NovelToon NovelToon

MY BROTHER ( NCT)

PULANG

Kedatangan Renjun kembali ke kota kelahirannya adalah suatu hadiah kecil bagi remaja itu dihari ulang tahunnya, kabar tentang kepindahan mereka atas dimutasinya sang Ayah tiri menjadi sebuah titik harapan bagi Renjun sendiri.

Bukan tanpa alasan Renjun merasa senang seperti ini, sebab kenyataannya ia merasa sangat senang bisa kembali ke kota kelahirannya dikarenakan ia bisa bertemu kembali dengan abang kandungnya yang dulu dibawa oleh Ayah kandungnya saat berita perceraian kedua orang tua mereka dikumandangkan oleh sang ibu.

Sama halnya sampai detik ini, Renjun masih memperlihatkan wajah bahagianya meskipun ia sedikit letih sehabis memberes-bereskan barang pindahan mereka kedalam sebuah rumah baru yang ada didalam komplek perumahan Mustika Perdana.

Bahkan adik perempuannya sendiri sampai terkena virus kebahagiaan Renjun, bagi keluarga kecil tersebut melihat Renjun tersenyum adalah suatu hal yang jarang apalagi sejak ibunya yang bernama Wendy memutuskan untuk memiliki keluarga baru lagi bersama Pak Chanyeol yang pada akhirnya melahirkan seorang gadis kecil bernama Sarang.

"Oppa, hari ini Sarang senang deh lihat Oppa bahagia kayak gini." ucap Polos Sarang, gadis kecil yang masih duduk dibangku SD.

Renjun hanya membelai rambut Sarang saja, tak ada kata yang dikeluarkannya selain senyuman manisnya sebelum akhirnya ia dipanggil oleh Mami Wendy .

"Bentar ya, kamu beres-beresin yang ringan aja dulu!" ucap Renjun sebelum akhirnya ia pergi menemui Mami Wendy diruang tamu.

Disana, ia melihat Mami Wendy yang sedang berdiri disamping Papi Chanyeol dengan memegang sebuah browser ditangannya.

"Ada apa, mami?" tanya Renjun , tetapi matanya merass enggan membalas tatapan hangat yang diberikan oleh Papi Chanyeol.

Sepertinya sampai detik ini, ia masih belum bisa menerima keberadaan Papi Chanyeol didalam hidupnya seakan-akan ia tak ingin posisi Papi kandungnya digantikan oleh Chanyeol.

"Ini browser sekolah, coba kamu lihat-lihat dulu deh soalnya sekolah ini rekomendasi dari temannya mama dan katanya SMA Historical internasional ini adalah sekolah terbaik disini."

"Yaudah kalau gitu sekolah itu aja, aku setuju kok." ucap Renjun yang merasa enggan meraih browser tersebut, sebab memang alasannya kembali kesini hanyalah ingin bertemu kembali dengan Ayah dan Hyungnya bukan malah mengurusi hal-hal seperti ini.

"Kalau gitu besok kita langsung kesana ya, njun! Sekalian mendaftarin kamu dan melihat-lihat bangunan gedung sekolah itu." ucap Papi Chanyeol yang begitu hangat, tetapi langsung ditolak mentah-mentah oleh Renjun semua kehangatan itu.

"Aku pergi sama mami aja! Kalau mami gak bisa , yaudah gak usah sekolah."

"Kamu kok ngomong gitu sih sama Papi , njun." tegur lembut Mami Wendy.

"Kalau mami nemanin kamu, nanti Sarang gimana? Emangnya kamu gak mau ngalah sama Sarang?"

Renjun cukup lama terdiam, kalau dipikir-pikir omongan Mami Wendy barusan ada benarnya juga sih soalnya sarang kan juga besok harus mencari sekolah yang tepat untuk Sarang.

"Oke deh , terserah kalian aja besok aku bisa kok sama siapa aja termasuk juga sama Om Chanyeol." ucapnya yang agak kesal, apalagi memang wataknya yang muda emosional dengan ekspresi menggemaskan yang terkadang sulit membuat orang lain ikut kesal padanya.

"Begitu dong Renjun, kamu memang anak kesayangan mami deh." Mami wendy tampak senang atas keputusan Renjun kali ini, tampak diwajahnya ia sangatlah menyayangi putranya tersebut melebihi apapun didunia ini dan baginya kalau kepindahan ini mungkin saja bisa membuka jalan bagi Renjun untuk menerima keberadaan Chanyeol sebagai ayahnya sendiri.

Sama halnya dengan Chanyeol, setelah sekian lama ia berusaha untuk bisa mengambil hati Renjun tetapi tetap saja ia selalu gagal. Namun hal tersebut tidaklah membuatnya menyerah karena ia yakin suatu hari nanti ia bisa menjadi seorang Ayah yang terbaik dihidup Renjun.

"Yaudah kalau gitu aku bantuin Sarang dulu dikamarnya." ucap Renjun yang langsung pergi begitu saja.

Dan begitu sampai didalam kamar, ia melihat Sarang sedang membuka sebuah kardus yang sepertinya tertukar karena saat melihat isinya membuat Renjun tersadar kalau didalam kardus itu adalah barang miliknya bukanlah milik Sarang.

Disana, Sarang sedang memegang sebuah bingkai foto yang tampak asing baginya dan tak berpikir panjang ia langsung menanyakan hal itu kepada Oppanya.

"Ini foto siapa, Oppa?"

Renjun duduk disebelah Sarang, lalu meraih foto itu kembali dari tangan Sarang seraya menunjuk kedua orang yang menjadi peran utama dalam foto tersebut.

"Ini adalah Oppa waktu kecil, imutkan?" tanya Renjun yang memang takkan bisa marah kalau berhadapan dengan adik perempuannya itu.

"Iya, mirip sama sarang wajahnya Oppa waktu kecil." Sarang terlihat kegirangan, lalu ia menunjuk orang asing lainnya difoto itu.

"Kalau yang ini?"

"Ini foto Winwin hyung."

"Orang yang selalu Oppa rindukan?"

"Maksudnya?" tanya Renjun penasaran.

"Iya, soalnya setiapkali Oppa sakit demam biasanya Oppa selalu mengigau nama Winwin Oppa sampai mami jadi sedih dengarnya." beritahu Sarang dengan polosnya, Renjun pun langsung meletakkan kembali foto itu kedalam kardus dengan cepat.

"Oppa mau ambil dulu kardus kamu dari kamarnya Oppa, bentar ya!" ucapnya yang langsung buru-buru mengangkat kardus miliknya dari kamar Sarang, ia tak mau lagi mendengar kesedihan mami wendy yang menangisi Winwin Hyung yang terasa menyesakkan baginya karena kenyataannya yang terluka saat ini adalah dirinya bukanlah sang mami.

Anak manapun pastilah kecewa saat menerima berita perpisahan kedua orangtuanya, karena berasal dari keluarga broken home sangatlah menyiksa batin siapapun termasuk juga Renjun yang kala itu masih terlalu kecil menerima kenyataan tersebut.

DIA TIDAK MENGENALKU

Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi keluarga Park sudah terlihat rapi saja yang mana malahan kali ini mereka sedang menikmati sarapan pagi dengan nasi goreng spesial buatan Mami Wendy.

Sepertinya hal ini sudah menjadi kebiasaan yang wajar bagi keluarga kecil tersebut dan menjadu sebuah kebiasaan yang mendarah daging, apalagi memang kedua pasangan suami-istri itu adalah seorang pasangan karir yang mana pastinya selalu mengajarkan kehidupan displin kepada kedua anaknya.

Dan seperti biasanya, saranglah yang selalu menghidupkan suasana didalam keluarga tersebut sama halnya dengan nama yang dimiliki olehnya saat ini dimana ia menjadi seorang gadis kecil yang menjadi sumber kebahagiaan dan cinta keluarganya.

Tetapi suasana menyenangkan keluarga itu harus terhenti tatakala Renjun membuka bibirnya seakan-akan ia tidak terlalu berminat untuk menerima kebahagiaan ini.

"Kapan kita berangkat? Aku sudah siap makan, om." ucap Renjun.

Chanyeol langsung tersadar saat itu juga, ia segera melirik kearah jam tangan sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Renjun.

"Kayaknya sekarang kita sudah bisa berangkat kok njun, yaudah kalau gitu-" belum sempat Chanyeol menyudahi perkataannya, mendadak Renjun bangkit dari kursi.

"Ayo berangkat!" ajaknya tanpa perduli tatapan peringatan dari Mami Wendy, padahal sudah berulangkali Mami Wendy meminta Renjun untuk sopan kepada ayah tirinya itu tetapi tetap saja tidak dipedulikan oleh Renjun .

Malahan ia langsung berjalan keluar rumah dan meninggalkan Papi Chanyeol yang masih tertinggal diruang makan.

Chanyeol cuman bisa tersenyum pahit saja, ia tak mempunyai alasan untuk membenci anaknya itu karena mau bagaimanapun ini sudah menjadi resiko konsekuensi yang harus diterimanya dan ia tidak menyesali semua yang telah terjadi sampai detik ini termasuk saat ia menikahi Wanita yang bernama Wendy itu walaupun saat itu status wanita itu adalah seorang single parent berbeda dengan Chanyeol yang masih berstatus lajang.

Chanyeol mengecup kening kedua wanita yang sangat dicintainya itu, ia membiarkan tangannya disalami oleh Sarang lalu ia mengalihkan seluruh perhatiannya pada Wendy yang ada dihadapannya saat ini.

"Maaf ya soal Renjun."

"Gak apa-apa kok, walau bagaimanapun ia tetap putra yang paling kusayangi sama seperti aku yang selalu menyayangimu." ucap Chanyeol yang langsung mengelus rambut hitam Wendy yang tampak indah sebelum akhirnya ia pergi dari sana untuk menyusul Renjun yang sudah lebih dulu didalam mobil.

Singkat cerita perjalanan menuju sekolah tersebut tidaklah terlalu macet sehingga mereka tidak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu dalma perjalanan serta mereka juga tidak perlu berlama-lama berlarut dalam kecanggungan selama dalam perjalanan.

Begitu mobil Chanyeol terparkir di halaman sekolah khusu kendaraan roda empat, Renjun langsung melangkahi kaki untuk turun duluan yang disusul oleh Chanyeol.

Keduanya juga berjalan seperti tidak saling kenal saja, tak ada satu buktipun yang bisa meyakinkan siapapun kalau keduanya adalah Ayah dan anak karena memang pada dasarnya Renjun yang kerap selalu menjaga jarak dari Chanyeol.

Untung saja proses pendaftaran diruang kepala sekolah berjalan lancar tanpa kendala, malah sepertinya Chanyeol tampak aktif berbicara banyak hal dengan sang kepala sekolah selama menunggu beberapa prosedur yang harus dipatuhi saat pendaftaran.

Berbeda dengan Renjun yang mulai merasa bosan, apalagi waktu telah menunjukkan pukul 11 siang dan Suara kebisingan diluar ruangan kepala sekolah semakin mencuri perhatian Renjun.

"Masih lama gak, om?" tanyanya.

"Sebentar lagi siap, kenapa njun?"

"Aku nunggu diluar ya, bosan disini!" keluhnya yang membuat Pak kepala sekolah cuman bisa tersenyum geli saja, ia seperti bisa memahami perasaan bosan yang selalu menyerang remaja seusia Renjun.

" Nak Renjun bisa kok keliling-keliling gedung sekolah dulu selagi bapak dan pak Chanyeol ngurusin berkas kamu." ucap Kepala sekolah yang juga tidak terlalu perduli akan status hubungan Renjun dan Chanyeol, meskipun ia sempat mendengarkan kalau tadi Renjun memanggil ayahnya dengan sebutan Om.

Renjun hanya mengangguk saja dan berjalan keluar dengan kaki yang ringan, ia seperti seseorang yang baru saja bebas dari tumpukan stress yang tadi membelenggunya dan begitu ia melangkahkan kaki keluar ruangan rasanya terik matahari mulai memantul kewajahnya yang sangat tampan.

Beberapa siswa tampak menatap asing kepadanya, walaupun sebagian lagi tidak terlalu memperdulikan kehadirannya.

Tetapi status Renjun yang menjadi anak baru tidaklah membuatnya merasa malu sama sekali, ia malah penuh percaya diri menghabiskan waktu mengelilingi sekolah tersebut.

Hingga kedua matanya tertuju pada kerumunan orang-orang yang memenuhi lapangan outdoor basket, ia langsung mendekati kerumunan tersebut karena rasa ingin tahunya yang besar meski sebenarnya ia sudah bisa menebak kalau itu hanyalah kerumunan para anggota basket yang sedang latihan.

Tetapi menikmati tontonan olahraga rasanya cukup lebih menyenangkan daripada berjalan-jalan tak jelas seperti saat ini, jadi ia langsung saja berjalan mendekati kerumunan itu sampai akhirnya kakinya terpaku diantara para kerumunan tersebut.

Diantara salah satu anggota basket yang sedang latihan tanding, ia bisa melihat jelas seorang siswa yang tampak tidak asing sama sekali.

"Hyung?" gumam Renjun yang sedikit meragu, ia langsung berjalan melewati kerumunan tersebut sampai keberadaannya sudah berada didepan kerumunan dan siapapun pemain basket pasti akan menyadari keberadaannya saat itu.

Rasanya cukup aneh bila melihat ada seorang cowok asing yang menonton permainan basket anak lelaki, sebab jika dipikir-pikir hampir keseluruhan kerumunan itu adalah para perempuan yang tidak berhenti meneriakkan nama winwin dan beberapa anggota basket lainnya.

Dan anehnya seakan takdir seperti ingin mempertemukan kedua saudara itu, entah bagaimana bola basket tersebut terpental kearah Renjun sampai membuat Renjun secara spontan menangkap bola tersebut .

Winwin yang memang kebetulan berada didekat sana langsung mengambil kembali bola tersebut dari tangan Renjun, tetapi sikapnya tudak seperti yang dibayangkan oleh Renjun dimana ia malah bersikap seolah-olah memang tidak mengenali Renjun dan berjalan pergi begitu saja tanpa mengucapkan terimakasih kepada adiknya itu.

Renjun yang masih terpaku bingung cuman bisa membiarkannya saja , ia berusaha untuk tetap berpikiran positif tentang hyungnya itu karena mungkin bisa saja winwin tidak terlalu fokus mengenali dirinya karena tengah sibuk bermain basket.

Namun setelah sekian lama Renjun menunggu disana, bahkan sampai bel istirahat telah usai dan beberapa siswi meninggalkan lapangan yang kini hanya menyisakan winwin dan beberapa teman kelasnya yang memang sedang mata pelajaran olahraga saja , namun tetap saja Winwin masih bersikap seolah-olah tidak mengenal Renjun sampai membuat Renjun kesal.

Dengan kesalnya Renjun langsung berlari mendekati Winwin yang saat itu sedang memegang bola basket dan berdiri dihadapan cowok itu, ia memberikan tatapan marah pada Winwin yang hanya memperlihatkan ekspresi datar saja.

Kini semua perhatian mulai berfokus pada kedua saudara itu, bahkan permainan basket itu langsung terhenti dalam sekejap dimana Winwin secara sadar melemparkan bola basket yang digenggamnya secara asal.

Winwin membalas tatapan Renjun dengan ekspresi yang sama sekali sulit dipahami oleh Renjun, tetapi yang jelas tak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya.

"Berhenti berpura-pura tidak mengenalku, Winwin hyung!" tukas Renjun yang sudah sangat kesal dengan setengah berteriak, ia bahkan tidak perduli sedang berada didepan umum tetapi kebiasaannya yang memang suka berteriak menjadi ciri khasnya sejak kecil.

"Aku tidak mengenalmu, jadi tolong jangan sok akrab." ucap Winwin seolah-olah memang ia tidak mempunyai ingatan apapun tentang adiknya itu.

"Kau telah merusak kegiatan olahraga kami, harusnya kau punya sopan santun orang asing." Sambung Winwin yang langsung berbalik badan dan berbicara dengan rekan-rekannya yang lain.

Winwin benar-benar membiarkan Renjun terpaku sendirian dilapangan itu, apalagi kebetulan saja guru olahraga mereka sedang sakit jadi mereka terlihat bebas beraktivitas hari ini, tetapi olahraga tersebut sudah berhenti sejak beberapa detik yang lalu dan membuat semua siswa berjalan berhamburan menuju kantin untuk melepaskan dahaga setelah berolahraga tadi.

Hanya Renjun sendirianlah yang kini berada di lapangan basket, sepertinya ia masih mencoba menerka-nerka alasan winwin bersikap seperti itu padanya sebab seingat dia kalau dulu Winwin adalah seseorang berhati lembut yang sangatlah penyayang.

Namun perkataan Winwin tadi benar-benar menusuk hatinya, secercah harapan yang sejak dulu di simpannya dengan hati-hati kini mulai terkelupas oleh sebuah kata yang terlontar dari bibir Winwin.

Kini ia mulai ragu apakah memang winwin tidak mengingatnya atau hanya berpura-pura melupakannya saja, namun apapun alasan tersebut rasanya tidak menjadi pembelaan atas sikap Winwin yang benar-benar berubah dari sebelumnya seakan-akan winwin telah melupakan janjinya kepada Renjun.

Renjun ingat kalau winwin berjanji akan selalu bersikap lembut pada Renjun , bahkan sebelum hari perpisahan mereka juga Winwin sempat berjanji akan menjadi orang yang pertamakali mengenali Renjun bila mereka berjumpa kembali tetapi hari ini semua itu terasa seperti sebuah ilusi yang menyesakkan hati saja.

Beruntung saja Papi Chanyeol langsung menghampiri Renjun , kalau tidak bisa-bisa Renjun berdiri seharian disana sembari meratapi sikap Winwin barusan.

"Njun baik-baik aja kan?" tanya Papi Chanyeol, ia sebenarnya ingin merangkul anak tirinya itu tetapi segera ia urungkan karena tidak mau membuat Renjun merasa tidak nyaman.

"Ayo pulang, om!"

Sebuah kalimat yang hanya bisa dilontarkan oleh Renjun saat ini, ia langsung berjalan kearah parkiran dengan kepala yang tetap menunduk.

Rasanya semua kepercayaan diri dan harapannya telah menghilang diantara desiram angin yang kebetulan melewati setiap langkahnya.

Chanyeol cuman bisa mengikuti setiap langkah kaki Renjun dari belakang, ia juga tidak berniat mendahului Renjun yang tampak berjalan lebih lambat kali ini padahal biasanya Chanyeol sedikit kerepotan melihat langkah Renjun yang selalu berjalan buru-buru.

NASIHAT BIJAK

Sudah seharian Renjun berdiam diri dikamarnya, ia bahkan sampai melewatkan makan siangnya karena terlalu sibuk mengurung diri dikamar sampai tidak sadar Mami wendy dan sarang yang sudah pulang dengan tumpukan belanjaan yang berisi seragam sekolah dan perlengkapan sekolah untuk Sarang dan Renjun sendiri.

Sikap diam Renjun bukan hanya mengkhawatirkan Papi Chanyeol saja, tetapi juga Mami Wendy yang sontak langsung menghampiri Renjun dikamarnya.

Mungkin Renjun memang sering menutup diri dari kedua orangtuanya selama ini, tetapi kali ini rasanya berbeda karena setahu mereka Renjun bukalah remaja yang selemah ini sampai memutuskan mengurung diri dikamar seharian.

Biasanya setiapkali ngambek pada Maminya, ia tetap menyempatkan diri untuk tidak melewatkan makan siang ataupun sekedar menghabiskan waktu bermain game diruang tamu ataupun menyalakan musik keras didalam kamar , kali ini rasanya berbeda saja dari dirinya yang sangat dikenal oleh Chanyeol ataupun Wendy.

"Njun, Mami boleh masuk kamar kamu?" tanya Mami Wendy seraya mengetuk lembut pintu kamar Renjun yang memang tidak terkunci tetapi memang dasarnya dari kecil mereka diajarkan untuk meminta ijin terlebih dahulu sebelum masuk kedalam kamar yang lain.

"Ah? Iya...Gak ke kunci kok, Mi." ucap Renjun gelagapan saat terkejut oleh suara Maminya sendiri.

Didalam kamar itu, Mami wendy bisa melihat Renjun yang sedang duduk dikursi belajarnya tanpa melakukan apapun.

Mami Wendy langsung meletakkan belanjaan yang dikhusu dibelikannya untuk Renjun diranjang putranya itu, lalu berjalan mendekati Renjun dengan senyuman menghangatkan layaknya seorang ibu pada umumnya.

"Papi khawatir loh sama kamu, kamu ada masalah apa rupanya njun?" tanya Mami Wendy.

"Sok tahu banget sih om Chanyeol itu." keluh Renjun, ia benar-benar tidak suka kalau orang lain mencoba menebak-nebak apa yang saat ini sedang dipikirkannya.

"Kok gitu sih ngomongnya, Om Chanyeol itu perduli loh sama kamu." Mami Wendy mengacak-acak rambut Renjun, rasanya ia bisa mengingat jelas kilasan bayangan putranya itu ketika pertama kali terlahir didunia ini saat menyentuh rambut remaja itu.

Kan diam lagi, yaudah kalau gitu sekarang kasih tahu Mami deh kamu ada masalah apa sih? Kok pulang dari sekolah itu langsung murung gini?"

"Gak kenapa-kenapa kok Mi, Renjun cuman gak suka aja sekolah disitu."

"Kok gitu? Coba jelasin ke Mami, kamu gak sukanya karena apa? Soalnya sekolah itu kan lebih memprioritaskan pembelajaran sejarah yang biasanya kamu minati , njun."

"Kalau gak bisa pindah sekolah, yaudah kalau gak Renjun balik lagi ke sekolah yang lama biar nanti Renjun ngekost ataupun tinggal diasrama sekolah." tawarnya kepada Mami Wendy sampai membuat Wendy cuman bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Anaknya itu.

"Kalau kamu gak kasih tahu Mami alasannya, gimana Mami mau nurutin kemauan kamu?lagian Mami sendiri sih gak mau ya pisah jauh-jauh dari kamu."

"Tapi kan ada Sarang, lagian Renjun udah dewasa jadi Mami gak perlu khawatir tentang Renjun."

"Sarang kan putri kecilnya Mami, kalau kamu kan putra satu-satunya yang paling Mami sayangin jadi mami gak mau dong jauh  dari kamu apalagi melewati pertumbuhan kamu di saat-saat ini."

Perkataan Mami Wendy benar-benar mampu membungkam Renjun, ia juga tidak tega mengusik kelembutan hati Maminya, sehingga mau tak mau ia cuman bisa berdehem saja dan mengurungkan untuk mempertahankan argumennya lebih jauh.

Namun selain sisi lembut Mami Wendy yang memang membuat sikap Renjun sulit berkutit, ada satu hal yang mulai menambah beban pikiran Renjun kali ini.

Perkataan Mami wendy barusan rasanya sangat aneh, masa dalam waktu beberapa tahun ini Mami wendy menganggap seolah-olah ia hanya memiliki satu anak laki-laki saja dihidupnya, padahal jauh sebelum Renjun Lahir masih ada Winwin yang merupakan kakak laki-lakinya Renjun dan perkataan Mami ini malah semakin mengingatkan Renjun pada sikap Winwin tadi pagi saat disekolahan.

"Gitu dong baru anaknya Mami, yaudah kalau gak gimana kamu temani sarang main-main dulu diruang tamu selagi Mami buatin makan malam buat kalian."

"Oke , mami." ucap Renjun yang langsung berjalan keluar dan berusaha baik-baik saja ditengah pemikiran yang sedang berkecamuk.

Setidaknya ia hanya ingin bersikap seolah-olah tidak ada satupun masalah yang menimpanya karena ia tidak mau mengkhawatirkan siapapun tentang dirinya, bersikap seolah-olah semuanya berjalan lancar itu lebih baik daripada memberikan beban pikiran kepada orang tersayang yang ada disekitar.

Renjun langsung merubah ekspresi kecutnya menjadi lebih ramah kepada Sarang, ia duduk dihadapan sarang yang sedang mendandani boneka barbie diusianya yang sudah menginjak sepuluh tahun itu.

Sarang tampak senang akan kehadiran Oppanya itu, ia malah lebih bersemangat karena ada teman bermain karena memang Renjun adalah oppa tersayangnya Sarang dan diusia yang masih muda itu Sarang malah jauh lebih dewasa dalam hal pemikiran dibandingkan Renjun dan baginya ia sangat beruntung memiliki Oppa yang hanya baik padanya seperti Renjun .

"Oppa, mulai besok kita masuk sekolah loh jadi harusnya Oppa senang dong sekarang karena besok kita bisa punya teman baru lagi." ucap Sarang yang tahu tentang kegundahan hati Renjun karena tadi sempat mendengarkan pembicaraan Maminya dan Papinya.

"Kalau Sarang bahagia, Oppa juga kok. Pokoknya besok Sarang pasti punya banyak teman yang gak kalah baiknya dari teman lama Sarang."   tukas Renjun seraya sedang sibuk memainkan puzzle milik Sarang yang diambilnya dari box mainan Sarang, Box yang berisi banyak mainan karena memang sarang lebih suka memainkan semua yang ada didalam box itu dengan teman-teman sekolah yang diajaknya kerumah dibandingkan ikut bergabung memainkan game PlayStation seperti yang biasanya dilakukan Renjun.

"Kalau Sarang sih pasti bakalan punya banyak teman, lagian sarang udah lihat sekolahnya dan sarang suka banget." jelasnya yang penuh ekspresif sampai membuat Renjun menjadi tersenyum melihat tingkah menggemaskan adiknya.

"Tapi Oppa sendiri, gimana?" wajahnya langsung berubah sedih dalam seketika, seolah-olah ia sudah bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oppanya itu.

"Emangnya Oppa kenapa?"

Sarang tidak langsat menjawab, ia melirik sedikit kearah dapur dan sekelilingnya seperti tengah memastikan sesuatu sebelum akhirnya membuka bibirnya.

"Oppa sedang kecewa dengan seseorang yang Oppa kenal waktu pergi ke sekolah baru tadi ya?" tanyanya dengan nada berbisik-bisik.

"Kamu kok bisa nanyak gitu?" Renjun menaikkan sebelah alisnya.

"Sarang kan adiknya Oppa, jadi sarang bisa tahu dong apa yang oppa rasakan." tukasnya bangga, lalu ia tersenyum manis kepada Renjun.

"Kalau Oppa lagi senang biasanya Oppa selalu aktif pas pulang kerumah, tapi kalau Oppa lagi kesal biasanya Oppa main game ataupun menyalakan musik kencang dari kamar terus kalau Oppa kesalnya sama Papi biasanya Oppa berada dirumah teman seharian." Sarang menghela nafas sejenak untuk memberi jeda pada ucapannya barusan.

"Terus kalau Oppa lagi kecewa pada seseorang biasanya Oppa selalu mengurungkan diri dikamar tanpa melakukan apapun sambil memikirkan apakah Oppa harus menjauhi orang itu atau memaafkannya, terus disaat yang sama Oppa selalu berpura-pura senang didepan Mami ataupun sarang padahal sebenarnya Oppa masih memikirkan kekecewaan Oppa itu, gimana menurut Oppa? Benarkan yang sarang bilang?"

Renjun yang mendengarkan itu cuman bisa mengangguk setuju saja, ia tidak habis pikir dan masih terkejut akan kelihaian Sarang dalam mengamati tingkah lakunya padahal sarang masihlah seorang anak berusia 10 tahun.

Tentu saja hal ini membuat Renjun langsung mencubit pipi sarang karena saking gemesnya dengan tawa yang tidak bisa disembuhkannya.

"Jadi menurut kamu gimana? Oppa harus memaafkannya atau melupakannya aja?"

"Papi pernah bilang sama Sarang waktu sarang musuhan sama sahabat sarang sendiri, kalau orang itu adalah orang yang paling berharga bagi kita maka lebih baik maafkan saja kesalahannya karena bisa saja ia tidak sengaja berbuat salah meskipun kita telah merasa kecewa kepada perbuatannya itu,  kata papi sesuatu yang berharga itu harus tetap dijaga supaya gak hilang dan rusak nanti bakal menyesal kalau sampai kita melakukan tindakan gegabah."

"Om Chanyeol.. maksudnya Oppa, Papi bilang gitu?" tanya Renjun yang tidak menyangka kalau ayah tirinya itu cukup bijak dan Renjun juga tidak bisa memungkiri kalau sikap Sarang ini adalah turunan dari Chanyeol sendiri.

"Iya, jadi menurut Sarang lebih baik Oppa memaafkan aja orang yang udah bikin Oppa kecewa kayak sekarang, Siapapun dia pasti orang itu adalah teman dari masa lalu Oppa yang sangat berharga bagi Oppa."

"Kau benar, adiknya Oppa kok bijak banget sih." Renjun mengacak-acak rambut Sarang lalu ia berusaha melupakan masalah tersebut dan lebih fokus bermain dengan adiknya saat ini.

Mungkin masalah ini tidak seharusnya menjadi beban yang harus terlalu dipikirkan olehnya seperti ini, padahal ini cuman masalah kecil tetapi ia malah sibuk membuat seolah-olah masalah ini adalah masalah yang sangat berat ditambah lagi ia malah terlalu sibuk menghakiminya orang lain dengan memutuskan apakah orang tersebut layak dimaafkan atau lebih baik dilupakan tanpa sekali memberikan kesempatan kepadanya makanya sampai detik ini Renjun belum memiliki seorang teman terdekat sekalipun padahal jika dipikir-pikir ia sudah berkali-kali pindah sekolah mengikuti Chanyeol yang merupakan seorang General Manajer diperusahaan asing, mulai dari dirinya yang menetap di Jakarta sampai akhirnya Mami wendy menikahi Papi Chanyeol yang membuat mereka harus tinggal di Seoul kemudian pindah lagi ke bali dan Palembang yang mana kini pada akhirnya berakhir kembali di kota Medan.

Rasanya ia merasa malu sendiri pada dirinya, saat ini ingin rasanya ia mentertawakan dirinya sendiri yang terkesan lemah dan sangat berbeda jauh pada gaya bicaranya yang suka blak-blakan dengan kesan ngegas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!