...وَاَ نَّهٗ هُوَ اَضْحَكَ وَاَ بْكٰى ...
..."Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,"...
...(QS. An-Najm 53: Ayat 43)...
...🌪️🌪️🌪️...
Namaku Aisha Rumaisha, dipanggil Aish. Tahun ini aku telah genap berusia 18 tahun dan sedang duduk di bangku sekolah SMA swasta di kota ku.
Tidak seperti namaku yang islami dan memiliki arti yang baik, aku adalah gadis yang tidak suka terikat dan menyukai kebebasan. Aku tidak mau mengikuti aturan yang kurasa sejujurnya merugikan diriku sendiri seperti menutup aurat atau menggunakan jilbab misalnya.
Paham, kok. Pasti kalian akan berpikir bahwa aku adalah gadis yang gila dan nakal karena menutup aurat adalah perintah dari Allah yang pasti memiliki kebaikan untuk diriku sendiri.
Tapi hei,
Kebaikan itu sungguh tidak aku harapkan. Yah, dalam artian tanpa menutup aurat pun aku masih mendapatkan kebaikan untuk diriku sendiri.
Ngomong-ngomong kita sedang membicarakan tentang kecantikan, okay.
Jujur saja, aku tidak ingin terlihat sok pamer atau merasa sok cantik di depan kalian tapi beginilah adanya, aku memang terlahir dengan paras cantik yang tidak bisa tidak membuat kalian cemburu.
Usiaku masih muda tapi laki-laki yang telah menyampaikan ketertarikannya kepada ku semuanya terbentang dari adik kelas ku hingga laki-laki dewasa yang telah bekerja. Ugh, aku sama sekali tidak tertarik main-main dengan mereka karena aku adalah gadis yang setia.
Benar, sekali!
Aku sudah memiliki seorang kekasih. Kami berada di sekolah yang sama dan tahun ajaran masuk yang sama tapi tinggal di kelas yang berbeda. Jika dia adalah anak IPA, anak-anak yang diagung-agungkan karena kecerdasan mereka, maka aku berada di kelas IPS, dimana penghuninya selalu disalahpahami dan mendapatkan kesan buruk dari para guru.
Ugh, sejujurnya apa yang guru pikirkan tidak salah. Anak-anak di kelasku sendiri cenderung bebas dan menginginkan kebebasan sama halnya dengan diriku.
Tapi, aku ingin bertanya-tanya apa kebebasan itu salah?
Jika tidak, lalu kenapa aku dan yang lainnya selalu dipandang salah dan mendapatkan kesan buruk?
Jika benar, lalu kenapa Allah menciptakan kebebasan di dunia ini?
Aku kesulitan memahaminya.
Oh, mari kita kembali ke topik pembicaraan mengenai menutup aurat atau menggunakan jilbab. Kita bicarakan ini secara serius dan masuk akal tanpa perlu menggunakan emosi.
Baik, Allah menciptakan wanita dengan keindahannya dan Allah juga sangat menyukai keindahan. Maka aku simpulkan dari sini bila wanita adalah mahluk yang sangat Allah cintai karena wanita diciptakan dengan paras cantik, bentuk tubuh yang sempura, dan memiliki kasih sayang lembut.
Ya, Allah menciptakan wanita dengan kasih-Nya yang berlimpah. Lalu, kenapa kami para wanita harus menyembunyikan keindahan tersebut?
Kenapa kami harus menutupi keindahan yang telah Allah berikan kepada kami?
Bukankah sudah sepatutnya kami memperlihatkannya kepada semua orang bahwa inilah kami, mahluk yang Allah ciptakan dengan indah dan bukannya menyembunyikan dari pandangan?
Oh, orang-orang sok suci di sekeliling ku pernah mengatakan bila ini untuk melindungi diriku sendiri dari kejahatan syahwat dan pandangan jahat kaum laki-laki.
Oh, astaga. Jangan katakan itu lagi. Tatapan jahat yang dimaksud itu adalah tatapan kagum dari kaum laki-laki dan menurutku itu baik-baik saja. Lalu, berbicara mengenai syahwat. Aku pikir ini tergantung pada kecerdasan masing-masing. Bila kamu bodoh maka kamu akan menyerahkan harga dirimu pada kaum laki-laki tapi jika kamu cerdas, kamu tidak akan pernah mau melakukannya karena itu adalah kehormatan mu sebagai kaum wanita
Ini juga untuk aku, sekalipun aku ingin bebas dan juga telah memiliki kekasih, tapi aku tidak pernah bertindak bodoh menyerahkan kehormatan ku kepadanya. Karena aku pribadi sangat menghargai sebuah pernikahan.
Tentunya, akankah baiknya jika itu pernikahan sekali seumur hidup.
Tok
Tok
Tok
"Kak Aish?"
Ah, suara menyebalkan itu lagi. Apa kalian tahu siapa pemilik suara menyebalkan itu? Tidak?
Baiklah, biar aku beritahu.
Dia Aira Zahira, adikku dari ibu yang berbeda. Usiaku dan usianya hanya terpaut beberapa bulan saja, inilah sisi yang paling menyebalkan nya.
Apa?
Tidak, jangan salah paham. Mamaku tidak tahu jika Ayah diam-diam menikah di belakangnya. Jika aku tidak salah dengar Ayah terpaksa menikahi Mama karena permintaan Kakek dan malangnya, Mama ku selalu mengira jika Ayah mencintainya.
Sampai Mama mengetahui bila Ayah ternyata memiliki istri lain di luar sana. Pernikahan Ayah dan wanita itu telah diketahui oleh semua anggota keluarga Ayah kecuali Mama pastinya. Mamaku patah hati, dia merasa bodoh karena di rumah itu hanya dialah satu-satunya yang tidak mengetahui kebenaran itu. Dia semakin hancur saat melihat istri kedua Ayah menggendong seorang bayi. Sekali lihat saja Mama tahu bila bayi itu memiliki usia yang hampir sama seperti diriku, 2 tahun, saat itu aku masih berusia 2 tahun.
Karena masalah itu Mamaku menjadi depresi tapi dia tidak pernah mengatakan kepada Ayah bahwa ia sudah mengetahui semuanya. Mamaku bersikap seolah tidak mengetahui apa-apa tapi kesehatan mentalnya terus merosot hari demi hari.
Sampai suatu hari Mama tidak bisa menahan semuanya lagi dan menghembuskan nafas tepat saat usiaku masuk 3 tahun.
Hahaha, ini memang menyakitkan tapi hal yang paling menyiksa adalah setelah 5 hari kepergian Mama, Ayah pulang membawa wanita serta anak itu, kejamnya.
Bukankah mereka terlalu kejam?
Aku pikir seharusnya mereka bisa menunggu beberapa minggu lagi sampai suasana berkabung selesai. Tapi mereka terlalu tidak sabaran dan menjadi bahan cemoohan dari keluarga pihak Mama.
Hah, sekarang kalian tahu bukan kenapa aku menganggap Aira menyebalkan?
"Kak Aish sudah bangun? Ayah bilang Kak Aish harus segera turun ke bawah untuk sarapan bersama." Suara sok polosnya benar-benar menganggu.
Sama seperti Ibunya, Aira adalah gadis yang sangat licik!
Dia sering bersikap baik, seolah-olah dia adalah anak yang baik dan dia juga sering bersikap polos, seakan-akan dia adalah gadis yang murni dan tidak tahu apa-apa.
Ugh, bukankah dia lebih layak disebut sebagai manusia rubah?
"Kak Aish-"
"Diam!" Teriakku jengkel.
Oh astaga, kenapa dia sangat suka bersandiwara seolah-olah kami adalah orang yang sangat akrab?
Menjengkelkan!
"Ayah dan Bunda bilang Kak Aish harus turun ke bawah untuk sarapan." Suaranya mencicit dari balik pintu.
Aku mengambil nafas panjang. Mengambil tas sekolahku yang ada di atas meja rias dan menyampaikannya ke punggungku.
"Pergilah, aku akan segera menyusul." Usir ku sambil memperhatikan penampilan ku di depan cermin kamar ku.
Ugh, betapa cantiknya aku. Bahkan aku sendiri tidak bisa memalingkan wajahku dari depan cermin, hehe..
"Baik, Kak Aish."
Aku memutar bola mataku jengah. Aku pikir dia sudah pergi dari tadi tapi ternyata dia masih berdiri keras kepala di depan pintu kamarku. Menjengkelkan.
"Oh, aku butuh pelembab bibir untuk kesehatan bibirku." Kataku setelah memperhatikan bibir merah ku yang terlihat kering.
Aku lalu mengambil tas makeup yang ada di dalam tas sekolah ku. Mencari pelembab bibir kesukaan ku dan menerapkannya dengan hati-hati di kulit bibirku.
Hem, warna bibirku menjadi semakin cantik dan tidak kering lagi.
"Aku harus segera turun sebelum Nenek lampir itu berulah." Kataku sekali lagi memperhatikan penampilan cantikku di depan cermin.
Yah, aku tidak kekurangan apapun. Setelah dirasa cukup, aku kemudian keluar dari kamarku dan berjalan melewati anak tangga untuk turun ke bawah.
Nah, walaupun aku tidak mau mendengar ocehan Nenek lampir itu tapi aku tidak suka berjalan terburu-buru, apalagi hanya untuk Nenek lampir itu, aku tidak akan sudi.
Ketika aku masuk ke dalam ruang makan, orang pertama yang menyambut kehadiranku adalah wanita cantik dan tampak awet muda yang duduk di samping Ayah.
"Aish, ayo turun, Nak, dan segera sarapan. Kamu dan Aira tidak punya waktu lagi untuk bersantai-santai." Nah, ini adalah sindiran yang berbungkus kelembutan.
Aku perkenalkan kepada kalian semua siapa wanita sok baik di depan ku ini. Yah, dia adalah Nenek lampir yang ku maksud, wanita simpanan Ayah yang bersifat racun korosif, alasan Mamaku jatuh depresi 15 tahun yang lalu.
Huh, dia adalah Ibu tiri ku dan kalian pasti percaya bahwa kesan Ibu tiri selalu buruk. Benar, wanita ini juga sama. Dia memiliki sifat dan kesan buruk seorang Ibu tiri, tentu saja ini bukanlah berita yang mengejutkan.
"Aish, Ayah sudah ingatkan sebelumnya untuk bangun lebih pagi agar kamu tidak terlambat datang ke sekolah." Suara lembut Ayah semakin menambah rasa asam di hatiku.
Yah, lihatlah laki-laki bertopeng munafik ini. Dia adalah laki-laki yang telah menghancurkan kehidupan Mamaku, sayang sekali aku tidak bisa membencinya sekuat apapun aku mencoba. Bukankah ikatan darah ini sangat mengganggu?
"Ini baru jam 6.35 pagi, masih pagi, Ayah. Sekolah kami masuk jam 7.15 menit, kami masih punya waktu 40 menit lagi sampai gerbang sekolah ditutup." Kataku asal sambil menjangkau selembar roti tawar dan mengolesinya selai kacang kesukaan ku.
Sejujurnya aku sangat lapar karena semalam tidak sempat makan, sehingga makan roti tawar saja tidak cukup untuk menghilangkannya. Tapi ini lebih baik daripada aku harus makan masakan buatan Nenek lampir yang siapa tahu memiliki racun untukku hehe..
"Setiap kali Ayah ngomong kamu selalu mendebat dan membuat alasan, kenapa kamu sangat sulit untuk bersikap patuh kepada Ayah? Contoh adikmu Aira, dia selalu mendengarkan apa yang Ayah dan Bunda katakan tanpa berdebat seperti yang kamu lakukan." Ayah memulai ceramahnya lagi.
Ironisnya, lagi-lagi aku dibandingkan dengan Aira, gadis bermuka dua dan penjilat ulung. Dia sangat pandai bersikap baik di depan Ayah dan keluarga Ayah lainnya.
Aku lalu melirik Aira di sampingku. Dia menundukkan kepalanya menghadap piring untuk memakan sarapan di piringnya. Kain hitam panjang yang menjuntai dari balik jilbab sekolahnya benar-benar membuatku sangat muak.
Dia menggunakan cadar, yah...kalian tahu, kain tipis yang sengaja diikat di belakang kepala untuk menutupi sebagian besar wajah. Saat ini cadar sedang booming di kalangan para wanita muda. Orang-orang yang tidak terlalu taat beribadah secara mengejutkan berbondong-bondong mengubah penampilan, memborong semua warna dan bentuk cadar untuk mereka gunakan mengikuti trend kekinian.
Oh, betapa munafik nya mereka.
Aku pikir jika mereka benar-benar berniat menggunakan cadar untuk menutupi aurat, maka tidak seharusnya mereka mengumbarnya di media sosial, bukankah itu sama saja bohong?
"Dasar munafik." Desis ku tanpa menahan diri.
Aira sontak mengangkat kepalanya menatap ku, dia terlihat malu.
Aku tersenyum miring, kembali sibuk dengan roti tawar yang belum sempat aku gigit.
"Dimana susu Aish, dek?"
Aku menundukkan kepalaku tidak perduli dengan perhatian yang Ibu tiri ku buat. Di dalam hati aku bertanya-tanya sandiwara apa yang mereka buat hari ini.
"Aira lupa mengambilnya di dapur, Bunda." Suara manis Aira terdengar sangat menjijikkan ditelinga ku.
"Kalau begitu tolong ambilkan Kakak mu."
Kursi di samping ku berderit.
"Iya, Bunda-"
"Tidak perlu," Potong ku sambil mengambil gigitan besar roti tawar ku.
Lagipula aku tidak pernah menyukai susu lagi semenjak Mama pergi.
Aku ingin segera menyelesaikan sarapanku dan bergegas pergi ke sekolah. Terus-menerus berada di rumah ini rasanya sangat menyiksa. Aku selalu merasa jika tempat ini tidak pantas ku sebut sebagai rumah, melainkan hanya sebagai tempat persinggahan sementara.
Karena aku tidak memiliki tempat dan kedudukan di rumah ini.
"Tidak apa-apa, Kak. Minum susu sangat baik untuk kesehatan kita." Aira berucap lembut sebelum meninggalkan kursinya masuk ke dalam dapur untuk mengambil susuku.
Ugh, padahal aku sudah mengatakan tidak tapi anak ini masih saja keras kepala. Hanya untuk mendapatkan perhatian Ayah, kenapa dia perlu repot-repot bersikap sok lemah di depan ku?
Padahal dia sudah memiliki semuanya di rumah ini. Dia memiliki Ayah, perhatian Ayah, cinta Ayah, dan posisi yang sangat penting di hati Ayah.
Dia memiliki semuanya, tidak seperti diriku yang selalu salah di mata Ayah.
"Kak, ini susu Kakak." Dia masuk dengan segelas susu di tangan kanannya.
"Aku bilang aku tidak menginginkannya." Kataku tanpa meliriknya sedikitpun.
Aku jengah dengan perhatian sok baiknya dan aku bahkan semakin jengah melihat cadar hitam yang menutupi wajah munafik nya.
"Kak Aish harus minum karena Bunda sudah membuatnya-akh!"
Prank
Suara pecahan gelas terdengar begitu nyaring di dalam telingaku. Membeku, aku menatap tidak percaya pada seragam sekolah ku yang sudah basah karena tumpahan air susu. Ya, sebagian rok dan baju seragam sekolah ku basah karena air susu yang Aira bawa.
"Aira sangat ceroboh, lihat baju Kakak mu sekarang jadi kotor. Ayo minta maaf!" Ibu tiri ku buru-buru mendorong Aira ke depan ku.
"Aku...aku minta maaf, Kak. Aku tidak sengaja melakukannya." Dia mengulurkan tangannya ingin menyentuh seragam ku tapi segera ku tepis.
Kesabaran ku benar-benar sudah habis hanya untuk meladeni gadis munafik ini.
Tidak sengaja?
Orang gila mana yang akan berpikir jika dia tidak sengaja melakukannya! Tidak, dia benar-benar sengaja melakukannya!
"Kak Aish, aku minta maaf." Mohon nya kepadaku.
"Bukankah aku sudah bilang tidak ingin minum susu? Tapi kamu tidak mendengarkan ku dan mengatakan berbagai macam alasan untuk memaksaku! Lihat sekarang apa yang kamu lakukan! Kamu mengotori seragam sekolah ku, sialan!" Teriakku marah.
Roti tawar yang tadinya sangat menggugah selera makan ku kini terlihat sangat tidak sedap dipandang karena gadis munafik ini.
Kedua mata Aira memerah ketika menatapku. Tangannya saling meremat terlihat gugup. Sejujurnya, jika ini orang lain maka aku akan percaya bahwa dia pasti merasa bersalah, tapi sayangnya ini Aira, gadis berwajah dua yang sangat pandai bersandiwara.
"Aku minta maaf, Kak Aish. Aira akan membantu Kak Aish-"
"Maaf mu tidak berguna! Maaf mu tidak akan pernah bisa membuat seragamku bersih kembali! Lagipula aku tahu kamu sengaja melakukannya, kamu ingin mengacaukan-"
"Aisha!" Tegur Ayah bernada tajam.
Mulutku langsung tertutup rapat tidak mampu melanjutkan kembali apa yang ingin aku katakan. Rasa marah yang menggelora di puncak tenggorokan ku seketika harus ku telan kembali sebelum bisa ditumpahkan.
Ayah berdiri dari kursinya, dia menatapku dengan tatapan tajam yang sangat menakutkan. Aku bahkan harus memalingkan wajahku tidak memiliki keberanian untuk menatapnya.
"Bukankah Aira sudah meminta maaf kepadamu? Dia benar-benar tidak sengaja melakukannya tapi kenapa kamu malah mempersulit adikmu sendiri?" Ayah jelas memihak Aira, bahkan sekalipun apa yang Aira lakukan salah, Ayah akan membelanya dengan tegas di depan ku.
Ah, ****!
Mataku rasanya sangat perih. Pandanganku menjadi buram karena air mata sialan yang tidak sabar ingin keluar.
Tidak, tidak bisa. Aku tidak ingin menangis di depan mereka!
Aku tidak ingin terlihat lemah di depan mereka semua!
Aku tidak akan pernah menunjukkannya kepada mereka semua!
"Aku pergi." Kataku buru-buru sambil menyingkirkan kursi dudukku, mendekati Ayah dan mencium punggung tangannya tanpa perlu mengangkat kepalaku.
"Assalamualaikum." Setelah itu aku langsung keluar dari ruang makan tanpa perlu mencium tangan Nenek lampir- ah, sebut saja Ibu tiri ku.
Membawa kakiku menjauh dari tempat itu, tempat dimana aku hanyalah orang asing di mata mereka semua.
"Ayah, jangan marah lagi." Samar, aku mendengar dari luar Nenek lampir itu sedang menenangkan Ayah.
Di depan dia membujuk Ayahku untuk berhenti marah tapi di dalam hatinya aku yakin dia ingin Ayah semakin marah kepadaku, semakin membenci diriku yang dirasa hanya beban untuk keluarga ini.
"Ini salahku karena tidak mendidiknya dengan baik. Lihat sekarang, dia tumbuh menjadi gadis pemberontak dan bermulut kasar. Berbanding terbalik dengan adiknya-"
Aku mempercepat langkahku keluar dari rumah tidak ingin mendengarkan percakapan menyebalkan itu lagi. Tanganku melambai memanggil taksi yang kebetulan lewat di jalan.
"SMA Anak Bangsa, Pak." Kataku memberikan alamat.
Lalu supir taksi membawa mobilnya melaju menuju sekolah ku yang sejujurnya tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat. Di sepanjang perjalanan menuju sekolah, aku membawa tatapanku menatap ke arah luar jendela. Tersenyum tipis, cairan hangat yang selama ini aku tahan akhirnya tumpah juga. Air mataku jatuh melewati pipiku, menjadi saksi bisu betapa sakit hatiku saat ini.
Kejadian ini sudah berulangkali terjadi. Ketika aku dan Aira bertengkar, Ayah akan selalu berdiri membela Aira. Mengatakan bila Aira beginilah, Aira begitulah, dan Aira, Aira yang lainnya. Ayah tidak pernah melihatku sebagai seorang anak yang membutuhkan kasih sayangnya, tidak, dia selalu memperlakukan aku sebagai orang lain.
Bahkan... bahkan sekalipun Ayah tidak pernah mencintai Mama tapi setidaknya Ayah memperlakukan aku sebagai darah dagingnya yang berharga, inilah yang seharusnya. Tapi Ayah tidak melakukan itu semua. Ayah tidak memperlakukan aku selayaknya darah dagingnya.
Kalian bisa melihatnya, di mata Ayah selalu Aira yang lebih baik, bahkan Ayah juga membandingkan ku dengan Aira. Aku tidak mendapatkan keadilan yang aku harapkan.
Hanya karena Aira menggunakan cadar dan aku tidak, Ayah memperlakukannya seperti orang suci yang tidak pernah melakukan kesalahan. Setiap katanya bagi Ayah selalu berisi kebenaran. Lalu terhadapku, Ayah selalu memandangku dengan tatapan sebelah mata dan penuh akan kecurigaan. Seolah-olah setiap kata yang keluar dari mulutku adalah sebuah kebohongan yang sulit dipercaya.
Bagaimana mungkin seperti ini?
Aku dan Aira sama-sama anak Ayah, tapi kenapa perlakuan yang Ayah berikan kepada Aira jauh lebih lembut daripada kepadaku?
Apa yang salah, bukankah di dalam tubuhku juga mengalir darah Ayah sama seperti milik Aira?
Lalu kenapa kami diperlakukan berbeda?
Aku sungguh tidak bisa mengerti ini.
"Aku sungguh lelah, kapan semua ini berakhir." Aku berbicara kepada diriku sendiri yang sebenarnya tidak memiliki jalan keluar.
"Ma, kenapa Mama tidak membawaku juga pergi? Daripada tersiksa di sini, aku lebih suka ikut bersama Mama."
Aku merasa Mama sangat tidak adil kepadaku. Dia tega meninggalkan ku sendirian di dunia ini tanpa rumah yang bisa menghangatkan ku dan tanpa keluarga yang mau menjadi sandaran terkuat untuk ku.
Tidak, aku tidak memiliki semua itu. Ironisnya, dari luar aku terlihat memiliki segalanya tapi di dalam, aku tidak ada bedanya dengan orang terlantar di jalanan.
Aku tidak memiliki rumah dan aku juga tidak memiliki keluarga, selama ini aku hidup dalam kesepian.
...🌪️🌪️🌪️...
Bunda menatap punggung tipis Aish perlahan menjauh dari pandangannya. Punggung anak itu terlihat sangat kesepian dan menyendiri, mengingatnya pada sosok sang sahabat yang ia khianati.
Berat hatinya, ia merasa bersalah juga menyesal sehingga ia menumbuhkan sebuah tekad untuk menjaga Aish dengan baik selepas sahabatnya pergi meninggalkan dunia.
"Ayah jangan terlalu keras kepada Aish. Menurut Mama posisi Aish memang benar. Siapapun pasti akan kesal dan marah bila pakaian seragamnya dikotori. Dan Aira juga," Bunda mengalihkan perhatiannya menatap sang putri.
Aira menundukkan kepala menahan isak tangis di hadapan kedua orang tuanya.
"Aira tidak berjalan dengan hati-hati dan membuat baju Kakak mu kotor. Kemarahannya memang dibenarkan jadi Aira tidak boleh menangis. Dengar, di sekolah nanti minta maaf lah kepada Aish agar dia tidak marah lagi." Nasihat Bunda dengan nada lembut yang sama.
Aira merapatkan mulutnya seraya mengangguk ringan.
Setelah berbicara dengan suami dan putrinya, Bunda lalu masuk ke dalam dapur dan kembali ke meja makan dengan kotak bekal hangat ditangan.
"Aira bisa makan di kantin dengan teman-teman, Bun." Cegah Aira tidak mau membawa bekal.
"Ini bukan buat kamu tapi buat Aish." Ralat Bunda tidak sadar telah membuat Aira malu.
Bunda mendorong kotak bekal itu ke depan Aira,"Berikan bekal ini kepada Aish di sekolah nanti dan gunakanlah kesempatan itu untuk meminta maaf kepadanya, mengerti?"
Aira tersenyum lembut dan mengangguk patuh kepada Bunda.
"Baik, Bunda." Harusnya gambaran ini terlihat sangat tulus tapi entah mengapa sorot matanya sedikit...berbeda.
...🌪️🌪️🌪️...
Assalamu'alaikum, semuanya. Ini adalah cerita baru dengan genre spritual. Yap, gak ada genre yang lainnya hehehehe...(kapok huhu..) hanya spritual.
Okay, nikmati momen puasa Readers bersama 'Wanita Surga, Bidadari Dunia '. Insya Allah puasanya berkah dan diridhoi Allah, آمِيْن اللّهُمَّ آمِيْن
Sampai jumpa di bab selanjutnya 🌪️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!