Bratt Wilson, pria berdarah Inggris-Indonesia yang sudah berumur 35 th namun belum kunjung menikah karena tidak percaya dengan yang namanya cinta dan pernikahan.
Di umurnya yang sudah menginjak 35 th, Bratt sudah berhasil membangun perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang Advertising.
Memiliki wajah yang tampan, tubuh yang tinggi dan atletis membuat Bratt banyak digandrungi para wanita. Bagai magnet positif, dimana ada Bratt disitu juga Bratt selalu di kerubungi para wanita dan pastinya wanita bebas pakai.
Tidak menikah, bukan berarti tidak bisa melampiaskan hasrat. Karena jika Bratt sedang ingin melampiaskan hasratnya, ia tinggal menarik salah satu wanita bebas pakai yang mendekatinya. Tinggal membayar dengan beberapa lembar uang seratus ribu, masalah hasrat pun selesai. Daripada harus terikat dengan pernikahan yang begitu ribet menurutnya.
Bukan tanpa sebab Bratt memiliki pendirian seperti itu. Ingatan Bratt tentang pertengkaran kedua orangtuanya sejak kecil, ditambah lagi ia harus menyandang predikat anak broken home sejak usianya masih sepuluh tahun membuat Bratt takut untuk menikah.
Pikirnya, jika memang kedua orangtuanya menikah karena cinta, tapi kenapa setiap hari harus bertengkar? Tiap hari Bratt kecil harus melihat benda-benda dirumahnya beterbangan. Apa mereka tidak memikirkan mental Bratt yang masih kecil?
Kalaupun alasannya tidak ada lagi kecocokan setelah menikah, kenapa tidak langsung diakhiri demi kebaikan bersama terutama untuk psikologis Bratt? Dan malah tetap bertahan dengan rumah tangga yang toxic hingga Bratt berumur sepuluh tahun. Bukankah itu sudah sangat terlambat untuk menyelamatkan mental Bratt kecil?
Dan sekarang, karena ingatan kelam tentang rumah tangga kedua orangtuanya yang toxic membuat Bratt menjadi takut menikah dan memilih hidup menjadi seorang bastard yang sering bergonta-ganti pasangan ranjang untuk sekedar memuaskan hasrat.
*
*
*
Alea Andara, salah satu karyawati di Bratt Creative Digital, perusahaan milik Bratt. Alea bekerja sebagai staf design grafis. Alea baru berumur 23 tahun dan dia juga baru enam bulan bergabung di perusahaan Bratt Creative Design.
Alea bukanlah gadis atau janda melainkan wanita yang sudah bersuami. Suami Alea berprofesi sebagai pelaut. Profesi suami Alea yang seorang pelaut membuat Alea dan suami jarang bertemu, mungkin dalam setahun suami Alea pulang kerumah hanya dua atau tiga kali saja.
Meski jarang bertemu dengan sang suami, Alea bukan lah perempuan yang suka mencari pelampiasan di luar dengan laki-laki lain. Ia selalu melampiaskannya sendiri, dengan menggunakan alat yang menyerupai 'barang' suaminya dan itu berhasil membuat Alea terpuaskan. Tidak seperti laki-laki yang belum puas jika belum melampiaskan dengan lawan main.
*
*
*
Perusahaan Bratt Creative Digital.
"Alea, apa design untuk iklan facial wash sudah siap?" Tanya Zhinta, kepala devisi design grafis.
"Sudah Bu. Ini." Jawab Alea sambil menunjukkan design yang sudah ia buat di dalam tabletnya.
"Menarik." Respon Zhinta.
"Nanti kamu presentasikan yah di depan Tuan Bratt." Ucap Zhinta.
"Saya? Kok saya Bu?"
"Loh, ini kan hasil karya kamu, jadi kamu yang lebih tau detailnya seperti apa. Masa saya atau anak-anak lain yang presentase hasil karya kamu."
"Ta-tapi saya gak percaya diri Bu. Saya takut salah-salah ngomong."
"Gak pa-pa. Tuan Bratt gak makan orang kok! Pokoknya saya gak mau tau, pokoknya nanti kamu harus presentasikan hasil karya kamu ini di depan Tuan Bratt."
"Kalau Tuan Bratt nolak gimana?"
"Ya kita bikin lagi lah seperti yang Tuan Bratt mau. Jangan karena kena tolak sekali, terus langsung down. Malah harus makin semangat membuat yang lebih baik." Balas Zhinta.
"Tapi kalau feeling aku sih, kayaknya Tuan Bratt bakal suka deh dengan design kamu ini." Kata Zhinta lagi.
"Jadi sekarang kamu kumpulin aja dulu rasa percaya diri kamu, biar pas presentase nanti kamu gak gugup, oke!" Kata Zhinta menyemangati Alea sambil menepuk pundak Alea pelan lalu pergi dari hadapan Alea.
Setelah Zhinta pergi, Alea kembali menatap layar tabletnya.
"Huh.. semangat Alea, kamu bisa!!" Monolog Alea memberi semangat pada dirinya sendiri.
*
*
*
Bersambung...
Supercar berwarna hitam berhenti didepan lobi perusahaan Bratt Creative Digital.
Pria setengah bule, bertubuh tinggi dan atletis turun dari supercar hitam itu. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Bratt. Pemilik perusahaan Bratt Creative Digital.
Penampilan Bratt tidak seperti CEO-CEO pada umumnya yang memakai setelan jas formal dan dasi serta sepatu pantofel mengkilat.
Gaya pakaian Bratt ke kantor sangat lah casual dengan memakai jas semi formal dengan kaos di dalamnya serta celana berbahan jeans dan hanya menggunakan sneakers serta tak ketinggalan kacamata hitam yang menambah ketampanannya.
Dengan tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya, Bratt berjalan memasuki gedung.
"Selamat pagi Tuan Bratt." Sapa satpam yang berdiri di depan pintu lobi.
"Pagi." Balas Bratt sambil melempar kunci mobilnya.
"Parkirkan mobil saya." Perintah Bratt.
"Baik Tuan." Balas Pak Satpam.
Bratt pun kembali melangkahkan kakinya menuju lift. Tak ada lift khusus untuk CEO, hanya ada dua lift dan semua karyawan termasuk Bratt menggunakan dua lift itu.
Gedung Bratt Creative Digital tidak terlalu besar dan hanya memiliki enam lantai. Maklum saja, namanya juga perusahaan yang baru berdiri sekitar lima tahun.
Ting. Pintu lift terbuka. Bratt pun masuk kedalam lift.
Karena melihat tidak ada lagi yang mau masuk kedalam lift, Bratt pun menekan tombol untuk menutup pintu.
"Tunggu!!!" Teriak seorang wanita sambil berlari ke arah lift. Bratt pun menekan kembal tombol membuka pintu.
Dengan satu paket berukuran sedang, wanita itu pun masuk ke dalam lift dengan nafas yang terengah-engah.
Wanita itu adalah Alea. Dia baru saja mengambil paket yang ia pesan secara online.
"Terimakasih." Ucap Alea. Alea belum menyadari kalau pria yang sedang bersamanya saat ini adalah Tuan Bratt.
Bratt melirik ke arah Alea.
"Apa kau baru mengambil paket?" Tanya Bratt.
Sontak Alea pun menoleh ke arah Bratt. Matanya pun membulat sempurna.
"Tu-Tuan Bratt." Kaget Alea.
"Lain kali kalau mau mengambil paket, kau bisa menyuruh OB untuk mengantarnya ke devisi mu. Kalau ada sepuluh paket, berarti sepuluh kali kau turun kebawah hanya untuk mengambil paket. Sungguh membuang waktu." Ucap Tuan Bratt datar.
"Maaf Tuan, ini pertama kalinya saya menerima paket di perusahaan ini."
"Apa kau karyawan baru?"
"Iya Tuan, baru enam bulan."
"Dari devisi apa?"
"Design grafis Tuan."
"Apa devisi design grafis sudah selesai membuat konsep untuk iklan facial wash?" Tanya Bratt.
"Sudah Tuan."
"Bagus. Katakan pada Zhinta satu jam lagi kita berkumpul diruang rapat." Ucap Bratt.
Ting. Pintu lift terbuka. Mereka sudah berada di lantai lima. Itu berarti Alea sudah sampai di lantai dimana devisinya berada.
"Saya duluan Tuan." Pamit Alea. Alea pun keluar dari dalam lift.
Setelah Alea keluar, Bratt pun menutup kembali pintu lift dan lift pun kembali naik ke lantai enam dimana ruangannya berada.
*
*
*
"Bu Zhinta, tadi Tuan Bratt berpesan satu jam lagi kita keruang rapat." Ucap Alea menyampaikan pesan yang Bratt katakan tadi padanya.
"Oh ya? Kok Tuan Bratt tidak ada menelpon saya."
"Saya bertemu Tuan Bratt tadi di lift." Jawab Alea.
"Oh." Mulut Zhinta membulat.
"Kau sudah siap kan presentase?" Tanya Zhinta.
"Sudah Bu." Balas Alea.
"Baguslah kalau begitu." Balas Zhinta.
Setelah menyampaikan pesan Bratt pada Zhinta, Alea pun melanjutkan langkah kakinya menuju meja kerjanya.
Ia tak langsung membuka paket yang ia pesan secara online itu dan malah menyimpan paket itu kedalam laci mejanya lalu menguncinya agar tidak ada orang jahil yang membuka paketnya itu. Karena isi paket itu adalah alat yang akan Alea pakai untuk memuaskan hasratnya.
*
*
*
Bersambung...
Satu jam kemudian.
"Lea, ayo." Ajak Zhinta.
Sekarang sudah waktunya untuk pergi keruang rapat.
Alea pun beranjak dari meja kerjanya dan tak lupa membawa tablet yang berisi hasil design miliknya.
Zhinta dan Alea pun keluar dari ruangan mereka menuju ruang rapat.
Sesampainya di ruang rapat, Alea langsung menyambungkan tabletnya ke proyektor.
Setelah selesai mempersiapkan alat-alat, baru lah Alea duduk di tempatnya disebelah Zhinta.
Tak lama datanglah perwakilan dari devisi lima lainnya yang ada di Bratt Creative Digital, yang masing-masing devisi mengutus dua orang perwakilan untuk mengikuti rapat hari ini.
Setelah para karyawan perwakilan dari masing-masing devisi telah berkumpul di ruang rapat, lima menit kemudian Bratt dan Hesron, asisten Bratt masuk keruang rapat.
"Selamat siang." Sapa Bratt.
"Selamat siang, Tuan." Balas para karyawan yang sudah berkumpul diruang rapat.
"Baik lah, agar tidak membuang waktu yang berharga, mari kita langsung mulai rapat ini." Ucap Bratt sambil mendaratkan bokongnya di kursi.
"Silahkan bagian design grafis mempresentasikan di depan hasil karya kalian." Timpal Hesron.
Alea yang baru pertama kali mengikuti rapat dan baru pertama kali juga presentase di depan Presdir menarik nafasnya dalam-dalam lalu berdiri dari tempat duduknya.
Melihat Alea berdiri, Hesron mematikan lampu ruang rapat dengan tujuan agar gambar yang muncul di layar semakin jelas.
Alea pun mulai mempresentasikan hasil karyanya di depan Bratt dan para karyawan perwakilan dari lima devisi.
Sepanjang Alea presentase, Bratt gagal fokus dengan cara Alea presentase.
"Manis. Elegan. Seksi." Gumam Bratt dalam hati. Bukan hasil karya Alea yang Bratt perhatikan, Bratt malah fokus dengan sosok Alea.
Lima belas menit berlalu, Alea pun selesai presentasi.
Sekarang masuk lah dengan sesi tanya-jawab.
"Kira-kira ada yang mau ditanyakan?" Hesron membuka sesi tanya-jawab.
Sesi tanya-jawab pun dimulai.
Sama seperti saat Alea presentase, disesi tanya-jawab kali ini pun Bratt hanya memperhatikan cara Alea menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya. Fantasi liar tentang Alea pun mulai merasuki kepala Bratt.
"Tuan Bratt, bagaimana pendapat Anda tentang hasil karya Nona Alea?" Tanya Hesron. Suara Hesron pun berhasil membuyarkan fantasi liar Bratt.
"Hah! Kenapa?" Tanya Bratt dengan wajah bingung.
Sontak para karyawan yang ada diruangan itu terheran-heran dengan respon Bratt, karena baru kali ini mereka melihat Bratt yang tidak fokus saat rapat.
"Apa kau dari tadi tidak menyimak?" Bisik Hesron ditelinga Bratt.
"Menyimak!" Jawab Bratt berbohong.
"Kalau gitu berilah tanggapan mu." Kata Hesron lagi.
"Baiklah, kita pakai design ini." Ucap Bratt memutuskan.
Jelas saja keputusan Bratt itu membuat Alea sangat senang. Sedangkan para karyawan lainnya menganga mendengar Bratt langsung memberi keputusan tanpa memberi komentar apapun.
"Rapat kita akhiri sampai disini." Ucap Bratt. Bratt pun berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruang rapat dan diikuti Hesron dari belakang.
"Selamat Alea." Ucap Zhinta setelah Bratt keluar dari dalam ruang rapat.
"Apa ku bilang, design mu itu bagus. Pasti Tuan Bratt suka." Puji Zhinta.
"Ini juga berkat bimbingan Bu Zhinta." Balas Alea.
*
*
*
Ruang kerja Bratt.
"Apa kau baik-baik saja Bratt?" Tanya Hesron yang sejak tadi mengikuti Bratt dari belakang.
"Memangnya aku kenapa?" Tanya Bratt sambil mendaratkan bokongnya disofa lalu mengambil bungkus rokok dari atas meja dan mengeluarkan sebatang rokok dari dalam bungkus itu.
"Tumben kau langsung menyetujui hasil design itu? Biasanya kau akan memberi banyak komentar atau pertanyaan sebelum menyetujui-nya?" Tanya Hesron.
KLAK. Bratt menyalakan pemantik api di batang rokoknya.
"Karena memang hasilnya bagus dan sesuai dengan keinginan ku, jadi untuk apa aku memberi komentar." Jawab Bratt santai sambil mengisap rokoknya tapi matanya menyiratkan sesuatu yang terselubung.
"Yakin hanya karena itu? Bukan karena ada motif lain di balik itu?" Tanya Hesron yang tahu arti sorot mata Bratt.
Delapan tahun berteman dengan Bratt membuat Hesron sudah hapal dengan gerak-gerik Bratt. Apalagi kalau Bratt sedang terobsesi dengan seorang wanita.
Dan sorot mata Bratt kali ini sama seperti saat Bratt terobsesi dengan seorang model yang pernah di pakai Bratt Creative Digital untuk iklan sabun mandi.
*
*
*
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!