukannya dekat dengan Nina, kan?”
“Eh? M-maksud anda?” tanya asistennya gelisah.
“Aku ingin tahu apa kelemahan wanita itu, dan—” Mendadak Hanssel ingin mengetahui banyak tentang Nina. Seolah ada gejolak hasrat yang menuntunnya untuk mengenal seorang Karennina.
“Sepertinya, dia tidak memiliki kelemahan…” celetuk asistennya refleks.
Hal itu sontak membuat Hanssel semakin geram rasanya. Di dunia ini, tidak mungkin seseorang tidak memiliki titik terlemahnya. “No way!! Aku yakin, aku akan mendapatkan sesuatu yang bisa menekan wanita ja-hanam itu!”
Asisten khusus Hanssel mengerutkan keningnya, sejak kapan bos mereka peduli pada sekretaris jeleknya. Selama ini, semua orang sangat tahu. Hanssel tidak suka berhubungan dekat dengan wanita biasa saja bahkan wanita kuno sejenis Karennina.
“Aku memberikanmu tugas, cari data pribadi Nina… Apapun! Dari hal terkecil sampai siapa keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengannya!”
Asistennya terpaku sejenak, sepertinya ada kejadian besar selama dia tidak bersama tuannya. “Apa ada yang saya lewati selama ini, Tuan?” tanya asisten Hanssel penasaran.
“Ya— aku ingin tahu data pribadi Nina. Selama ini kita tidak pernah ingin tahu, Nina sudah sejauh ini mengetahui baik buruknya Adamson Group. Sungguh sangat merepotkan jika dia berkhianat dan memberikan informasi penting perusahaan kita pada kompetitor.”
“Saya rasa, Nina bukan orang seperti itu. Dia tidak mungkin berani membocorkan seluruh informasi penting di Adamson Group. Lagian, Nina kan masih bekerja disini, apa mungkin dia berencana mengundurkan diri?”
Hanssel menatap kesal asistennya yang banyak omong kali ini. “Kamu lama-lama terkontaminasi Nina! Pergi sana cari informasi yang berguna untukku!!”
“Eh— m-maaf, Tuanku!” Asisten Hanssel menunduk tidak lagi ingin banyak ikut campur mengenai urusan tuannya yang moody itu.
Secara kasat mata, Nina memang terlihat akrab dengan asisten Hanssel. Sayangnya, Farell yang merupakan nama asisten khusus itu. Dia tidak tahu sama sekali mengenai hal pribadi dari karennina selama wanita itu bekerja disana.
Tuuut!
Hanssel kembali mencari sekretarisnya, semakin lama perasaannya semakin tidak karuan. Dia harus menyelesaikan segera sebelum mati muda.
“Iya, Tuan…” sahut Nina santai.
“Kemari!”
Nina menghela nafas sejenak setelah sambungan terputus. Dia bergegas menuju ruangan bosnya, hari ini seperti biasa dia mengenakan kemeja putih polos dengan rok span di bawah lutut pas di badannya. Rambut yang masih setia dengan ikat lurus serta kacamata tebal yang menutupi mata indahnya. Seperti itu memang tampilannya, tidak menarik sama sekali.
“Ada hal yang anda inginkan, Tuan?” tanya Nina datar seolah pertikaian semalam tidak pernah terjadi sama sekali.
"Duduklah..."
Nina berjalan biasa dan duduk di depan bosnya. Aura dingin bosnya, tidak membuat wanita itu gentar. Sungguh membuat sakit kepala bagi Hanssel.
“Sampai kapan kamu berpura-pura seperti itu? Apa kamu tidak ingin menjelaskan sesuatu, Nina?” Hanssel menatap tajam ke arah sekretarisnya yang datar.
“Kenapa sih sepagi ini anda sewot sama saya? Saya salah apa coba?” jawab Nina tenang tidak merasa terintimidasi sama sekali.
“Hah?” Hanssel sampai dibuat menganga oleh kelakuan sekretaris dinginnya itu.
“Apa anda masih begitu kesal karena aku tidak datang?” tanya Nina mulai mengarahkan pada permasalahan mereka. “Meskipun saya tidak datang, saya masih peduli dan mengganti dengan gadis lain yang memiliki kriteria seperti tipe yang anda suka!”
Nina terus merutuki atasannya seperti biasanya, jika mereka ada masalah. Nina adalah centre permainan dan kendali penuh atas keadaan yang dengan suka hati dia permainkan.
“Aku membayarnya sangat mahal, dia gadis perawan, bersih, aduhai semampai. Kurang apalagi coba?!” Nina terus menggerutu sebal pada atasannya. “Coba anda pikir pake otak cemerlang anda. Jika dibanding mencari kesenangan dengan wanita jelek seperti saya, pasti anda memilih dengan wanita semalam yang jauh lebih menggoda.”
Ingin rasanya Hanssel menghentikan kecerewetan sekretarisnya dengan martil atau sejenisnya. Dia sungguh tidak bisa mengelak sama sekali di depan sekretaris jelek dan cerewetnya itu. Hanssel memijat keningnya berat, dia bangkit dan mendekati posisi Nina. Tak lama kedua matanya menyadari satu hal dari penampilan Nina saat ini.
Deg!
Tanpa Nina sadari, pakaiannya yang masih sedikit basah membuatnya transparan dan Hanssel bisa melihatnya dengan jelas dari jarak pandangnnya saat ini. ‘Heh, bagaimana bisa aku gelisah dengan hal yang tidak menarik ini!’
Nina tersadar akan tingkah mencurigakan atasannya, dia segera menutupi tubuh bagian depan dengan menyilangkan tangan. “Anda melihat apa?”
“Hehe… Kamu bilang kamu tidak menarik, bukan?” bisik Hanssel mendekat. “Kamu pikir aku bisa tertarik dengan dada ratamu itu?”
‘Hah? Rata? Mata dia buta!!’ rutuk Nina dalam benaknya.
Hanssel terus menatap liar memindai tubuh Nina yang baru disadarinya memiliki daya tarik sendiri. Dia bahkan sudah berfantasi liar, jika pakaian kuno itu berganti dengan seleranya mungkin Nina bisa jadi tipenya.
‘Pria mesum ini harus dihentikan!’ Nina bersiap bangkit tidak ingin berlama-lama disana sebelum singa menunjukkan sifat memburunya.
“Jika tidak ada pekerjaan yang penting, aku akan kembali!”
“Mau kemana kamu?” hardik Hanssel mencengkram tangan Nina untuk tetap ditempatnya.
“Membuat surat pengunduran diriku!” maki Nina mulai terlihat gelisah juga takut Hanssel berbuat yang tidak-tidak.
Deg!
Bersambung…
Dengan berani Nina beranjak dari kantor atasannya. Namun sayangnya, langkah kakinya terhenti saat tangan Hanssel mencengkram cepat pergelangan tangannya. Tak perlu waktu lama, pria besar itu juga menarik tubuh Nina dalam dekapannya.
Deg!
‘Aku tidak percaya jika Nina tidak menyukaiku. Apa kurangnya aku? Aku tampan dan kaya kebanyakan semua mengejarku! Kita lihat saja…’
Hanssel menaikan senyum sinis di depan wajah Nina yang terlihat terbelalak sejenak. Kedua mata mereka saling beradu pandang dalam diam. Lewat kacamata besarnya, Nina baru menyadari ternyata manik mata Hanssel bening berwarna coklat. Alis yang tersusun rapi serta tebal, bahkan bulu matanya jauh lebih lentik milik tuannya dibanding miliknya yang memerlukan maskara dan alat penjepit bulu mata agar terlihat lebih indah. Kulit wajah yang mulus tanpa ada bulu-bulu halus hinggap disana. Tanpa sadar saat ini Nina menelan salivanya.
‘Astaga Dragon! Gue baru sadar makhluk Tuhan paling absurd di depanku ini memiliki ukiran sempurna yang tuhan ciptakan. Dia tidak kalah adorable dari Lee Min Ho gue!!’ batin Nina memuji atasannya yang tidak pernah mau menyentuhnya seperti sekarang. ‘Pantesan ciwi-ciwi ngantri buat dimainin cowo sejenis dia!! Ya ampun Karennina... Cepatlah sadar, lu jelek lu cukup nyadar diri!!’
Hanssel menyadari bahwa dirinya tengah diperhatikan sekretaris bar-barnya, dia semakin besar kepala melebarkan senyuman di wajah tampannya. Tanpa disadarinya juga ternyata wajah natural Nina dengan kacamata pengganggu itu membuat debaran jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.
“Hanssel, Sayaaang!”
Suara nyaring Nancy yang merupakan pacar Hanssel membuyarkan adegan romantis yang tengah tercipta saat ini.
Nina tersadar dari fantasi liarnya dan mendorong Hanssel dengan kuat.
Bruk!
Tubuh Hanssel terdorong hingga ujung meja. Dia mendengus kesal sudah dua hari setiap dia beradegan mesra selalu ada orang yang mengganggunya.
"Heh!!” Nancy begitu cemburu melihat apa yang tengah dilakukan sekretaris pacarnya. “Wanita tidak tahu diri! Jadi— kamu mulai menunjukkan sifat aslimu, hah?” Gadis itu segera mencerca dan mendekat ke arah dimana Nina berdiri sekarang. “Kamu ternyata ja-lang!!”
Hanssel tak urung melerai pacarnya menghina sekretaris kepercayaannya. ‘Kamu mendapat gelar Ratu Antagonis di perusahaan selama ini. Jadi— ini akan semakin menarik, Karennina…’
Nina menoleh dingin ke arah Nancy yang sudah siap menjambak rambutnya. Dengan lihai Nina merubah posisi tempatnya berdiri membuat keseimbangan tubuh Nancy terganggu dan tersungkur di lantai.
“Arrh! Kamu kurang ajar, ja-lang!!” pekik Nancy semakin hilang muka di hadapan kekasih yang merupakan tambang emasnya.
“Kamu bebas menghinaku, yang jelas aku tidak ingin membuang waktu dengan orang sepertimu…” Nina kembali meneruskan langkah kakinya dengan santai keluar ruangan.
Hanssel mengusap dagunya dengan wajah yang nyaris terpesona pada sosok wanita kuno yang kini mulai menerima atensinya.
“Hanssel, Sayang… Lihat kelakuan sekretaris bar-barmu itu!!” Nancy bangkit dengan membuang rasa malunya di hadapan pria yang sudah jadi kekasihnya selama sebulan ini. “Bukankah Sayang seharusnya menghukum wanita kuno itu?” rutuk Nancy kembali tidak terima dengan sikap semena-mena Nina.
“Heh—” Hanssel terkekeh sinis kembali mengitari meja menuju kursi kebesarannya. “Seingatku, hari ini tepat satu bulan hubungan kita, bukan?” Hanssel menatap dingin manik mata Nancy yang tercekat seketika.
“Kamu cukup baik saat bersamaku, aku cukup terhibur.” Hanssel menarik satu buku ceknya. “Tapi, hari ini kamu cukup berani membuat keributan di hadapanku!”
Hanssel merobek kertas cek di hadapan Nancy yang sudah terlihat berwajah pucat. “Hans, Sayang… M-maafkan aku… Aku tidak—”
“Keluarlah!” titah Hanssel dingin tidak seperti biasanya.
Tuuut!
“Iya, Pak?” sahut Nina segera di balik teleponnya.
“Kamu beritahu Agency X, Nancy akan memerankan pemeran antagonis utama di film terbaru yang disutradarai pihak x. Katakan aku yang menjaminnya, tapi— aku tidak ingin melihat wajahnya lagi di hadapanku!”
“Dimengerti, Pak!”
Tuuut!
Nina segera memutus sambungan, di tempatnya, wanita itu tersenyum sinis menggelengkan kepala. Hal itu memang sudah bukan jadi yang pertama. Dia sudah terbiasa juga melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan pemutusan wanita penghibur atasannya.
“Heh— ingin mendapatkan pekerjaan dengan mudah tanpa usaha keras, jalannya sungguh menjijikkan. Apa artis-artis ini tidak ada satupun dari mereka yang bisa mengatakan diri mereka suci? Cuih…” gumam Nina lirih segera menghubungi pihak terkait atas perintah atasannya.
Bruuuk!
Nancy kembali terjatuh lemas di lantai, hancur sudah harapan akan mimpinya memiliki pacar seorang pria yang memiliki kuasa di kotanya. “M-maafkan aku, Hans… Aku berjanji aku akan—”
“Aku tidak ingin mengatakan perintahku untuk kedua kalinya. Apa kamu mau aku seret paksa keluar dari sini?” Mata Hanssel menatap tajam seolah tengah mengoyak jantung Nancy tanpa perlu menyentuhnya.
“Aarh!” Ini pertama kalinya Nancy melihat sikap arogan mantan kekasih atau sugar daddynya. “B-baik, saya mengerti… Saya pamit undur diri, terima kasih atas kemurahan hati anda, Tuan Hanssel!” Nancy bangkit dengan bergetar, dia juga tidak lupa mengambil cek yang diberikan Hans sebagai bentuk kompensasi atas pekerjaan Nancy menghibur pria itu selama ini.
Gadis itu bergegas keluar dari ruangan, sebelum benar-benar menghilang dari lantai teratas gedung Adamson Grup, Nancy sempat menatap lekat ke arah ruangan sekretaris khusus Hanssel Adamson. ‘Cih, ternyata benar… Semua yang pernah jadi mainan Hanssel selalu memperingatiku akan eksistensi sekretarisnya yang ternyata musuh dalam selimut!’
Nina menoleh ke arah luar, dia tidak sengaja bertatapan dengan Nancy yang menatapnya penuh permusuhan. Dengan tak gentar Nina justru menyeringai senang ke arahnya. ‘Bye…’
***
Waktu berjalan dengan cepat, seolah apa yang terjadi sebelumnya tidak pernah ada. Nina kembali bangkit dan melangkahkan kaki menuju ruangan bosnya.
Tok… Tok… Tok…
“Masuk!”
“Sore, Tuan!” Nina membuka perlahan pintu ruangan dan mendatangi tuannya. “Sore ini Presidir Lee Hi sudah berada dalam perjalanan menuju kantor. Sebaiknya anda melakukan persiapan untuk menyambutnya segera,”
Hanssel dengan kesadaran penuh menghentikan aktivitas pekerjaannya, dia menatap ke arah Nina yang membuatnya mengembangkan senyuman lebarnya. “Iya, bawel!”
“Cih,” Nina mengumpat sejenak dan segera berbalik badan keluar dari sana.
Hanssel menggelengkan kepala dengan kekehan, jujur saja, Hanssel tidak seperti kebanyakan CEO yang terlihat dingin dan angkuh di hadapan sekretarisnya. Keadaannya justru berbanding terbalik, pria itu akan terlihat pasrah akan perintah sekretarisnya.
Keduanya memiliki perbedaan usia hanya selisih dua tahun. Namun, umur Nina sendiri jauh lebih tua dari Hanssel. Beruntungnya, wajah cantik Nina menutupi usia yang sebenarnya. Lagi pula, Nina memiliki gaya hidup yang sempurna, tak heran jika penampilan aslinya memang jauh lebih muda dari usianya.
Beberapa waktu kemudian Nina juga Hanssel sudah keluar dari ruang teratas menuju salah satu ruang meeting di lantai bawah.
“Selamat sore, Tuan Ron…” sambut Hanssel langsung mengulurkan tangannya.
“Hans!” sambut tuan Ron dengan senyuman lebar serta menyambut jabat tangan Hanssel.
Gelak tawa terdengar saat keduanya tanpa basa-basi membahas lelucon saat dalam perjalanan menuju ruangan.
Dengan sigap Nina juga asisten khusus tuannya mempersiapkan hal apa saja yang akan digunakan untuk meeting mereka.
“Jadi— bagaimana keputusannya, Tuan Ron?” tanya Hans berusaha mengakhiri diskusi bisnis mereka yang berjalan sedikit melambat. Mereka sudah menghabiskan waktu satu jam di dalam ruangan.
“Hm… Sejujurnya saya setuju saja. Mengenai alokasi dana juga peruntukan serta pemilihan supplier bahan baku, tidak ada masalah bagiku… Tapi—”
Mendadak keadaan sedikit memanas, entah apa yang salah. Hans merasa akan terjadi sesuatu yang tidak terduga kedepannya.
Bersambung…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!