...Nihao readers👋🏻❤...
...Welcome To My Story...
...&...
...Happy Reading...
...▪■▪■▪■▪...
Di sebuah bangunan di salah satu kota di Negara C, terdengar suara tembakan bersahutan yang memekakkan telinga.
Dor... Dor... Dor...
"Bebaskan anak-anak itu atau kau akan ku bunuh!!!" Ujar perempuan berbaju serba hitam dengan jaket berlambang Scorpio di punggungnya.
"Hahaha... membunuh ku?!" Sahut seorang pria yang tengah duduk santai di kursinya dengan banyak bodyguard di sampingnya.
"Coba saja kalau kau bisa!!!" Sambung nya dengan nada meremehkan.
"Oh... kau meremehkanku?!"
Perempuan itu mendengus, "Huh! Kau salah mencari lawan!"
Setelah menyelesaikan ucapannya, perempuan itu segera berlari ke lantai atas, tempat di mana pria tadi berada. Ia berlari dengan sesekali melawan orang yang menghadangnya, pukulan, tendangan serta tangkisan ia lakukan. Sesampainya di hadapan pria tadi.
"Hallo patner lama, sudah lama sekali kita tidak berjumpa." Ujar sang pria dengan senyum licik nya.
"Ho, patner lama ya?"
"Ya? Memang ada yang salah dengan itu?"
"Salah, sangat salah. Saya tak pernah punya patner yang hanya berlindung di balik punggung bawahannya." Perempuan itu berbicara dengan nada meremehkan, ia berniat memancing emosi lawan.
Dan benar saja, pria di hadapannya langsung bangkit dari kursinya lalu berkata.
"Kau!! Secara tidak langsung kau berkata aku lemah?!!" Pria itu membentak perempuan yang ada di sebrang nya dengan wajah merah, penuh emosi.
"Wah anda mengaku lemah? Padahal tadi saya tidak berkata anda lemah loh." Ucap perempuan itu dengan senyum penuh arti.
"Diam kau Xiao Lin! Kalian lawan dia!" Pria tadi langsung memerintahkan bawahannya untuk melawan Xiao Lin.
"Ho ho pak tua, anda sangat tidak sabaran rupanya." Ujar Xiao Lin, lalu langsung menghajar bawahan pria tadi.
Dengan cekatan Xiao Lin menangkis serangan demi serangan yang di arahkan kepada nya, ia juga langsung membalas serangan mereka dengan brutal. Tak butuh waktu lama Xiao Lin pun telah mengalahkan bawahan pria tua itu.
"Ayo mana lagi?" Tantang Xiao Lin dengan smirk nya.
Dor
Dari arah belakang ada yang menembakan peluru ke arah Xiao Lin, namun dengan lihai Xiao Lin menghindar lalu ia mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku jaket nya lalu mengarahkan kepada orang yang tadi menembak Xiao Lin.
Dor
Dor
Dengan dua peluru orang yang tadi menembak Xiao Lin langsung terkapar tak bernyawa. Xiao Lin yang merasa ada pergerakan dari arah belakang nya ia pun berbalik dan terlihat pria tadi siap untuk memukul Xiao Lin dengan sebuah kayu, namun belum sempat kayu itu mengenai tubuh Xiao Lin, Xiao Lin dengan sigap menendang tangan pria itu.
Kayu yang di pegang sang pria itu terjatuh. Melihat kayu yang terletak berada jauh dari jangkauan-nya, pria itu menggerakkan giginya, berlari dan mengarahkan tinjunya ke arah Xiao Lin.
Namun, dengan cekatan Xiao Lin menangkis-nya lalu menendang perut pria itu.
Bugh
Brak
Pria itu terjatuh di lantai lalu ia mengambil pistol yang ada di sampingnya lalu mengarahkan ke Xiao Lin.
Dor
Xiao Lin berhasil menghindar dari peluru itu, lalu ia membalasnya.
Dor
Dor
Dor
Tiga peluru tepat mengenai jantung dan juga kepala pria tadi, sang pria tersungkur ke lantai.
"Hufh, akhirnya selesai." Gumam Xiao Lin menghela napas lega, lalu ia berjalan ke arah anak buah nya yang berada di lantai dasar.
Di tangga ia berkata "Hei kalian, bawa anak-anak itu keluar."
"Siap Nona." Balas bawahan Xiao Lin, kompak.
Dari arah belakang pria yang tadi di kira Xiao Lin telah mati terlihat ia memegang pistol dengan tangan bergetar ia menembak Xiao Lin dengan sisa tenaganya.
Dor
melihat peluru itu berhasil menembus tubuh lawan, pria itu tersenyum lalu menghembuskan nafas terakhirnya.
Satu peluru itu tepat mengenai jantung Xiao Lin, bawahan Xiao Lin yang berada di lantai bawah panik melihat atasan-nya terhuyung lalu berguling di tangga.
Bruk
Xiao Lin mencoba untuk berdiri, namun karena kelelahan dan juga cukup banyak kehilangan darah ia pun diam saja. Bawahan Xiao Lin berlari ke arahnya dengan panik, mereka terus bergumam, mengatakan kalau Xiao Lin harus baik-baik saja.
Mereka segera membawa Xiao Lin ke rumah sakit terdekat, karena dokter di tim-nya saat ini tidak ikut ke dalam misi.
"Nona mohon bertahanlah."
"Xin..."
Xin yang menggendong Xiao Lin pun menjawab dengan ter engah-engah, "Iya Nona."
"Saya.. titip or-ganisasi.. pada-mu..huh.. huh.. huh.." Ucap Xiao Lin terbata-bata matanya memberat, penglihatannya memburam.
"Nona jangan berkata seperti itu, nona harus bertahan." Ucap Xin sedikit membentak.
Di dalam mobil Xiao Lin mendengar suara Xin "Nona jangan tertidur! Nona jangan tutup mata anda!"
"Xin.. sekali.. lagi..saya titip.. organisasi.. saya... lelah... saya ingin tidur... Saya... lelah."
"Nona tidak! Tidak...!!!" Teriakan Xin penuh dengan air mata. Bawahan Xiao Lin yang berada di mobil hanya menangis tanpa suara.
"Saya... tidur.. dulu ya.." Xiao Lin menutup matanya.
"Nona...!"
Sebelum nyawa Xiao Lin benar-benar menghilang ia membatin "Tuhan kalau ada kesempatan, aku ingin hidup lagi, aku ingin merasakan bagaimana rasa nya kasih sayang, dan hidup bahagia."
...🔸️To Be Continued🔸️...
Author Note 📝 :
Hallo semuanya👋🏻
ini cerita pertama aku di sini semoga suka yah.
Selesai Revisi ✔️
...▪■▪■▪■▪...
Di sebuah ruangan dengan nuansa kuno, terbaring seorang gadis dengan wajah yang sangat pucat dan di sebelah nya ada seorang gadis mengenakan baju pelayan sedang menangis sesegukan.
"Nona, budak ini mohon jangan tinggalkan budak ini." Ucapan penuh harap itu terdengar sangan menyayat hati. Tangan kecilnya terus menggoyang-goyangkan tubuh gadis mungil yang di panggil Nona itu.
Wajah gadis mungil yang tadi nya sangat pucat kini terlihat ada sedikit rona merah.
"Enghhh." Sebuah lenguhan keluar dari bibir kecil itu.
"Nona? Nona sudah sadar?!" Pelayan itu kaget sekaligus senang ketika mendengar lenguhan yang keluar dari bibir Nonanya.
"Nona tunggu sebentar, Nubi akan memanggil kan Tabib¹ ." Pelayanan itu segera berlari ke arah luar dengan tergesa-gesa.
Setelah melihat pelayan itu keluar Xiao Lin duduk bersandar ke kepala ranjang.
"Di mana ini?" Gumamnya pada diri sendiri.
Tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit, seperti ada batu besar yang menimpa nya. Perlahan sebuah memori melintas di kepalanya. Ingatan tentang penyiksaan yang diterima Huang Yun Yi dari salah satu Selir sang Ayahanda. Yaitu selir utama dan juga sang anak. Tentang bagaimana ia di hina oleh orang-orang dari kekaisaran karena wajah nya yang penuh dengan jerawat. Namun satu yang sangat menonjol, Ayahnya Huang Jichen adalah orang yang selalu membela dan menyayanginya. Huang Jichen selalu memanjakan Yun Yi, ia tak merasa malu mempunyai anak yang di juluki 'si buruk rupa'.
Kasih sayang yang di berikan Jichen pada Yun Yi membuat hati Huang Mei Yan memanas, ia juga ingin mendapat kasih sayang yang lebih dari sang Ayah. Dan inilah salah satu alasan mengapa Selir utama selalu menyiksa Yun Yi ketika sang Jendral Huang tidak ada di kediaman.
Setelah itu rasa sakit yang Xiao Lin terima berangsur-angsur membaik.
"Tenang saja aku akan membantu mu untuk membalas dendam, Yun Yi." Ujar Xiao Lin dengan mata yang memancarkan kebencian yang kentara.
'sepertinya aku harus ber pura-pura hilang ingatan supaya bisa membalaskan dendam pemilik tubuh ini.' Lanjutnya di dalam hatinya.
Lamunan Xiao Lin terputus kala pintu di buka oleh gadis pelayan tadi dengan seorang pria paruh baya yang membawa kotak kayu di sampingnya.
"Tabib cepat periksa keadaan Nona kedua."
Pria yang di panggil Tabib itu hanya mengangguk lalu segera memeriksa Xiao Lin, setelah memeriksa Xiao Lin Tabib itu berbicara.
"Keadaan Nona kedua Huang saat ini sudah mulai membaik, walaupun racunnya masih belum seluruhnya menghilang. Saya akan meracik obat untuk proses penyembuhannya, sekitar dua jam setelah makan siang, saya akan kembali memberikan obat sekaligus memeriksa kembali keadaan Nona kedua Huang."
"Baik Tabib, terimakasih sudah memeriksa Nona kedua saya." ujar Pelayan itu.
Sebelum Tabib itu keluar ia kembali ber balik ketika Xiao Lin atau yang di panggil Nona kedua Huang itu mengeluarkan pertanyaan yang membuat semua orang yang di sekitarnya mengerutkan kening nya, bingung.
"Ini dimana? Dan siapa aku?"
"Nona anda tidak mengingat nama anda sendiri?" Tanya pelayan itu yang hanya di balas gelengan.
"Tabib kenapa Nona tidak bisa mengingat namanya?"
"Biar saya periksa kembali."
Lalu sang Tabib pun kembali memeriksa Xiao Lin kembali.
"Nona kedua Huang, apa anda benar-benar tidak mengingat nama anda?" Lagi-lagi hanya di balas dengan gelengan oleh Xiao Lin.
Xiao Lin terkekeh di dalam hati, sepertinya bakat ektingnya ini terbawa sampai ke tubuh ini, kalau begitu bukankah bakat yang lainnya pun pasti terbawa. Memikirkan itu membuat hati Xiao Lin berbunga-bunga.
Ketika sang Tabib akan menjelaskan keadaan Xiao Lin, sebuah suara teriak dari arah depan mengalihkan perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.
"JENDRAL HUANG MEMASUKI RUANGAN."
Seorang pria yang ber-umur sekitar 40 tahun masuk dengan Zaosan² berwarna Navy dengan corak daun bambu, yang sangat cocok dengan warna rambut nya yang hitam legam, auranya terasa sangat berwibawa dan sangat mengintimidasi. Di pinggang nya terdapat sebuah pedang yang bergoyang seiring dengan langkah sang pria. Pandangan matanya yang tajam dan juga tegas mampu membuat semua orang, kecuali Xiao Lin, tunduk.
Namun, jika di lihat dengan seksama mata tajam itu memancarkan aura lembut yang hanya tertuju pada Xiao Lin.
"Yang rendah ini memberi salam kepada Jendral Huang." Ucap semua orang yang ada di ruangan itu, terkecuali Xiao Lin.
"Bagaimana keadaan nya?" Suara bariton yang tegas dengan pembawaan yang berwibawa menggema di ruangan itu.
"Menjawab Jendral Huang, keadaan Nona kedua cukup membaik dari yang sebelumnya, namun..." Sang Tabib seperti agak enggan untuk melanjutkan. Atau takut?
"Lanjutkan."
"Namun, racun yang ada di tubuh Nona kedua cukup sulit untuk di atasi, dan sepertinya karna racun itu sekarang Nona kedua kehilangan ingatannya."
"Kehilangan ingatannya?"
"Ya Jendral."
Jendral Huang mengalihkan pandangan nya ke arah seorang gadis yang sedang bersandar tenang di kasurnya.
"Apakah itu benar Yun Yi?"
"Siapa Yun Yi?" Tanya Xiao Lin dengan raut wajah polos.
"Seperti-nya benar. Lan Mei urus majikan mu dengan baik, jangan lakukan kesalahan. Jika ada kemajuan, kabari aku, segera!" Setelah mengatakan itu Jendral Huang segera pergi keluar dari paviliun mawar (nama kediaman/tempat yang di tinggali Yun Yi).
"Lan Mei? Apakah itu nama mu?" Tanya Xiao Lin menunjuk pelayan yang sedang berdiri di samping Tabib.
"Ijin menjawab. Itu benar Nona, nama budak ini Lan Mei."
"Lalu ... siapa nama ku?" Tanya Xiao Lin.
"Ijin menjawab kembali Nona, Nama Nona adalah Huang Yue Yin."
Sebelum Lan Mei kembali berbicara sang Tabib lebih dulu ber-ucap "Maaf menyela, yang tua ini pamit mengundurkan diri. Yang tua ini masih harus memeriksa beberapa orang."
"Baiklah kalau begitu terimakasih Tabib Ao." Bals Lan Mei dengan sedikit membungkukan badannya, hormat.
Tabib Ao pun mengangguk kecil lalu bergegas keluar, setelanya di dalam kamar hanya tersisa Yue Yin dan Lan Mei saja.
*Note, kita panggil Xiao Lin jadi Yun Yi.
"Lan Mei bisa kau ceritakan tentang identitas ku?" Tanya Yun Yi.
"Baik Nona. Jadi, Nona adalah putri ke dua di kediaman Huang ini. Nona adalah anak dari salah satu selir Jendral Huang. Nama ibu Nona adalah Qiu Ran Ran, Selir Qiu meninggal dunia saat Nona ber-umur 1 tahun. Saat itu Nona dan selir Qiu baru kembali dari kuil. Namun di tengah perjalanan pulang, kerata yang Nona dan Selir Qiu tumpangi di kepung oleh sekumpulan bandit gunung, Selir Qiu tertusuk panah ketika menyelamatkan anda."
"Lalu Ayah Ku?"
"Ahh... Mengenai Jendral Huang, ia adalah salah satu jendral yang sangat di hormati di kekaisaran Xi ini. Jendral Huang mempunya satu istri sah dan tiga Selir, namun karena kepergiannya Selir ke dua yaitu Ibu Nona. saat ini Jendral Huang hanya memiliki 2 Selir."
Lan Mei menjeda untuk mengambil nafas, dan melanjutkan. "Oh ya, untuk Istri sah Jendral Huang bernama Xi Lan Fen dia adalah putri ke 9 kekaisaan Xi yang kita tinggali saat ini, lalu Selir pertama bernama Da Hui Long, dan Selir terakhir bernama Da Hui Ling ia adalah adik sekaligus saudara kembar dari Selir pertama. Anda juga punya dua kakak dan tiga adik, kakak pertama anda adalah Tuan muda Huang Qiou Yue, anak dari Nyonya Huang. Kakak kedua anda adalah Nona Huang Mei Yan anak dari selir pertama. Lalu anda juga mempunyai adik beda Ibu, yang pertama Tuan muda Huang An You anak dari Selir pertama, adik satu ibu Mei Nona. Adik kedua anda adalah Nona Huang min an, anak dari selir ke tiga. Dan yang terakhir adalah putri bungsu dari Fu Huang ini Nona Huang Yu Lin putri dari Huang Fū rén."
...🔸️To Be Continued🔸️...
Author Note 📝 :
Hallo Readers kembali lagi dengan cerita ini.
Apa kabar? Semoga baik ya.
Makasih udah mau baca ya.
Kalo boleh, tolong bantu promosi (。•̀ᴗ-)✧
Penjelasan :
Tabib \= Dokter.
Zaosan \= Hanfu (baju tradisional cina) laki".
Revisi✔️
...▪■▪■▪■▪...
Di pagi hari Yun Yi sedang berolahraga di belakang Paviliun, ia harus melatih fisik dari tubuh barunya ini. Tubuh barunya ini masih lemah, ia juga berencana untuk pergi keluar. Melihat pasar yang ada di zaman ini sekaligus membeli beberapa herbal yang akan ia racik untuk menghilangkan racun yang ada di tubuhnya ini.
Walau kemarin Tabib Ao sudah memberikan ramuan untuk menghilangkan racun yang ada di tubuhnya ini. Namun, itu bekerja sangat lambat. Dan Xiao Lin adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tidak suka sesuatu yang membuatnya menunggu lama. Jadi dia akan membuat ramuannya sendiri.
"Huft, untuk hari ini sepertinya cukup." Ujar Yun Yi.
"Ah, aku sangat lapar."
Setelah mengatakan itu Yun Yi memasuki kediaman lalu memanggil Lan Mei. Ketika Lan Mei Masuk ia langsung membungkuk lalu berkata "Budak ini memberi salam kepada Nona kedua."
"Hm, bangkit."
"Terima kasih Nona."
"Lan Mei, tolong tunjukan dapur yang ada di Fu ini. Hari ini aku ingin memasak makananku sendiri." Jelas Yun Yi.
Lan Mei terdiam, apa dirinya tidak salah dengar? Nonanya ingin memasak? Sendiri?!
"Ah, Nona. Mohon maaf jika Nubi lancang. Tetapi bukankan anda tidak bisa memasak?" Tanya Lan Mei dengan hati-hati, takut Nona-nya ini marah.
"Apakah kau pernah melihatku memasakak Lan Mei?" Bukannya menjawab Yun Yi kini malah melontarkan pertanyaan balik kepada Lan Mei.
"E.. itu, anu. Budak ini tidak pernah melihatnya." Jawab Lan Mei gugup.
"Ya sudah."
Berjalan mengikuti Lan Mei, Yun Yi sesekali melihat sekeliling, banyak pasang mata yang menatapnya dengan pandangan merendahkan, menghina, dan ada juka sebagian yang menunduk hormat.
Yun Yi hanya acuh saja terhadap para pelayan itu, ia melanjutkan langkahnya dengan tegas, seolah berkata bahwa ia tidak peduli terhadap pandangan mereka.
Sesampainya di dapur, Yun Yi langsung masuk lalu melihat ke sekeliling-nya. Dapur itu cukup luas, dengan meja-meja di pinggiran yang di atasnya terdapat banyak bahan makanan lalu di bawah meja pun juga sama. Lalu di tengah ruangan terdapat dua tungku perapian tempat memasak.
Yun Yi berjalan mendekati meja-meja itu, memilih beberapa sayuran, ayam, dan beberapa bumbu dan rempah.
"Nona, anda akan memasak apa?" Tanya Lan Mei.
"Rahasia." Ucap Yun Yi dengan mengedipkan matanya sebelah.
Setelah mengucapkan itu Yun Yi mulai berkutat dengan peralatan masak.
Beberapa saat kemudian Yun Yi telah menyelesaikan semua masakannya, ia memasak sup wonton, sup bunga teratai, tumis daging, dan beberapa tumis sayuran lainnya.
"Lan Mei, bawa makanan ini ke gajebo depan. Aku akan makan di sana." Titah Yun Yi.
"Oh, dan jangan lupa panggil Ayah." Lanjutnya.
"Baik, Nona."
Alasan utama memanggil Jendral Huang adalah, agar laki-laki terus memperhatikannya. Saat ini dirinya takut orang-orang yang tidak suka pada pemilik tubuh asli ini berulah. Dengan adanya dukungan Jendral Huang, setidaknya dirinya akan aman untuk sementara.
Yue Yin berjalan ke gajebo dekat dapur, lalu duduk menunggu jendral Huang.
"Yi'er."
Merasa ada yang memanggilnya Yun Yi pun menoleh, di sana Jendral Huang tengah berdiri di ambang pintu gajebo dengan tangan kanan yang di lipat kebelakang.
"Ayah mari makan." Ajak Yun Yi.
Jendral Huang kira kalau ajakan dari Yun Yi untuk sarapan bersama adalah ilusinya. Namun, ketika ia kini mendengar dari mulut Yun Yi sendiri mambuat hatinya di penuhi dengan musim semi.
"Ayah, kenapa melamun terus. Ayo duduk, kita sarapan bersama." Ucap Yun Yi, apa Jendral Huang tak ingin sarapan bersamanya, pikir Yun Yi.
"Ah, aku kira Lan Mei berbohong tantang kau yang mengajak aku sarapan bersama. Dan ternyata tidak. Itu membuat Aku agak terkejut." Jelas Jendral Huang.
"Apakah sebelumnya aku tidak pernah mengajak Ayah makan bersama?" Tanya Yun Yi dengan wajah bingung.
"Ya, benar."
"Kalau begitu ini pertamakalinya?" Tanya Yun Yi lagi.
"Benar. Kau belum pernah mengajakku sarapan bersama. Mungkin karena aku yang terlalu sibuk dengan pekerjaan." Sahut Jendral Huang.
Mendengar penjelasan dari Jendral Huang Yun Yi tidak lagi bertanya maupun berkata apapun. Dan tanpa ia sadari Jendral Huang kini sudah duduk di hadapannya.
"Yi'er. Kenapa malah kau yang melamun?"
"Ah tidak apa-apa."
"Kalau begitu ayo makan." Ajak Jendral Huang.
Jendral Huang mengambil sumpit lalu mulai mengisi mangkuk Yun Yi dengan berbagai macam sayuran. Lalau berkata,
"Makanlah sayuran yang banyak, ini baik untuk tubuh."
"Baik Ayah." Ucap Yun Yi dengan senyum kecil. Ia merasa bahagia di perlakukan seperti ini oleh Jendral Huang. Walaupun Jendral Huang bukan Ayah kandungnya, tapi ia sangat bahagia.
Ini adalah kali pertama, dirinya duduk bersama dengan seseorang yang di sebutkan Ayah. Di kehidupan sebelumnya, dirinya di besarkan oleh Ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dirinya dah Ayah kandungnya, tidak terlalu akrab.
"Oh ya, Ayah. Aku ingin meminta ijin pergi keluar rumah." Ucap Yun Yi di sela-sela makannya.
"Ingin kemana? Dan ada perlu apa?" Tanya Jendral Huang.
"Aku ingin berjalan-jalan di pasar dan aku ingin mencoba mengembalikan ingatanku yang dulu." Jawab Yun Yi menatap Jendral Huang dengan penuh harap.
Melihat mata Yun Yi yang bersinar antusias membuat Jendrla Huang tak berdaya.
"Baiklah At ah ijinkan."
"Yey, terimakasih Ayah."
'akhirnya'. Batin Yun Yi, berseru senang.
"Tapi dengan satu syarat." Ucapan Jendral Huang mendadak membuat kebahagiaan Yun Yi memudar.
'mengapa harus ada syaatnya.' batin Yun Yi menjerit.
"Syaratnya, Ayah akan ikut denganmu." Ucap Jendral Huang dengan tegas, kentara sekali kalau tidak ingin di bantah.
"Baiklah." Lain di mulut lain lagi di hati.
Walaupun ia berucap begitu, tapi Yun Yi terus saja menjerit di dalam hati. 'mengapa harus ikut sih.' batin Yun Yi berteriak.
Setelah menyelesaikan sarapannya, kini Yun Yi tengah berjalan bersama Ayahnya menuju gerbang Kediaman Huang. Di sana sudah ada satu kereta kuda dan juga satu kuda yang terlihat cukup mewah.
"Ayah, bisakah kita menaikki kuda saja?" Tanya Yun Yi.
"Kau ingin menaikki kuda Yi'er?" Tanya balik Jendral Huang.
Yun Yi mengangguk cepat, matanya berbinar cerah. "Benar, aku ingin menaikki kuda."
"Baiklah. Chu xi ambilkan dua kuda yang bagus." Titah Jendral Huang pada pengawal pribadinya.
"Bawahan ini mematuhi perintah."
Setelah Chu Xi pergi kini Yun Yi tengah menanti kuda yang seperti apa yang akan ia naikki. Jendral Huang yang melihat mata Yun Yi yang bersinar tanpa sadar menyunggingkan senyumnya.
Jendral Huang terkekeh, "Sepertinya kau sudah tidak sabar ya." Ucapnya.
"Benar. Aku tidak sabar melihat pasar. Pasti akan sangat menyenangkan." Yue Yin pun tanpa sadar bertingkah seperti anak kecil, padahal dulunya ia adalah pemimpin dari organisasi pembunuh bayaran.
"Oh! Dan juga pasti banyak camilah enak." Lanjutnya.
Yun Yi menoleh ke arah Jendral Huang.
"Ayah?" Yun Yi agak heran dan kaget ketika Jendral Huang tengah menatapnya dengan senyum lembut.
"Sudah lama Aku tidak melihat senyum ceriamu ini Yi'er. " Jantung Yun Yi berdetak dua kali lipat kala Jendral Huang mengusap puncuk kepalanya dengan penuh kasih.
'Beginikah rasanya di sayang Ayah?' Batin Yun Yi.
...🔸️To Be Continued🔸️...
*
*
*
Terimakasih sudah membaca. (◍•ᴗ•◍)❤
Revisi ✔️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!