Bruuuaak!
Terdengar suara pukulan meja, di ruang tamu. Terlihat seorang laki laki berdiri dengan penuh emosi dan amarah. Dia adalah Verdi, kakak dari Juli yang bekerja menjadi seorang dokter di salah satu rumah sakit.
"Tidak bisa Pa, itu tidak adil. Aku juga anak Ayah, tapi kenapa? Kenapa Ayah memberikan semua uang dan properti buat Juli?" ucap Verdi dengan nada tinggi dan melotot melihat ke arah laki laki tua yang terlihat pucat dan lemas, tak berdaya.
"Iya Yah, Ayah tidak adil dengan kita," sahut wanita yang lebih muda bernama Sista.
"Ayah sudah adil dengan kalian, selama ini kalian melakukan apapun menggunakan uang Ayah. Sedangkan Juli dia tidak pernah melakukan itu, kalian sudah banyak membuang buang uang Ayah untuk hal hal tidak penting!."
Jawab Ayah Verdi dan Sista dengan lemah lalu ia batuk batuk beberapa kali. Mendengar hal itu, Juli pun akhirnya mencoba menenangkan Ayahnya agar sakitnya tidak lebih parah.
"Sudah Ayah, tidak papa. Jika Kak Verdi dan Kak Sista ingin warisan itu, aku tidak masalah asalkan Ayah baik baik saja!."
Mendengar ucapan itu, Verdi, Sista dan Ibu kandung Juli saling bertatap tatapan dengan tersenyum kecil di bibirnya karena mereka merasa kalau harta warisan Juli akan jatuh ke tangan mereka. Namun, mereka terlihat terkejut saat pengacara yang menjadi pembicara di kasus itu mengatakan kalau harta itu tidak akan bisa di balik namakan jika Ayah Juli dan Juli belum meninggalkan. Mendengar ucapan itu perasaan kecewa terlihat sangat jelas di mata mereka.
"Apa?! Ini benar benar tidak adil, Juli mendapatkan uang 1 triliun sedangkan kita bertiga hanya mendapatkan uang 50 juta!" ucap Verdi dengan nada tinggi dan mata yang melotot. Melihat hal itu ibu kandung Juli pun berusaha menenangkan Verdi.
"Pa, Sista mohon sama Papa! Tolonglah Papa adil!. Kalau sampai Papa adil sama kita semua, aku janji aku akan merawat Papa dengan baik, bahkan aku akan berhenti melakukan hal hal bodoh lainnya!."
Sista pun mendekati ayahnya lalu ia memegangi salah satu tangan ayahnya dengan lembut dan baik. Dia duduk di samping ayahnya dengan kedua kaki bertekuk lutut dan menunjukkan ekspresi sedih.
Melihat hal itu, Juli yang memiliki sikap baik dan empati yang tinggi ia pun langsung bergegas menuju ke kakaknya dan membantu kakaknya berdiri. setelah Sista berdiri di hadapannya, Juli memegang kedua lengan Sista dengan lembut dan penuh kasih sayang sebagai seorang saudara.
"Tidak papa kok Kak, kita bagi lagi!. Aku akan ambil sebagian saja dan sebagainya bisa buat Ibu, Kak Verdi dan Kak Sista!."
Mendengar hal itu, Verdi dan ibunya terlihat langsung bangun dari duduknya dan melihat Juli dengan baik. Mereka langsung mendekati Juli dan memeluk Juli dengan erat dan sangat menyayangi Juli.
"Makasih ya Dek, kamu memang adik yang paling baik," ucap Verdi dengan berbisik di dekat telinga Juli dan ia memeluk erat Juli. Juli yang merasa kasih sayang kakaknya tulus dengan dirinya akhirnya membalas senyuman kecil.
Merasa kalau istri dan kakak kakaknya tidak tulus menyayangi Juli, Ayah Juli pun memilih untuk membakar surat warisan itu agar ketika orang itu berhasil menguasai harta Juli.
"Apa yang ingin kalian bagia jika surat warisan nya saja sudah hangus terbakar?" tanya Ayah Juli dengan berdiri menjauh dari keluarga nya.
Mendengar ucapan itu, Verdi , Sista dan Ibu Juli pun langsung melepaskan pelukannya. Setelah itu, ia melihat ke arah Ayah Juli yang berjalan menjauhi mereka dengan membawa surat itu dan sebuah korek api.
"Apa yang ingin Papa lakukan?" tanya Verdi dengan ketakutan karena melihat surat warisan dan korek di kedua tangan ayahnya.
"Ayah akan bakar surat ini!. Kalau Juli tidak mendapatkan satu triliun itu, maka kalian semua tidak akan mendapatkan apapun," jawab Ayah Juli dengan tegas lalu ia membakar surat itu. Melihat hal itu, semua orang teriak dan berlari menghampiri surat itu untuk mereka padamkan namun karena surat itu hanya sebuah kertas dalam beberapa detik pun surat itu terbakar habis. Ketiga orang itu terlihat sangat kecewa dengan Ayah Juli kecuali Juli, yang terlihat tidak peduli dengan semua harta itu.
Ia terlihat hanya peduli dengan ayahnya yang sudah dapat berjalan. Ia langsung menghampiri ayahnya dengan air mata haru karena kesembuhan ayahnya.
"Ini Ayah kan? Ayah bisa bangun, " ucap Juli dengan air mata yang terlihat terus menetes membasahi pipinya.
Juli pun langsung memeluk ayahnya dengan sangat bahagia karena ayahnya sudah bisa bangun dan tidak sakit lagi. Juli terlihat sangat bahagia namun hal itu berbanding terbalik dengan keluarganya yang lainnya terlihat Verdi sangat murka dengan Ayah Juli, begitu pula Sista dan Ibu kandungnya. Tatapan Verdi seakan di penuhi oleh api kemarahan, ia mengepalkan tangannya. Ketika ia sudah tidak dapat menahan amarahnya ia pun langsung bangun dari sedihnya dan menghampiri Ayah Juli.
Saat Verdi sudah berada di dekat ayahnya, ia menatap wajah ayahnya.
"Kenapa ayah melakukan itu?" tanya Vedi dengan serius lalu ia berhenti beberapa saat dan mengerakkan kedua tangannya dan memegangi kedua lengan ayahnya dengan sangat erat.
"Kenapa!!!" bentak Verdi setelah ia melihat kalau surat warisan yang harusnya ia dapatkan menjadi abu.
Saat itu, Ibu dan Sista hanya menangis karena melihat surat warisan itu terbakar. Mendengar Verdi membentak ayahnya sendiri Juli pun menghampiri Verdi dan berusaha menenangkan Verdi.
"Kak Verdi, kenapa kamu bisa melakukan itu? Kenapa kamu membentak Ayah? Seharusnya kita bahagia karena Ayah sudah sembuh dan bisa berdiri lagi!."
Ucap Juli sambil melepaskan kedua tangan Verdi yang memegangi lengan ayahnya dengan sangat erat dan kasar. Setelah itu, Juli melindungi ayahnya dengan berdiri di hadapan ayahnya.
"Kamu mau ikut campur, hah? Baiklah," jawab Verdi lalu ia menampar Juli hingga tubuhnya terpental dan jatuh ke tanah. Melihat hal itu, si pengacara, si supir dan ayahnya terlihat sangat terkejut dengan sikap Verdi kepada Juli. Ayahnya terlihat sangat marah dengan Verdi, ia menghampiri Verdi dan menarik kerah kemeja yang di pakai oleh Verdi.
"Kenapa kamu melakukan itu? Juli itu adik kamu, tapi kenapa kamu bisa kasar dengan dirinya?" ucap Ayah Juli dengan tegas dan sedih.
Mendengar ucapan itu dengan perlahan Verdi memegang kedua lengan ayahnya lagi. Dia menatap mata ayahnya dengan penuh amarah dan kebencian.
"Semua ini!. Semua ini gara gara Ayah," bentak Verdi lagi dengan memberi dorongan kepada ayahnya hingga membuat ayahnya melangkah mundur menjauh Verdi. "Semua ini juga gara gara Ayah, kalau seandainya Ayah adil dengan kita mungkin semua ini tidak akan terjadi. Tidak.. Akan... Pernah terjadi!."
Merasa kemarahan Verdi semakin memuncak Juli yang saat itu di bantu oleh supirnya pun langsung berdiri dengan memegangi salah satu pipinya. Ketika Verdi sudah tidak tahan dan ingin memukul ayahnya, Juli pun langsung menghentikan Verdi.
"Kak, kalau Kakak berani memukul ataupun menyentuh Ayah. Harta sepeser pun Kakak tidak akan mendapatkan nya!" jawab Juli dengan tegas dan mata yang berbalik marah kepada Verdi. Mendengar hal itu, Ibu Juli langsung bangun dari sedihnya dan berusaha menenangkan Verdi. Verdi yang saat itu panas dingin dan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri akhirnya dengan perlahan lahan berhasil mengontrol dirinya sendiri karena bantuan dari ibunya.
"Tolong jangan lakukan itu Juli, maafkan kakak kamu!" sahut Ibu Juli dengan memegangi bahu Verdi dan menenangkan Verdi. Setelah Verdi tenaga, tatapan mata Juli terlihat terus memandang ke arah Verdi. Dia menghampiri ayahnya dan membawa ayahnya pergi karena ia tidak ingin masalahnya semakin memanas.
Ketika Juli dan ayahnya sudah pergi dari ruangan itu, Verdi, Sista dan Ibu Juli menghampiri pengacara yang di sewa oleh Ayah Juli. Mereka terlihat kebingungan dengan pembagian harta warisan itu, mereka menganggap kalau harta warisan itu sudah sirna dan tidak bersisa apapun.
"Gimana Pak? Surat itu bukan surat warisan yang asli kan?" tanya Ibu Juli dengan sedih, bingung dan khawatir menjadi satu.
"Sepertinya itu adalah surat asli Bu," jawab si pengacara dengan baik dan sopan.
Mendengar hal itu, ketiga orang itu terlihat sangat terkejut. Mereka hanya bisa menangis karena mereka merasa kalau sudah tidak akan mendapatkan harta warisan lagi.
Setelah itu si pengacara itu pergi dari rumah dan meninggalkan keluarga Juli.
Beberapa hari berikutnya, terasa konflik harta warisan terlihat mulai mereda, walaupun terlihat Verdi masih kesal dengan ayahnya ia terlihat senang dengan kesembuhan ayahnya.
Suatu hari terlihat Ayah Juli menerima telepon dari seseorang. Dia adalah di pengacara yang menangani kasus harta warisan Juli dan keluarganya.
"Pengacara, saya mohon jaga surat warisan itu dengan baik untuk menjaga jaga jika terjadi sesuatu dengan aku ataupun Juli!" ucap Ayah Juli dengan baik kepada si pengacara itu.
"Baik Pak, saya akan melakukanya dengan baik!" jawab si pengacara itu dengan baik lalu ia mematikan ponselnya.
Beberapa saat kemudian, Sista datang dengan sebuah nampan di tangannya. Melihat hal itu, Ayah Juli sempat ragu karena Ayah Juli mengira kalau Sista menaruh sesuatu ke dalam makanannya agar dirinya celaka.
"Ayah kenapa diam aja? Ayah tidak makan?" tanya Sista dengan baik dan tegas sambil menaruh nampan makanan itu ke atas kasur. Melihat tingkah sanga ayah, Sista pun langsung marah dan kesal dengan ayahnya. "Oh aku tahu, Ayah pasti berpikir kalau aku memberi racun ke makanan Ayah, iya kan? Aku tidak bodoh Ayah, aku juga punya perasaan!."
"Bukan seperti itu Sista, Ayah hanya tidak ingin makan saat ini!."
"Alah, tidak perlu bohong Ayah. Ayah tidak percaya kan dengan Sista, kalau tidak percaya Sista akan buktikan kepada Ayah," jawab Sista dengan tegas lalu ia mengambil makanan yang ia bawa dari dapur dan kemudian ia memakan makanannya di hadapan sang ayah untuk membuktikan kalau makanan itu tidak beracun.
Karena Sista sudah terlanjur kecewa dengan ayahnya, Sista pun akhirnya pergi dengan marah dan menemui ibunya di dalam kamarnya.
"Maafkan Ayah Sista!."
Tak berselang lama, Sista sampai di kamar ibunya. Ia langsung bergegas masuk ke dalam kamar dan menguncinya di dari dalam kamar.
"Ibu, aku punya sesuatu yang penting untuk kita semua!" ucap Sista dengan menghampiri ibunya yang saat itu tengah berdiri di hadapan cermin.
"Apa Sista?" jawab ibunya dengan baik lalu ia melihat ke arah Sista.
"Ternyata.... Surat yang di bakar Ayah waktu itu, bukan surat warisan yang asli!."
Mendengar ucapan itu, Ibu Juli terlihat sangat terkejut dan merasa tidak percaya dengan yang di ucapakan oleh Sista. Karena merasa ibunya tidak percaya dengan dirinya Sista pun akhirnya menceritakan kejadian yang ia lihat sebelum dia menghampiri ayahnya di kamar. Dia menjelaskan kalau dirinya mendengar ayahnya berbicara dengan si pengacara kalau surat yang di bakar ayahnya waktu itu adalah surat salinannya.
Stelah mendengar kan penjelasan panjang dari Sista, Ibu Juli pun akhirnya percaya dengan Sista dan memberi tahu Verdi tentang semua itu. Setelah ketiga orang itu sudah tahu bahwa ada surat yang lainnya di tangan si pengacara, mereka pun akhirnya merencanakan sesuatu yang buruk bagi Juli dan ayahnya.
Malam pun tiba, saat itu suasana sangat sunyi. Angin berhembus perlahan, dan Jawa dingin terasa menusuk tulang. Terlihat Juli sudah terlelap dalam tidurnya di dalam kamar. Begitu pula ayahnya yang sudah terlelap tidur di kamar lainnya.
Beberapa saat kemudian terlihat secara remang remang, seseorang berjalan perlahan mendekati kamar yang di tempati oleh Ayah Juli. Orang orang itu terlihat sangat misterius, mereka berjumlah dua orang dengan pakaian serba hitam dan penutup muka berwarna senada.
Suasana terlihat sangat menegangkan, saat orang orang itu sudah berada di hadapan Ayah Juli salah satu dari orang misterius itu mengambil sebuah bantal yang tidak di pakai oleh ayahnya sedangkan satu orang misterius yang lainnya mendekati kakinya dan perlahan memegangi kaki Ayah Juli.
Dengan perlahan, orang misterius yang memegangi bantal mendekati Ayah Juli. Saat ia sudah sangat dekat dengan Ayah Juli ia langsung mendekap kan bantal itu ke arah muka Ayah Juli hingga membuat Ayah Juli sulit bernafas. Di saat bersamaan, laki laki yang berada di kaki Ayah Juli menekan kaki Ayah Juli agar ia tidak dapat melakukan perlawanan. Saat itu terlihat Ayu Juli terus berusaha melawan mereka namun semua itu sia sia tenaganya tidak bisa bertahan lama dalam hitungan menit Ayah Juli pun meninggalkan karena dekapan bantal itu.
Merasa Ayah Juli sudah meninggal salah satu orang misterius itu menjauhkan bantalnya dari muka Ayah Juli dan beberapa saat kemudian ia membuka penutup mukanya. Sungguh mengejutkan, ternyata salah satu dari pelukan pembunuhan Ayah Juli adalah Verdi anaknya sendiri.
"Maaf Ayah, aku melakukan hal ini juga karena Ayah. Kalau seandainya saja Ayah adil, aku tidak akan melakukan hal ini!" ucap Verdi dengan serius sambil menatap wajah ayahnya yang sudah tidak bernyawa di atas kasur.
"Kita buat seolah olah dia jatuh," ucap lanjut Verdi dengan nada serius kepada pelaku yang lain. Mendengar ucapan itu pelaku yang lain pun hanya menganggukkan kepala. Setelah itu, Verdi dan satu pelaku yang lainnya mengangkat Ayah Juli keluar kamarnya. Saat berada di luar kamar, Verdi dan pelaku satunya menjatuhkan tubuh ayahnya ke lantai. Tak berselang lama, Verdi memegangi kepala ayahnya yang sudah lemas tidak berdaya. Dia membenturkan kepala ayahnya ke lantai dengan sekuat tenaga hingga membuat pantai mengeluarkan bunyi hantaman yang sangat kencang dan meninggalkan bekas noda darah di lantai.
Setelah melakukan hal itu kedua pelaku itu langsung bergegas pergi dari ruangan itu, secara bersamaan Juli terbangun dari tidurnya karena ia mendengar sebuah hantaman. Dengan keadaan masih mengantuk, Juli pun keluar dari kamarnya. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat ayahnya terbaring di lantai. Dia langsung bergegas menghampiri ayahnya dengan panik dan khawatir. Ia menggoyang goyangkan tubuh ayahnya agar bangun.
Mendengar teriakan dari Juli semua orang pun langsung terbangun dan keluar kamar mereka masing masing.
"Ada apa sih Juli? Apa kamu tidak tahu kalau saat ini tengah malam?" ucap Ibu Juli dengan terlihat marah kepada Juli yang teriak membangunkan orang orang.
"Ayah Bu," jawab Juli dengan sedih.
Melihat suaminya tergeletak, Ibu Juli terlihat sangat terkejut begitu pula yang lainnya dan merek juga terlihat sedih, menangis dengan sangat tersedu sedu.
Keesokan harinya, keluarga Juli membawa ayahnya ke rumah sakit untuk di outopsi namun setelah selesai outopsi dokter mengatakan bahwa kematian Ayah Juli karena jatuh dan kepalanya membentur lantai dengan sangat keras. Akhirnya pemakaman pun di lakukan, saat itu pemakaman berjalan dengan lancar. Kesedihan sangat terlihat jelas di mata Juli, begitu pula Ibu Juli namun tidak dengan Verdi dan Sista. Ia hanya terlihat murung dan kesal.
"Ma, udahlah jangan menangis lagi. Orang kalau udah mati, tidak perlu di tangisi karena dia tidak akan hidup lagi!. Kesedihan seperti ini, hanya drama," ucap Sista dengan marah dan kesal lalu ia pergi dari tempat pemakaman itu.
Mendengar ucapan itu, Juli hanya diam dengan melihat ke arah kakaknya dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Beberapa saat kemudian, Verdi dengar raut muka yang juga tidak terlihat sedih ikut pergi menyusul Sista meninggalkan pemakaman.
Melihat anak anaknya tidak peduli dengan Ayah Juli, Juli pun berusaha menenangkan ibunya dengan memegangi kedua bahu ibunya namun, tanpa di sadari oleh Juli saat tangan Juli memegangi kedua bahu Ibunya, Ibunya terlihat melirik Juli selama beberapa saat dengan lirikan mata yang terlihat tidak suka dengan Juli.
5 hari setelah pemakaman Ayah Juli, Verdi, Sista dan Ibu Juli memanggil pengacara yang mengurus harta warisan milik ayah mereka. Mengetahui kalau harta warisan itu tetap jatuh ke tangan Juli ketiga orang itu terlihat emosi dan murka kepada Juli. Mereka kembali membuat rencana untuk membaik baik Juli agar harta warisan itu bisa jatuh ke tangan mereka namun, karena saat itu surat warisan yang asli ada di tangan si pengacara akhirnya mereka pun gagal untuk melakukan itu.
Mereka kembali berdiskusi untuk membuat rencana dengan matang. Merek mulai merencanakan sebuah pembunuhnya yang lebih sadis kepada Juli agar harta warisan itu jatuh ke tangan mereka namun mereka tidak harus masuk ke dalam penjara. Mereka berpikir setelah membunuh Juli, mereka akan menghapus semua buktinya dan ia buat seolah olah sebuah kecelakaan.
7 harian kematian ayahnya pun sudah berlalu, namun Juli masih saja terlihat sedih. Ia tidur dengan keadaan kamar gelap gulita, hanya sebuah cahaya remang remang yang masuk ke rumah dari cahaya bulan.
Saat itu suasana terasa berbeda, udara dingin menusuk tulang tulang Juli. Ia terlihat menarik selimutnya dengan perlahan. Suasana mulai mencekam saat terlihat beberapa orang masuk ke dalam rumahnya dengan pakaian serba hitam. Saat itu terlihat empat orang misterius dengan pakaian hitam berjalan mengendap-endap bak seorang maling.
Setelah itu ke empat orang itu terlihat menghampiri kamar Juli, saat sudah di depan kamar Juli dengan perlahan salah satu orang misterius itu membuka pintu agar tidak mengeluarkan suara. Juli yang saat itu sudah terlelap dalam tidurnya akhirnya ia tidak sadar kalau ada orang yang ingin masuk ke dalam kamarnya.
Keempat orang itu pun berdiri di samping tempat tidur Juli dengan memandangi Juli. Tak berselang lama, keempat orang itu mendekap Juli, menyadari kalau Juli di dekap oleh seseorang ia pun langsung bangun dan berusaha melawannya namun karena jumlah para pelaku melebihi dua Juli pun kalah dan ia jatuh pingsan di atas tempat tidur karena dekapan dari salah satu pelaku.
Tak berselang lama, tiba tiba seseorang menyiramkan satu ember air ke wajah Juli, menyadari hal itu ia pun langsung terbangun karena ia sadar bukan berada di tempat tidur namun sebuah loteng gedung tua dengan kedua tangannya di ikat dan kedua kakinya di ikat.
"Siapa kalian? Dan apa yang kalian ingin kan dari ku? " ucap Juli dengan tegas sambil melihat ke arah 3 orang misterius yang berdiri di hadapannya. Ia mengatakan hal itu dengan berusaha melepaskan ikatan yang mengikat tangannya, namun karena ikatan itu terlalu kuat ia tidak bisa melepaskan nya. Tak berselang lama, salah satu dari pelaku mendekati Juli dan membuka tali yang mengikat Juli. Setelah itu, orang misterius itu menjauhi Juli dan berdiri di hadapannya. Setelah itu, secara bersamaan ketiga orang misterius itu membuka penutup mukanya.
Betapa terkejutnya ia saat ia melihat ketiga orang itu adalah keluarganya sendiri.
"Apa apaan ini Kak, Ibu? Kenapa kalian melakukan ini?" tanya Juli dengan sedikit marah setelah mengetahui kalau ketiga orang itu adalah keluarnya sendiri.
"Maafkan kita bertiga Juli, kita melakukan ini karena kita ingin memberi kamu sebuah kejutan spesial!" jawab Verdi dengan baik kepada Juli dengan menyembunyikan sebuah pisau di balik tubuhnya. Juli yang polos pun tidak sadar kalau dirinya sedang di tipu oleh keluarganya sendiri dan dirinya sedang dalam bahaya. Ia mengira kalau kejutan itu untuk menghibur dirinya yang sedang sedih dan ia terlihat sangat bahagia dengan semua itu. Dengan raut muka yang sangat bahagia, ia langsung memeluk Verdi sang kakak. Juli terlihat sangat menyayangi Verdi, namun tanpa di sadari oleh Juli Verdi mulai mengerakkan pisau yang ia pegang ke arah perut Juli.
"Aku sayang sama Kakak!."
"Kakak juga sayang sama kamu," jawab Verdi dengan baik dan berbisik di dekat telinga Juli, tak berselang lama Verdi menusukkan pisau yang ada di tangannya ke perut Juli. Juli yang menerima tusukkan itu langsung terdiam selama beberapa saat. Setelah itu, ia melepaskan pelukannya dengan perlahan dan melangkah mundur beberapa langkah menjauhi Verdi dengan mata yang tidak berpaling dari sang kakak. Saat ia sudah jauh dari sang kakak dengan perlahan ia melihat pisau yang masih menancap di perutnya. Saat itu, Juli tidak menarik pisaunya agar darah tidak keluar banyak dari perutnya.
"Ke... Kenapa Kakak me... Melakukan ini ke aku?" tanya Juli dengan terbata bata lalu ia terjatuh ke lantai dengan kedua kaki bertekuk lutut dengan mata yang terus memandang ke arah Verdi.
Melihat hal itu Ibu Juli terlihat berpura pura terkejut dan khawatir dengan keadaan Juli, ia langsung menghampiri Juli yang jatuh bertekuk lutut di lantai. Dia pun membantu Juli bangun namun, saat Juli sudah bangun dan berdiri di dekat ibunya. Ibunya memegangi salah satu pipi Juli dengan lembut dan penuh kasih sayang. Saat itu, Juli mengira ibunya akan membantu dirinya namun hal itu salah justru setelah memegang pipi Juli dan mengatakan kalau dirinya juga sayang dengan Juli, tangannya mulai mengarah ke pisau itu dan menariknya hingga membuat Juli teriak kesakitan.
"Ibu sayang dengan kamu," ucap Ibu Juli lalu mendorong Juli hingga ia jatuh ke tanah dengan kedua tangan terlentang di lantai. Ia kemudian berusaha bangun namun ia terlihat tidak bisa bangun sendiri, ia terus berusaha berdiri namun ia selalu gagal.
Beberapa saat kemudian, Sista menghampiri Verdi dengan beberapa botol kaca yang ia bawa. Setelah itu ia memberikan salah satu botol ke Verdi dan memberikan botol lain ke ibunya. Mereka berdua terus mendekati Juli, Juli yang sudah mulai kehabisan darah terlihat sangat lemah dan tidak bisa menjauhkan dirinya dari ketiga orang itu. Ia terus memohon kepada ibunya dan kakak kakaknya namun hal itu tidak di dengar oleh ketiga orang itu.
Suasana semakin menegangkan saat, orang misterius dengan pakaian yang sama seperti yang di pakai keluarganya muncul dari belakang ketiga orang itu dengan membawa sebuah kapak. Orang misterius itu menyeret kapak itu hingga mengeluarkan bunyi karena gesekan antara lantai dan kapak itu.
"Kamu tidak akan mati dengan semudah ini Adik ku!" ucap Verdi lalu ia membangunkan Juli yang sudah lemas dan tak berdaya. Verdi menarik Juli dan membenturkan kepala Juli ke salah satu tiang dengan sangat kencang hingga membuat kepada Juli mengeluarkan darah dan ia kembali jatuh ke tanah. Saat itu, Juli sudah tidak bisa berkata kata, ia hanya bisa menatap para pelaku dengan rasa sakit yang ia rasakan.
Saat Juli sudah jatuh ke tanah, ketiga pelaku yang lainnya datang menghampiri Verdi.
"Kamu harus mati, supaya harta kamu bisa jatuh ke tangan kita berempat!. Kamu... Harus mati!!!" ucap Verdi dengan mendekati tubuhnya ke arah Juli lalu ia memukul kepala Juli dengan botol minuman yang terbuat dari kaca dengan sekuat tenaga. Tak berselang lama, Sista dan Ibu Juli pun melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan oleh Verdi. Setelah ketiga keluarganya memukul kepala Juli dengan botol, Juli mulai mengerakkan tangannya perlahan untuk meminta pertolongan kepada mereka namun mereka tidak mempedulikan Juli. Verdi justru meminta pelaku ke empat yang membawa kapak untuk menancapkan kapak nya ke perut Juli agar Juli mati.
Juli pun akhirnya lemas, namun sebuah keajaiban saat itu ia masih belum mati walaupun ia sudah di kapak. Merasa Juli masih hidup akhirnya Verdi pun membangunkan Juli dan menyeretnya dengan penuh kemarahan. Ia menarik Juli ke pinggir lantai, saat Juli dan Verdi sudah berdiri di pinggir lantai Juli menatap mata Verdi dan berbicara dengan lirih dan terbata bata di dekat Verdi.
"A... Aku a... akan kembali!!!" mendengar ucapan itu, Verdi terlihat tidak mempedulikan ucapan Juli.
"Kamu bisa kembali, kalau Tuhan memberi kamu kekuatan untuk bereinkarnasi setelah kematian kamu kali ini!."
Ucap Verdi lalu ia mendorong Juli hingga Juli terjatuh dari lantai gedung tua yang tidak terpakai. Melihat hal itu, pelaku yang lainnya pun hanya melihat Juli yang perlahan mulai menjauh dari mereka dan mendekat ke tanah.
Saat itu tidak terlihat sedikit pun perasaan sedih di raut muka keluarga Juli. Justru, mereka terlihat sangat bahagia. Saat Juli melayang di udara, tiba tiba lingkungan di sekitarnya berubah menjadi serba putih dengan secepat kilat semua itu berubah kembali normal. Tak berselang lama Juli pun jatuh ke tanah, darah pun langsung mengalir dari tubuh Juli dan kepala Juli dengan perlahan.
"Akhirnya, satu manusia itu sudah mati. Kini harta itu milik kita semua," ucap Verdi lalu ia tersenyum dengan jahat.
Beberapa saat kemudian, ambulan pun datang setelah menerima laporan kalau ada kasus bunuh diri dari Juli. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, para dokter memeriksa Juli dan mereka menyatakan kalau Juli sudah meninggalkan. Raut muka sedih mendengar berita itu sangat terlihat dari muka keluarga Juli.
Saat Juli dan keluarganya sampai di rumah sakit, hal mengejutkan terjadi di mana saat suster membawa masuk Juli ke kamar mayat dan akan di bersihkan tiba tiba tangan Juli terjatuh dan terlihat salah satu jarinya masih bergerak namun saat itu tidak ada yang menyadarinya karena suster dan dokter yang memeriksa Juli sudah mengatakan kalau Juli sudah mati.
Keesokan harinya pemakaman Juli pun di laksanakan oleh keluarga Juli dengan tangis kepalsuan yang di perlihatkan oleh keluarga Juli. Di saat bersamaan Juli dengan memakai pakaian serba hitam, dan menyamar di antara warga yang melayat di pemakamannya. Melihat kesedihan dari keluarganya, ia mengingat hari sebelumnya dimana tiba tiba ia melihat sebuah cahaya berwarna putih dan sangat terang bahkan menyilaukan matanya. Setelah itu terdengar suara seseorang meminta Juli untuk balas dendam atas kematiannya. Setelah mendengar ucapan itu, cahaya putih itu seakan akan menarik Juli beberapa saat kemudian ia terbangun dan luka luka yang di sebabkan oleh keluarganya perlahan pulih dengan sendirinya bak memiliki kekuatan super.
Keadaan pun kembali normal di pemakaman, ia kemudian pergi dari pemakaman. Di saat bersamaan Ibu Juli melihat ke arah tempat Juli berdiri karena ia merasa Juli masih hidup untuk balas dendam dengan mereka berempat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!