NovelToon NovelToon

336 Hours

Bab 1. David Walker

Hujan lebat mengguyur seisi kota Dallas. Sangat jarang sekali orang akan berkendara di saat cuaca seperti ini. Jalanan akan menjadi sangat licin, apalagi harus melewati beberapa tikungan.

David mengendarai mobilnya sangat hati-hati. Dia tidak ingin menjadi salah satu korban kecelakaan tunggal di saat cuaca seperti ini. Waktu menunjukkan pukul 19.45. Dia baru saja mendapat telpon dari Theo, salah seorang karyawan perusahaannya.

Sepuluh menit sebelumnya, dia sedang berada di bar. Bercengkrama dengan beberapa teman lama dan beberapa wanita tentunya. Getaran ponsel di saku celananya membuat dia dengan terpaksa harus mengangkatnya.

Theo meminta David untuk segera bertemu dengannya di perusahaan. Suaranya terdengar sangat pelan. Terdengar seperti sangat berhati-hati. Setelah itu, disinilah dia berada. Di dalam mobil Bugatti Bolide kesayangannya.

Satu jam kemudian, David tiba di perusahaan miliknya. Dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam perusahaan.

"Selamat malam, tuan," sapa seorang petugas keamanan.

"Malam," jawab David singkat.

David segera berjalan menuju lift. Dia ingin segera menyelesaikan sesuatu dengan Theo, yang sebenarnya dia sendiri masih belum tahu masalah apa yang akan dibicarakan oleh Theo.

Dia menekan tombol agar lift bergerak turun ke bawah.

Ting

Pintu lift terbuka. David segera memasuki lift dan menekan angka sebelas. Lantai sebelas merupakan lantai khusus untuk ruangan CEO miliknya. Lift yang digunakannya saat ini adalah lift khusus CEO alias untuk dirinya sendiri.

Ting

Pintu lift kembali terbuka. David segera melangkahkan kedua kakinya bergantian menuju ruangannya. Suasana perusahaan saat ini masih dalam keadaan cukup ramai.

David sempat mengerutkan keningnya. Dia sudah meminta pamannya untuk tidak memperkerjakan karyawan di luar jam kantor. Dengan kata lain lembur. Dia merasa sudah memberi gaji seluruh karyawannya sudah lebih dari cukup, belum lagi tambahan bonus yang selalu di bagikan setiap akhir tahun, tunjangan keluarga, dan lainnya.

"Aku harus membicarakan ini lagi pada paman Jeff," ucap David sambil lalu.

Pip

Dia membuka pintu ruang kerja dengan menggunakan kartu sebagai kuncinya. David melangkah masuk ke dalam ruangan dan menghidupkan lampu dengan sekali tepukan. Kemudian, dia berjalan ke arah meja kerja yang terlihat sudah sangat rapi. Di atas meja itu tertera sebuah papan nama yang bertuliskan namanya 'David Walker' CEO of Walker's Fintech.

David tersenyum melihat papan nama itu. Dia menyentuhnya perlahan, dan sengaja memiringkan posisi papan nama itu sedikit. Dia menarik kursi yang berada di balik meja kerja, dan menghempaskan tubuhnya perlahan.

Dia segera meraih telpon dan menekan kode ruang karyawan. Dia meminta Theo untuk segera menemuinya di ruangan CEO. David menutup telpon, dan memutar kursinya menghadap ke jendela.

Pemandangan kota Dallas saat malam hari sangat indah. David merasakan kenyamanan saat melihat cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit, lampu di sepanjang jalan, dan cahaya dari mobil-mobil yang berlalu lalang.

Dia merekam semua pemandangan itu seolah tidak akan pernah melihat lagi suasana malam di kota Dallas.

Tok ... tok ...

Ketukan pintu ruangan membuatnya tersadar dari kenikmatan pemandangan malam kota Dallas. David menekan tombol di bawah meja kerja. Tombol itu berada di sebelah kiri tangan kirinya.

Pip

Pintu ruang kerjanya terbuka. Seorang pria bertubuh kurus tinggi memasuki ruang kerjanya. Dia membawa sebuah laptop di tangan kanan dan beberapa file. Sebelum memasuki ruang kerja David, dia memberi hormat kepada bos nya terlebih dahulu.

"Selamat malam, tuan!" serunya.

"Malam. Jadi apa yang membuatku harus berada di sini malam ini?" tanya David.

"Maaf tuan, aku sudah mengganggu waktu malam anda," ucap Theo pelan sambil menundukkan kepalanya.

"Aku harap ini adalah sesuatu yang sepadan dengan terbuangnya waktu malam ku!" seru David sambil menatap tajam pada Theo.

"Ini lebih dari itu tuan," tutur Theo.

"Duduklah!" perintah David.

"Terima kasih, tuan. Aku tidak akan bertele-tele," ucap Theo sambil membuka laptop dan menghidupkannya. Dia mengetik beberapa huruf di atas keyboard, dan setelah berhasil dia membalikkan layar laptop agar bos nya dapat melihat ke layar monitor.

Theo benar. Ini lebih dari menganggu waktu malamnya. David mengerutkan keningnya. Dia berusaha menolak apa yang di lihat oleh indra nya. Akan tetapi, sosok yang sangat dipercayainya selama ini memang berada di dalam tangkapan kamera CCTV.

David mengepalkan kedua tangannya. Dia juga menggebrak permukaan meja karena emosi yang mulai memuncak. Sosok itu tidak lain adalah pamannya, adik sepupu dari ibunya.

"Apa lagi yang kau punya?" tanya David.

"Ini adalah semua bukti yang aku kumpulkan selama ini tuan," ucap Theo sambil menyerahkan beberapa file dan sebuah flashdisk.

David mengambil file yang diserahkan padanya. Dia membuka lembaran file, dan berhasil membuatnya naik pitam.

Sebuah file berisi jika perusahaan yang sudah susah payah dia bangun kembali dari kebangkrutan, kini berpindah nama menjadi milik pamannya.

"Bagaimana bisa begini?" tanya David.

"Sebenarnya aku sudah lama mencurigai tuan Arnold. Akan tetapi, anda tidak mempercayaiku tuan," tutur Theo.

David terdiam saat mendengar penuturan Theo. Yang dikatakan Theo benar. Pria itu sudah berkali-kali ingin memberitahunya mengenai tindak-tanduk pamannya. Akan tetapi, David tidak pernah mau mendengarkannya.

Dia justru berpikir jika saat itu Theo hanya ingin mencari muka padanya. Dan dia sangat membenci hal seperti itu. Tapi kali ini semua bukti yang di perlihatkan dan di berikan oleh Theo merupakan tamparan yang sangat kuat untuk dirinya.

"Kumpulkan semua buktinya! Hubungi pengacara Carl untuk menangani masalah ini!" perintah David.

"Hmm, maaf tuan. Pengacara Carl sekutu mereka," tutur Theo.

"What?" tanya David tak percaya.

"Itu sebabnya mereka sangat mudah membalikkan nama pemilik dari perusahaan," jelas Theo.

Kedua tangan David mengusap kasar wajahnya. Dengan gerakan satu tangan, dia memundurkan kursi kerja yang didudukinya dengan sekali gerakan. Dia berusaha mencari jalan keluar.

Pip

David tersentak mendengar pintu ruang kerjanya terbuka. Seingat dia, pintu itu tidak akan mudah di gunakan oleh orang lain selain dirinya.

"Well, well, well," ucap seorang pria yang memasuki ruang kerja David sambil bertepuk tangan.

Selain dia, ada beberapa orang di belakangnya yang juga ikut masuk ke dalam ruang kerja David.

"Ambil semua bukti itu! Dan habisi karyawan bodoh itu!" perintah Arnold pada orang suruhannya.

"Dan kau! Keponakanku yang bodoh, keluar dari ruangan ini sekarang!" perintah Arnold dengan kasar.

"Ini ruang kerjaku!" seru David tidak mau kalah.

"Tidak lagi! Sekarang akulah CEO dari perusahaan ini. Kau sudah melihatnya dengan jelas bukan?" tegas Arnold. Dia menunjukkan secarik kertas yang berisi keterangan bahwa perusahaannya saat ini telah menjadi miliknya.

David ingin sekali membalas perkataan si tua Arnold. Akan tetapi diurungkannya niat itu. Bagaimana pun, pamannya saat ini benar.

David beranjak dari kursi kebesarannya, dan perlahan melangkahkan kaki ke luar dari ruang kerja.

"Tunggu! Bawa serta papan namamu!" perintah Arnold sambil melemparkan papan nama David di atas meja.

Duk

Suara kayu menyentuh lantai marmer tidak begitu kuat. Papan nama itu tergeletak begitu saja di atas permukaan lantai. David memungut papan nama di lantai dengan membungkukkan badannya sedikit.

Bugh

Sebuah tinjuan dari samping kiri menghantam rusuk kirinya. David terhuyung ke samping. Dia berusaha mempertahankan posisinya, akan tetapi dia langsung dihadiahi beberapa pukulan yang sangat meyakinkan.

"Cukup! Aku tidak ingin kalian mengotori ruang kerjaku?" perintah Arnold pada putranya yang baru saja tiba.

"Tapi ayah, aku sangat ingin menghabisinya," tutur Benny.

"Tidak disini, Ben! Bawa mereka pergi dari sini!" perintah Arnold.

Dengan berat hari, Ben mengikuti perintah ayahnya. Dia menyuruh pengawal untuk membawa David dan Theo keluar.

"Tunggu! Setidaknya beri aku alasan atas perbuatan kalian padaku!" seru David.

Oh baiklah. Aku akan mewujudkan permintaan terakhirmu," tutur Arnold.

Arnold memberi kode pada pengawal agar mengendurkan cengkraman lengan David. Dia tersenyum licik dan sambil berkata, "Itu karena ..."

Bab 2. Dendam Lama

David merasakan nyeri di seluruh tubuh akibat pukulan yang diterimanya. Bukannya dia tidak bisa melawan. Akan tetapi, dia di serang secara curang tanpa aba-aba dan persiapan.

Deru nafasnya memburu menahan rasa sakit yang menderanya. Adik sepupunya itu bukanlah tandingannya. Dia bisa saja mengalahkannya dengan mudah. Di serang dengan tiba-tiba seperti itu, siapa pun pasti tidak akan bisa mengelak.

"Cepat katakan!" perintah David.

"Kau begitu sangat tidak sabar, David," ucap Arnold. Dia kini duduk di kursi yang baru saja beberapa menit lalu menjadi kursi kebesarannya.

David semakin menggeram melihat pria tua itu. Kedua tangan dan tubuh nya di cengkram oleh tiga orang pengawal sehingga sangat menyulitkan dirinya untuk membebaskan diri.

"Arnold mengambil sebotol wine dari lemari penyimpanan, dan menuangkannya ke dalam gelas. Dia mengangkat gelas itu ke depan David dan menyesap minumannya.

"Ini hanya dendam lama antara aku dan kakek mu," ucap Arnold.

"Katakan dengan jelas!" perintah David.

Buk ... buk...

Dua pukulan mendarat di perut David sehingga membuatnya hampir tersungkur. Kedua pengawal yang memegang tangannya berhasil menahan bobot tubuhnya sebelum merosot ke lantai. Dua pukulan membuat David muntah darah.

Theo yang dari tadi di tahan oleh seorang pengawal meronta berusaha melepaskan diri untuk membantu bos nya. Namun cengkraman pengawal itu sangat kuat sehingga dia tidak bisa melepaskan diri. Dia sangat kesal dengan bobot tubuhnya yang kurus tanpa tenaga.

"Kau tahu sendiri kakek-mu hanya memiliki seorang putri. Itu berarti perusahaan seharusnya jatuh ke tangan ku. Karena keegoisan pamanku itu, dia justru menyerahkan perusahaan itu pada menantu laki-laki nya. Sedangkan aku, tidak dipedulikan sama sekali. Kau tahu sendiri, keluarga Benjamin tidak sebesar keluarga lain," jelas Arnold.

"Sudah cukup bukan alasanku untuk menghabisi-mu! Bawa mereka keluar! Habisi mereka tanpa jejak!" perintah Arnold tegas.

"Ayah, bagaimana dengan si tua Jeff?" tanya Benny.

"Dia sudah dibereskan dari tadi," tutur Arnold dengan santai.

"Kalian!" teriak David.

"Bawa mereka!" perintah Arnold.

David merasa bersalah pada paman Jeff. Dia justru mengira paman Jeff lah yang selama ini berniat melawannya di perusahaan.

Mereka di seret keluar dari perusahaan melalui jalan belakang. Beberapa karyawan yang tadi terlihat lembur tidak tampak lagi. Perusahaan benar-benar sepi saat ini.

Tiba di parkiran bawah, kedua tangan dan kaki mereka di ikat. Setelah itu, tubuh mereka di dorong masuk ke dalam mobil bagian belakang. David merasakan sesuatu yang kenyal.

Dia ingin meraba lebih jauh lagi, tetapi kedua tangannya terikat sehingga membatasi ruang geraknya. Die berusaha untuk menoleh ke belakang. Nihil. Kondisi di dalam mobil saat ini begitu gelap. Semua kaca jendela mobil di cat hitam. Tidak ada sedikit pun cahaya yang masuk ke dalam mobil.

Satu-satu nya yang bisa melihat ke belakang adalah Theo. Namun pria itu pingsan sebelum di masukkan ke dalam mobil. Seorang pria yang menyeret tubuh David meninju Theo di bagian perut. Tinju itu sangat kuat sehingga dengan sekali pukulan dia langsung pingsan.

Theo berkali-kali meminta maaf padanya. Dia menyalahkan dirinya karena telah membuat David dalam keadaan yang sulit seperti ini. Sebenarnya tidak dengan Theo memanggilnya ke perusahaan, si tua Arnold juga akan mengeksekusinya malam ini. David hanya bisa merutuki nasib buruk yang menimpanya.

Setelah beberapa lama perjalanan yang cukup jauh dari kota, mobil yang membawa mereka akhirnya berhenti. Saat pintu belakang mobil di buka, pandangan mata David merasa sangat silau oleh cahaya lampu depan mobil seseorang.

David segera menoleh ke samping. Dia sangat terkejut melihat sosok yang sudah terbaring kaku. Sosok yang tadi ingin di lihatnya. Paman Jeff. Mereka serius sudah menghabisinya.

Dia berusaha melepaskan diri saat tubuhnya dipaksa keluar dari mobil. Theo yang sudah pingsan dengan mudahnya di seret keluar oleh seorang pria. Tubuh David kali ini sedikit gemetar. Bayangan akan kematian dirinya mulai berkelebat di depan matanya.

Dor ... Dor ... Dor

David tersentak mendengar tiga tembakan yang terlepas dari pistol. Tidak ada suara jeritan kesakitan dari tubuh yang sudah di tembak itu. Dia sangat yakin, yang di tembak adalah Theo.

Buk

Tubuh David mendarat ke tanah. Dia melihat ke sekeliling, dan menemukan tubuh Theo yang terbaring di atas tanah dengan diselimuti sesuatu yang basah. Hujan sudah berhenti saat mereka dimasukkan ke dalam mobil. Jadi tidak mungkin jika itu adalah air hujan yang membasahi tubuh Theo.

Meskipun keadaan sangat gelap di tepi danau Ray Hubbard, pantulan cahaya lampu mobil dan sinar bulan membuat David masih dapat melihat ada lubang di kening Theo.

Tubuh jangkung itu sudah tidak bergerak sama sekali. Air yang awalnya dikira oleh David ternyata darah yang berasal dari tubuh Theo.

"Sh it!" umat David.

"Kau ingin kabur? Tidak akan pernah bisa, sepupu!" ucap Ben dengan tegas.

Ben memberi kode pada semua pengawalnya untuk membereskan dua tubuh tak bernyawa itu. Sedangkan dia. Dia yang akan mengurusi kakak sepupu tercintanya.

"Kau tahu, bro. Aku sudah lama menantikan hari ini!" ucapnya sambil menyeringai. Dia meraih kerah kemeja David, dan mulai memukulinya lagi.

David merasa sangat tidak terima diperlakukan seperti ini. Kematian sudah pasti akan menghampiri setiap manusia, dan tidak akan bisa dihindari. David tidak terima jika harus mati seperti ini. Mati tanpa perlawanan.

"Ha ... ha ... Kau tahu, aku sangat puas saat ini!" ucap Ben sambil tertawa.

David merasakan nyeri teramat sangat di perutnya. Cedera di sekitar area perutnya membuat dia berkali-kali muntah darah.

"David Walker. Sebuah nama yang membuat ayahku dan aku tidak bisa memiliki seluruh harta keluarga Benjamin," ucapnya sambil memukul wajah David berkali-kali.

Buk

Kali ini menghantam perutnya. Amarah dalam diri David semakin memuncak. Kebencian mulai melingkupi dirinya.

POV David

Kedua tangan dan kakiku terikat. Aku ingin sekali menghajar, bahkan membunuh bajingan yang sedang berdiri di depanku. Aku sangat tidak berdaya. Mungkin benar, malam ini adalah akhir dari hidupku.

Kilasan bayangan masa lalu mulai menyeruak seperti negatif film yang di putar secara berulang-ulang.

Paman Jeff dan Theo. Dua orang yang kurang aku sukai karena selalu tidak sependapat denganku, justru dua orang yang sangat peduli padaku.

Air mataku mulai mengalir. Aku sempat terkejut merasakan hangatnya air mata yang melewati pipiku. Sudah sangat lama aku tidak merasakannya. Tiga puluh lima tahun. Sangat ironi, aku merasakannya disaat terakhir hidupku.

"Apa seperti ini rasanya menangis?" Aku bertanya sendiri pada diriku.

Aku menangis bukan karena kesakitan yang saat ini aku rasakan. Melainkan tangisan penyesalan yang sangat menyakiti hatiku.

Bajingan itu mulai mencekik leherku. Aku masih bisa menahan rasa sakit dari cekikan. Tapi perlahan, cekikan itu mulai membuat nafasku tercekat.

"Kau tahu kesalahan terbesarmu?" tanya Ben padaku.

Aku berusaha untuk mengucapkan satu kata saja 'kalian', tapi tidak berhasil. Cekikan itu perlahan membuat nafasku tercekat. Kepalaku mulai terasa berputar.

"Kau sangat bodoh dalam memilih sekutu!" serunya.

Aku masih bisa mendengar meskipun kurang jelas. Tubuhku semakin melemah. Mati. Satu kata yang bisa aku ucapkan dalam hati.

Aku tidak terima jika aku mati seperti ini. Aku berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatanku. Ku tatap tajam kedua mata Ben agar dia dapat merasakan kebencian dan dendam di dalam mataku. Setidaknya dengan tatapanku akan membuatnya selalu terkenang saat dia menghabisi Ku. "Aku akan menghantui kalian" Itu arti tatapanku padanya.

Kebencian dan rasa dendam bersatu di dalam hatiku hingga terbesit kata 'Reinkarnasi'. Aku ingin percaya akan satu hal itu. Jika aku bisa bereinkarnasi, aku akan menghabisi mereka. Akan aku buat kalian menderita sebelum kalian sempat menyentuhku.

Tenagaku habis. Ini adalah oksigen terakhir yang bisa aku rasakan dan akhirnya terhenti. Aku mati.

POV David selesai

Ben meninggalkan tubuh David yang sudah terbujur. Dia sangat yakin , David sudah mati di tangannya. Dia segera meninggalkan tubuh mereka begitu saja. Akan ada orang-orang yang datang untuk membersihkan mayat mereka.

Dia menghidupkan mesin mobilnya, dan perlahan meninggalkan tepian danau Ray Hubbard beserta para eksekutornya.

Duar

Lima belas menit setelah kepergian mereka. Tubuh kaku David di hantam oleh sebuah kilat.

POV David

Aku melihat seberkas cahaya yang sangat terang di depan mataku. Cahaya itu perlahan melingkupi seluruh tubuhku. Ada sensasi rasa hangat dan menyakitkan secara bersamaan dari cahaya itu.

"Apa ini alam setelah kematian? Apa ini surga?" tanyaku sendiri.

"Aaa ..."

Suara teriakan itu sangat memekakkan telinga ku.

"Aaa ..."

Teriakan itu semakin menjadi dan keras.

Bab 3. Neraka atau Surga

"Aaa ..."

Ini ketiga kalinya teriakan itu menggema. Telingaku terasa sangat sakit dibuatnya. Aku berusaha membuka kedua mataku yang terasa sangat berat.

Tubuhku yang lain juga ikut terasa kebas, berat, dan nyeri. Semua rasa sakit itu aku rasakan di tempat yang persis sama saat aku dipukuli. Sakit tenggorokan persis sama saat aku tercekik.

"Aaa ..." teriak suara wanita itu lagi.

Aku harus berusaha bangkit. Meskipun aku sudah mati, aku tidak ingin gendang telingaku sakit karenanya. Aku juga penasaran, apakah aku berada di neraka atau surga. Surga? Aku pikir aku tidak termasuk di dalamnya. Mengingat banyak sekali perbuatan jahat yang sudah aku lakukan. Aku hanya bisa tersenyum getir di dalam hati.

Tubuhku terasa panas kemudian menghangat. Kehangatan itu perlahan mengikis rasa sakit yang tadi kurasakan. Banyak orang mengatakan jika neraka itu panas. Seolah-olah mereka sudah pernah saja masuk ke neraka lalu keluar lagi. Hanya untuk mengecek panas atau tidak neraka itu? Jika benar seperti itu, mereka baru akan berlaku baik selama hidup' itu yang sering paman Jeff katakan padaku semasa hidupnya.

Sekarang aku baru mengerti arti dari ucapannya. Mungkin saja maksudnya saat itu agar aku selalu berlaku baik. Aku memang terkenal dengan kejahatan ku dalam bernegosiasi. Tidak akan ada yang berani untuk melawanku. Bahkan ada yang sukarela menyerahkan proyek yang mereka dapat kepadaku.

Kejahatan ku bukan hanya itu saja. Aku juga terkenal sebagai penembak jitu. Banyak yang menyewa jasaku untuk menghabisi target yang mereka mau. Aku memang kaya, sangat kaya. Hingga dua puluh turunan ku nanti, harta kekayaan ku masih belum habis.

Menembak adalah hobi yang tidak akan pernah aku tinggalkan selain beladiri. Jadi, aku melakukannya karena hobi dan mendapat uang sangat banyak. Wajar bukan, jika aku ditempatkan di neraka.

"Aaa ... "

Astaga, aku salah apa pada wanita itu. Seingat ku, selama aku hidup meskipun aku jahat bahkan bejat sekalipun, aku tidak pernah menyakiti perasaan seorang wanita. Yang ada justru sebaliknya. Aku mulai bertanya-tanya apa aku dimasukkan ke dalam neraka yang isinya hanya wanita tanpa pria? Jika benar begitu adanya, berarti aku adalah satu-satunya pria yang masuk ke neraka. Astaga ...

Sakit di seluruh tubuhku menghilang. Tubuhku kini terasa ringan. Aku segera membuka kedua mataku. Aku sangat penasaran bagaimana bentuk neraka ini.

Seorang wanita terduduk di depan mataku. Dia bersimpuh sambil menutup mata dengan kedua tangannya. Aku melihat ke sekeliling. Ruangan ini sangat tidak asing. Apa mungkin neraka di desain persis dengan salah satu ruangan di rumah kita.

"Aaa ... Tu-an, itu!" teriak wanita itu.

Tapi kali ini teriakannya tidak sekencang tadi. Jari telunjuknya mengarah ke bagian bawah tubuhku. Aku menatap arah jari itu, dan melihat ke bawah. Aku sangat terkejut melihat sesuatu di bawah sana yang terpampang dengan handuk putih yang terjatuh di bawah kaki ku.

Aku segera mengambil handuk dan menutupnya lagi. Pantas saja dia berteriak seperti itu. Wanita itu. Ah tidak! Dia terlihat masih seperti seorang gadis yang baru berusia di bawah dua puluh tahun. Dari gayanya sangat jelas jika dia masih bersih.

Aku tidak ingin memperdulikan hal itu. Aku segera mengambil ponsel yang terletak di atas nakas samping tempat tidurku. Aku merasa tidak asing dengan yang kulakukan saat ini. Seperti pernah mengalaminya.

Aku mengusap layar ponsel setelah memasukkan password. Mataku berhasil terbelalak. Untung saja ada tulang pipi yang bisa menahannya agar tidak melompat keluar.

Ponsel di tanganku saat ini menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku tidak masalah dengan waktunya. Akan tetapi tanggal yang tertera pada layar ponselku. 8 April 2022.

POV David off

Beberapa saat sebelumnya

Hampir satu bulan Elaina bekerja di mansion milik keluarga Walker. Hari ini dia ditugasi untuk membersihkan kamar tuan nya itu. Maid yang biasa bertugas membersihkan kamar tuan mereka sedang sakit. Jadi harus dia yang menggantikannya. Karena maid yang lain sudah memiliki tugas mereka masing-masing.

Tok ... tok ...

Elaina sudah berapa kali mengetuk pintu kamar tuannya. Dia bisa saja langsung memasuki kamar itu, akan tetapi etika yang sudah diajarkan oleh kedua orang tuanya sedari kecil menghentikan tangannya untuk langsung menarik gagang pintu dan memasuki kamar itu.

"Ela, apa yang sedang kau lakukan?" tanya pak Griffin yang baru saja lewat setelah mengecek kamar sebelah yang sudah dibersihkan.

Pak Griffin adalah kepala pelayan di mansion ini. Dia selalu mengecek kembali hasil kerja para maid. Wajar saja jika saat ini dia melewati Elaina.

"Elaina, pak," koreksi Elaina pada pak Griffin.

"Namamu sangat susah disebut. Lidahku berapa kali keseleo karenanya. Kau maklumi saja, aku kan sudah tua," tutur pak Griffin berusaha untuk membela diri.

"Huh ... Baiklah. Hanya untuk bapak saja," ucap Elaina sambil mendengus.

Pak Griffin tersenyum saat mendengarnya.

"Apa yang sedang kau lakukan di depan pintu kamar tuan?" tanya pak Griffin.

"Eh, i-tu ...." jawab Elaina terbata.

"Jangan bilang jika dari tadi kau belum masuk ke dalam dan belum menyelesaikan pekerjaanmu," ucap pak Griffin.

"Hehehe ..." Elaina terkekeh karena tebakan pak Griffin sangat benar.

"Astaga Ela! Harus berapa kali kukatakan. Cepat masuk sekarang!" perintah pak Griffin.

Tanpa ba bi bu be bo, Elaina langsung masuk ke dalam sebelum pak Griffin memberinya kultum (kuliah tujuh menit).

Elaina sangat takjub melihat kamar tuannya itu. Kamarnya sangat besar dan luas. Semua barang tertata dengan rapi. Dia segera memulai aktivitasnya. Merapikan sedikit saja yang berantakan, menyedot debu, dan merapikan tempat tidur.

Baru saja dia selesai merapikan tempat tidur dan berbalik, tuannya itu berdiri mematung setelah keluar dari kamar mandi.

Awalnya biasa saja. Elaina segera menunduk memberi hormat, dan mulai beranjak untuk pergi. Tapi sudut mata kanannya menangkap sesuatu yang seperti terjatuh. Spontan saja dia menoleh.

"Aaa ...."

Dia berteriak melihat sesuatu yang aneh disana. Dia terduduk sambil menutup mata dengan kedua tangannya. Bayangan di depannya tidak bergerak. Justru membuatnya penasaran. Dia mendongakkan kepalanya dan lagi. Kejadian itu terulang hingga empat kali.

Elaina sempat berpikir apa tuannya sedikit gangguan mental. Dia terlihat sangat bangga memamerkan miliknya itu.

Teriakan Elaina yang keempat berhasil membuat tuannya sadar. Dia sempat mengintip di sela jari tangannya. Tuannya itu terlihat terkejut sendiri dan segera mengambil handuk menutupi miliknya.

Elaina merasa lega. Saat itu dia ingin segera berlari keluar. Akan tetapi tubuhnya terasa kaku, dan ada rasa penasaran ingin melihat tubuh tuannya itu.

"Aduh! Baru ingat aku. Mataku sudah tidak perawan lagi," tutur Elaina sedih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!