NovelToon NovelToon

Perjalanan Dari Cupu Menjadi Suhu

Kecelakaan

...~Cerita murni imajinasi penulis, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan alur cerita itu tidak disengaja dan mohon maaf yang sebesar-besarnya~...

...​​•~Selamat Membaca~•...

...~•-•~...

Seorang gadis duduk termenung membaca beberapa tumpukan novel yang berada di depannya,

"Kenapa alurnya begini??!" Teriaknya sedikit kencang membuat seisi Perpustakaan meliriknya.

Ia duduk di pojokan Perpustakaan menggunakan baju kaos berwarna hijau muda dipasangkan dengan jeans hitam, tak lupa ia memakai topi agar tak terlihat menonjol.

Padahal, memakai kaos hijau muda saja membuatnya sangat menonjol karena rata-rata di dalam ruangan orang memakai baju yang berwarna gelap, ditambah teriakannya tadi membuat tatapan seisi Perpustakaan tertuju ke arahnya.

"Apa liat-liat? Gak pernah liat orang kesel apa?!" Bentak gadis itu melototi satu persatu orang yang menatapnya aneh.

Seluruh orang yang menatapnya menggeleng-gelengkan kepalanya heran lalu melanjutkan aktivitas masing-masing.

"Kalau tahu siapa gue kalian pasti langsung berlutut memohon maaf karena lancang menatap gue!" Oceh gadis itu kembali membaca novelnya.

Tiba-tiba seorang lelaki dengan stelan jas menghampiri gadis itu.

"Nona Reana, saatnya pulang" Ucap lelaki itu membungkuk hormat.

"Benarkah? Bawain novel ini! Gue mau protes sama Kakek!" Perintah gadis yang bernama Reana kemudian berjalan keluar Perpustakaan.

Gadis itu adalah Reana Alexandra, cucu dari Bryan Alexandra pengusaha nomer satu di kota ini. Keluarga Alexandra memiliki banyak perusahaan diberbagai bidang seperti perusahaan game, fashion dan bahkan penerbitan novel, mereka juga memiliki banyak hotel diberbagai daerah, tak ada yang tidak kenal dengan nama keluarga Alexandra.

Reana adalah gadis berusia 20 tahun, memiliki paras yang cantik dan senyuman manis, tak ada satupun lelaki yang tak menyukainya, apalagi mengingat latar belakangnya adalah Alexandra.

Saat kecil Reana pernah mengalami kecelakaan, sejak itu Kakeknya memerintahkan pengawal untuk melindunginya setiap saat. Reana tak bisa berinteraksi kembali dengan sembarangan orang dan hanya anak dari keluarga terpercaya Kakeknya yang bisa menjadi temannya.

Reana sangat dimanja dan dilayani layaknya Tuan Putri sehingga ia memiliki sifat yang angkuh, sombong, dan egois. Apa yang ia inginkan harus tercapai bagaimanapun caranya, ia tak ingin kalah dari siapapun.

Karena Reana gemar membaca novel sejak kecil, Kakeknya mendirikan perusahaan BookA, sebuah perusahaan penerbitan novel untuk Reana agar ia bisa membaca novel sepuasnya.

Sedari dulu Reana selalu menyeleksi penulis-penulis di perusahaannya, jika ada novel yang tak ia sukai maka otomatis penulis itu keluar dari perusahaan.

Egois bukan? Itulah Reana, tapi akan sangat beruntung seorang penulis jika ada novel yang sangat Reana sukai maka gaji penulis itu bisa naik 4 bahkan 5 kali lipat sesuai tingkat kesukaan Reana pada novel tersebut, dan penjualan novel itu akan meningkat pesat. Bisa dibilang perusahaan BookA hadir untuk memenuhi hasrat membaca Reana.

Reana berjalan masuk menuju ruang kerja Kakeknya.

"Kakek.." Panggil Reana sambil berlari memeluk Kakeknya, Bryan tersenyum dan membelai rambut Reana pelan.

"Ada apa? Kenapa raut wajah cucu kesayangan Kakek ini cemberut? Apa ada novel yang gak Rea sukai?" Tanya Bryan memperhatikan wajah cucunya yang cemberut.

Bryan tahu betul raut wajah cucunya ketika ia tak menyukai sebuah novel atau bahkan saat ia sangat menyukai sebuah novel.

"Rea ingin bertemu dengan penulis novel Journey to Love, novelnya bikin Rea kesel! Rea pengen ngubah endingnya!" Reana membuat wajah cemberut

"Journey to Love? Memang ending bagaimana yang cucu kesayangan Kakek ini inginkan?" Bujuk Bryan,

"Masak endingnya Hanny sama Sean, kenapa Sean? Harusnya Hanny berakhir dengan Ethan!" Reana menceritakan kekesalannya.

"Ethan selalu ada walaupun sikapnya dingin, sedangkan Sean hanya cinta pertamanya, endingnya bikin Rea kesal!" Oceh Reana,

"Siapa penulisnya Kek? Dan kenapa novel ini laku dipasaran?! Kenapa BookA mencetak novel ini?!!" Reana meluapkan emosinya, Bryan hanya bisa mengelus rambut Reana pelan untuk menenangkan.

"Novel itu ya, Kakek juga gak tahu siapa penulisnya, karena tiba-tiba novel itu sudah terbit, Kakek ingin menariknya kembali tapi sudah terjual habis dan banyak yang menyukainya,"

"Rea gak suka sama isi novelnya?" Tanya Kakeknya.

"Rea suka! Yang Rea gak suka itu endingnya! Rea ingin bertemu penulis dan menyuruhnya merubah ending cerita, atau Rea sendiri yang masuk ke novel dan merubahnya, huh!"

"Hahaha, emang Rea bisa masuk ke dalam novel?" Tanya Bryan berusaha membuat lelucon.

"Bisa, Rea tinggal masukin wajah Rea seperti iklan di TV, mereka pasti bisa bantu Rea masuk" Ucap Reana percaya diri.

Bryan hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Reana yang terlalu percaya bahwa iklan yang ada di TV benar-benar bisa berpindah tempat dengan masuk ke gambarnya.

Ini salah Bryan karena terlalu membiarkan cucunya ini banyak membaca novel dibanding keluar jalan-jalan bersama temannya, sehingga imajinasi Reana begitu tinggi bahkan ia sulit membedakan mana kenyataan mana hanya fantasi.

"Rea pulang ya, udah beberapa hari ini Rea gak pulang dan hanya diam membaca novel di perusahaan, Mama khawatir loh karena Rea gak pernah pulang,"

"Mama juga udah masak makanan kesukaan Rea, nanti Kakek menyusul pulang" Pinta Bryan menatap wajah cucu kesayangannya yang terlihat kurang tidur.

Reana sedikit berpikir sebelum menjawab,

"Iya Rea pulang, tapi Rea pulang sendiri tanpa dikawal ya Kek?" Pinta Reana memelas berharap ia tak diperketat lagi.

"Hmmm yaudah kamu pulang sendiri, tapi hati-hati di jalan ya?" Bryan mengecup pelan dahi Reana.

"Siap Komandan!"

...**...

Reana memasuki mobil yang berada di parkiran perusahaan, ia mencoba menelpon seseorang.

"Hallo? Gimana? Lo dapet alamatnya?" Tanya Reana pada seseorang di seberang telpon.

"Iya gue dapet, tapi posisi alamatnya aneh banget, ada di ujung kota dan tempat itu udah gak berpenghuni, lo yakin mau ke sana?" Tanya orang yang berada di seberang telpon.

"Gue gak peduli, lo kirim aja alamatnya sekarang, setelah itu gue langsung transfer uangnya. Gue harus ketemu sama penulis novel ini, harus!" Perintah Reana kemudian mematikan sambungan.

Setelah mendapat pesan, Reana langsung mengendarai mobilnya menuju alamat yang ia dapatkan.

Dalam perjalanan Reana mulai mengingat kembali cerita novel yang ia baca.

"Dari penglihatanku, menurutku novel itu bukanlah kisah imajinasi penulis" Batin Reana sambil menyetir.

"Novel itu seperti menceritakan tentang kisah orang lain, atau bisa jadi kisah tentang teman sekelasnya dan penulis hanya menjadi pengamat dalam hubungan itu"

"Dan saat Hanny bersama dengan Ethan, kisahnya begitu nyata dan terasa ke hati pembaca"

"Itu membuatku berpikir bahwa kisah yang terjadi antara Hanny dan Ethan adalah kisah penulisnya sendiri,"

"Bisa dilihat moment Ethan dan Hanny tertulis begitu rinci dan bermakna dibanding kisah Hanny dan Sean yang kisahnya tak begitu romantis, ada yang terasa kurang."

"Tapi walau begitu, kisah nyata dan di novel memiliki perbedaan. Letak perbedaannya adalah di posisi karakter"

"Penulis berada di posisi Ethan dalam novel dan orang yang disukai penulis berada di posisi Hanny. Bisa dibilang kalau penulis menyukai orang itu tetapi orang itu menyukai orang lain"

"Bisa disimpulkan posisi penulis dalam cerita adalah wanita sampingan yang menyukai Ethan, lalu Mina wanita sampingan yang menyukai Sean"

"Yang menjadi pertanyaan, kenapa dalam novel penulis tak menghadirkan karakter itu?"

"Mengapa ia tak menghadirkan karakter sampingan yang menyukai Ethan?

Mengapa ia tak menghadirkan karakternya dan malah menempatkan momentnya sendiri ke Ethan dan Hanny? Begitu banyak keganjalan dalam cerita"

Reana merasa bingung dan memiliki banyak pertanyaan tentang isi novel, ia benar-benar ingin bertemu dengan penulis novel misterius ini.

...***...

Reana sampai di sebuah gedung sesuai dengan alamat yang dikirimkan oleh seseorang ditelpon tadi.

Reana memarkirkan mobilnya di depan gedung itu dan berjalan keluar. Terlihat banyak orang yang berlalu-lalang di depan gedung itu bahkan banyak orang yang berjualan di sekitarnya.

"Apanya yang gak berpenghuni, rame gini kok" Gerutu Reana kemudian berjalan memasuki gedung.

Ketika di dalam gedung, Reana tak melihat siapapun tetapi gedung itu begitu bersih dan rapi seperti ada yang tinggal di sana.

"Permisi!" Teriak Reana berharap ada yang keluar menyapanya, tetapi tak ada siapapun.

"Per-Akhh!!" Tiba-tiba listrik mati, hujan langsung turun dengan deras bahkan disertai petir, Reana tak bisa melihat sekitar karena gelap.

Ia berbalik dan berjalan keluar sambil mengira-ngira langkahnya ketika masuk tadi. Ketika ia berhasil keluar, ia melihat sekitar tak ada siapapun, hanya ia sendiri.

"A-apa-apaan nih, gue gak lagi di dalem novel horor kan?" Reana merinding, ia mencoba berlari memasuki mobilnya.

Tepat saat ia membuka pintu mobil, terdengar suara lompatan, Reana mendongak melihat seseorang melompat dari atas gedung dan langsung jatuh menimpanya.

Mereka berdua terbaring lemah, orang itu berlumuran darah di sekujur tubuhnya, dengan samar Reana mendengar bisikan

"Mampukah kamu menjalani kehidupanku? Kamu ingin hidup tetapi tak ada yang mengharapkanmu hidup.. setiap hari rasanya ingin mati saja"

Reana samar-samar melihat orang itu tersenyum menatapnya, kesadaran Reana perlahan mulai menghilang, tepat saat itu petir menyambar mobilnya dan mobil meledak terbakar mengenai tubuh orang itu dan tubuh Reana.

...***...

Seorang gadis yang terbaring lemah perlahan membuka matanya, ia melihat langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

"Apakah aku tertidur?" Batinnya

Ia melihat sekeliling dan seorang wanita paruh baya tertidur di sampingnya. Ia berusaha bangkit perlahan agar orang yang tidur di sampingnya tak terganggu.

Ia duduk dan termenung melihat sekeliling, sekarang ia sadar bahwa ia berada di Rumah Sakit. Gadis itu tak mengingat apapun dan mengapa ia terbaring di sini, pikirannya kosong.

Wanita paruh baya yang tertidur di sampingnya terbangun, ia melihat gadis yang beberapa hari terbaring koma kini duduk dan menatap ke arahnya, tiba-tiba wanita itu meneteskan air mata dan memeluk gadis itu.

"Terima kasih.. terima kasih karena masih bertahan hingga sekarang, Elena" Ucap wanita itu memanggil gadis itu, Elena.

Gadis yang di panggil Elena itu masih terdiam tak mengerti apapun, tepat saat itu dokter datang memasuki ruangan.

"Selamat dan terima kasih karena masih bertahan, bagaimana perasaanmu saat ini? Apa kamu merasakan sesuatu yang lain? Seperti ada anggota tubuh yang tak bisa digerakkan?" Tanya dokter

Elena memeriksa tubuhnya sambil menggerakkan tangan dan kakinya lalu menggeleng ke arah dokter.

"Syukurlah... Bu Rena, Bisa bicara sebentar?" Ucap dokter itu melirik ke arah wanita paruh baya.

"Tunggu sebentar ya, Bibi segera kembali" Ucapnya menatap Elena.

Bibi Rena dan dokter berjalan keluar dari ruangan, kini Elena sendirian di dalam ruangan.

"Elena? Nama aku Elena? Kenapa saat di panggil namanya terdengar asing.. tapi terasa familiar?"

Elena masih bingung karena ia tak memiliki satupun ingatan terlintas dalam pikirannya.

Beberapa saat, Bibi Rena kembali masuk dan menghampiri Elena.

"Kata Dokter, kamu bisa pulang dalam beberapa hari karena tak ada luka yang fatal,"

"Sekali lagi terima kasih karena tetap bertahan Elena.." Ucap Bibi Rena tersenyum.

"Bibi.. siapa?" Tanya Elena.

"Kamu gak inget Bibi? Bibi pemilik kontrakan tempat kamu tinggal, karena gak ada kabar Bibi mencarimu, untung saja Bibi menemukanmu sebelum terlambat" Jawab Bibi Rena

"Bisa ceritakan apa yang terjadi?" Tanya Elena karena penasaran mengapa ia bisa berada di sini dan siapa ia sebenarnya.

Bibi Elena menarik nafas panjang, ia menatap Elena kemudian memegang tangannya erat.

"Kamu terjatuh dari gedung.. lebih tepatnya kamu mencoba bunuh diri"

Seperti hati yang tiba-tiba tertusuk benda tajam, mendengar perkataan Bibi Rena melukai perasaan Elena, bahkan air mata Elena tiba-tiba menetes.

Bukan karena perkataan bahwa Elena berusaha bunuh diri, tetapi karena ingatannya yang tiba-tiba muncul ketika mendengar ucapan itu.

Elena teringat, ia dengan tubuh memar dan pakaian berantakan berjalan sambil terisak tak tentu arah, ia berjalan dengan kaki pincang yang terluka entah karena apa.

Karena merasa lelah dan dadanya terasa begitu sakit membuat ia berjalan ke atas gedung tua yang tak berpenghuni, bahkan pintunya saja tak terkunci.

Elena berjalan naik melalui tangga dengan perlahan menuju lantai teratas. Ia sampai di balkon dan berjalan menuju ujung gedung, ia menatap ke arah bawah dengan perasaan gemetar.

"Aku tak ingin hidup seperti ini lagi.." Ucapnya terakhir kali kemudian langsung melompat.

"Akhh!" Teriak Elena memegang kepalanya, ingatannya tentang hari itu membuatnya mengingat rasa sakit yang tak bisa ia gambarkan, walaupun terlihat samar-samar tapi entah mengapa perasannya terasa sesak dan menyakitkan.

"Ada apa? Apakah ada yang sakit? Dok-"

Elena menahan Bibi Rena untuk memanggil dokter, karena yang ia perlukan sekarang bukan pemeriksaan, tetapi ketenangan.

"Elena gapapa Bi, jangan khawatir tentang itu" Ucap Elena lirih.

Elena melirik ke arah meja untuk mencari tisu, tapi yang ada hanya sebuah buku dan ponsel, Elena mengambil buku itu.

"Buku apa ini?" Tanyanya, Bibinya menggeleng tak tahu

"Orang menemukannya tergeletak di sampingmu, mereka pikir itu buku milikmu jadi ia membawanya juga" Ungkap Bibinya

Elena membuka sampulnya, sebuah judul buku tertulis di sana.

"Journey to Love?"

Lagi-lagi ingatannya tiba-tiba muncul, bukan ingatan sebagai Elena, tapi ingatannya sebagai Reana.

Ia mengingat bahwa ia pernah membaca novel di Perpustakaan dan juga mengingat kejadian malam itu. Sekarang ia tau siapa Elena.

Elena adalah karakter sampingan yang meninggal di dalam novel, kematiannya sama, melompat dari atas gedung.

Alasan kematiannya misterius, tak ada penjelasan sama sekali di dalam novel karena fokus novel adalah kisah ketiga karakter utama. Dengan artian sekarang Reana adalah Elena.

"Tunggu... Jadi, aku masuk ke dalam novel? Sebagai Elena?"

...~•-•~...

...~•To be Continued•~...

Masuk ke dalam novel

...~Cerita murni imajinasi penulis, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan alur cerita itu tidak disengaja dan mohon maaf yang sebesar-besarnya~...

...​​•~Selamat Membaca~•...

...~•-•~...

Reana tertegun mengetahui kenyataan bahwa ia sekarang berada di dalam novel yang pernah ia baca.

"Apa ini kejutan dari Kakek? Apa dia menyuruh orang di tv memasukkanku ke dalam novel tanpa sepengetahuanku?"

"Ahh... aku tak peduli bagaimana bisa aku masuk ke dalam novel,"

"Yang penting, bukankah dengan begini, aku bisa menyatukan Ethan dan Hanny?"

Reana tersenyum bahagia mengetahui bahwa ia bisa mencapai keinginannya tanpa tahu bahwa begitu banyak kenyataan pahit yang akan ia lalui mulai sekarang.

"Elena, sepertinya ibumu datang, Bibi keluar sebentar ya?" Ucap Bibi Rena kemudian berjalan cepat keluar ruangan, tepat setelah itu seorang wanita paruh baya memasuki ruangan, sepertinya itu ibu Elena.

"Ternyata Elena memiliki ibu? Kupikir ia tinggal sendiri karena yatim piatu" Batin Reana menatap wanita yang berjalan masuk menghampirinya.

Reana tersenyum kepada ibu Elena,

"Ib-"

Plakk

Belum selesai Reana menyelesaikan ucapannya, sebuah tamparan mendarat di pipinya.

Ibu Elena menatap Reana rendah,

"Berani sekali kamu merepotkanku?! Bukankah sudah kubilang kalau ingin mati cukup mati dengan tenang! Kenapa kamu masih hidup dan merepotkanku dengan membayar biaya rumah sakit?!" Ibu Elena mendengus kesal.

Reana mematung di tempat, ia terkejut bukan karena perlakuan ibu Elena pada anaknya, tapi ia terkejut karena berani-beraninya ia menampar Reana Alexandra yang tak pernah disentuh oleh siapapun kecuali keluarganya.

"B-berani-beraninya ia menamparku?!" Reana melotot ke arah ibu Elena, ibu Elena yang dipelototi kaget.

"Kenapa? Apa satu tamparanku kurang?!" Teriak ibu Elena membalas melotot.

"Akhhh! Ingin rasanya aku membalas tamparannya walaupun ia lebih tua, tapi aku harus tenang karena sekarang aku bukan Reana melainkan Elena" Batin Reana kesal harus menahan emosinya.

Semenjak hidup Reana tak pernah diperlakukan seperti ini, bahkan nyamukpun tak berani menyentuhnya.

"Elena tak pernah meminta Ibu untuk membayar biaya rumah sakit, lalu kenapa Ibu tiba-tiba masuk dan menampar Elena?!" Reana berteriak kesal, ia melampiaskan emosinya dengan berteriak.

"Lagian sebagai Ibu,harusnya Ibu menanyakan keadaan anaknya baik-baik saja atau tidak! Apa Ibu tak tahu apa yang Elena alami selama ini?!" Bentak Reana membuat ibu Elena terkejut karena ini pertama kalinya ia melihat Elena berteriak.

"Bukannya kamu dibully? Kamu sudah menceritakannya berkali-kali sampai Ibu bosan mendengarnya! Harusnya kamu bunuh diri jangan melompat dari gedung, kamu bisa terjun ke sungai agar tak ada orang yang menemukanmu!!"

Deg

"I-ibu Elena tahu kalau Elena ingin bunuh diri...?"

Reana terkejut mendengar ucapan ibu Elena, tiba-tiba air matanya menetes mengingat ucapan orang yang melompat dari gedung saat terjadi kecelakaan kemarin.

"Mampukah kamu menjalani kehidupanku? Kamu ingin hidup tetapi tak ada yang mengharapkanmu hidup.. setiap hari rasanya ingin mati saja"

"Pokoknya, saat kamu sudah sehat, jangan lupa untuk membayar kembali biaya rumah sakit ini" Ucap ibu Elena kemudian berjalan pergi meninggalkan ruangan.

"Seberapa menderitanya kamu hingga setiap hari kamu berpikir untuk mengakhiri hidupmu? Kenapa hanya karaktermu yang menderita seperti ini... Elena"

Untuk pertama kalinya Reana merasakan sakit yang tak pernah ia rasakan selama hidup, samar-samar ingatan tentang rasa sakit yang dirasakan Elena bisa ia rasakan juga. Sekarang hanya Reana yang bisa mengerti rasa sakit yang diderita Elena.

...~**~...

Beberapa hari telah berlalu, hari ini adalah hari terakhir Reana di Rumah Sakit.

"Ahhh.. akhirnya hari ini gue pulang" Reana menghela nafas lega, sudah beberapa hari ini ia hanya berkeliling sekitaran Rumah Sakit, ia merasa bosan.

"Gue rindu baca novel hiks.., apa di dalam novel ada novel juga?" Reana berpikir lagi.

"Kalau gue ada di dunia novel, lalu bagaimana gue di kehidupan nyata? Apa ada orang lain yang gantiin gue di sana? Akhhh.. semoga dia gak macem-macem sama martabat gue!"

Reana berjalan kembali ke ruangannya setelah ia berjalan-jalan di taman.

Dari kejauhan seorang lelaki memakai seragam sekolah berdiri di depan ruangan Reana sambil melihat sekeliling.

Lalu tatapannya tertuju ke arah Reana, ia berlari menghampiri Reana.

"Apaan orang itu berlari di koridor rumah sakit" Batin Reana menepi agar ia tak tertabrak.

Tapi orang itu justru berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. Reana kaget, ia langsung menginjak kaki lelaki itu lalu menendang perutnya.

"Akhh!"

Lelaki itu berteriak kesakitan, ia melepaskan pelukan berniat untuk memegang perutnya, tetapi Reana tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Reana meraih tangan lelaki itu lalu memelintir ke belakang punggung lelaki itu selanjutnya ia langsung menendang belakang lutut lelaki itu agar ia berlutut.

"Heh! Kenapa asal meluk orang? Lo pikir gue siapa?! Dasar orang mesum!" Bentak Reana semakin memelintir erat tangan lelaki itu.

"Akhh! Sakit woy! Elena! Lo kebentur apa sampai bisa berubah sekuat ini?!"

"Lepasin tangan gue dulu!" Pinta lelaki itu memberontak, tetapi Reana semakin mengeratkan pegangannya.

"Hei! Gue bilang lepasin bukan dieratin woy! Dan lagi kenapa lo manggil gue orang mesum?! Heh! sejak kapan lo manggil teman lo dengan sebutan itu?!" Teriak lelaki itu.

"Teman? Temannya Elena?"

Reana melepaskan genggamannya dan menyilangkan tangannya di dada.

"Teman? Apa gue punya semacam itu?" Tanya Reana menatap lelaki itu yang sedang meringis kesakitan.

Lelaki itu menatap tajam ke arah Reana, ia bangkit dan membersihkan celananya.

"Ada, tepatnya teman yang lo datangi saat butuhnya aja!" Kesal lelaki itu.

"Kenapa lo bisa berpikiran untuk melompat dari atas gedung? Padahal lo takut ketinggian" Lanjut lelaki itu.

"Lo siapa?" Tanya Reana mengabaikan pertanyaan lelaki itu.

"Lo lupa sama gue? Sepertinya lo benar-benar sakit" Lelaki itu menempelkan tangannya di dahi Reana, dengan sigap Reana menepis tangan lelaki itu.

"Sean, Apa lo inget? Apa perlu gue tunjukkin ID nama?" Tanya lelaki itu sambil merogoh kantong bajunya.

"Sean? Ahh! Yang dipilih Hanny kan? Tapi kenapa dia bisa berteman dengan Elena?" Batin Reana bingung

"Sekarang gue tanya, kenapa lo bisa berpikir untuk melompat dari atas gedung?" Sean kembali bertanya.

"Kenapa lo bisa berteman sama gue?" Tanya Reana penasaran lagi-lagi mengabaikan pertanyaan Sean.

"Ishhh!!" Sean mencubit kedua pipi Reana gemas

"Akhh! Hei! Apa yang lo lakuin?!!" Teriak Reana menjitak kepala Sean.

"Apa gue perlu menulis riwayat hidup gue dulu baru lo bisa menjawab pertanyaan gue?" Sindir Sean

"Hhmm tentu, bukannya itu ide yang bagus" Jawab Reana sambil memegang dagunya.

"Nak Sean?" Tiba-tiba Bibi Rena datang,

"Halo Bibi, maaf Sean bisa datang hari ini" Ucap Sean memberi salam kepada Bibi Rena.

"Maaf ya Nak Elena, gak ada yang bisa Bibi hubungi selain Mamamu dan Nak Sean" Ucap Bibi Rena merasa bersalah

"Bukan masalah Bi, terima kasih." Ucap Reana berterima kasih.

"Huft.. untung aja ada Bibi Rena, kalau nggak, gue gak tahu harus ngapain di hari pertama di dalam novel ini karena gak tahu arah" Batin Reana lega.

"Kalau gitu cepat sana masuk persiapkan barang-barangmu, kamu boleh pulang sekarang" Ucap Bibi Rena, Reana mengangguk dan melangkah ke dalam ruangan.

"Nak Sean, boleh Bibi tanya sesuatu?" Bisik Bibi Rena.

"Iya Bi?"

"Kamu tahu apa yang terjadi sama Elena belakangan ini? Bibi benar-benar kaget saat tau ia mencoba bunuh diri" pandangan Bibi Rena terlihat khawatir.

"Bunuh diri?" Sean menatap ke dalam ruangan, Ia memandang Reana yang sedang membereskan pakaiannya.

"Bibi jangan khawatir, mulai sekarang Sean akan menjaga Elena tetap aman" Ucap Sean menenangkan Bibi Rena

"Tolong jaga dia ya Nak, dia memang bukan anak Bibi, tapi Bibi menganggapnya sebagai anak Bibi sendiri" Ucap Bibi Rena menggenggam tangan Sean meminta bantuan.

Sean tersenyum dan berjalan masuk menghampiri Reana.

"Lo gak pengen pindah kelas? Gue denger di kelas lo kebanyakan anak-anak brandalan yang gak pernah belajar"

"Gue bakal bantu lo menaiki nilai agar lo dipindahin ke kelas 2-1" Ucap Sean membantu Reana membereskan pakaian.

"Brandalan? Itu berarti kelas Elena sebelumnya kan? Orang yang membullynya ada di sana? Hmm menarik"

"Jangan khawatir, gue baik-baik aja di kelas itu,"

"Lagian bagaimana bisa gue yang otaknya biasa-biasa saja bisa langsung masuk ke kelas tertinggi, Nanti dikirain nyontek lagi" Ucap Reana melirik ke arah Sean

"Yahh walaupun di kehidupan nyata gue pinter, gue bisa dapet nilai 100 tanpa bantuan lo" Batin

Reana membanggakan diri

Reana tersenyum memandang Sean sambil menepuk-nepuk punggung Sean, Sean hanya menatapnya tanpa ekspresi.

...***...

Sean mengantar Elena dan Bibi Rena, mereka sampai di depan rumah Bibi Rena. Sean membantu Reana memasukkan barangnya ke dalam kost dan langsung pamit ke Bibi Rena

"Gak mampir dulu?" Tanya Reana menatap Sean yang sudah bersiap untuk pergi.

"Apa lo anggep gue teman lo?" Ucap Sean kemudian langsung masuk ke dalam mobil dan pergi.

"Ada apa dengannya? Padahal tadi bersikap baik huh!"

"Tapi kalau dipikir-pikir di dalam novel Sean gak kenal Elena dan gak ada scene ini.. Apa ini scene tersembunyi karena Elena bukan pemeran utamanya? Hmm entahlah"

Reana berjalan memasuki kost Elena, ia menatap sekeliling tempat.

"Lebih baik kamu istirahat dulu beberapa hari sebelum mulai sekolah lagi" Tiba-tiba Bibi Rena datang.

"Ahh nggak perlu Bi. Elena baik-baik aja, besok Elena bisa mulai masuk sekolah" Ucap Reana tersenyum.

"Apa kamu gak ingin pindah sekolah saja?" Tanya Bibi Rena hati-hati

Reana menggeleng,

"Elena akan tetap bersekolah di sana, lagian ada Sean yang akan menjaga Elena. Terima kasih karena mengkhawatirkan Elena Bi"

Reana tersenyum hangat membuat Bibi Rena ikut tersenyum

"Aku juga ingin lihat, bagaimana tampilan orang yang mengganggu Elena" Batin Reana

Reana berjalan menaiki tangga menuju kamar Elena, awalnya Reana berniat untuk melihat bagaimana wajah Elena, tapi foto yang berada di kamar Elena semuanya adalah dirinya.

Reana mengambil salah satu bingkai foto.

"Kapan gue berfoto seperti ini?"

Reana memandang fotonya yang tersenyum lebar di sebuah taman. Reana menaruh kembali bingkai foto itu dan tatapannya tak sengaja tertuju ke sebuah diary.

"Apa ini diary Elena?"

Reana membukanya dan melihat banyak tulisan-tulisan curahan hati.

"Kenapa tulisannya mirip dengan tulisan gue? Apa tulisannya juga berubah?"

Reana membuka beberapa lembaran terakhir

23 Februari 2010

Mereka menggangguku lagi, tak ada satu haripun tanpa menggangguku.

Mengapa semuanya hanya terjadi padaku,

Mengapa mereka hanya menindasku?

Apa kesalahan yang ku perbuat?

Bahkan seisi kelas tak ada yang membelaku sekalipun.

24 Februari 2010

Hari ini lokerku di penuhi dengan sampah,

Guru-guru memarahiku dan menghukumku karena tidak membersihkannya.

Bagaimana mereka bisa menutup mata tentang penindasan yang terjadi padaku tetapi membuka mata dengan apa yang memenuhi lokerku.

Tak adakah satupun orang yang berada di sampingku?

Tak perlu banyak, cukup satu saja sudah cukup untukku.

26 Februari 2010

Tiba-tiba Julia menghubungiku tengah malam ini sambil menangis.

Apakah ia juga dirundung?

Ia menyuruhku untuk pergi menemuinya,

Apa aku harus pergi menemuinya setelah apa yang telah ia lakukan padaku?

Tentu saja aku harus pergi, karena aku tau rasanya di posisi itu kan?

Aku akan pergi, aku akan menceritakan semuanya lagi setelah kembali.

Reana terdiam tanpa ekspresi membaca selembar demi selembar tulisan yang ia baca, dan tulisannya berakhir di tanggal 26, tepat saat Elena melompat dari gedung.

Reana melirik kalender, sekarang bulan Maret, sudah berjalan beberapa hari sejak insiden percobaan bunuh diri Elena.

"Aku memang harus masuk ke kelas itu..."

... ~•-•~...

...~•To be Continued•~...

Sekolah

...~Cerita murni imajinasi penulis, jika ada kesamaan nama tokoh,tempat, dan alur cerita itu tidak disengaja dan mohon maaf yang sebesar-besarnya~...

...​​•~Selamat Membaca~•...

...~•-•~...

Jam menunjukkan pukul 07:00, Reana sudah bersiap berangkat menuju sekolah, ia bercermin sebelum berangkat

"Gapapa nih rambut gue di kepang dua gini terus pake kacamata? Gue keliatan culun banget!" Reana menatap menyedihkan dirinya, baru pertama kali ia berpenampilan culun seperti ini.

Reana berjalan keluar rumah, ia termenung di depan gerbang rumahnya.

"Gue bakal berangkat sekolah kan?"

"Tapi bagaimana gue bisa berangkat kalau gue gak tahu di mana sekolahnya?!! Akhh!!"

Reana memegang kepalanya frustasi

"Gue tahu nama sekolahnya tapi gue gak tahu jalannya ke mana"

Reana menghela nafas kesal, Ia berjalan pelan pergi mencari halte Bus. Tepat saat itu, sebuah mobil menghampirinya.

Reana melirik ke arah mobil, dan perlahan kaca mobil turun dan itu adalah Sean.

"M-"

"Terima kasih atas tumpangannya"

Belum selesai Sean bicara, Reana sudah lebih dulu berjalan masuk ke mobil Sean.

"Hmm biasanya lo selalu nolak" Sindir Sean, tetapi Reana tak perduli dengan sindiran Sean.

"Cepet berangkat!" Perintah Reana.

"Siap siap boss" Sahut Sean kemudian menjalankan mobilnya.

"Hebat ya, masih SMA udah boleh bawa mobil? Kan belum ada SIM" Tanya Reana di perjalanan.

"Bukan masalah, asal ada kartu pelajar dan STNK sudah cukup" Jawab Sean.

Reana mengangguk-angguk terkagum, dibandingkan dunianya, kebanyakan anak SMA akan pergi sekolah dengan menaiki sepeda atau Bus, memang dunia novel berbeda.

Tak perlu waktu lama, Reana sampai di sekolah karena jarak sekolahnya tak terlalu jauh dari rumah.

"Kalau gue tau sedekat ini, gue bisa jalan kaki tadi.. Pantes Elena selalu nolak" Batin Reana terdiam

"Kenapa? Lo gak turun?" Tanya Sean.

Reana membuka sabuk pengaman dan segera turun dari mobil.

Ia menatap sekolahnya, begitu besar dan mewah.

"Wow... Apakah semua novel sekolahnya sebesar ini?" Batin Reana terkagum melihat luasnya dan tinggi sekolahan di depannya.

Reana berjalan lebih dulu meninggalkan Sean.

"Apaan? Dia pergi begitu aja? Tanpa bilang terima kasih?" Sean terheran dengan sikap Reana.

Tapi tak perlu waktu lama, Reana kembali mendekati Sean.

"Itu.. apa lo tau kelas gue di mana?" Tanya Reana menatap Sean meminta bantuan.

"......"

"Lo memang teman yang ada saat membutuhkan ya"

Sean menggeleng-gelengkan kepalanya heran, ia menyuruh Reana untuk mengikutinya.

Mereka berjalan di koridor dan menaiki tangga menuju lantai 2.

"Kelas lo di 2-10 ada di paling ujung, dan gue ada di 2-1 di ujung sana" Ucap Sean sambil menunjuk kelas Reana dan kelasnya.

"2-10? Apa karakter Elena memang sebodoh itu sampai kelasnya paling akhir? Sungguh penulisnya benar-benar pilih kasih!" Batin Reana terkejut

"Kalau lo perlu sesuatu jangan lupa temui gue ya?" Ucap Sean

"Hmm kalau gue temuin lo minta bantuan, nanti dipanggil teman dateng saat butuhnya doang" Goda Reana,

Reana tertawa kecil kemudian berlari meninggalkan Sean yang belum sempat mengatakan sesuatu.

Reana berjalan memasuki kelas 2-10, saat ia berdiri di depan pintu tiba-tiba seorang siswa merangkulnya dan berbisik,

"Gue pikir lo bakal mati setelah apa yang terjadi malam itu, ternyata lo masih hidup aja hehehe"

Lelaki itu melepaskan rangkulannya lalu berjalan masuk mendahului Reana, Reana berdiri mematung mendengar bisikan lelaki itu.

"Tersangka pertama!" Batin Reana menetapkan target.

Saat Reana masuk, semua tatapan tertuju ke arahnya. Reana tak peduli, ia berjalan santai sambil melihat di mana posisi mejanya.

Ia melihat begitu banyak tulisan makian dan hinaan tercoret di meja pojok, tentu saja itu tertuju untuk Elena. Itu menandakan kursi itu adalah milik Elena, Reana membaca coretan itu

"Mati lo!"

"Mati sana dasar parasit!"

"Gue denger lo mencoba bunuh diri? Kenapa gak mati sekalian!"

"Lo jelek banget!"

"Dasar menjijikkan!"

Dan masih banyak coretan lagi memenuhi mejanya

"Apa yang dilakukan Elena sampai diperlakukan seperti ini?!"

Reana mengepalkan tangannya menahan amarah.

"Dan lagi berani-beraninya bilang gue jelek?! Gue? Reana Alexandra? Jelek?!" Batin Reana kesal.

"Siapa yang nulis gue jelek?! Cepat sini maju ke depan gue! Biar gue liat secantik apa lo!!" Teriak Reana membuat seisi kelas menatapnya bingung.

Reana melepaskan tasnya dan menaruhnya di meja, ia duduk di kursi.

"Walaupun tulisannya tertuju ke Elena, tetap aja tulisan itu maksudnya gue, karena sekarang gue adalah Elena!" Batin Reana cemberut.

"Kalau sampe gue ketemu sama orang yang nulis gue jelek, bakal gue patahin tangannya, berani-beraninya nulis buruk tentang gue!"

Tak berapa lama duduk, Reana merasa ada yang menempel. Ia mencoba bangkit ternyata kursinya diolesi lem sehingga roknya menempel di kursi.

Srekk

Reana berusaha bangun sambil memegang kursi erat untuk melepaskan, tetapi karena terlalu memaksakan akhirnya roknya robek.

Seisi kelas langsung menertawakannya karena suara robekannya terdengar keras.

Reana menarik nafas panjang menahan kesabaran.

"Baru kali ini gue dipermalukan seperti ini!"

"Sabar Reana, bertahanlah sampai lo benar-benar tahu siapa pelakunya! Setelah itu gue bunuh dia!!" Batin Reana menenangkan diri

Reana melepaskan almamaternya dan mengikatnya di pinggang untuk menutupi roknya yang sobek.

Ia menutupi kursinya dengan kertas lalu ia duduk kembali.

Tiba-tiba seorang wanita berjalan dan duduk di meja depan Reana, jaraknya lumayan jauh.

Wanita itu mencari sesuatu di dalam tasnya. Reana tak peduli, ia memasang earphone dan membaca bukunya.

Wanita ia mengeluarkan 5 butir telur.

"Teman-teman! Gue mau menyambut kembalinya temen tersayang kita, siapa yang bertaruh kalau gue bisa masukin semua telur ini ke dalam keranjang sampah?" Teriak wanita itu.

Semua perhatian tertuju kepadanya

"Gue!"

"Guee"

"Gueee!!"

Seisi kelas berteriak bertaruh untuk wanita itu.

Wanita lain menaruh keranjang sampah tepat di depan Reana, Reana melirik ke arah keranjang sampah itu.

"Apa yang coba mereka laku-"

Tiba-tiba satu butir telur mendarat tepat ke dalam keranjang, karena keranjang itu berada di depan Reana, telur itu pecah dan percikannya mengenai wajah Reana.

Lemparan kedua, telur itu mendarat ke seragam Reana. Reana menatap wanita itu geram

"Upss, sayang sekali" Ucap wanita itu tapi tak membuatnya berhenti melempar.

Lemparan ketiga, telur itu melewati Reana dan mengenai loker di belakang.

Lemparan keempat telur itu mendarat tepat ke ramput Reana.

"Wahh kena kepala" Ucap wanita itu tertawa cekikikan, seisi kelas ikut tertawa.

Reana berusaha menahan amarahnya, ia tak ingin mendapatkan masalah di hari pertamanya menjadi Elena

Lemparan kelima, wanita itu melempar sekuat tenaga dan telur itu tepat mengarah ke wajah Reana, tapi dengan cepat Reana menghindari telur itu dan melotot marah ke arah wanita itu.

Reana melepaskan earphonenya dan menutup buku yang ia baca.

Reana melirik ke nama tag wanita itu "Juliana Permata"

"Julia? Dia yang memanggil Elena tengah malam waktu itu kan?"

"Wow hebat, lo bisa menghindarinya dengan cepat" Julia bertepuk tangan tetapi wajahnya tampak kesal.

Reana bangkit dari duduknya,

"Sepertinya lo menikmatinya" Sindir Reana berjalan mendekati Julia

Julia tersenyum sinis.

"Tentu saja itu menyenangkan"

Reana sudah berada tepat di depan Julia.

"Kalau gitu coba hindari ini"

Reana mengangkat tangannya dan dengan cepat menampar pipi kiri Julia.

"Akhh!!" Seisi kelas teriak, terkejut dengan apa yang di lakukan Reana.

Julia tak kalah terkejut, Reana kembali bersiap menampar pipi kiri Julia, Julia ingin menghindar tetapi ia terlambat karena tangan Reana dengan cepat menamparnya.

"Kenapa gak bisa menghindar? Lemparan lo aja gue bisa hindarin, bagaimana dengan tamparan gue?"

"Lo-"

Julia ingin membalas menampar Reana tapi Reana menghentikannya dan memegang erat tangan Julia.

"Akhh!!" Teriak Julia kesakitan, seisi kelas tak ada yang ingin membantu dan menghentikan mereka, mereka hanya menonton, sebagai penonton.

Reana mencengkram erat tangan Julia lalu menarik dan melemparnya dengan kuat ke arah belakang sehingga tubuh Julia terbentur ke loker.

Salah satu murid berlari memanggil guru, Reana menyadari itu.

Ia tersenyum ke arah Julia, Reana melonggarkan dasi lalu mengacak-acak rambut kepangnya dan terakhir ia menampar pipi kiri dan kanan secara bergantian.

Seisi kelas bingung dengan apa yang di lakukan Reana.

Reana berjalan mendekati Julia yang ketakutan dan berbisik ke telinganya.

"Jangan macem-macem sama gue, gue bukan Elena yang lemah seperti yang lo kenal dulu,"

"Tapi gue adalah Elena yang lo ciptakan malam itu, lo inget kan apa yang terjadi MALAM itu...?"

Mendengar bisikan Reana, tubuh Julia gemetar ketakutan

Seisi kelas merasa khawatir dan takut, bukan karena mereka berdua, tapi karena mereka takut dipanggil sebagai saksi dari perkelahian mereka berdua.

Dan di samping itu, salah satu penonton, seorang lelaki duduk bersandar tangan menatap Reana dengan senyuman yang tak dapat diartikan.

...~•-•~...

        

...     ~•To be Continued•~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!