~Sugar, kau tau berapa lama aku sendiri, melewati malam sunyi kedinginan dan itu lebih menyakitkan dari pada patah hati...
~Sugar, kau tau setiap detik bayangmu mengungkungku. Menjadikan malam-malam kesendirian penuh dengan kabut karena hadirmu di sisiku.
Tak perduli, berapa lama aku harus menahan...
Berapa lama aku harus memenjarakanmu dalam situasi ini.
Tapi, sejengkal pun tak akan kubiarkan orang lain menyentuhmu~
Kamu hanya milikku, meski aku masih terikat janji bersamanya.
🍁🍁🍁
Tap... Tap... Tap...
Langkah Bara begitu tergesa saat memasuki rumah yang tampak sepi seolah tak ada kehidupan. Dua hari yang lalu Najira sudah memecat pembantu rumah tangganya tanpa izin dan sekarang? Istrinya terlihat sangat santai di sambungan telepon mengatakan bahwa diri akan baik-baik saja di rumah tanpa siapapun.
Di depan gerbang terlihat wajah panik Pak Jovi, satpam jaga yang terkejut saat dirinya tiba-tiba datang kembali ke rumah lebih awal dari perkiraan pulang.
Bara mendekus, seraya menatap tajam lelaki paruh baya itu hingga ketakutan.
"Maafkan saya, Pak. Jika terjadi sesuatu dengan Ibu di dalam. Saya tidak tahu apa-apa, saya cuma di suruh diam jika ingin masih bekerja disini." Pak Jovi menunduk dalam, keringat bercucuran membuat Bara semakin yakin bahwa di dalam sana, sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.
Bara masuk ke dalam rumah yang tampak sepi, hatinya mencelos menapaki tangga demi tangga menuju kamarnya. Dari balik pintu, ia mendengar suara erangan. Suara yang sering Bara dengar saat bercinta dengan Najira.
"Bang sat." Bara mengepalkan tangannya, tubuhnya melemas seketika saat mendengar suara familiar itu memuakkan telinga. Di dalam, Najira dengan napas terengah memeluk laki-laki.
Ingin rasanya Bara masuk, menghajar habis laki-laki yang tengah meniduri istrinya. Ingin rasanya Bara mengamuk, memang benar ia belum sepenuhnya mencintai Najira. Tapi, selama ini ia selalu memperlakukan Najira dengan baik, memberi nafkah lahir dan batin dengan harapan ia bisa memenuhi janji kepada orang tua Najira agar menjaganya.
"Lagi Mas, ayo lagi aku sudah mau sampai." Suara lembut Najira terdengar jelas, Bara masih di depan pintu dan berharap semua ini hanya mimpi. Mimpi buruk dalam rumah tangga Bara dan Najira.
"Apa kau senang, Honey. Kapan suamimu pulang? Aku akan terus datang dan membuatmu tak sanggup berjalan."
Deg
Bara meradang, lalu dengan gesit ia mendobrak pintu kamar yang menjadi penghalang. Sepasang manusia yang telah bergelung nikmat terperanjat.
"Mas B-bara..." pekik Najira, lantas mendorong laki-laki yang menindihnya, kemudian membalut tubuh polos dengan selimut.
"Belum selesai? sayang sekali aku datang di saat kalian belum mencapai kli maks."
Najira menunduk, sementara laki-laki di atasnya beringsut mundur, mengenakan kembali pakaiannya lalu kabur sebelum Bara menghabisinya.
Bara terdiam, Ingin rasanya memukul habis laki-laki itu, tapi entah kenapa tubuhnya kini seolah tak bisa bergerak.
"Mas, ini tidak seperti yang kamu fikirkan." Najira menunduk, Bara malah membiarkan lelaki itu pergi, bahkan tangannya sama sekali tak tergerak menghajar tuk memberi pelajaran.
"Aku pulang untuk memberimu kejutan..." Bara tersenyum, menghela napas sejenak dan menatap Najira dalam-dalam.
"Tapi ternyata justru kamu yang mengejutkanku, Na."
"Mas, aku bisa jelaskan."
"Setelah aku fikir lebih baik kita jalan masing-masing, kamu berhak hidup dengan laki-laki yang kamu cintai." Suara Bara tercekat, sejujurnya hal ini membuat dirinya trauma. Mungkin setelah melepaskan Najira, ia tidak akan lagi mengenal apa itu pernikahan.
"Aku nggak mau pisah sama kamu, Mas." Rengek Najira.
"Tapi itu tidak mungkin, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan yang sudah kamu kotori bahkan di atas ranjang pengantin kita." Suara Bara meninggi, ia bangkit lantas memasukkan pakaian ya ke dalam koper.
"Mas kasih aku kesempatan, aku khilaf." Najira terisak, tidak tahukah jika saat ini Bara begitu jijik melihatnya, melihat tubuh polosnya sisa percintaan dengan laki breng sek tadi.
"Aku akan pergi, secepatnya akan aku urus perceraian kita. Rumah ini akan aku berikan untukmu. Karena memang ini yang aku punya." Bara tersenyum kecut.
Mulai hari ini, ia harus berjuang keras sekali lagi, harapan memiliki anak agar hidup mereka lebih sempurna lenyap sudah.
Orang tua Bara berniat memberikan aset hartanya setelah Bara dan Najira memiliki keturunan, tak disangka kehidupan semakin rumit dan kini hubungannya dibatas kehancuran.
Pengkhianatan, nyata jelas di hadapan Bara. Meski begitu, ia tetap menegakkan kepala dan menyeret kopernya menuruni tangga.
Najira menangis, ia segera mengenakan pakaian asal dan mengejar langkah Bara.
Bara memasukkannya ke dalam mobil, lantas berlalu meninggalkan pelataran rumah yang sudah hampir satu tahun ini ia tempati bersama Najira. Meski awalnya tanpa cinta, Bara adalah laki-laki baik, ia ingat tepat hari ini di satu tahun yang lalu adalah hari dimana ia mengikat janji di depan penghulu bersama Najira. Namun, baru saja ia menyiapkan sebuket bunga dan cincin sederhana bermata berlian kecil yang berada di saku, Najira sudah lebih dulu memberikan kejutan besar untuknya. Sampai di pagar rumah, Pak Jovi lantas membuka pintu gerbang agar mobil Bara bisa lewat.
Tau jikalau Najira berlari mengejarnya, Bara lantas melempar buket bunga beserta kartu ucapan itu keluar mobil.
"Pak Bara melempar bunga ini keluar, Bu." Pak Jovi menyodorkan buket bunga yang koyak akibat lemparan Bara yang penuh dengan rasa kecewa.
Najira menunduk, meratapi buket bunga terselip kartu ucapan itu dengan derai air mata.
'Happy Anniversary 1 tahun, sayangku Najira. Aku berdoa, lembaranku berikutnya akan terus bersamamu, melewati setiap detik kisah kita sama-sama dan berjuang meraih puncak bahagia sesungguhnya, akan ada hari dimana ada aku, kamu dan anak-anak kita, beri aku kesempatan sekali lagi untuk belajar lebih serius mencintai kamu'
Tertanda,
Suamimu.
***
Najira memeluk erat buket rusak itu, hatinya hancur bersama dengan penyesalan yang menyesakkan.
Najira menyesal? Mungkin, karena ia tergoda akan pesona Revan, laki-laki breng sek yang selalu ada bersamanya saat Bara sedang kerja ke luar kota.
"Lebih baik, Bu Najira masuk dan tenangkan diri, Pak Bara masih kalut, tidak baik kalau dipaksa menerima penjelasan." Meski ragu, Pak Jovi berusaha memberikan nasehat. Walau dalam hati Pak Jovi merasa bersyukur, karena pada akhirnya Pak Bara bisa melihat kebusukan istrinya.
Pak Jovi bukan orang jahat yang mendoakan rumah tangga Bossnya berantakan, ia hanya kasian dengan nasib Pak Bara yang diduakan.
Najira masuk kembali ke dalam kamar, ia menangis tersedu-sedu, rambutnya berantakan dengan tangan terus memeluk buket bunga yang telah rusak, sama persis seperti rumah tangganya saat ini.
"Maafkan aku, Mas Bara. Aku selalu merasa kamu tidak pernah mencintaiku, padahal kamu sedang menata hati dan meyakinkan diri. Seharusnya aku tidak tergoda dengan laki-laki lain," gumam Najira.
Bara berada diambang kebimbangan, antara pulang ke rumah orang tuanya atau tinggal di Apartemen.
Bara memegangi dadanya yang nyeri, ia tak menyangka Najira yang polos dan penurut berakhir mengkhianatinya.
Setelah pikir panjang, akhirnya Bara memilih untuk tinggal di kos-kosan, karena dengan begitu ia bisa sembunyi sementara waktu. Pilihan Bara jatuh pada sebuah kos-kosan petak dengan beberapa kamar namun cukup aman karena mobilnya bisa masuk halaman kos dan kamarnya yang tak terlalu banyak, hanya terdiri dari 15 kamar dengan penghuni random.
"Berapa untuk sebulannya, Bu?" tanya Bara pada pemilik kos setelah meraih satu buah kunci kamar yang terletak paling ujung, kamar yang suram. Pikir Bara.
"Pasti Najira saat ini berencana ke rumah Papa dan Mama untuk membuat sandiwara," batin Bara lesu.
"Delapan ratus ribu, Mas. Lebih murah dibandingkan hotel, kamarnya juga nyaman, ini termasuk kos-kosan mewah. Hanya saja..." pemilik kos itu menjeda ucapannya, ia tampak berfikir.
"Mas-nya jangan kaget, ini kos-kosan random, pasangan kekasih keluar masuk sering terjadi, tapi aman dari penggrebekan selama pintu terkunci dari dalam." Ibu pemilik kos itu cengengesan, sementara Bara mengernyit heran, karena tak mengerti maksud dari perkataan pemilik kos tersebut.
"Kalau begitu, ini untuk dua bulan ke depan ya, Bu!" Bara menyodorkan segepok uang yang berhasil membuat mata pemilik kos berbinar bahagia.
"Aman Mas, kalau begitu selamat beristirahat. Saya permisi," pemilik kos melenggang pergi, Bara menyeret kopernya menuju depan kamar. Memasukkan kunci dan membukanya.
"Lumayan," gumam Bara menatap sekeliling kamar berukuran 4x3 M dengan kamar mandi di dalamnya.
Bara menyeret kopernya masuk, lantas menutup pintu tuk kemudian mengganti pakaiannya dengan kaos oblong dan celana chinos pendek.
Mulai hari ini, ia akan menjelma menjadi anak kos sementara waktu.
Brakkkkk!
Bara memekik kala pintu kamar sampingnya terbanting keras, ia memegangi dadanya seraya mengumpat.
"Kalau kamu dateng kesini cuma mau ngajak tidur bareng, mending pulang! kita tidur masing-masing." Rea berteriak kencang setelah menutup pintu.
Bara mengintip di balik tirai jendela yang menghadap ke luar. Tampak seorang pemuda berusaha membujuk kekasihnya, entah karena apa.
"Astaga, pacaran jaman sekarang belum sah udah ngajakin tidur bareng saja!" gerutu Bara, lantas kembali menutup tirai kamarnya.
"Rea, sayang! Boleh ya, semalam saja, aku janji gak bakal ngapa-ngapain." Danis tampak frustasi, Rea beneran marah karena tadi tangannya khilaf menyentuh tubuhnya.
"Pergi, aku tahu kamu cuma mau manfaatin aku." teriak Rea, gadis itu menangis terisak dibalik pintu yang tertutup rapat.
Ceklek, Bara membuka pintu. Ia memutuskan keluar, agar laki-laki itu segera enyah. Bara ingin istirahat, tanpa mendengar suara perdebatan sebelah kamarnya.
"Masnya mending pulang, biarin dia sendiri dulu baru nanti datang selesaikan lagi masalahnya." nasehat Bara. Danis mengangguk, dengan lesu ia melangkah meninggalkan depan kamar Rea menuju motornya.
Namun, sebelum sampai parkiran motor. Danis menoleh dan menatap Bara sejenak.
"Tolong ingetin pacarku makan ya, Mas. Aku nggak mau dia kenapa-kenapa apalagi sampai meninggal di dalam tanpa ada yang tau."
Bara membulatkan mata, sejurus kemudian mengangguk datar, iyakan saja pikirnya dari pada rumit.
***
Sementara di rumah, Najira mengunci diri dalam kamar dan terus menangis. Hari ini adalah hari anniversary pernikahannya ke satu tahun, tapi hal bodoh sungguh merusak segalanya, merusak hubungannya dengan Bara. Najira tak mungkin melepaskan Bara, karena bagi Najira, Bara adalah orang yang sangat baik.
Najira terus memandangi buket bunga yang sudah koyak itu, kalimat demi kalimat yang tersemat di kartu ucapan mengikis hatinya, meyayat sakit.
"Mas, tolong kasih aku kesempatan untuk menyambut cintamu sekali lagi," Najira terisak, ia meringkuk memeluk erat foto pernikahannya.
"Aku harus melakukan sesuatu," pikir Najira.
Najira bangkit dan langsung menyambar kunci mobil, gegas ia pergi ke rumah orang tua Bara, mertuanya.
"Mas Bara pasti di apartemen, selama dia belum pulang ke rumah artinya Mama dan Papa belum tahu masalah hubungan kita. Sebelum hal itu terjadi, aku akan bersikap seolah-olah Mas Bara yang membuat masalah dan meninggalkanku. Maafkan aku Mas, tapi ini semua karena aku nggak mau pisah sama kamu." Najira menghela napas, perasaannya campur aduk saat ini.
Drtttt...
Ponsel Najira kembali berbunyi, tumpukan pesan dari Revan masih belum juga terbaca. Di sisi lain, Revan sangat khawatir jikalau Najira akan dihabisi Bara.
Besar cinta Revan membuatnya benar-benar buta, ia masih saja berharap Najira mau memilihnya dan meninggalkan Bara meski dilihat dari ekspresi Najira kemarin itu adalah hal yang sangat mustahil apalagi Revan pergi begitu saja setelah membuat gempar rumah tangga mereka.
"Argggghhh...!"
"Aku ingin lihat usaha kerasmu, Najira. Sampai kau benar-benar lelah dan menyadari bahwa cuma aku yang mencintai kamu," gumam Revan menatap kosong kaca apartemennya.
Najira sudah sampai di kediaman orang tua Bara, dengan tergesa ia turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam.
"Siang nyonya."
"Siang, apa Mas ada kesini bibi?" tanya Najira dengan ramah kepada art yang bekerja di rumah Bara. Sebenarnya Najira bukan wanita yang haus akan harta, ia setuju menikah dengan Bara karena memang tertarik dengan laki-laki itu. Sementara Revan, disaat Bara bersikap datar dan biasa Revan justru memperlakukan dirinya selayak ratu yang pantas dicintai.
Revan yang lembut, hangat dan penuh gairah membuat Najira bertekuk lutut di bawah kung kungannya.
"Tidak ada Nyonya," ucap Art itu.
"Baik, Bibi. Aku pikir Mas Bara berbohong." Najira menampilkan ekspresi sedihnya.
"Ah, Nyonya mungkin sedang dalam perasaan kurang baik. Istirahatlah Nyonya, jika Tuan dan Nyonya besar pulang akan saya panggil nanti."
"Baik, Bibi. Terimakasih atas kebaikan Bibi padaku," ucap Najira terharu, tentu saja itu hanya pura-pura!
Najira melangkahkan kaki menaiki tangga, ia masuk ke dalam kamar dimana dulu menjadi kamar pengantinnya bersama Bara. Mendadak ia tersenyum.
"Oh Mas Bara, maaf tapi kali ini aku akan memperjuangkanmu. Mungkin konyol, tapi aku tidak bisa kehilangan kamu." Najira bergumam seraya memandangi foto pernikahannya yang terletak di atas nakas.
***
Malamnya, Bara baru saja habis keluar untuk makan. Mendekus sebal karena menjadi anak kos sangat membosankan bagi pria dewasa sepertinya.
Bara pun membiarkan pintunya sedikit terbuka, tidak mungkin akan mengurung diri di kamar setiap malam.
Rea membuka pintu kamarnya, menyadari Danis datang dan ia dalam keadaan memakai piyama satin pendek lantas segera mengunci pintu kamar sebelum Danis membuka gerbang kos dan masuk.
"Sembunyi dimana nih?" gumam Rea, ia tak mungkin pergi menemui kakaknya, Danis akan melihat dia keluar kos-kosan.
Sial sekali.
Rea tak punya waktu, ia masuk begitu saja ke kamar Bara dan langsung menutupnya.
"Hei hei, kamu sembarangan masuk kamar orang!" teriak Bara.
Rea lebih terkejutnya, saat tau penghuni kamar sebelahnya adalah pria dewasa yang tampan.
"Stttttt... Mas aku numpang sembunyi dong, pacarku yang mesum itu datang, aku malas meladeni."
"Jadi biasanya kamu meladeninya?" bisik Bara tepat di telinga Rea yang tengah mengintip Danis di depan kamarnya.
Jika bukan karena keberadaan Danis disana, Rea mungkin sudah menjerit.
Sial sekali dirinya keluar lubang buaya, tapi malah masuk ke kandang singa.
Rea berbalik tiba-tiba dan itu menyebabkan hidung mereka bertemu.
"Kau!" desis Bara, karena wanita asing yang sedekat ini membuat juniornya terbangun seketika.
"Kau sama mesumnya yak!" Rea mendorong tubuh Bara.
"Ini kamarku! Selama kamu disini, selama itu juga kamu harus mematuhi aturanku." desis Bara kesal.
Deg!
Menyesal sekali Rea masuk tiba-tiba ke dalam kamar Bara.
Melihat pintu kamar kos Rea terkunci membuat Danis menghela napas. Ini bukan kali pertamanya Rea marah karenanya. Namun, biasanya gadis polos itu akan merengek sendiri bahkan meminta maaf untuk sesuatu yang bukan kesalahannya jika Danis bersikap cuek. Dari awal, Danis memang berniat ingin menyentuh lebih kekasihnya itu, tak disangka ia mendapat penolakan.
"Re, aku pastikan kamu akan memohon sendiri padaku." Danis menghela napas, lalu berbalik meninggalkan depan pintu kamar Rea.
"Ck! Itu tidak akan pernah terjadi setelah hari ini, Dans!" gumam Rea yang mendengar ucapan Danis tadi.
"Jangan mau ditidurin tanpa dibayar," desis Bara di belakang Rea, suaranya tepat di tengkuk leher Rea hingga berhasil membuat bulu kudu Rea meremang seketika.
"Heh, emang aku cewek apa?" tanya Rea.
"Ck! Pergi sana, kita tidak seakrab Romeo dan Juliet untuk bisa berada dalam satu kamar." Bara menatap tajam Rea.
"Cih, siapa juga yang mau sama laki-laki tua sepertimu!" kesal Rea kemudian keluar dari kamar Bara.
Brakkk!
Rea membanting pintu saking kesalnya, hingga tak menyadari bahwa masih ada Danis di halaman kos-kosannya.
"Re?" Danis menggaruk kepala, saat melihat Rea keluar dari kamar sebelah dengan membanting pintu, ia yang hendak pulang menjadi urung dan berjalan mendekati Rea.
"Astaga!" pekik Rea, ia berusaha membuka pintu secepat mungkin dan berusaha menguncinya dari dalam. Sialnya lagi, Danis langsung mendorong pintu hingga terbuka.
"Mau apa kamu?" pekik Rea melempari Danis dengan barang-barangnya.
"Hei, tenang Baby!" Danis menyeringai kemudian menutup pintu.
"Keluar kamu, Dans. Kita putus, aku nggak mau punya pacar mesum!" pekik Rea yang terduduk dan berusaha mundur menghindari Danis.
Bara mendekus demi mendengar teriakan Rea di kamar sebelah, makhlum saja dinding kos-kosan bukanlah dinding apartemennya yang kedap suara. Ia mencoba tidur, menutup telinganya dengan bantal, akan tetapi nihil.
"Jangan-jangan itu cewek di apa-apain lagi." gumam Bara yang langsung terduduk karena mendadak dirinya ikut gelisah.
Sial.
Bara memutuskan keluar, ia bukan orang yang suka ikut campur masalah orang lain.
Klek klek klek...
"Sial, pintunya dikunci dari dalam." umpat Bara.
"Mas, tolong! Siapapun tolong dobrak pintunya," ucap Rea sambil terisak.
Danis sudah berhasil merobek paksa piyama Rea hingga kancingnya berhamburan kemudian mencekoki Rea minuman yang sudah Danis campur dengan obat perang sang.
"Ini akibatnya jika kamu melawan, Rea. Harusnya kau cukup menurut dan aku akan memperlakukanmu dengan lembut, tapi kamu memaksaku melakukan ini." Danis menyeringai.
Rea menunduk memeluk lututnya, ketakutan dan tubuhnya bergetar hebat.
"Kamu breng sek, Dans!" pekiknya.
Brakkk!
Bara berhasil mendobrak pintu kamar kos milik Rea. Matanya tertuju pada gadis yang menunduk memeluk lutut sambil terisak.
"Breng sek!" maki Bara seraya melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah Danis.
Entah kenapa ia menjadi sangat marah saat laki-laki bau kencur itu berusaha melecehkan Rea. Mungkin sedari awal Bara memang butuh pelampiasan atas kemarahannya yang terpendam.
Bugh!
Bugh!
"Heh, kamu rupanya!" desis Danis seraya mengusap sudut bibirnya yang berdarah.
Bara tak memerlukan ocehan Danis, ia membuat laki-laki itu babak belur.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Bara, akan tetapi Rea diam dengan bulir bening membasahi pipinya.
Bara berfikir sejenak, rasa-rasanya tempat ini tak aman untuk Rea. Ya, dia tau nama Rea karena Danis memanggilnya dengan nama itu.
Bara langsung menggendong tubuh Rea yang membeku dengan tatapan kosong. Bara menghela napas kasar karena melihat sesuatu yang menyembul dibalik piyama Rea yang telah koyak.
"Heh, laki sialan mau kamu bawa kemana kekasihku?" pekik Danis, akan tetapi tubuhnya terasa sakit semua karena tonjokan Bara.
Danis meringis saat Bara dengan gesit membawa kabur Rea bersama mobilnya entah kemana.
"Re, kamu tenang ya! Aku punya tempat aman untuk kamu bersembunyi sementara waktu." Bara bicara seolah sudah mengenal Rea lama.
"Panas sekali." Rea mendesis, dan itu membuat Bara gelagapan.
Ia bukan laki-laki tak normal, terlebih keadaan Rea seperti itu dan ia tak sempat mengambil apapun untuk menutupi tubuh Rea.
"Tolong, ini panas sekali." Rea menggeliat resah dan Bara semakin mempercepat laju mobilnya.
San Marinzo Apartemen, kawasan apartemen mewah milik Bara yang sempat menjadi tempat tinggalnya sebelum menikah.
Salah satu aset hasil jerih payah Bara sendiri selama bekerja.
"Ck! Harus ku apakan wanita ini." desis Bara, dilihat dari wajahnya yang masih imut bisa dipastikan Rea berusia sangat jauh di bawahnya, mungkin sekitar 21 tahun.
Bara menggendong Rea memasuki lift menuju lantai apartemennya.
Sialnya, Rea terus menggeliat kepanasan hingga Bara sendiri mulai merasa tak nyaman.
"Huhhh, akhirnya." Bara menghempaskan tubuh Rea ke ranjang king size miliknya dan membalut tubuh Rea dengan selimut. Namun, hal itu tak berlangsung lama karena Rea menyibaknya.
"Hei, hei kenapa dibuka selimutnya? Bajumu itu koyak tak se..."
Bara belum sempat melanjutkan ucapannya, Rea sudah menarik tangan kekar itu hingga membuatnya ambruk tepat diatasnya.
"Aku kepanasan," gumam Rea dengan mata sayu.
Bara berdecak, ada yang meronta tapi bukan perasaan. Kenapa mendadak n*fsunya tak terkontrol hanya dengan melihat wajah polos Rea.
"Ini tidak benar," gumamnya berusaha menjauh akan tetapi lagi-lagi tangan Rea menariknya.
"Tolong aku..." lirih Rea.
"Hah, kamu akan menyesal Rea," ujar Bara agar gadis itu segera sadar.
Rea terus menggeliat tak nyaman.
Tiba-tiba bayangan Najira berada diatas kung kungan laki-laki lain meracuni kepala Bara, lantas yang ia lakukan adalah mencium Rea yang berhasil membuatnya resah.
Bara mulai menjejaki tubuh Rea yang sedari tadi sudah memancing kelakiannya, ia sudah tak perduli lagi nasib gadis ini setelahnya.
"Kamu akan menyesal membuatku seperti ini, oh ****..."
"Eummm..." Rea hanya bergumam tak jelas, dan ini diluar kesadarannya.
Bara mulai menyentuh tubuh Rea, memainkan tangannya disana akan tetapi pikirannya dipenuhi Najira.
Suara lembut Najira saat bercinta dengan laki-laki lain terngiang di telinga.
"Kamu breng sek, Najira!" umpat Bara yang sudah menanggalkan pakaian Rea. Rea yang dibawah pengaruh obat hanya bisa mendes*h saat tangan Bara menggerayanginya.
Bara sudah kesetanan, kemarahannya kepada Najira ia tumpahkan kepada gadis sepolos Rea. Tangannya terus bergerilya kemana-mana, hingga dengan tak sabar ia membuka pakaian Rea juga miliknya.
"Aku akan menghapus jejak laki-laki breng sek itu dalam tubuhmu sayang!" bisik Bara mulai tak terkontrol.
"Euhhhh...." Rea hanya bisa memekik dan marancau tak jelas terlebih saat Bara berusaha menjebol pertahanannya.
"****, susah sekali." pekik Bara.
"Heh, Danis! Sampai kapanpun aku gak mau tidur sama kamu, bodoh! Kamu pikir selama ini aku tak tahu kamu ada main sana sini, aku akan membunuhmu breng sek!" umpat Rea tiba-tiba, dan saat itulah Bara berhasil menerobek pertahanannya.
"Sakit!" teriak Rea.
Bara mempercepat lajunya tanpa memperdulikan Rea yang berulang kali memekik kesakitan. Bahkan tangan gadis itu berulang kali mencakar punggungnya.
"Kamu pikir kamu cantik, aku bahkan bisa mendapatkan wanita yang aku mau, Najira! Kamu yang membuatku begini, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" teriak Bara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!