Zareena kesal setengah mati menunggu pintu rumah yang belum sama sekali terbuka. Berkali-kali ia menekan bel, tetapi penghuni di dalamnya masih belum membuka pintu.
"Kakak!" teriak Zareena.
Bel kembali ditekan dan pintu ditendang agar orang di dalam sana cepat membuka kunci untuknya. Sudah pukul sepuluh pagi, dan Zareena telah berdiri setengah jam lalu hanya untuk masuk.
Jika tidak disuruh oleh ibunya, maka ia tidak akan datang ke rumah sang kakak, Valdo. Sudah dipastikan saudaranya itu telah berpesta semalaman hingga sekarang belum juga bangun.
Zareena menarik kakinya saat mendengar suara kunci diputar. Langsung saja Zareena mendorong pintu itu hingga membuat seorang di dalam sana mundur ke belakang.
"Sial!" ucap Tristan.
Mata Zareena membelalak melihat pria yang hanya mengenakan celana di atas lutut. Tubuh kotak-kotak pria itu begitu mengiurkan. Rambut acak-acakan dengan wajah habis bangun tidur yang malah terlihat seksi. Zareena menjatuhkan pandangannya ke bawah. Pinggang pria itu ramping. Otot-otot kakinya menonjol dan terlihat keras. Namun, mata Zaree berpusat di bagian tengah yang berdiri tegak. Zaree mengerti jika benda itu akan hidup ketika seorang pria bangun tidur.
"Apa yang kau lihat?" tegur Tristan.
Zaree tersentak, lalu ia memandang pria itu. Mata hitam, hidung mancung dengan bibir yang sedikit berisi. Rahang wajah pria itu tegas dengan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitarnya. Terlebih jakun pria itu terlihat menggiurkan. Zaree ingin sekali membenamkan bibirnya di sana.
"Kau siapa?" tanya Tristan.
Lagi-lagi Zaree kaget. Ia berdeham. "Kau siapa? Kenapa berada di rumah kakakku?"
"Oh, kau adiknya Valdo. Aku temannya, Tristan."
"Ya, siapa pun kau, sebaiknya minggir dari jalanku. Aku harus menemui kakakku," kata Zaree, kemudian melangkah, tetapi Tristan menghalangi dirinya.
"Tunggu!" ucapnya. "Kau tidak boleh masuk ke kamar seorang pria."
Zaree menepis tangan Tristan. "Punya hak apa kau menghalangiku? Aku datang karena ini rumah kakakku."
"Tetap saja tidak boleh. Saudaramu itu laki-laki."
Zaree menatap lekat pria itu. "Ada apa ini? Kalian menyembunyikan sesuatu dariku."
"Kau tunggu di ruang tamu. Aku akan bangunkan Valdo," kata Tristan.
"Kalian tidur bersama?" Zaree menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin! Valdo pasti sudah gila. Bagaimana bisa dia meniduri seorang pria?"
"Hei! Apa maksudmu? Kami tidak melakukan apa pun."
Zaree melewati Tristan begitu saja. Ia berlari menaiki anak tangga, sedangkan Tristan mengejarnya. Zaree membuka pintu kamar, lalu masuk ke dalam. Namun, ia kaget mendapati satu orang pria bersama dua orang wanita dalam selimut yang sama.
"Valdo!" teriak Zaree.
Sontak teriakan itu membuat Valdo serta dua orang wanita bangun. Tristan mengembuskan napas kasar. Hal inilah kenapa ia tidak mengizinkan Zaree untuk naik ke atas.
"Zareena!"
"Valdo, kau keterlaluan. Kau menjadikan rumahmu sebagai tempat untuk berpesta," kata Zaree. "Kalian semua keluar dari rumah ini!" usir Zaree pada dua orang wanita itu.
Valdo meraih dompet kemudian memberikan kedua wanita itu uang dan menyuruhnya untuk pergi. Bergegas keduanya berpakaian setelah itu keluar dari kamar.
"Siapa yang mengizinkanmu masuk?" tanya Valdo.
"Aku," sahut Tristan.
Valdo berdecak, "Oh, Tris. Lain kali jangan mengizinkan adikku masuk."
Lemparan baju mendarat sempurna di wajah Valdo. Pria itu mengumpat kesal. Tristan menahan tawa, sedangkan Zareena merasa ia sudah menang.
Bersambung
"Hentikan ini, Zaree," kata Valdo. "Kenapa kau datang?" Valdo sangat kesal dengan kehadiran adiknya.
"Aku akan mengatakan semua kelakuanmu kepada mama. Kita lihat apa yang akan terjadi padamu nantinya."
"Kau punya mata-mata, Val," sahut Tristan.
"Diamlah, Tris. Ini semua karena dirimu yang mengizinkannya masuk ke rumah."
"Kenapa kau tidak pergi?" tanya Zareena.
"Zaree, dia temanku. Aku mengizinkannya untuk tinggal di sini."
"Kau tinggal bersamanya?" tanya Zaree tidak percaya. "Bersama pria tidak sopan ini?"
"Nona, kau-lah yang tidak sopan," protes Tristan.
Zaree berkacak pinggang. "Kau saja hanya memakai celana pendek itu, dan kalian membawa masuk dua orang wanita ke rumah ini. Kalian yang tidak sopan."
Valdo melambaikan tangan agar Tristan memakai pakaiannya. Semua pakaian berserakan di lantai. Tristan mengenakan bajunya, lalu memungut celana Valdo dan melemparnya ke arah pria itu.
Zareena memalingkan wajah ketika Valdo bangun dari tempat tidur hendak memakai celana jeans miliknya. Kakaknya itu benar-benar polos tanpa sehelai baju yang melekat di tubuhnya.
"Kau sudah bisa melihat," kata Valdo.
"Terima kasih sudah bertindak sopan padaku," sahut Zareena sembari tersenyum.
Tristan merasa senyuman itu seperti ledekan untuk mereka berdua. Tidak menyangka jika sahabatnya punya adik yang begitu cerewet dan sedikit konservatif. Sudah biasa keduanya berpesta bersama, tetapi baru kali ini terciduk oleh seorang wanita muda.
"Katakan, kenapa kau datang?" tanya Valdo.
"Kau disuruh pulang. Malam ini keluarga calon istrimu akan makan malam di rumah."
"Kau bisa meneleponku, Zaree."
"Memangnya kau mengangkat teleponku!" sembur Zaree. "Aku ini adikmu. Kau bahkan tidak peduli padaku."
Valdo menghela napas panjang. Drama adiknya dimulai lagi. "Apa mama dan papa masih berniat ingin menjodohkanku?"
"Tentu saja. Umurmu sudah dua puluh sembilan tahun. Sudah saatnya kau menikah."
"Pulanglah. Aku akan memberitahu mama untuk datang."
"Tidak bisa. Kau harus mengatakannya sendiri jika akan datang nanti malam. Aku akan menelepon mama dan kau bicara padanya," kata Zaree.
"Aku bisa melakukannya sendiri!" ujar Valdo.
Zareena tidak menghiraukan perkataan kakaknya. Ia menghubungi ibunya, lalu menyuruh Valdo bicara setelah panggilan itu tersambung.
"Iya, Ma. Valdo akan datang nanti malam. Oke, janji tidak akan telat," ucapnya, lalu memutus sambungan telepon. "Puas!"
Zareena tertawa. "Sangat puas. Aku akan menunggumu Kakakku tersayang."
"Sekarang kau pulanglah. Lama-lama aku bisa gila kau ada di sini," kata Valdo. "Tris, antar dia sampai ke depan pintu. Pastikan makhluk ini tidak datang kemari lagi."
"Aku bisa pergi sendiri," sahut Zareena dengan mengentakkan kakinya kesal, lalu keluar kamar begitu saja.
"Dia begitu pemarah," kata Tristan.
"Ini salahmu, Tris. Kau membuatnya masuk ke rumahku."
"Aku sudah menghalanginya, tetapi dia menerobos masuk begitu saja," ujar Tristan. "Tapi, apa kau sungguh akan menikah?"
Valdo mengangkat bahu. "Aku tidak ingin menikah, tetapi orang tuaku terus mendesakku agar lekas melepas masa lajang. Aku tidak ingin diatur oleh wanita. Kau lihat sendiri adikku itu. Dia adalah gadis pengatur sama seperti ibuku."
"Dia juga pemarah," timpal Tristan.
"Malam ini kau harus ikut bersamaku," kata Valdo.
"Aku tidak ingin ikut-ikutan."
"Ini juga karena dirimu yang mengizinkan adikku masuk ke rumah."
"Baiklah, aku akan ikut bersamamu," ucap Tristan pasrah.
Pagi yang buruk untuk Valdo. Sialnya Tristan terjebak di dalamnya. Mereka diciduk oleh gadis pemarah bernama Zareena.
Bersambung
Sungguh tidak terduga jika Valdo malah membawa temannya di acara pertemuan keluarga. Parahnya kedua orang tuanya tidak protes, bahkan ayah dari Zareena begitu menyukai pria itu. Sebenarnya siapa Tristan? Zareena baru bertemu pria itu, tetapi kedua orang tuanya sangat akrab.
Pelayan wanita datang memberitahu kalau keluarga mempelai telah datang ke rumah. Zareena tersenyum karena Valdo tidak akan bisa menghindar dari pernikahannya.
Keluarga Anthony merupakan sahabat dari orang tuanya. Mempunyai anak gadis yang seumuran dengan Zareena. Belva Anthony adalah gadis berkacamata berumur dua puluh lima tahun.
Bukan tipe wanita dari Valdo, tetapi kali ini kakaknya itu tidak bisa menghindar lagi dari perjodohan. Valdo sudah cukup membuat kekacauan karena berhasil membuat ayahnya melepas salah satu anak perusahaan ke tangan pihak lain. Sebagai gantinya Valdo harus menikah dengan Belva.
"Kurasa aku harus pergi," kata Tristan. "Ini pertemuan keluarga. Aku tidak ingin menganggu."
Valdo menatapnya tajam. "Kau sudah berjanji untuk menemaniku."
"Jika ada orang yang mendengarnya, kita pasti dianggap tidak normal."
"Kalian memang tidak normal. Jangan lupa jika aku belum mengatakan apa-apa pada mama atas kelakuan kalian tadi pagi," sahut Zareena.
Valdo tertawa. "Reputasimu akan hancur. Seorang CEO dari Imperial Corporation terciduk tengah berpesta bersama dua orang wanita. Ayahku pasti tidak merasa hormat padamu."
Mata Zaree membelalak mendengar ucapan sang kakak. Ia baru tersadar jika Tristan adalah pria terkenal di kalangan bisnis. Imperial Corporation adalah perusahaan ritel terkemuka di kota London.
"Jangan mengurusiku. Lebih baik temui calon istrimu," kata Tristan.
"Sial!" umpat Valdo. "Dia bukan tipeku."
"Kau harus menikahinya, Kawan."
"Tristan, bergabunglah bersama kami," sela Mary, ibu dari Valdo dan Zaree.
"Sebaiknya aku pulang," kata Tristan.
"Kita belum makan malam. Begini saja, Zaree, kau temani Tristan dulu. Bergabunglah saat makan malam nanti," ucap Mary.
"Aku, Ma?" tanya Zaree sembari menunjuk wajahnya.
"Memang ada siapa lagi yang bernama Zareena di sini?" kata Ibunya seraya membawa Valdo ke ruang tamu untuk bertemu calon istrinya.
Zareena memandang Tristan. "Ikut bersamaku."
"Kau ingin aku ikut ke mana?" tanya Tristan.
"Ke taman belakang rumah," jawab Zareena.
Tristan berjalan di belakang. Ia tersenyum melihat pakaian yang adik sahabatnya itu kenakan. Rok yang bertumpuk seperti gulali dan atasan blouse berwarna hitam. Rambutnya dicepol atas dengan ikat rambut warna pink.
"Berapa umurmu?" tanya Tristan.
"Dua puluh lima."
Tristan memperhatikannya dari atas ke bawah. "Dua puluh lima tahun, tetapi penampilan seperti anak remaja."
"Apa maksudmu?"
"Rok panjang dan blouse. Kau yakin mengenakan ini untuk pertemuan keluarga?" tanya Tristan.
"Kurasa ini sangat sopan. Ibuku juga bilang ini bagus," sahut Zaree.
Tristan menahan tawanya. "Seharusnya kau memakai gaun."
"Apa masalahmu jika aku memakai ini?"
"Hanya membuatku sakit mata memandangnya. Rok yang kau pakai seperti permen," jawab Tristan.
"Kalau begitu jangan memandangku. Aku juga tidak berharap kau melihatku."
"Tapi kau ada ada di depanku," kata Tristan.
"Tutup matamu!"
"Aku ingin melihat, kenapa aku harus menutup mataku?"
"Kau bilang sakit mata melihatku?"
"Mataku terbuka bukan hanya untuk melihat permen berjalan sepertimu," kata Tristan.
Zareena tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tidak bisa berdebat dengan pria di hadapannya ini. Tristan selalu bisa menyanggah setiap ucapannya.
"Jangan saling lihat kalau begitu," ucap Zaree.
"Aku memang tidak ingin melihatmu."
Zareena mengentakkan kakinya karena kesal. Ia berjalan cepat menuju taman, sedangkan Tristan tetap mengikutinya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!