Jangan dekati aku, jauh-jauh hus ...hus ...hus ..." ucap seorang gadis dengan nada ketus.
" Kau pikir aku mau berdekatan dengan mu, heh ... menjijikan." balas sang pria tak kalah ketus dengan tatapan mengejek.
"Hey ... jaga ucapan mu dasar pecundang!" Kali ini gadis itu tak hanya bicara namun, ia juga melempar bantal tepat mengenai wajah si pria.
"Diam kau gadis bar-bar!" si pria tak mau kalah ia juga mengambil kembali bantal dan balas melempar hingga mengenai wajah si wanita.
"Dasar laki-laki tak tahu malu, pengecut, pecundang!"
"Hei ... jaga batasan mu cewek jadi-jadian."
"Kau!"
"Kau!"
Brakk! Brak! Brak!
"Hei ... berisik bisa tidak si kalian diam!" gebrakan pintu dan ucapan dari luar seketika membuat dua insan yang berada dalam kamar menjadi diam. Pertengkaran yang terjadi di dalam sana memang sudah diprediksi kan. Kedua orang tua itu sudah menduga jika hal ini sudah pasti akan terjadi dan jika harus ada yang disalahkan atas semua keadaan ini. Jelas kedua orang tua merekalah yang patut di salahkan.
Adhisti dan Aditiya sama-sama masih berstatus sebagai pelajar. Adhisti yang baru berusia tujuh belas tahun dan masih duduk di bangku kelas dua SMA. Sementara Aditya yang berusia dua puluh satu tahun dan baru berkuliah semester empat jurusan manajemen bisnis. Ia sedang menyelesaikan S1nya. Namun, karena satu alasan mereka akhirnya dinikahkan meski banyak sekali perbedaan.
Sikap Aditya sangat kontras pembawaannya saat di kampus dan dirumah sangat berbeda. Jika di rumah ia akan bersikap seenaknya dan terkesan konyol. Namun, saat di kampus ia akan berubah menjadi sosok dingin dan cool.
Sementara Adhisti adalah gadis yang tegas, pintar cantik namun tak seperti wanita pada umumnya yang suka menjaga image, agar terlihat feminim. Adhisti malah terlihat bar-bar, ia juga memiliki keahlian bela diri taekwondo. Namun, baik Adhisti mau pun Aditya mereka mempunyai satu kesamaan. yaitu mereka sama-sama dari keluarga yang berada.
Alasan kedua orang tua mereka menikahkan keduanya tak lain dan tak bukan ialah karena keinginan kakek mereka. Kedua kakek mereka telah sepakat jika mereka akan memberikan warisan kepada putra mereka masing-masing jika cucu mereka di nikahkan. Sontak kedua orang tua itu langsung memutuskan untuk menikahkan mereka meski mereka masih berusia belia. Alasannya agar mereka tidak terlibat cinta dengan yang lain. Egois mungkin, demi harta kedua orang tua malah mengorbankan masa remaja putra putri mereka.
flash back on
"Papah akan mewariskan semua harta papah jika Adhisti dinikahkan dengan Aditya!" ucap tegas Tuan Ricardo Sanjaya pria berusia 67 tahun, pada sang putra. Meski sedang dalam keadaan terbaring dengan selang infus di tangannya tak membuatnya lemah.
"Dan itu juga berlaku buat ayah. Ayah akan menyerahkan semua warisan ayah, jika kalian menikahkan Aditya dengan Adhisti." imbuh Tuan Antonio Bernando, pria paruh baya sahabat dari Tuan Ricardo. Mereka berdua sudah sepakat ingin menjodohkan cucu mereka berdua.
Meski dahulu mereka merencanakan ingin menjodohkan putra putri mereka. Namun, dikarenakan anak-anak mereka yang sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Membuat rencana mereka urung terlaksana, dan sekaranglah rencana mereka baru bisa terwujud saat cucu-cucu mereka terlahir.
Pernyataan dua pria paruh baya tersebut, sontak membuat kedua anak mereka yakni Tuan Alan Sanjaya, putra semata wayang tuan Ricardo Sanjaya dan Tuan Abraham Bernando yang juga putra semata wayang dari Tuan Antonio Bernando, terbelalak tak percaya.
Pasalnya putra putri mereka masih sangat muda dan masih mengenyam pendidikan. Tuan Alan yang memiliki seorang putri yang bernama Adhisti Bunga Sanjaya dan putra tuan Abraham yang bernama Aditya Bernando. Mereka masih sama-sama berstatus pelajar dengan usia yang masih sama-sama belia.
Namun, mau tak mau mereka harus menikahkan anak-anak mereka karena kedua pria paruh baya itu mengancam akan menyerahkan seluruh harta mereka pada yayasan amal.
Setelah mendiskusikan tentang perjodohan putra putri mereka. Penolakan keras keluar dari kedua belah pihak karena baik Adhisti maupun Aditya sama-sama tidak ada yang menerima perjodohan ini. Namun, lagi-lagi karena ancaman, kedua orang tua mereka yang akan menghentikan segala fasilitas mereka. Membuat mereka akhirnya mau tak mau menerima pernikahan ini.
Dan akhirnya mereka sepakat menikahkan putra putri mereka sebulan setelah pernyataan tuan Ricardo dan tuan Antonio. Meski Adhisti sempat berencana untuk kabur namun, urung ia lakukan karena rasa sayangnya yang teramat terhadap kakeknya. Adhisti takut jika keputusannya akan berdampak buruk pada kondisi kesehatan sang kakek. Mereka akhirnya menikah, meski acaranya sangat sederhana karena hanya di hadiri oleh keluarga inti dari kedua belah pihak.
flash back off
Suasana di meja makan kediaman keluarga sanjaya berubah hening. Hanya denting sendok yang terdengar nyaring diiringi tatapan tajam kedua pasangan pengantin baru. Mereka sama-sama melempar tatapan tajam penuh kebencian. Ternyata baik Adhisti dan Aditya sudah saling mengenal sebelumnya.
Sahabat Aditya yang ternyata pernah menjalin kasih dengan sahabat dekat Adhisti. Mereka sempat terlibat perdebatan bahkan perkelahian saat sahabat Adhisti yang bernama Clara memergoki Roni sahabat Aditya sedang berselingkuh. Kejadian itu membuat Adhisti dan Clara langusng melabrak Roni, dan saat itu Aditya yang juga ada di tempat kejadian membela Roni dan terjadilah perdebatan antara mereka berdua.
Adhisti menganggap bahwa Aditya sama halnya dengan Roni yang memiliki sifat playboy bahkan mungkin Casanova. Membuat Adhisti merasa jijik terhadap pria dihadapannya yang kini berstatus sebagai suaminya.
Sedangkan Aditya, ia juga sangat membenci Adhisti karena Adisti adalah wanita pertama yang menunjuk bahkan menampar dirinya, di depan umum.
'Liat aja cowok Players gue bakalan bikin lo kapok kalo sampe lo macem-macem!' batin Adisti geram sambil menusuk roti tawarnya dengan kasar, dan melempar tatapan tajamnya, pada Aditya.
'Dasar sok cantik liat aja gue bakalan bikin perhitungan atas penghinaan yang pernah lo lakuin' batin Adhitya tak kalah geram, yang juga menatap tajam pada Adhisti.
Pasangan pengantin baru itu menaiki mobil yang sama. Meski dalam satu mobil namun, mereka terlihat seperti musuh. Tidak ada percakapan diantara mereka, hanya keheningan disepanjang jalan yang mereka rasakan.
Jalanan yang macet semakin membuat sesak dalam diri Adhisti. Bagaimana tidak ia jadi harus berlama-lama bersama laki-laki arogan dan dingin disampingnya. Jarak yang biasanya di tempuh hanya sekitar tiga puluh menit kini sudah empat puluh lima menit dan itupun baru setengah perjalanan.
Dering ponsel Adhisti memecah keheningan sekaligus kebosanan yang sedang melanda Adhisti saat ini. Tertera nama Bayu disana membuat senyum merekah dibibir Adhisti saat ini. Dengan cepat ia menggeser ikon hijau dan menjawab telfon dari Bayu se ketua OSIS sekaligus siswa terpopuler di sekolahnya.
"Hello Bay," ucap Adhisti mengangkat telpon.
"Udah sampe mana Dhis aku nunggu di depan gerbang nih, inget tugas yang kemrin kita bahas tinggal dua yang belum kita selesaikan," ujar Bayu.
"Iya aku akan segera sampai, jalanan macet," ucap Adhisti seraya memanyunkan bibirnya.
"Biasanya juga nggak selama ini," ujar Bayu merasa jika tidak biasanya Adhisti terlambat.
"Ya maklum Bay ... supir baruku amatiran, lelet mungkin baru belajar mengemudi!" Adhisti tersenyum miring seraya melirik Aditya.
Tanpa dosa Adhisti malah mengejek Aditya, membuat Aditya seketika meradang dan langsung menginjak rem. Sontak sambungan telfon antara Adhisti dan Bayu terputus dan membuat Adhisti membentur dasboard.
"Brengsek lo bisa nyetir nggak se hah!" bentak Adhisti sambil memegangi keningnya yang terasa nyeri akibat benturan.
"Hehh ... bukannya lo yang bilang kalo gue ini supir amatiran, lelet terus baru belajar nyetir." Aditya kemudian tertawa mengejek saat melihat raut wajah kesal Adhisti.
"Dasar cowo Players nggk punya perasaan, tega ya lo nyakitin cewe!"
Aditya terdiam, ada rasa bersalah dalam dirinya. namun, urung ia tunjukan rasa gengsi nya mengalahkan rasa iba nya. Aditya mencondongkan tubuhnya, menyingkirkan anak rambut Adhisti dan melihat kening gadis itu.
Seketika tatapan mereka terkunci dan saling pandang. Baik Adhisti maupun Aditya sama-sama merasakan getaran. Aditya memandang wajah ayu Adhisti begitu pula Adhisti memandang wajah tampan Aditya.
"Khem ..." Adhisti berdehem mencairkan suasana canggung yang sempat melanda.
'Dasar player mesum' ucap Adhisti lirih.
"Ngomong apa lo?"
"Ngomong apa nggak ada, baper banget jadi cowo."
"Gue nggak budek ya"
"Kalo nggak budek, ngapain nanya gue tadi ngomong apa," ucap Adhisti sewot.
"Dasar bar-bar cewek jadi-jadian." Aditya begitu geram, pagi-pagi moodnya sudah dibuat berantakan oleh gadis menyebalkan disampingnya dan sialnya gadis menyebalkan ini adalah istrinya teman hidupnya.
Seumur hidup oh ... mungkin kah bisa melewati seumur hidupnya bersama wanita yang sangat menyebalkan..Jangankan membayangkan seumur hidup sebulan atau setahun saja membuatnya begidik ngeri." Stop!" teriakan Adhisti membuyarkan lamunan Aditya akan masa depannya dengan Adhisti.
"Udah sampe!" Adhisti keluar dari mobil dan mengebrak pintu mobil dengan kasar. Membuat Aditiya terlonjak kaget.
"Woi ... dasar cewe jadi-jadian" Aditya berteriak tidak terima. Namun, hanya dibalas juluran lidah dari Adhisti.
"Bisa gila gue lama-lama." gerutu Aditya.
🌻To be continued ....🌻
Di ruang keluarga kediaman kakek Ricardo Sanjaya sudah berkumpul dua keluarga. keluarga kakek Antonio Bernando beserta anak dan menantunya juga sudah berkumpul disana.
"Baiklah karena pernikahan kedua cucu kita sudah terlaksana maka ayah dan juga om Antonio akan membicarakan tentang kesepakatan perjanjian penyerahan warisan." ucap kakek Ricardo membuka perbincangan.
"Iya dan kami berdua sepakat untuk menyerahkan semua warisan pada putra dan cucu kami tapi setelah satu tahun usia pernikahan mereka." kini giliran kakek Antonio yang berujar.
Sontak membuat kedua orang tua itu terbelalak kaget. Pasalnya baik tuan Abraham maupun tuan Alan menjanjikan pada putra putri mereka jika pernikahan mereka hanya akan berjalan sama tiga bulan. Namun, tidak seperti perkiraan mereka ternya kedua laki-laki paruh baya itu ternyata lebih pintar dari yang mereka pikirkan.
Sementara kakek Antonio Bernando dan kakek Ricardo Sanjaya tersenyum samar keduanya sudah lebih dulu memprediksikan apa yang akan terjadi sehingga membuta keduanya berfikir untuk mengikat kedua cucu mereka lebih lama, guna menumbuhkan rasa cinta antara mereka
"Apa!" "
Apa!" ucap kompak Adhisti dan Aditya secara bersamaan, begitu mendengar pernyataan dari orang tua mereka. Kini Adhisti, Aditya beserta orang tua mereka sudah berkumpul di kamar Adhisti guna membicarakan tentang apa yang kakek mereka inginkan. Mereka begitu terkejut saat mendengar jika lagi-lagi sang kakek memberikan syarat yang tentunya terdengar sangat sulit untuk mereka berdua.
"Gila aja bunda, masa iya Adhisti harus sama cowo player mesum kayak dia selama setahun ! nggak, aku nggak mau!" Adhisti begitu syok emosinya sudah tak bisa ia tahan lagi.
"Eh cewe jadi-jadian lo pikir cuma lo yang merasa keberatan gue juga ya nggak sudi lama-lama sama cewe model kayak lo !" bentak Aditya tak terima.
"Setttt ... eh udah kenapa kalian jadi bertengkar si, nanti kalau kakek kalian denger gimana," ucap nyonya Alena memperingati.
Sementara dari balik pintu dua pria paruh baya tersenyum samar. Rupanya mereka memang sudah menduga jika tidak akan semudah itu menyatukan cucu mereka. Namun, mereka berdua sudah bertekad untuk tetap menyatukan kedua cucu mereka.
Mereka yakin jika suatu hari nanti keduanya bisa saling mencintai. Kedua kakek itu kemudian saling pandang dan tersenyum. Sepertinya mereka sudah memiliki rencana lagi untuk kedua cucu mereka.
"Kita tunggu saja mereka di ruang keluarga, kita bersikap seolah tidak mendengar apapun," bisik kakek Antonio pada kakek Ricardo, dan hanya di jawab dengan anggukan kecil oleh kakek Ricardo.
Semetara di kamar Adhisti, masih saja terjadi perdebatan. Adhisti terus saja mengeluarkan segala kekesalannya. Ia begitu tak terima, dengan keputusan kedua orang tua mereka untuk tetap melanjutkan pernikahan mereka selama setahun.
"Hehh bersabar? Setahun? Terserah bunda sama ayah aku nggak bisa sampai selama itu sama laki-laki player kayak dia, terserah aku nggak peduli lagi soal warisan!" ujarnya dengan tegas.
"Eh ... yakin lo bisa hidup miskin ? Yakin bisa bertahan? Nggak usah munafik lo pikir disini cuma lo yang jadi korban hah !" Aditya tak kalah meninggi ia juga sudah jengah dengan perdebatan yang tak kunjung selesai.
"Udah dong sayang ... kalian mau berdebat juga nggak akan merubah apapun nak, kita fikirkan sekarang bagaimana cara kalian bertahan selama setahun sayang hem." ucap lembut nyonya Ningrum mamah dari Aditya.
"Pah, mas gimana? Kita harus mencari cara agar kedua anak kita bisa bertahan, kalau boleh jujur mamah si inginnya mereka bisa seumur hidup Pah," ucap sendu nyonya Ningrum, yang di angguki oleh semua orang tua. nyonya Ningrum sebenarnya ingin jika Adhisti dan Aditya bisa bersama selamanya, tanpa ada perceraian.
"Big no!" kembali Adhisti dan Aditya kompak menolak.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu terdengar memecah perselisihan yang sedang terjadi.
"Nyonya, Tuan semuanya dipanggil Tuan besar suruh berkumpul kembali di ruang keluarga." ucap bi Darsih memanggil semuanya untuk berkumpul kembali.
"Iya Bik ...," saut Nyonya Alena.
"Mari Mas, Mba kita ke bawah. Ayo nak kalian juga pasti di tunggu kakek." ajak nyonya Ningrum pada anak dan menantunya.
Setibanya di ruang keluarga, mereka semua berkumpul. Kedua pria paruh baya itu menyerahkan sebuah berkas pada anak-anak mereka. tuan Abraham membuka berkas dan menyerengit bingung.
"Itu adalah surat-surat rumah, dan rumah itu untuk Adhisti dan Aditya tinggali," ucap tenang tuan Ricardo menjawab rasa bingung yang tercetak jelas pada wajah anak-anak dan cucu mereka.
Seketika mereka semua kembali dibuat syok. Mereka bukan tak mengerti apa maksud dari kedua Pria paruh baya ini. Namun, apakah mungkin mereka bisa tinggal berdua dalam satu atap. Sedangkan membujuk soal mereka harus bersama selama setahun saja belum ada kerelaan dan sekarang harus ditambah dengan mereka harus tinggal satu atap oh ... entahlah.
Adhisti dan Aditya kompak saling pandang dengan tatapan horor kemudian saling begidik. Sementara kedua kakek itu tersenyum sumringah dengan rencana yang sudah mereka susun karena sejauh ini mereka semua bisa di kendalikan.
Hari ini adalah hari dimana Adhisti dan Aditya pindah ke rumah baru. Mereka lagi-lagi mau tak mau harus mengikuti keinginan sang kakek meski sampai sekarang. Baik Adhisti maupun Aditya masih saja memiliki rasa yang sama.
Mereka masih sama-sama saling membenci. Terhitung sudah satu minggu ini mereka berstatus sebagi suami istri. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mengalah dan melunak.
"Eh cewek jadi-jadian liat yang bener mapnya, masa iya kakek kasih rumah di tempat kayak gini si?" ucap Aditya kesal sedari tadi mereka belum juga sampai ke alamat rumah baru yang akan mereka tempati.
"Iya udah bener ni lo liat sendiri kalau lo nggak percaya!" bentak Adhisti kesal sambil menyodorkan handphonenya kearah Aditya.
Aditya menyerengit melihat map yang ada pada handphone Adhisti. Dari alamat yang di tunjukan memang sudah mengarah kearah yang benar. Namun, tetap saja Aditya seakan tak percaya jika sang kakek membelikan rumah di perkampungan kecil.
"Berhenti ... biar aku tanya sama ibu-ibu disana" ucap Adhisti menghentikan laju mobil yang sedang dikendarai Aditya. Aditya tak membantah ia menghentikan mobilnya menuruti keinginan Adhisti. Adhisti keluar dan bertanya pada ibu-ibu yang sedang berkerumun mengerumuni tukang sayur sementara Aditya tetap berada di dalam mobil.
"Maaf Bu mau tanya alamat ini dimana ya Bu?" tanya Adhisti sopan pada gerombolan Ibu-Ibu.
"Oh Neng yang mau nempatin rumah di ujung jalan sana, itu neng nggak jauh lagi kok tinggal lurus aja keluar jalan ini nah rumahnya persis di sebelah kanan neng." jawab salah satu Ibu-Ibu.
"Oh iya kalau nggak salah mbok Muti kan yang akan kerja di situ, bentar ya neng saya kerumah mbok Muti saya kabari dia kalau neng udah dateng." saut Ibu satunya memberi info tentang mbok Muti wanita berusia lima puluh tahun yang kabarnya bekerja di rumah yang akan di tempati Adhisti dan Aditya.
"Iya Bu sebentar ya saya ke mobil dulu kasih tahu Abang saya."
Adhisti pergi menemui Aditya yang berada di mobil. Memberi tahu bahwa ia bahwa sudah menemukan rumah yang mereka cari.
"Eh player rumahnya ada di ujung jalan ini persis sebelah kanan."
"Ya udah naik apalagi? Atau lo mau jalan kaki hah!" jawab Aditya ketus.
"Tunggu! Ibu-ibu itu lagi kasih tahu sama orang yang mau kerja di rumah kita" Adhisti kembali berucap. Namun, kali ini Aditya hanya melengos jengah.
Kemudian salah seorang Ibu-ibu menghampiri mereka. "Permisi Non, Den, saya mbok Muti, saya yang ditugaskan buat bantu-bantu Enon dan Aden di rumah itu." ucap wanita paruh baya bernama mbok Muti.
"Iya Mbok em ... mari Mbok masuk ke mobil biar kita barengan ke rumahnya." ajak Adhisti sambil membuka pintu mobil bagian belakang dan menuntun mbok Muti untuk masuk. Mbok Muti masuk kedalam mobil menuju rumah Adhisti dan Aditya.
Sesampainya mereka di depan rumah, Aditya dan Adhisti turun dari mobil begitu pula mbok Muti. Namun, seketika mereka tercengang saat melihat penampakan rumah yang akan mereka tempati. Rumah minimalis yang kecil. Namun, mempunyai halaman yang cukup luas.
Mari Den, Non ...," ajak mbok Muti pada Adhisti dan Aditya. Adhisti dan Aditya saling pandang. saling melempar pertanyaan lewat tatapan masing-masing benarkah ini rumah yang akan mereka tinggali?
Adhisti dan Aditya masuk dan mengedarkan pandangan mereka. Mereka menatap horor sekaligus aneh pada rumah berukuran kecil itu. Adhisti kemudian melangkah melihat setiap ruangan yang ada didalam rumah tersebut. "Mbokkk!" teriak Adhisti ketika membuka sebuah kamar.
"Iya Non kenapa?" mbok Muti langusng sigap menghampiri Adhisti begitupun Aditya ia juga melangkah lebar menghampiri Adhisti.
"Mbok ... ini, ini kamarnya cuma satu mbok? Terus kamarnya juga se sempit ini mbok ini nggak salah mbok? Apa ini kamar mbok Muti?" Adhisti mencecar Mbok Muti dengan berbagai pertanyaan.
"Bukan Non ini kamar Non sama Aden, kalau si mbok nggak nginep Non, rumah si mbok deket dari sini Non, jadi Mbok akan datang pagi dan pulang sore dan setiap Sabtu dan Minggu si Mbok akan libur Non, Den," jelas mbok Muti penuh kesabaran. kemudian berlalu meninggalkan dua insan yang sedang merasa syok.
Sebelumnya mbok Muti sudah dijelaskan terlebih dahulu tentang siapa sebenarnya Adhisti dan Aditya begitu juga tentang karakter mereka dan juga status pernikahannya.
Namun mbok Muti diminta untuk merahasiakan status pernikahan Adhisti dan Aditya pada warga sekitar jika ada yang bertanya mbok Muti harus mengatakan jika Adhisti dan Aditya adalah kakak beradik.
Adhisti dan Aditya kembali tercengang dengan pernyataan mbok Muti. Artinya mereka akan tinggal di satu kamar, dan hanya berdua saja. Bahkan selama dua hari Sabtu dan Minggu mereka akan berdua saja dirumah. "Ahhhhkkkk! Tidakkkk!" teriak Adhisti masuk kedalam kamar dan membanting pintu dengan kasar hingga Aditya terlonjak kaget.
"Dasar cewe jadi-jadian!" teriak Aditya kesal.
"kalo kayak gini terus gue bisa mati kena serangan jantung berapa kali aja tuh bocah banting-banting bikin kaget." Aditya kembali bergumam sambil memegangi dadanya yang masih merasa kaget.
Brakk! Brak! Brak!"
Buka cewe jadi-jadian, gue juga butuh istirahat ini juga kamar gue!" bentak Aditya seraya menggebrak pintu kamarnya dan Adhisti kasar.
Pasalnya sudah dua jam lebih Adhisti mengunci diri di kamar mereka, sementara Aditya juga ingin beristirahat. Bagi Aditya persoalan mereka yang harus tidur satu kamar tak ia perdulikan. Masa bodoh dengan aturan-aturan yang kedua kakeknya berikan, yang terpenting baginya, ia masih memiliki fasilitas dan uang jajan yang lebih itu sudah membuatnya tenang dan merasa aman.
"Buka woi ... kalau lo nggak buka gue dobrak ya gue itung sampe tiga satu, dua, tig ...," Aditya tak melanjutkan ucapannya, ia kini terpaku menatap penampilan Adhisti yang terlihat sangat berbeda. Penampilan Adhisti yang mengenakan setelan baju tidur tanpa lengan bergambar Teddy bear dengan celana pendek di atas lutut yang memperlihatkan paha putih mulusnya.
"Apa si berisik banget!" ucap Adhisti sambil mengucek matanya yang masih terasa mengantuk. Aditya masih terbengong menatap Adhisti tak berkedip. Adhisti merasa ada yang tidak beres pada Aditya sontak mencubit perut Aditya.
Aditya terlonjak ketika merasakan perih dan nyeri di perutnya saat mendapat cubitan dari Adhisti. " Aauwww ... sakit Adhisti!" ucapnya sambil mengelus-elus perutnya. Cubitan Adhisti sungguh terasa seperti capit kepiting.
"Lagian bengong aja, ada apa!" jawab Adhisti santai dan kembali melengos masuk kembali ke kamar. Namun, belum sempat pintu kamar tertutup rapat Aditya sudah terlebih dahulu mencekal dan meringsek masuk kedalam kamar. Sontak membuat Adhisti terlonjak dan melotot tajam kearah Aditya.
"Apa? Ini bukan cuma kamar lo, ini juga kamar gue jadi jangan sok berkuasa ngerti bocil," ucap Aditya tersenyum samar.
"Ih nggak mau, gue nggak mau sekamar sama lo bisa-bisa ...." mengambang Adhisti begidik ngeri membayangkan jika ia harus tidur sekamar dengan cowo player seperti Aditya.
"Kalo lo nggak mau lo bisa tidur diluar!" ucap tegas Aditya.
"Ih lo aja sana tidur di ruang tamu gue cewe jadi gue yang lebih berhak atas kamar ini." Adhisti tak mau kalah ia menjatuhkan tubuhnya dan mendorong tubuh Aditya hingga terjungkal.
"Auww ... rese dasar lo cewe jadi-jadian" Aditya bangkit dan membalas Adhisti. Terjadilah dorong mendorong dengan posisi saling berbaring.
Aksi dorong mendorong terhenti ketika Aditya menarik tangan Adhisti yang hampir saja terjungkal. Aditya menarik kuat tangan Adhisti hingga jatuh kedalam pelukannya. Aditya dan Adhisti saling menatap dalam diam. Tampa sadar mereka saling mengagumi satu sama lain dan memuji dalam hati masing-masing.
'Cantik ...'
'Si player ganteng juga ishh mikir apa kamu Adisti'
Tok! Tok! Tok!
Non, Den, makanan nya sudah siap" panggil mbok Muti, membuyarkan lamunan Aditya dan Adhisti. Seketika mereka berdua tersadar dan langsung berdiri. Mereka berdua kompak berlari kearah kamar mandi dan masuk secara bersamaan.
"Eh ... kak Aditya ngapain? Keluar!"
"Eh kamu tuh ngapain ngikutin aku!"
"Gue dulu ...."
" Nggak Gue dulu ...."
"Ladies first ..."
"Ngada ladies-ladies san ..."
"Ish ... aaakkkkhhh ada kecoa" Adhisti melompat kedalam gendongan Aditya.
"Mana?" jawab Aditya celingukan sambil menggendong Adhisti seperti anak koala.
Aditya yang tak menemukan kecoa di dalam kamar mandi. Menyeringai seketika terlintas ide dalam benaknya. Aditya kali ini tak menyia-nyiakan kesempatan. Aditya yang masih menggendong Adhisti, keluar membawa Adhisti dan menjatuhkan tubuh Adhisti ke atas ranjang.
Semetara Aditya langsung berlari kencang ke kamar mandi meninggalkan Adhisti yang berteriak tak terima atas kekalahannya dalam perebutan kamar mandi.
Hari berganti hari kini Aditya dan Adhisti, sudah mulai menyesuaikan diri satu sama lain meski masih sering terjadi pertengkaran dan perselisihan. Tadinya Adhisti tetap kekeh tak ingin satu kamar. Namun, akhirnya gadis itu pasrah hanya saja Aditya tidak boleh tidur di ranjang yang sama. Alhasil Aditya harus membeli kasur lagi namun tanpa ranjang tentunya.
"Ini apa kak ?" ucap Adhisti saat berada di meja makan. Mereka berdua sedang menikmati sarapan, dan bersiap untuk pergi beraktifitas. Aditya ke kampus sedangkan Adhisti ke sekolah.
"Baca aja lah," jawab malas Aditya sambil terus memasukan nasi goreng me mulutnya.
"PEDOMAN MENJADI ISTRI YANG BAIK,
Melayani kebutuhan suami.
Tidak membantah perkataan suami.
3 Menghormati suami ... apaan si kak?" kesal Adhisti mulai membaca peraturan demi peraturan yang ada pada selembar kertas yang dikirim oleh sang kakek.
"Ya Lo baca aja lah ... heh" senyum jail tercetak jelas di wajah Aditya. Manakala melihat wajah kesal Adhisti.
"Eh kakak juga punya itu!" kesal Adhisti melihat senyum jail dari Aditya, ia menunjuk amplop yang ia yakini jika isinya pun sama seperti miliknya.
Aditya membuka amplop yang ditujukan untuknya dan benar saja jika isinya tentang peraturan-peraturan yang di tujukan untuknya. Pedoman Untuk menjadi suami yang baik.
"Gimana hem ... " kini giliran Adhisti yang tersenyum mengejek sambil menguyah makanannya. Raut wajah Aditya berubah masam membaca peraturan yang ada pada kertas yang sedang ia baca.
"Eh ... Non, Den ... itu kayaknya ketukar Den, Non " mbok Muti menghampiri pasangan muda itu dan menukar kertas yang di pegang oleh Adhisti dan Aditya.
"Nah gini Den, Non, ini buat Non, yang ini buat Den bagus," ucap wanita paruh baya itu sambil menukar kertas mereka.
Adhisti dan Aditya melongo tak percaya, apa maksudnya ini semua. Aditya lantas menghubungi sang mamah menanyakan apa maksud dari surat yang berisi tentang pedoman menjadi suami yang baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!