NovelToon NovelToon

Coretan Luka

Coretan Pertama

Suatu malam di kediaman keluarga Bardi. Di sebuah kamar besar yang terkunci.

"Bercinta denganku!" ajak pria dengan wajah serius dan nada suaranya datar. Ia duduk bersandar di sofa memandang sinis seseorang yang berdiri dihadapannya.

Pria itu adalah Seinzi Selim Ardiansyah, seorang pria tampan berusia 26 tahun. Bertubuh tinggi langsing dengan tinggi badan 179 cm dan berat yang hanya 63 kilogram. Kulitnya putih mulus seolah tanpa cela. Rambut hitamnya yang selalu tersisir rapih membingkai wajah tampannya yang misterius. Bibirnya yang tidak pernah menunjukkan senyumnya membuatnya terkesan dingin.

Sementara wanita yang berdiri dihadapannya mematung, terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Tidak pernah terpikirkan olehnya teman sedari kecilnya itu akan meminta dia melakukan itu. Sesuatu yang bahkan tidak mungkin bagi pria dingin seperti Seinzi.

"Apa dia serius dengan apa yang dia katakan?" pikir wanita berambut panjang itu. "Dia tidak seperti Seinzi yang selama ini aku kenal?" Ia terus menimbang dengan ajakan yang tiba-tiba tersebut.

Wanita itu adalah teman Seinzi sejak masih kecil bernama Irina Damayanti. Usianya baru 24 tahun berbeda 2 tahun dengan Seinzi. Ibu Irina yang bekerja dikediaman keluarga Seinzi sejak dia masih berumur 2 tahun membuatnya bisa dekat dengan Seinzi. Meski Seinzi tidak pernah menganggap Iriana temannya dan tidak pernah menganggap kehadiran Irina yang selalu ada untuknya. Tetapi wanita ini tetap menumbuhkan cinta untuknya meskipun tidak pernah berbalas.

"Apa yang harus aku pilih? Apa aku akan melakukan yang Seinzi minta? Atau sebaiknya jangan? Aku akan menyerahkan keperawananku kepadanya kalau aku melakukan itu. Tetapi aku memang mencintai Seinzi." timbangannya sambil menundukkan wajah.

"Tidak pernah terpikirkan olehku kalau Seinzi seerti ini,"

"Kenapa diam?" Suara Seinzi mengembalikan kesadaran Irina. "Kamu selalu mengagungkan cintamu kepadaku. Buktikan sekarang!" tantang Seinzi begitu serius dalam tatapannya.

"Bila itu maumu." Irina menegakkan kepalanya menatap wajah Seinzi. Dengan berat hati Irina memutuskan pilihannya.

Dari wajah Irina yang sendu, tatapannya berubah penuh keyakinan. Jemarinya yang lentik membuka kancing atas kemeja yang ia kenakan. Memperlihatkan atas dadanya yang putih.

"Bila ini bisa membuatmu percaya akan cintaku,"

Tangan itu melanjutkan dengan kancing keduanya, setengah kancing lolos dari lubangnya.

"Shiiit!" geram Seinzi dengan cepat berdiri lalu mencengkram pergelangan tangan kiri Irina dan mendorongnya hingga terpojok ke tembok. Kancing kedua lolos dari lubangnya tanpa sengaja. Hingga dada mulus Irina yang tertutup bra menampakan diri.

Jantung Irina berdetak sangat cepat. Wajah Seinzi berada di hadapannya sekarang. Dia bisa merasakan hangatnya hembusan nafas Seinzi dan beraroma seperti mint itu di wajahnya.

"Jangan merendahkan dirimu untuk orang lain!" pekiknya dihadapan Irina dengan rahang mengeras. Matanya memicing menatap tajam ke dalam mata Irina. Irina memejamkan mata, takut.

"Kamu bukan orang lain untukku," jawab Irina seraya membuka matanya. Wajahnya meringis menahan sakit tangannya yang dicengkeram kuat Seinzi. "Kamu adalah orang yang aku cintai. Bila kamu ingin aku membuktikan cintaku dengan melakukan itu. Mari kita lakukan. Aku akan melakukan apapun untukmu Seinzi,"

"Bodoh!" tamparan keras mendarat di pipi Irina yang putih. Irina terperangah tidak percaya. "Siapa yang sedang kamu bodohi saat ini? Aku? Kamu pikir aku akan percaya dengan segala cintamu itu?" teriak Seinzi.

"Kenapa? Aku selalu mencoba membuktikan cintaku padamu tetapi kenapa kamu begitu sulit percaya kepadaku?" Irina menangis, selain sakitnya tamparan Seinzi dia merasa jauh lebih sakit di hatinya. Saat Seinzi sangat sulit mempercayai cintanya yang tulus.

"Semua orang yang sedang bersandiwara dengan cintanya bisa melakukan apa saja. Termasuk dirimu. Bahkan merendahkan diripun kamu sanggup," sinis Seinzi.

"Satu-satunya yang membuatmu bertahan denganku hanyalah karena rasa bersalahmu. Iya, kan?" tanya Seinzi menyindir Irina.

"Dari sebelum itu terjadi aku memang sudah mencintaimu dan itu tidak akan pernah berubah meski kamu melarangku bahkan mengusirku dari hidupmu." Irina menjawab dengan yakin.

"Kita lihat saja, seberapa kuat kamu memegang cinta palsumu itu. Akan aku pastikan cinta itu yang akan membuatmu menderita lalu menyerah," ujar Senzi lalu pergi keluar dari kamar.

Irina duduk bersimpuh sambil menitikan air mata.

"Aku tidak pernah berpura-pura mencintaimu Seinzi. Cintaku tulus bukan karena rasa bersalah. Ya mungkin seumur hidupku aku akan merasa bersalah kepadamu tetapi cinta ini tumbuh di luar itu semua. Andai kamu dapat melihatnya." Irina berdiri dan merapihkan kemejanya kembali.

Di luar kamar, sesosok bayangan hitam di balik pilar tembok bercat putih memperhatikan Senzi keluar dari kamarnya. Dia mendengar semua yang terjadi di dalam.

"Untuk apa kamu sia-siakan hidupmu untuk pria tidak tahu diri itu, Ka?" kata hati pria dibalik pilar. "Sampai kapan kamu akan menderita begitu? Kamu lebih pantas mendapatkan cinta yang tulus?" kata hatinya lagi terdengar miris.

...****************...

Selamat membaca semuanya ^_^

Semoga suka kisah haluku ya. Maaf masih acak-acakan dan ga padu.

Jangan lupa tinggalin jejak like n komen kalau sudah baca ceritaku ya kawan.

Terimakasih.

Cp. 2

Keesokan harinya di sebuah gedung perkantoran yang megah.

"Ka Irina!" panggil Sevin berlari menyusul Irina memasuki gedung. Memakai kemeja biru tosca, celana panjang hitam, sepatu pantopel hitam mengkilap dan menyelempangkan tas kerjanya di bahu.

"Pagi Sevin!" sapa Irina sambil terus berjalan. Sevin menyamai langkahnya.

Irina pun tampak cantik mengenakan pakaian kerja berwarna hitamnya. Rambut indah panjangnya yang tergerai menampakan kesan femininnya yang lembut.

"Pagi juga Ka Irina." Sevin membalas sapaan Irina sambil tersenyum hangat.

Sevin Selim Rivaldi, anak kedua Bardi Selim dan juga adik tiri dari Seinzi. Usianya baru 20 tahun. Memiliki tinggi badan 183 cm dan berat 66 cm. Dia masih duduk di bangku kuliah namun di sela kuliahnya dia bekerja di perusahaan keluarganya ini. Alasannya bukan karena ingin bekerja atau menambah pengalaman hanya saja dia ingin selalu bisa melihat wanita yang dia cintai.

"Ka aku sebenarnya sedikit terkejut ketika papa ternyata menyetujui permintaanku." kata Sevin terlihat sangat antusias.

"Permintaan apa itu Sevin?" tanya Irina memasuki lift bersama Sevin. "Kalau aku sih tidak terkejut. Aku baru terkejut kalau permintaanmu di tolak. Karena kamu kan anak kesayangan, apapun yang kamu minta pasti dikabulkan." jawab Irina.

Mengatakan hal itu membuat Irina mengingat akan Seinzi. "Terlalu banyak luka inner child yang kamu tanggung, dan perasaan tanpa kasih dan cinta dari keluargamu membuatmu menjadi keras seperti ini Seinzi," Pikirnya.

"Karena itu aku ingin selalu ada disisimu, aku ingin menunjukkan kamu tidak sendiri kamu masih memiliki aku," tambahnya.

"Ka!" Panggilan Sevin membuat Irina tersadar dari lamunannya. "Kaka mendengarkan aku, kan ka?" tanyanya memastikan sambil memandang wajah Irina.

Lift berhenti di lantai tujuan Sevin dan Irina. Pintu terbuka dan mereka pun keluar dari lift.

"I-iya sevin. Tentu," jawab Irina terbata. "Lalu apa yang kamu minta kepada papamu sevin?" tanya Irina sambil berjalan menuju meja kerjanya.

"Rahasia. Nanti juga kakak akan tahu. Aku keruanganku dulu ya ka," pamit Sevin. Berjalan dengan riang seolah melayang di lantai.

"Sevin itu selalu terlihat seperti anak-anak." Dalam hati Irina memandangi kepergian Sevin. "Tetapi dia pria yang baik dan selalu bisa diandalkan. Tidak aku pungkiri dia juga pria yang manis," pikir Irina tanpa sadar menyunggingkan senyumnya.

"Cinta kepadaku dia bilang." Dari kejauhan Seinzi memperhatikan Irina. "Lihat saja bagaimana cara dia menatap Sevin. Tatapan yang juga penuh cinta. Wanita munafik," katanya lagi di dalam hati.

"Penuh kepura-puraan. Mana ada orang yang bisa mencintaiku dengan tulus selain ibuku. Semua orang disekitarku sama saja," sambungannya sambil berjalan melewati meja kerja Irina menuju ke ruang kerjanya.

Irina memandang Seinzi dan memberikan senyum simpulnya yang malu. Namun Seinzi sama sekali tidak meresponnya. Dia berjalan dengan angkuh menuju ruangannya. Namun Irina tidak pernah sakit hati, dia selalu bisa memahami dan memaklumi Seinzi. Dan sikap dingin dan acuhnya malah membuat Irina semakin tertarik kepadanya.

Irina bekerja sebagai sekretaris pribadi Seinzi di perusahaan. Setelah lulus kuliah, Tuan Bardy menunjuknya secara pribadi Irina untuk bekerja di sana sebagai sekretaris Seinzi. Dan karena hal itu juga, Seinzi tidak bisa menolaknya. Mau tidak mau dia bekerja bersama Irina.

Jam makan siang saat teman yang lain berhamburan keluar kantor untuk mencari makan Irina tetap di mejanya. Saat di kantor hanya tinggal beberapa orang, Irina membawa kotak makan ke ruangan Seinzi.

Tok...tokkk....tokkkk

Irina mengetuk pintunya. Hingga sahutan suara Seinzi dari dalam mempersilakan untuk masuk.

"Permisi, Direktur! Sudah waktunya makan siang," kata Irina memasuki ruangan kerja Seinzi.

Seinzi masih sibuk dengan pekerjaan di mejanya.

"Kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" ketus Seinzi.

"Iya Direktur saya lihat kok. Karena itu saya ke sini. Makan dulu ya, aku membawakan makanan kesukaanmu," kata Irina Tersenyum manis menaruh kotak makannya di atas meja.

Seinzi hanya melirik sedikit dan kembali sibuk.

"Mau aku suapin aja?" tanya Irina membuka kotak-kotak berisi makanan yang telah dia siapkan dari rumah.

Pria paling jaim itu pun menaruh perhatiannya kepada makanan yang Irina bawa daripada harus disuapin layaknya anak kecil.

"Bisa nggak sih kamu itu jangan terlalu perhatian sama aku?" pintanya menerima kotak berisi nasi.

"Nggak bisa. Aku udah begini dari dulu." jawab Irina.

"Aku jadi seperti nggak punya ruang harus dibuntuti kamu terus," ketusnya mengambil lauk di kotak lain.

"Gitu ya. Tapi biarin, asal keperluaan kamu terpenuhi dan kamu nggak gampang sakit," jawab Irina bertopang dagu memandang kagum kearah Seinzi yang sedang makan.

"Kenapa kamu nggak makan?" tanya Seinzi.

"Nggak, nanti aja,"

Seinzi berhenti makan sejenak seolah berpikir. Irina menatapnya bingung.

"Apa kamu memberikan makanan ini juga kepada Sevin?" tanyanya.

"Nggak. Apa aku perlu memberinya?" tanya Irina berdiri dari duduknya dan mengambil satu kotak makan.

"Eh...jangan. Aku lagi makan!" tegurnya menarik kotak yang akan Irina bawa. Irina menahan tawa melihat Seinzi yang seperti itu.

Hari semakin sore ketika Irina selesai dengan pekerjaannya. Kantor sudah sepi karena hampir semua karyawan sudah pulang. Beberapa kali dia melihat ke arah ruangan kerja Seinzi. Betapa penasarannya ia karena Seinzi belum juga keluar dari ruangannya. Ia berdiri hendak pergi ke ruangan Seinzi.

"Ka Irina!" Namun terhenti oleh kedatangan Sevin. "Belum pulang? Ayo kita pulang bersama!" ajak Sevin dengan senyuman sehangat matahari pagi meski ini sudah sore hari.

"Eum, aku menunggu ka seinzi."

"Pulanglah bersamanya, kenapa harus menunggu ku?" sahut Seinzi tiba-tiba keluar dari ruangannya.

"Tidak!" sergah Irina cepat. "Biasanya aku juga pulang sama kamu kan?"

"Maaf Sevin, aku akan pulang bersama ka seinzi. Tidak apa-apakan? Kamu tidak akan marah kan?"

"Nggak kok ka, tenang saja," jawab Sevin tersenyum dipaksakan.

Irina berjalan cepat mengekor dibelakang Seinzi. Mereka memasuki lift.

"Sevin, cepat naik! Kita turun sama-sama," ajak Irina melambai riang ke arah Sevin.

"Oh iya ka!" Sevin setengah berlari, bergegas masuk ke dalam lift.

"Semua ini akan segera berakhir. Ka Irina tidak perlu terluka lagi dengan sikap kasar ka Seinzi," pikir Sevin yang berdiri di belakang Seinzi sambil memandang Irina penuh senyum.

"Ada apa dengan anak itu? Kenapa dia tersenyum penuh makna begitu?" tanya Seinzi di dalam hatinya menatap sinis ke arah Sevin dari pantulan di pintu lift.

...****************...

Apakah yang sedang direncanakan Sevin sebenarnya? Bisakah dia berhasil membuat Irina tidak terluka lagi karena Seinzi?

Tunggu di chapter selanjutnya ^_^

Tinggalin jejak kalau udah mampir ya kawan. Like n komen jangan lupa ^_^

Terimakasih

Follow aku dan ig aku @areunanuera

Chapter 3

"Seharusnya kamu kan bisa pulang sama Sevin. Kenapa harus pulang sama terus?" protes Seinzi saat mereka telah di mobil.

"Aku sudah biasa pulang sama kamu. Dan aku maunya pulang sama kamu aja." jawab Irina.

"Membuat aku repot saja!" keluh nya sambil fokus menyetir. Yang malah membuat Irina terkekeh dibuatnya.

Irina sudah hafal dengan sifat Seinzi yang suka marah-marah kesal tetapi akan tetap dia lakukan. Seinzi bukan orang yang bisa menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Dia akan lebih nyaman ketika menunjukkan sifatnya yang dingin dan angkuh. Namun sifatnya inilah yang membuat Irina semakin tertarik kepadanya.

Seinzi tidak memiliki banyak teman apalagi teman lawan jenis. Satu-satunya wanita yang berani mendekatinya hanyalah Irina. Selain karena memang telah saling mengenal dari kecil. Irina pun paling dapat mengerti sifat Seinzi.

Karena itu meskipun Seinzi sering kasar dan juga menghinanya baik secara sengaja maupun tidak Irina tidak pernah mengambilnya ke hati. Dia akan selalu memaafkan Seinzi.

Irina adalah saksi hidup bagaimana kerasnya hidup yang Seinzi jalani. Dan bagaimana menderitanya hidup Seinzi. Dia ingin selalu menunjukkan kepada Seinzi bahwa Seinzi tidak sendiri, dia masih memiliki dirinya dan menyayanginya.

Akan tetapi hati Seinzi yang sekeras batu tidak pernah dapat menerimanya. Hanya kesabaran, kekuatan dan cintanya yang tulus, yang membuat Irina bisa bertahan selama ini.

Sesampainya di rumah sepulang bekerja, ibu irina sedang sibuk di dapur. Irina menghampiri ibunya dan terkejut dengan banyaknya hidangan yang sedang disiapkan ibunya.

"Ibu masak banyak sekali?" Tanya Irina.

"Akan ada tamu penting malam ini." Jawab ibu tanpa melepaskan pekerjaan memasaknya.

Ibu Irina, Errysa Maya, umurnya masih 45 tahun. Bertubuh kurus dengan tinggi badan 153 cm. Ibu Irina memiliki kulit yang putih, rambutnya yang hitam kini bercampur warna putih dimakan usia. Wajahnya yang tirus selalu terlihat pucat. Berjuang sendiri membesarkan Irina setelah ditinggalkan suami saat Irina masih sangat kecil membuatnya terlihat lebih tua dari usianya.

Beruntung dia bekerja di keluarga Bardy yang mau membantu membiaya sekolah Irina. Hingga Irina bisa bersekolah sampai bangku kuliah. Karena ibunya bekerja di sana dan tidak ada yang bisa menjaga Irina saat ibunya bekerja Irina selalu ikut ke rumah keluarga Bardy. Hal ini juga yang membuat Irina bisa berteman dan tumbuh bersama Seinzi dan Sevin.

"Tamu penting siapa bu?" tanya Irina penasaran.

"Tuan Bardi dan keluarganya akan datang." jawab ibu sekenanya.

Irina terkejut. "Tuan Bardi? Untuk apa? Tidak biasanya?"

"Mereka datang untuk melamarmu."

"Melamarku? Benarkah itu ibu?" Nada riang terdengar dari suara Irina.

"Sudah jangan banyak tanya. Ibu sibuk. Sebaiknya kamu membantu ibu menyiapkan meja makan."

"Baik bu."

"Seinzi, apa dia yang akan melamarku?" pikir Irina sumringah. Perutnya bergejolak seolah ada kupu-kupu terbang mengitarinya. Betapa hatinya berdebar memikirkan pria pujaan hatinya akan datang melamarnya.

"Meskipun kita tanpa ikatan yang terucap, aku tahu bahwa kita akan bersama. Tetapi aku tidak menyangka akan secepat ini."

Irina membantu Ibu memasak di dapur. Setelah semua makanan hampir siap Ibu menyuruh Irina bersiap dan berhias dengan baik.

Irina mengenakan pakaian terbaiknya untuk menyambut sang pangeran hati.

Pukul 8 malam. Tidak lama setelah Irina bersiap keluarga Bardi pun tiba di rumah sederhana Irina. Berbeda dengan megahnya kediaman Bardi, rumah Irina hanya rumah type 36 yang hanya memiliki dua kamar tidur, dapur mungil, ruang tamu sedapatnya dan satu kamar mandi berukuran 1x1,5 m.

Irina dan ibunya menyambut mereka di depan pintu masuk. Satu persatu anggota keluarga Bardi keluar dari dalam mobil. Tuan Bardi dan istrinya berada di satu mobil yang sama. Mobil sedan mewah keluaran terbaru berwarna hitam. Sementara mobil lain dibelakangnya mobil suv berwarna putih yang merupakan mobil milik Sevin. Dengan wajah sumringah Sevin keluar dari dalam mobilnya.

Sementara Irina mencari sosok yang paling ingin dia temui, Seinzi.

"Selamat datang tuan Bardi!" sambut ibu Irina, tersenyum ramah. "Mari silahkan masuk!" katanya mempersilahkan.

"Terimakasih Erry." jawab Tuan Bardy memasuki rumah Irina diikuti istrinya, Nyonya Dania Sureza.

Tuan Bardy adalah salah satu orang terkaya di negara ini. Bisnis keluarganya yang turun temurun berada dipuncak kejayaannya setelah dipegang olehnya. Tuan Bardy memiliki tubuh sedikit berisi, kulitnya putih, dan mengenakan kacamata minus dengan frame emas.

Sementara Dania Sureza seorang wanita berusia 42 tahun. Seorang wanita sosialita bertubuh kecil langsing dengan kulit putih glowing dan wajah cantiknya yang awet muda berkat perawatan mahal dari uang bardy. Dia merupakan istri kedua dan ibu kandung dari Sevin. Dia kesayangan Bardi bahkan saat istri pertamanya masih hidup. Kecantikan ditambah mulut manisnya berhasil merebut Bardy seutuhnya dari ibu Seinzi. Sampai ibu Seinzi harus menyerah karena depresi dan akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri.

Wajah jutek Dania terlihat jijik menginjakkan kakinya di rumah Irina.

"Ka Seinzi tidak ikut?" bisik Irina sebelum Sevin masuk ke dalam rumah menyusul kedua orangtuanya.

"Dia bahkan tidak tahu kalau kami ke sini." jawab Sevin.

"Jadi kalian membuat kejutan untuknya?" tanya Irina berbisik.

"Tidak juga sih." jawab Sevin mentautkan alisnya yang tebal.

"Terus?" Irina belum terlalu mengerti.

"Sevin, masuk nak!" Pangil Bardi dari dalam. Sevin masuk ke dalam rumah dan ikut duduk di sofa lusuh berwarna coklat tua bersama kedua orangtuanya. Meninggalkan Irina dalam penantiannya menunggu Seinzi yang tak kunjung tiba.

Dengan putus asa, Irina menyusulnya masuk dan berdiri di sisi sofa tempat ibunya duduk. Dia masih mencoba berpikir positif kalau Seinzi meminta keluarga untuk mewakili dirinya meminang Irina.

"Jadi seperti yang sudah saya katakan, maksud ke datangan kami ke sini ingin melamar putrimu untuk putra kami." ungkap Tuan Bardy to do point.

"Tentu, tentu. Kalau saya tidak bisa memutuskan karna ini sepenuhnya ada di tangan Irina. Bagaimana Irina?" tanya kembali ibu Irina.

Irina yang masih berdiri terlihat gugup dalam senyum bahagianya. "A-ku,"

"Apa kamu mau menikah dengan tuan muda Sevin?" sambung Ibu Irina menyela Irina.

"Sevin?" Irina sangat terkejut.

"Iya. Dia memintaku melamarkan dirimu untuknya. Kamu tahu kan Sevin itu seperti apa. Kalau dia menginginkan sesuatu dia akan bersikeras untuk itu," timpal Tuan Bardy.

Irina mematung, Bagai mendengar petir di malam hari, dia terkejut dan tak percaya dengan apa yang dia dengar ini.

"Jadi lamaran ini untuk Sevin?" tanya Irina memastikan.

"Bukan Seinzi yang melamarku? Mengapa ini jadi seperti ini? Sevin sangat tahu aku hanya mencintai Seinzi, tetapi dia...,"

...****************...

Semuanya tidak sesuai harapan Irina. Menahan rasa kecewanya apakah Irina akan menerima lamaran Sevin?

Jawabannya di chapter selanjutnya. Yuk buka halaman baru segera!

Kalau kalian akan menerima lamaran Sevin ga nih gengs? Tulis jawaban kalian di komen ya aku mau tahu juga.

Jangan lupa tuk like, komen and vote juga ya.

Terimakasih!

Happy reading.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!