NovelToon NovelToon

Pernikahan Terpaksa

Lebaran Haji

Saat itu 04 Oktober 2014, aku memberanikan diri untuk bisa dekat dengan seseorang. Yah, lama sekali aku memendam rasa terhadap seseorang, hingga 5 tahun lamanya. Hanya karena aku menanti cinta pertamaku. Orang bilang cinta pertama adalah cinta sejati, tapi entahlah. Mungkin hanya dugaan saja.

Namanya Lana, ia berondong 1 tahun dibawahku. Usianya saat itu 22 tahun, dan aku namaku Jane usiaku 23 tahun. Lana masih kuliah, sedang aku sudah bekerja di perusahan jasa sebagai admin officer.

Gajiku lumayan untuk seusiaku, walopun aku juga menanggung hutang ortuku di Bank.

Singkat cerita aku kenal Lana saat ia meminta pin BB ku pada temannya yang kebetulan saudara temanku. Awalnya aku tak ingin berurusan dengan brondong lebih lagi aku menanti cinta pertamaku. Tapi ku rasakan ke kosongan dihatiku, dan Lana sangat perhatian padaku, meskipun aku selalu cuek dengannya.

Kami hanya berkenalan lewat BBM dan tak pernah sama sekali bertemu muka, terlihat di foto pun ia tampak lumayan. Tidak, tapi Lana menurutku tampan.

Tepat pukul 19.00 WIB, ia menjemputku dirumah. Kami tampak tersipu malu, karena untuk pertama kalinya kami bertemu satu sama lain.

"Hai..." sapanya, sambil memgulurkan tangan, Lana seperti bercahaya, putih bersih dan sipit. Persis seperti harapanku, akan aktor - aktor Korea. Tapi aku tak tau apa pendugaan ia terhadapku. Aku tersenyum dan membalas uluran tangannya. Lantas kami melesat dengan skuter metiknya menuju jantung kota. Kami berhenti diwarung makan bakso depan Hotel AH. Kami memesan 2 mangkok bakso dengan ceker pedas diatasnya.

"Ternyata kamu pendek.." selorohnya sambil mengusap rambutku, mataku terbelalak. Lana tersenyum sampai bola mata sipitnya tak terlihat. Lantas ia menarik hidungku yang pesek. Kami bercerita sepanjang makananan, hingga pukul 19.45 WIB kami pergi meninggalkan warung untuk melihat pertunjukkan karnaval di daerahku. Yaaah, setiap malam menyambut lebaran Haji selalu mengadakan pawai. Warga kami sangat antusias menyambut perayaan ini.

Pertunjukan seni, tarian - tarian hingga menghias kendaraan roda empat dengan berbagai macam nuansa Islami.

Tepat pukul 21.00 wib, aku memintanya untuk membawaku pulang ke rumah. Tetiba dijalan ia memintaku untuk berhenti dipedagang terang bulan.

"Untuk siapa?" tanyaku

"Mamaku dan adikku sangat suka dengan terang bulan!" jawabnya sambil tersenyum, ia mengeluarkan beberapa lembar uang. Agak lama ia mengeluarkan, saat dihitung ternyata uangnya kurang. Akhirnya aku pun berinisiatif untuk membayar terang bulan itu.

"Terimakasih ya, daan maaf" ucapnya lirih

"Nggak apa - apa, itung - itung buat kesan pertama yang baik buat keluarga kamu." ujarku sambil tersipu malu.

Sesampainya dirumah aku tidak berharap semua ini akan berakhir, aku berharap ia tak kecewa atas paras dan penampilanku. Karena jujur aku bukanlah gadis dengan style yang mumpuni. Meskipun aku sudah bekerja tapi aku tak bisa untuk berdandan, itu yang menjadi kelemahanku. Aku pendek, kecil dan hitam, tapi berharap punya pasangan yang tampan.

Aku menunggu Lana untuk menghubungiku duluan, entah soal terang bulan ataupun dengan pertemuan pertama kami malam ini. Aku tak ingin semuanya berakhir, aku ingin melanjutkan hubungan ini. Aku ingin!!!

Daaan, tetiba hp ku berdering. Aku tersenyum lebar menyambar hp yang tergeletak diatas kasur.

"Terimakasih ya, sayang. Mama dan adiku suka" ujarnya lirih, aku terus tersenyum mendengarnya.

Tepat Lebaran Haji, kami memutuskan untuk mengingat hari jadi kami.

Banyak Hutang

Hujan rintik kala pagi membasahi dedaunan, samar - samar ku buka mataku tat kala ibuku berteriak membangunkanku.

"Janeeeeee, banguuuun" teriak ibuku dengan amplitudo suaranya yang nyaring bak toak mushola. Braaak braak braaak, suara lantai rumahku mengebrak jika seseorang berjalan sambil menghentak - hentak. Bangunan rumahku terbuat dari kayu, dan papan sebagai lantainya, jadi akan terasa bergoyang dan berbunyi nyaring jika jalan dengan keras. Seperti rumah panggung, rumah tempat tinggalku, sebab jika tak dibuat panggung akan bahaya saat banjir melanda.

Aku bergegas bangun dan langsung ngacir ke kamar mandi.

"Angsuran motor, ingat" tetiba Raya, kakak perempuanku mengingatkan sambil sarapan didapur.

"Hah, oooh yaaa" jawabku bloon.

Sesaat keluar dari kamar mandi, aku mendengar ibu dan ayahku berkeluh - kesah akan hutang - hutangnya.

"Koyo opo pak, bayar koperasi hari ini? Iki dodolan belum payu" ujar ibuku tampak sedih

"Yaa, koyo opo. Nek nggak dodolan sek yo ra payu" jawab ayahku pelan, sambil mengingkat daun kangkung

"Mengko, nek koperasi merene. Kandani, jam siji utowo jam telu dibayar" pinta ibuku, ayah mangut - mangut pelan.

Aku masuk kamar dengan tatapan kosong dengan baju kotor ditanganku. Perlahan ku buka tas mengambil dompet dan membuka, tapi..

"Pas tiga puluh ribu, cuma buat bensin sama makan siang" ucapku pelan, ku urungkan niatku untuk membayar koperasi ibuku.

"Nah mak, uang angsuranku. Pake aja dulu buat bayar koperasi" terdengar dari kamarku Raya menyeru seraya menjulurkan uang ratusan ribu ke ibuku.

"Ya Allah, Naaaak. Semoga rezekimu ngalir terus ya." ujar ibu terharu.

Begitulah Raya, ia tak bisa melihat kesengsaraan orang tuaku. Bukan aku juga tidak mau membantu atau mengorbankan uang angsuranku, tapi karena aku tidak punya pemasukan lain selain menanti gaji bulananku. Sedangkan Raya, ia selalu mau mengambil resiko menggunakan angsuran miliknya untuk menutupi kebutuhan ataupun hutang ibuku, dan dikemudian hari Raya akan kebingungan dan gelabakan dengan tunggakan angsurannya. Lantas ia akan hutang ke sana - sini untuk menutupi itu, dan aku tak mau itu terjadi padaku. Terlalu besar resikonya, aku pun tak ingin banyak hutang dimana - mana.

Ayahku sudah tidak bekerja, hanya menjadi imam mushola ditempat tinggalku, sedang untuk mencukupi kebutuhan dan sekolah adik lelakiku, ibuku membantu berjualan sayur keliling kompleks. Kami bukan dari keluarga berada, tapi berusaha mengadakan dan mencukupi kebutuhan sehari - hari dengan ekstra. Gaji Raya dan aku setara UMK, tapi habis buat bayar hutang - hutang ibuku. Terlebih lagi aku juga mengambil pinjaman di bank untuk menutupi hutang ibuku sebelumnya. Arrrggggghhhh, rasanya aku ingin teriak sekencang - kencangnya jika menghitung tunggakan hutang - hutang ibuku yang harus dibayar tiap bulannya.

Ibuku tak pernah jera atau takut untuk mengambil dana koperasi, dana itu lintah darat. Memang mudah mendapatkannya, tapi tiap hari hari harus bayar dengan bunga yang tidak sedikit. Demi bisa mencukupi kebutuhan hari - hari ibuku selalu memutar otak untuk terus menghasilkan uang. Padahal hasil jualan juga hanya cukup untuk bayar koperasi, makan hari ini dan sangu sekolah adik.

Untuk kebutuhan besok lagi - lagi ibu harus jualan keliling dengan kondisi fisik yang sudah tidak muda lagi. Sedih sebenarnya, membiarkan itu terjadi. Tapi apa mau dikata, penghasilan anak - anaknya juga tak mencukupi. Aku berharap ada keajaiban atas semua ini, dan bisa merubah nasib kami yang tidak selalu khawatir akan tagihan rentenir dan angsuran lain.

Lana sudah nangkring halaman rumahku, dengan skuter matiknya,

"Yak ampuuun tampannya dia" selorohku dalam hati, sejenak melupakan masalah hutang - hutang dikeluargaku.

"Assalamualaikum," sapa Lana pelan, sambil mencium tangan kedua orangtuaku. Lana sangat sopan, terhadap orang tuaku. Sebelumnya aku sudah bercerita pada orang tuaku bahwa aku dekat dengan seseorang yang umurnya satu tahun dibawahku.

Dan orang tuaku bukan tipe ortu yang memaksakan kehendaknya atas hubungan anak - anaknya. Asal itu bisa menjaga diri dan selalu pamit, ortu akan setuju. Hanya saja, yang membuat ibuku khawatir adalah, Lana belum kerja dan masih kuliah.

Resiko Pacaran Sama Brondong

"Jane, ke ruanganku sekarang" pinta Pak Hans, atasan di kantorku.

Perlahan aku membuka pintu ruangannya, semilir angin ac yang kencang tiba - tiba menerpa wajahku. Tanpa bak - bik - buk, lantas aku duduk dikursi panjang dihadapan meja kerjanya. Aku menghormati Pak Hans, tapi juga menganggap beliau sebagai teman, meskipun beliau adalah pimpinan tapi terkadang aku juga bersikap kurang ajar padanya hihihi, maaf Pak Hans. Usia kami terpaut tujuh tahun, beliau orang Bali yang sangat taat agama dan baik hatinya. Bagiku Pak Hans adalah abang laki - laki buatku, yang dapat mengayomi dan memberikan nasehat serta mengingatkan aku akan keburukan yang kelak menimpaku. Tapi aku tak pernah menyadarinya.

"Itu lho laporan mingguan kamu manaaa, Janeee. Kamu ini nggak fokus kerja kenapa?" tanya Pak Hans, sambil tersenyum jahil

"Nggak, booos. Saya lagi baca komik aja jadi terlalu menghayati!" jawabku bohong

"Lana,...."tiba - tiba Pak Hans, menyebut nama pasanganku. Aku sempat terbelalak lebar menatapnya, kemudian meringis sambil menunjukkan gigi gingsulku.

"Sudah saya bilang, Jane. Kalo kamu cari pasangan itu yang lebih lah diatas kamu. Kamu sudah kerja, bukan waktunya lagi main - main ". nasehat Pak Hans melebihi ibu dan ayahku. Tapi ada benarnya juga.

Tempo hari aku mendapati Lana dipinggir jalan, tepatnya didekat resto seafood yang terkenal enak di kotaku. Tadinya aku tak ingin menyapanya, tapi karena penasaran aku menghampirinya dan menanyakan apa tujuannya berhenti ditempat itu.

"Yank, ngapain?" sergahku,

"Hah, yank. Kamu, ngapain!?" Lana balik tanya dengan raut wajah terkejut dan panik.

"Kamu sendiri ngapain ? Orang tanya balik tanya," ujarku ketus

"Ya udah yuk, kita pergi dari sini. Kita cari tempat minum dulu, nanti aku kasih tau" pintanya penuh harap.

Lana pun memberi tahuku, bahwa ia telah berhutang pada mantan pacarnya yang dulu. Saat ini mantannya lagi sulit ekonomi dan menagih Lana untuk segera membayarnya. Atau mantannya itu akan mengadukan ke orang tua Lana.

Dari situ aku pun berpikir, apa jangan - jangan mantannya ingin balikan dengan Lana atau bahkan itu trik mantannya agar Lana tidak meninggalkannya.

"Terus kamu mau bayar atau gimana?" tanyaku judes

"Ya aku mau bayar, agar terbebas dari mantanku itu. Cuma kamu tau sendiri aku nggak kerja". jawabnya polos

"Ya kamu kerja lah, gimana bisa bayar kalo kamu sendiri nggak kerja. Kalo tiba - tiba dia ke rumah ibumu gimana coba!?" ujarku lagi

"Kamu, ada uang berapa. Aku pinjam dulu ya, dan aku akan kerja part time deh buat gantiin di kamu". Lana penuh harap, aku melihat wajahnya yang polos dan matanya yang sendu. Aku pun meraih beberapa lembar uang dari dompetku dan menyerahkan pada Lana.

"Terima kasih, honey". ucapnya seraya mencium keningku, dan aku pun terlena dibuatnya.

"Jane..." Pak Hans membuyarkan lamunanku, dan aku tersenyum lebar menatapnya.

"Kamu tau kenapa customer suka gonti - ganti vendor angkutan ?" tanya Pak Hans lagi

"Yaaa karena tidak cocok mungkin," jawabku asal

"Yuuuup, tidak cocok. Sama halnya kek kamu". sahut Pak Hans

"Kok aku???" aku terheran

"Jelas lah, vendor itu menentukan harga, baik jarak, jumlah angkutan, dan barang apa yang akan dia bawa. Baru ada deal - dealan dari cust apakah ia setuju dengan harga itu. Sedang kamu, Lana bawa apa, ganteng, pintar, tajir nggak kan, daaan kamu setuju akan hal itu. Yang jelas bahwa kamu sendiri yang rugi" terang Pak Hans, aku hanya terpaku sambil garuk - garuk kepala. Aku menyadari akan kebodohanku, tapi aku tak memungkiri rasa cintaku yang besar terhadap Lana. Aku tak bisa pungkiri bahwa aku sangat bucin terhadapnya.

"Ingat ya Jane, aku kasih tau kamu biar kamu mikirin kedepan baiknya seperti apa. Perjalanan kamu masih panjang, akan banyak laki - laki mapan yang bisa kamu dapatkan". Pak Hans tampak kesal, dan aku tetap pada pendirianku akan kebucinan ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!