"Assalamu'alaikum," ucap seorang pria tampan nan gagah di usianya yang baru menginjak kepala tiga.
"Wa'alaikum salam, mas," sahut Oryza Sativa seraya mengulurkan tangan lalu mencium punggung tangan suaminya seperti kebiasaannya selama 5 tahun ini. "Mas mau langsung mandi atau makan dulu?" tanya Oryza seraya berjalan bersisian dengan sang suami. Bukan kenapa ia menawarkan makan sebab jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ia khawatir suaminya ini belum makan sebab ia baru pulang meeting di luar kota.
"Langsung mandi aja. Mas udah makan di jalan tadi," ujar lelaki bernama Hendrik Wicaksana itu.
Oryza hanya tersenyum lembut memendam rasa sedih sebab hasil masakannya akan kembali terbuang sia-sia. Di rumah besar itu memang ada seorang asisten rumah tangga tapi untuk masalah makanan Oryza lebih memilih memasak sendiri sebab baginya kesejahteraan perut juga merupakan kewajiban seorang istri. Jadi ia tak pernah mengizinkan asisten rumah tangganya memasak untuk mereka.
"Anak-anak sudah tidur semua, sayang?" tanya Hendrik
"Udah mas. Tadi anak-anak nanyain mas kapan pulang. Ratu juga udah protes nanyain mas soalnya sudah berapa hari ini dia nggak liat mas. Mas sih, makin sibuk, pergi pagi-pagi banget, pulang larut. Kasian anak-anak mas, mereka kangen ayahnya," ujar Oryza seraya mencebikkan bibirnya.
"Kamu itu nggak usah manyunin bibir kayak gitu deh. Atau itu kode pingin mas cium?" goda Hendrik.
"Ck ... aku lagi ngomongin anak-anak mas malah mikir masalah ciuman," Oryza berdecak kesal tapi setelahnya ia tersenyum malu dengan pipi memerah. Walaupun usia pernikahan mereka telah menginjak tahun kelima, tapi Oryza masih saja sering merasa malu-malu saat sang suami menggodanya. Apalagi beberapa bulan ini suaminya makin sibuk jadi saat ada momen seperti ini, ia merasa sangat senang.
Hendrik terkekeh lalu menarik pundak Oryza dan merangkulnya seraya menaiki tangga bersamaan menuju kamar mereka.
"Terus kamu bilang apa sama Ratu?"
"Ya aku jujur dong, ayahnya lagi sibuk banget jadi minta dia ngerti. Tadinya sih ngambek, tapi setelah dikasi 1 cup besar es krim, dia udah nggak ngambek lagi." Oryza bercerita seraya tersenyum geli mengingat sang anak yang akan langsung melupakan masalahnya saat 1 cup besar es krim terhidang di hadapannya.
"Kalau Raja? Nanyain aku nggak?" tanya Hendrik lagi.
"Oh, sayangnya nggak tuh," sahut Oryza acuh lalu terkekeh. "Kamu tahu sendiri kan mas, Raja itu acuh banget kecuali sama aku. Ya udah, aku siapin air hangatnya dulu ya, mas!" ujar Oryza sesampainya di dalam kamar.
Oryza pun segera berlalu menuju kamar mandi dan menyiapkan air hangat untuk suaminya. Setelah itu ia keluar dan mempersilahkan Hendrik mandi, sementara ia menyiapkan pakaian ganti.
15 menit kemudian, Hendrik keluar dari dalam kamar mandi dan memakai pakaiannya. Melihat rambut Hendrik yang masih tampak sangat basah hingga airnya menetes di pundaknya, Oryza pun segera mengambil handuk dan membantu Hendrik mengeringkannya.
"Mas mau kemana" tanya Oryza saat suaminya mengambil ponsel dan hendak keluar kamar.
"Ruang kerja. Ada yang mesti aku periksa," tukasnya sambil memainkan ponsel. Entah apa yang dilihatnya sampai Hendrik tersenyum sendiri.
"Kamu makin hari makin sibuk aja, mas. Sampai-sampai hampir tak memiliki waktu untuk kami," ucap Oryza dengan wajah ditekuk.
"Aku kan sibuk kerja. Kerja juga buat kalian. Kalau aku nggak kerja gimana mau memenuhi kebutuhan kalian," sahut Hendrik membuat Oryza menghela nafas panjang.
"Mas, mencari nafkah lahir emang perlu, tapi keluargamu juga butuh kamu, kehadiranmu, perhatianmu khususnya anak-anak. Emangnya kerjaan kantor sampai setiap hari ya sampai-sampai kamu kehilangan waktu untuk kami," protes Oryza dengan wajah ditekuk.
Hendrik lantas berdiri di hadapan Oryza dan menangkup kedua pipinya dengan tersenyum lembut.
"Bukan maksud mas untuk kayak gini, sayang. Tapi ya mau bagaimana lagi, ini risiko kenaikan jabatan mas membuat deadline mas padat. Belum lagi klien dari luar kota akhir-akhir ini ngajakin meeting di luar hari kerja karena itu akhir pekan pun terpaksa mas pergi. Maafin mas ya! Mas janji deh, kalau mas nggak sibuk, mas akan ajak kalian jalan-jalan." bujuk Hendrik agar istrinya itu tidak merajuk lagi.
"Butuh kopi?" tawar Oryza mencoba mengerti.
Hendrik menggeleng, "Kamu tidur aja duluan, nggak usah tunggu mas. Nanti kalau pekerjaan mas selesai, mas segera nyusul," pungkas Hendrik yang diangguki Oryza.
...***...
"Siti, tolong bantu Raja mandi ya! Saya mau siapin sarapan dulu," titah Oryza pada Siti, asisten rumah tangganya.
"Baik, Nya," sahut Siti.
"Oh ya, Dodi mana?" tanya Oryza pada Siti. Dodi adalah putra dari Siti.
"Dodi tadi lagi mandi, Nya."
"Oh, kalau udah, suruh sarapan gabung di sini aja. Nggak papa kok," ucap Oryza lembut.
"Baik, Nya," sahut Siti sopan.
Tak lama kemudian, Raja dan Ratu pun turun dari tangga dengan seragam sekolah yang melekat di tubuh mereka. Siti tampak mengurus keduanya dengan baik membuat Oryza mengulas senyum. Siti memang baru satu bulan ini bekerja di rumah itu menggantikan mbok Tuti yang ingin menghabiskan masa tuanya di kampung halamannya. Tapi pekerjaan Siti cukup bagus dan memuaskan. Raja dan Ratu juga menyukai anaknya, Dodi yang baru berusia 6 tahun.
Bahkan mereka terlihat layaknya adik-kakak yang saling menyayangi.
"Bunda ... " teriak Raja dan Ratu saat telah turun dari tangga.
Oryza lantas tersenyum dan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan kedua buah hatinya.
"Pagi sayang-sayangnya, bunda," sapa Oryza dengan tersenyum lembut.
Lantas Oryza mengecup pipi putra dan putrinya dengan penuh kasih sayang.
"Kita sarapan dulu yuk! Tuh, kak Dodi udah datang, ajakin sarapan sana!" ujar Oryza yang diangguki Raja dan Ratu.
"Kak Dodi, sarapan yuk!" ajak Raja dan Ratu ramah
Oryza memang mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan. Ia tidak ingin anak-anaknya bersikap angkuh apalagi membeda-bedakan karena merasa mereka lebih baik.
"Bunda, ayah udah pelgi kelja ya?" tanya Ratu dengan mulut penuh berisi nasi goreng.
Oryza tersenyum tipis lalu mengusap kepala Ratu dengan sayang, "Maaf ya sayang, akhir-akhir ini ayah sibuk terus. Ayah udah berangkat dari tadi. Kata ayah, entar kalau ayah udah nggak sibuk lagi, ayah ajakin jalan deh," ujar Oryza mencoba memberi pengertian pada anaknya.
"Ah, ayah mah gitu! Latu ngambek sama ayah." Ratu mencebikkan bibirnya membuatnya terlihat menggemaskan.
"Anak cantik nggak boleh ngambek lho, entar jadi jelek," cetus Oryza.
"Bialin. Latu syebel," ujar Ratu membuat Oryza terkekeh gemas
"Oh ya, Siti, usia Dodi kan udah 6 tahun lebih, apa nggak mau disekolahkan?" tanya Oryza pada Siti yang tengah meletakkan teko berisi air putih di atas meja.
"Eee ... itu ... saya ... " Siti bingung harus menjawab apa.
"Kok bingung? Surat-suratnya lengkap kan? Sebentar lagi udah mau tahun ajaran baru lho. Kalau kamu mau, saya bisa bantu." Lalu Oryza mengalihkan pandangannya pada Dodi yang makan sambil terdiam. Dipandanginya wajah Dodi yang sangat mirip dengan seseorang yang dikenalnya, lalu mulai menanyainya. "Dodi mau kan sekolah?" tanyanya.
"Di sekolah Raja dan Ratu ya nyonya?" tanyanya polos dengan mata berbinar.
"Di, lupa lagi ya? Tante, ingat, panggil Tante. Jangan ikutan ibu kamu panggil nyonya!" peringat Oryza yang dibalas Dodi dengan tersenyum malu.
"Kak Dodi mau syekolah di syekolah kak Laja syama Latu ya?" celetuk Ratu ikut bertanya. Kalau Ratu sangat suka berbicara, berbeda dengan Raja. Ia cenderung pendiam dan tak banyak bicara.
"Ya nggak dong, sayang. Kalian kan masih duduk di taman kanak-kanak, kalau kak Dodi nanti langsung masuk SD. Kalau Dodi mau, Tante bisa masukkin di SD yang ada di sebelah sekolah Raja dan Ratu jadi enak jemputnya. Bisa sekalian. Gimana mau? Oh ya, kok masih manggil nyonya sih, Dodi nggak asik ah.," ujar Oryza seraya mengulum senyum.
"Mau Nya eh Tante," sahut Dodi penuh semangat. "Bu, boleh kan Bu Dodi sekolah?" tanya Dodi pada Siti.
"Emm ... nanti saya pikirkan dulu ya, Nya," sahut Siti dengan wajah menunduk.
"Ya udah, pikirin aja dulu. Kalau mau, kamu siapin aja berkas-berkasnya biar saya yang urusin. Kamu tinggal terima beres aja," pungkas Oryza yang diangguki Siti.
...***...
Halo para pembaca setia othor, ini novel baru othor yg baru. Ini sekuel Mantan Istri yang Disakiti ya! Semoga suka. 🥰🥰🥰
Ditunggu like, komen, vote, dan hadiahnya biar othor tambah semangat update. 😁
...Happy reading 🥰🥰🥰**...
"Bunda, syelingkuh itu apa sih? Tadi Icha celita papana syelingkuh sama Tante ulet bulu. Telus papana diambil Tante ulet bulu itu sampai ndak pulang-pulang," tanya Ratu sambil memakan keripik kentang miliknya.
Oryza membelalakkan matanya saat mendengar pertanyaan sang putri yang baru berusia 3 tahun. Bagaimana bisa anak sekecil ini bisa bertanya hal seperti itu?
Oryza jelas saja bingung harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana.
"Bunda kok diem sih? Jawab dong, Bund, jangan diam aja! Jawab peltanyaan Latu dong!"
Oryza tersentak dari lamunannya. Oryza mengulas senyum lalu mengusap pucuk kepala Ratu dengan sayang.
"Selingkuh ya? Emmm ... selingkuh itu sayang-sayangan sama orang lain yang bukan pasangan. Kayak papa si Icha itu nah dia sayang-sayangan sama Tante ulet bulu itu. Tapi kok kalian nyebutnya Tante ulet bulu?" tanya Oryza bingung.
"Soalna Tante itu gatel, bund. Dia syuka peluk-peluk papa Icha sampai mamana Icha nangis-nangis," jelas Ratu.
Oryza yang mendengar penuturan itu merasa sangat miris. Bagaimana tidak, perbuatan seperti itu bukan hanya bisa menghancurkan pondasi rumah tangga, menghancurkan perasaan seorang istri, tapi juga memberikan dampak buruk pada mental anak-anak. Kadang Oryza tak habis pikir, mengapa ada pasangan yang begitu teganya mengkhianati pasangannya sendiri. Tidakkah mereka memikirkan dampaknya. Setelah ditinggal, barulah mewek-mewek alasan menyesal. Hanya karena kesenangan sementara, menghancurkan rumah tangga sendiri. Bodoh. Itu perbuatan terbodoh menurut Oryza.
"Assalamu'alaikum," seru seseorang dari luar membuat Oryza dan Ratu menghentikan percakapan keduanya.
"Bunda, itu suala Oma kan!" ucap Ratu dengan mata berbinar. "Kayakna Oma udah pulang. Yeay, ... Oma .... " teriak Ratu sambil berlarian menuju pintu depan.
"Wa'alaikum salam," sahut Oryza dari dalam yang juga segera keluar menyambut sang ibu mertua yang baru saja pulang dari berkunjung ke rumah kerabatnya di luar kota.
"Oma, Latu kangen syama Oma," seru Ratu yang langsung masuk ke dalam pelukan sang nenek.
"Uh, cucunya Oma yang paling cantik. Oma juga kangen sama Ratu," sambut Oma Neni.
"Mama kok pulang nggak bilang-bilang lagi kan bisa Ryza jemput di bandara kalau tau mama pulang," ujar Oryza sambil mengulurkan tangannya lalu mengecup punggung tangan sang mama mertua. Lalu Oryza membantu sang mama mertua membawakan barang-barangnya masuk ke dalam rumah, sedangkan Oma Neni sibuk menggendong Ratu.
"Kan kejutan. Kalau mama kasih tau pasti nggak surprise dong," ujar Oma Neni sambil terkekeh.
"Oma kok pelgina lama banget, Latu kan kangen jalan-jalan syama Oma," protes Ratu sambil mencebikkan bibirnya.
"Kan bisa jalan-jalan sama ayah, sayang," sahut Oma Neni sembari mendudukkan bokongnya di sofa.
"Ck ... ayah syekalang syibuk telus Oma, Ndak ada waktu ajak Latu jalan-jalan. Latu syebel sama ayah," ujar Ratu merajuk.
"Benarkah? Benar begitu, Za?" tanya Oma Neni pada Oryza yang juga sudah duduk di seberang Oma Neni dan Ratu.
Oryza menghela nafas panjang lalu menghembuskannya sembari mengangguk lesu.
"Iya ma, makin hari mas Hendrik makin sibuk aja. Pergi pagi-pagi sekali, pulang juga larut. Kadang-kadang dia nggak pulang karena ada urusan di luar kota. Anak-anak jadi jarang ketemu sekarang," aku Oryza jujur.
Oma Neni pun mengehela nafasnya sambil mengusap kepala Ratu yang bersandar di dadanya.
"Nanti biar Oma yang ngomong sama ayah kalian kalau perlu Oma jewer biar nggak bikin cucu Oma ngambek lagi, gimana?" bujuk Oma Neni membuat Ratu tersenyum lebar.
"Benelan Oma?" tanyanya polos membuat Oma Neni terkekeh lalu mengangguk.
"Oh ya, Abang kamu mana? Kok nggak nyambut Oma sih?" tanya Oma Neni pura-pura merajuk.
"Oma lucu kalau cembelut," ujar Ratu seraya terkekeh. "Abang ada di belakang Oma, lagi gambar sama kak Dodi."
"Kak Dodi? Siapa itu? Temen abangmu?" tanya Oma Neni penasaran sebab ia belum mengenal siapa itu Dodi.
"Oh itu ma, Dodi itu anak asisten rumah tangga kita yang baru. Soalnya Mbok Tuti udah pulang ke kampung halamannya," ujar Oryza.
"Oh," sahut Oma Neni.
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang yang baru saja tiba di depan pintu.
"Nah, panjang umur kamu Siti! Ma, itu tuh asisten rumah tangga kita yang baru. Udah mulai kerja satu bulanan," ucap Oryza membuat Oma Neni menoleh ke asal suara. "Siti, perkenalkan, ini Oma Neni, Oma nya anak-anak. Ibunya mas Hendrik," ujar Oryza memperkenalkan keduanya.
Situ pun bergegas mendekati Oma Neni lalu mengulurkan tangan setelah meletakkan belanjaannya di lantai.
"Saya Siti Nyo ... "
Oma Neni dan membelalakkan matanya, begitu pula Siti saat mata mereka saling bersirobok. Bahkan Oma Neni sampai menelan salivanya sendiri sakin terkejutnya melihat keberadaan Siti.
"Di-dia ," ucap Oma Neni terbata dengan nafas tercekat.
"Iya ma, dia Siti, asisten rumah tangga kita yang baru, ibunya Dodi," jelas Oryza yang tak menyadari nuansa kecanggungan antara Oma Neni dan Siti yang kini telah menundukkan wajahnya yang pias.
...***...
Di dalam kamarnya, Oma Neni tak henti-hentinya gelisah. Sesekali ia memijit pelipisnya yang mendadak pening. Tak menemukan solusi, Oma Neni berdiri lalu mondar-mandir dengan pikiran berkecamuk.
"Kenapa perempuan itu bisa bekerja di sini? Pasti tujuannya ingin mendekati Hendrik. Ya, pasti itu. Apalagi coba? " gumam Oma Neni teringat pertemuannya dengan Siti beberapa saat yang lalu. "Sial! Jangan sampai Ryza tentang perempuan sialan itu!" imbuh Oma Neni lagi dengan raut wajah khawatir.
"Aku harus menemuinya. Ya, harus. Aku harus bisa membuatnya pergi dari sini secepatnya sebelum rahasia masa lalu Hendrik ketahuan. Siapa sudi memiliki menantu seorang pembantu seperti dia? Cih ... walaupun dia telah melahirkan anak Hendrik, aku tetap takkan sudi menerimanya. Mereka tak pantas menjadi bagian dari keluarga Wicaksana," tukasnya lagi.
Ya, Siti merupakan anak mantan pembantu keluarga Oma Neni dahulu. Tidak seperti Oryza Sativa, walaupun ia hanya tamatan SMA, tapi Oryza berasal dari keluarga yang cukup memiliki nama. Ayahnya seorang dosen, sedangkan sang ibu mantan wanita karir. Walaupun kini keluarganya telah tercerai berai karena perselingkuhan sang mama, yang mengakibatkan sang ayah meninggal karena jantungan tapi tetap saja ia bukanlah keturunan seorang pembantu seperti Siti. Oma Neni tak sudi memiliki menantu juga cucu dari seorang pembantu.
Melirik jam dinding, ia sangat hafal jam seperti ini merupakan waktunya Oryza tidur siang. Ia pun diam-diam menemui Siti. Ia harus segera bertindak. Ia takut kalau menantunya tahu perbuatan busuk sang putra di masa lalu. Bagaimana pun ia sudah terlanjur menyayangi Oryza seperti putri kandungnya sendiri. Bagaimana kalau Oryza marah dan meninggalkan Hendrik, ia takut hal itu sampai terjadi jadi ia pun harus bertindak cepat, pikirnya.
...***...
"Apa tujuanmu datang kemari?" tanya Oma Neni dengan sorot mata tajam. Siti menunduk sambil meremas kedua tangannya.
"Sa-saya hanya ingin bekerja nyonya," ucap Siti gugup. Bagaimana tak gugup, ia sangat tahu bagaimana sikap sang nyonya besar keluarga Wicaksana. Bukan hanya sombong, tapi ia juga bisa berbuat di luar dugaan.
"Kerja? Nggak usah bohong kamu. Pasti kau memiliki rencana busuk. Apa kau ingin menghancurkan rumah tangga putraku, hah?" bentak Oma Neni. Oma Neni mengajak Siti bicara di taman belakang. Ia yakin, takkan ada yang mendengarnya sebab baik Oryza maupun cucu-cucunya sedang tidur siang saat ini.
"Benar nyonya, saya tidak bohong. Saya hanya ingin bekerja. Saya juga awalnya nggak tahu ini rumah tuan Hendrik. Saya tahu seminggu setelahnya saat tuan Hendrik pulang dari luar kota," tutur Siti.
"Hahaha ... kau pikir aku percaya dengan rubah betina seperti dirimu yang bisa melakukan apa saja demi mencapai tujuan."
"Saya berkata jujur nyonya."
"Cih masih saja ingin berbohong. Kecuali matamu buta sampai tidak bisa melihat foto pernikahan Hendrik sebesar itu di depan sana," desis Oma Neni yang tak percaya dengan perkataan Siti. "Aku ingin kau segera pergi dari sini. Tinggalkan rumah ini. Aku tak mau sampai menantuku tahu siapa kau sebenarnya khususnya anak harammu itu. Cih, tak sudi aku menganggapnya cucuku," desis Oma Neni penuh kebencian.
Deg ...
Oryza yang baru saja menginjakkan kakinya menuju taman belakang karena hendak mencari keberadaan Siti sontak terkejut mendengar kata-kata yang baru saja dilontarkan ibu mertuanya itu.
Kaki Oryza mendadak lemas bagai tidak bertulang. Jantungnya pun sudah berdegup kencang dengan nafas memburu. Matanya memanas lalu tanpa terasa bulir-bulir bening mulai membasahi pipinya.
Dengan gontai, Oryza segera berlalu dari tempatnya berdiri sebelum ibu mertuanya memergoki dirinya yang telah mencuri dengar pembicaraan mereka berdua.
"Nggak, aku pasti salah dengar. Mana mungkin Dodi anak mas Hendrik. Tapi ... tapi kata-kata mama tadi ... " Oryza lantas mengingat kata-kata yang sempat ia dengar saat baru saja menginjakkan kaki menuju taman belakang,
'Aku ingin kau segera pergi dari sini. Tinggalkan rumah ini. Aku tak mau sampai menantuku tahu siapa kau sebenarnya khususnya anak harammu itu. Cih, tak sudi aku menganggapnya cucuku.'
"Usia Dodi 6 tahun, sedangkan Raja 5 tahun. Selisih satu tahun artinya ... Mengapa mas Hendrik nggak jujur. Kenapa mama juga menutupi hal ini bahkan ia tidak mau mengakui Dodi cucunya. Artinya saat malam pertama waktu itu mas Hendrik telah berbohong mengatakan itu yang pertama untuknya.," gumam Oryza dengan nafas tercekat.
Tubuh Oryza merosot ke lantai tepat setelah pintu ditutup. Air mata sudah tumpah ruah membasahi pipi. Matanya menerawang, mengingat kembali hubungannya dengan Hendrik di masa lalu. Apalagi setelah mengetahui fakta usia Dodi, bukankah sebelum menikah mereka telah menjalin kasih selama 2 tahun, artinya Hendrik melakukan hal tersebut saat masih menjalin hubungan dengan dirinya. Tapi bagaimana bisa? Mengapa mereka bisa sampai melakukan hal terlarang tersebut? Apakah keduanya memang memiliki hubungan di masa lalu atau ada hal lainnya?
Oryza membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Ia terisak pilu. Sekelebat pikiran buruk menggelayuti benaknya. Mereka kini tinggal satu atap dengan Hendrik. Bagaimana kalau mereka dahulu memang menjalin hubungan di belakangnya? Bagaimana kalau mereka kembali menjalin hubungan atau bahkan melakukan hal terlarang itu kembali?
Hati Oryza bingung. Ia harus apa? Ia harus bagaimana? Ia harus melakukan sesuatu, tetapi apa?
"Aku harus menyelidiki hubungan keduanya. Ya, harus. Sudah cukup aku merasa dibodohi oleh mereka semua. Awas saja kalau sampai mereka melakukan hal terlarang di belakangku! Aku pasti takkan pernah memaafkan mereka," lirih Oryza seraya menyeka air matanya kasar dengan punggung tangannya.
Mereka? Ya, mereka. Baik Hendrik, Siti, maupun ibu mertuanya. Ibu mertuanya tahu perihal masa lalu Hendrik, tapi masih mencoba menutupinya. Kalau saja tidak ada anak diantara mereka mungkin ia akan menganggap itu masa lalu yang biasa saja, tapi kini ada anak tak bersalah yang harus jadi korban keegoisan mereka. Dan yang membuatnya kian kecewa dengan ibu mertuanya adalah sikap ibu mertuanya yang tidak mau mengakui cucunya sendiri. Bagaimana pun di dalam darah Dodi mengalir darah anaknya sendiri. Darah dagingnya sendiri. Lalu dengan sombongnya Oma Neni tidak mau mengakui Dodi sebagai cucunya. Tidak dapat ia bayangkan bagaimana perasaan Dodi bila mendengar kata-kata itu. Secara lantang Oma Neni telah menolak cucunya sendiri. Sungguh sangat tidak berperikemanusiaan.
Entah bagaimana ia harus bersikap dengan Siti mulai sekarang setelah mengetahui fakta ini. Dan entah apa tujuan Siti sebenarnya bekerja di sini. Ia harap, itu murni karena ia ingin bekerja di rumahnya, bukan karena memiliki tujuan terselubung.
...***...
...Happy reading 🥰🙏🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!