Di kediaman keluarga Tuan Herdi Ningrat, kini tengah menatap tajam pada putrinya yang bernama Saylanda Ningrat.
Perempuan satu-satunya yang menjadi putri semata wayang keluarga Ningrat sekaligus pewaris tunggal.
"Pa, ngapain sih mesti pakai bodyguard segala. Memangnya Landa ini anak kecil, Landa udah besar, Pa. Landa bisa memilih mana yang dan mana yang buruk." Ucap Landa dengan suara yang cukup mengganggu indra pendengaran.
"Keputusan Papa sudah bulat, kamu akan tetap Papa awasi. Sedikitpun, Papa tidak akan pernah merelakan kamu mempunyai hubungan dengan Alex, titik." Kata sang ayah yang tetap bersikukuh dengan keputusannya.
"Kenapa, Pa? Alex orang baik dan juga kaya raya. Memangnya apa yang kurang dari Alex, Pa? tidak ada yang kurang darinya. Bahkan, banyak perempuan di luaran sana ingin menjadi istrinya. Sedangkan Landa pemenangnya, Papa seharusnya bangga dong." Ucap Landa yang terus membela diri untuk meyakinkan ayahnya.
"Papa tidak membutuhkan lelaki seperti Alex untuk menjadi menantu keluarga Ningrat, ngerti. Kamu itu harus ingat dengan apa yang sudah pernah Papa ucapkan sama kamu, tentang kekayaan keluarga Ningrat, paham."
Kata sang ayah yang terus mencoba untuk menyadarkan putrinya agar tidak terjebak dalam hubungan yang salah dan akan menghancurkan masa depan putrinya.
"Terserah Papa mau menggunakan jasa bodyguard, Landa tidak peduli." Ucap Landa dan segera masuk ke kamar.
Istri Tuan Herdi Ningrat yang mendengar perseteruan anak dan ayah pun, Beliau segera menghampiri suaminya.
"Yang sabar ya, Pa. Mungkin Landa sedang dibutakan dengan cintanya, sampai tak sempat untuk menilai siapa itu Alex." Ucap sang istri yang berusaha untuk menenangkan suaminya.
"Ya, tapi mau sampai kapan itu anak akan berubah. Papa sudah tidak lagi muda, takutnya Landa akan salah mempunyai pendamping hidup dan masa depannya akan hancur karena seorang laki-laki yang tidak bisa menjadi suami yang baik." Jawab Tuan Herdi yang penuh kekhawatiran terhadap masa depan putrinya.
Sejak kecil, Landa sudah ditinggal oleh ibu kandungnya. Hadirnya seorang ibu baru di kehidupannya, membuat Landa tidak bisa untuk bersahabat. Bukan karena tidak memberi kasih sayang untuknya, Landa sendiri yang salah dalam berteman dan juga bergaul. Hingga membuat dirinya sulit untuk diatur dan diarahkan pada kehidupan yang sesungguhnya.
Istri Tuan Herdi yang tidak lain Bunda Elwa, tak pernah bosan untuk terus memberi perhatiannya pada Landa, meski perhatiannya selalu dianggapnya palsu. Tapi, tidak ada kata menyerah untuk memberi kasih sayang pada putri dari suaminya.
"Oh ya, Pa. Bagaimana dengan tawaran untuk bodyguard Landa? apakah sudah mendapatkan persetujuan pada orangnya?" tanya Bunda Elwa yang tiba-tiba teringat dengan rencana suaminya yang akan menggunakan jasa bodyguard untuk Landa.
"Sudah, mulai besok Landa sudah dijaga ketat, kemanapun perginya. Tidak hanya itu saja, Landa akan Papa paksakan untuk aktif di dalam kantor. Kalau tidak dipaksa, Landa tidak akan berubah dan akan terus menjadi pemalas." Jawab Tuan Herdi.
"Semoga saja adaya bodyguard, perlahan Landa bisa berubah menjadi lebih baik lagi." Ucap Bunda Elwa.
"Ya, Ma. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa yang terbaik untuk Landa. Maafkan Papa yang sudah memberi beban berat ini untuk Mama. Seharusnya Mama tidak ikutan penat seperti ini, tetapi Mama tidak pernah lelah untuk mendekati Landa." Kata Tuan Herdi.
"Sudah malam, alangkah baiknya jika kita beristirahat. Sudah hampir larut malam, tidak baik untuk bergadang." Ucap Bunda Elwa.
Sedangkan di kamar lain, ada Landa yang tengah bersantai duduk di balkon sambil menghirup angin malam sambil melakukan panggilan video dengan Alex kekasihnya.
Di tempat lain, sosok Ciko tengah dijemput oleh orang kepercayaan dari keluarga Tuan Herdi Ningrat untuk dijadikan bodyguard
"Silakan masuk, Tuan Herdi sudah menunggu Anda." Ucap orang kepercayaan keluarga Ningrat.
"Terimakasih." Jawab Ciko sambil membusungkan badannya dan segera masuk kedalam mobil.
Selama perjalanan, Ciko tak berucap sepatah katapun. Bukan karena sombong, Ciko tetap dengan sikapnya yang dingin kepada siapun.
Meski dirinya merasa bukan dari golongan orang kaya ataupun tajir melintir, Ciko tak lepas dari sikap dinginnya. Menjadi sosok mandiri sudah terdidik dari kecil hingga dewasa seperti saat ini.
Sedangkan di kediaman keluarga Ningrat, kini Tuan Herdi beserta anak dan istri tengah menikmati sarapan paginya hanya bertiga.
Dengan malas, Landa terpaksa sudah berpenampilan dengan rapi. Tidak seperti waktu yang sudah-sudah, Landa tak pernah mengenal isi dalam kantor. Meski dirinya memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, tapi jiwa malas yang selalu menguasai dirinya.
Berbeda dengan nasib Landa yang sekarang, dirinya benar-benar harus menerima keputusan dari ayahnya untuk merubah dari sifat buruknya yang lebih mementingkan kesenangan semata.
Selesai sarapan pagi, Tuan Herdi segera bangkit dari posisinya.
"Mulai detik ini dan sekarang juga, kamu akan dikendalikan oleh pengawal sekaligus sekretaris baru kamu. Namanya Ciko, kemanapun kamu pergi, langkah kaki Ciko akan mengikuti kamu dari belakang." Ucap Tuan Herdi.
Landa yang mendengar ucapan dari sang ayah, kedua bola matanya membulat dengan sempurna.
"Apa! Landa sudah disediakan sekretaris baru? tidak, Pa. Landa tidak mau dikawal oleh sekretaris. Pengawal ya pengawal, sekretaris ya sekretaris." Jawab Landa dengan segala emosinya dan berusaha untuk menolak dengan keputusan dari orang tuanya.
"Tidak, Papa lebih percaya dengan keputusan Papa sendiri daripada dengan permintaan kamu. Sekarang bersiap-siap lah, bentar lagi sekretaris Ciko akan datang. Jadi, persiapkan diri kamu sebaik mungkin. Jangan salah, Ciko sudah menguasai pekerjaannya di kantor sebelum menjadi bodyguard kamu." Ucap Tuan Herdi dengan segala keputusannya yang tidak bisa untuk diganggu gugat.
Landa yang merasa dongkol dan tidak bisa berkutik serta melakukan seperti yang dilakukannya, kini harus menerima nasib yang sudah ditentukan oleh sang ayah. Bahkan, ponselnya sudah bisa disadap oleh Ciko nantinya.
Sekali bertindak, Tuan Herdi tidak pernah bermain-main dengan keputusannya. Tidak peduli itu orang lain maupun anaknya sendiri sekalipun.
Bunda Elwa hanya bisa diam, tidak ada yang perlu untuk dilerai ketika ayah dan anak tengah berbicara.
Tidak lama kemudian, Ciko telah sampai di kediaman keluarga Ningrat dan memilih untuk menunggunya di depan rumah.
"Permisi, Tuan. Maaf, jika kedatangan saya ini sudah mengganggu. Bahwa saya sudah menjemput sekretaris Ciko, dan sekarang orangnya sudah menunggu diluar." Ucapanya dengan membusungkan badannya.
"Suruh dia masuk, saya ingin berbicara lebih detail lagi." Perintah Tuan Herdi.
"Baik, Tuan." Jawabnya dan segera memutar balikkan badannya untuk memanggil Ciko.
Landa yang merasa malas untuk mengikuti keputusan dari orang tuanya, ingin rasanya melarikan diri atau tidak mendadak pingsan, pikir Landa yang sudah buntu dan tidak tahu harus berbuat apa selain pasrah dan mengikuti kemauan orang tuanya.
"Permisi, Tuan." Ucap Ciko dengan hormat, Tuan Herdi mengangguk.
"Perkenalkan, dia ini putri saya. Namanya Saylanda, putri semata wayan Herdi Ningrat. Tugas kamu, awasi dan ikuti kemanapun Saylanda melangkahkan kakinya. Larangan keras untuk putri saya dalam melakukan pertemuan dengan siapapun. Satu lagi, ajari putri saya bagaimana kerja di kantor dengan baik."
Dengan teliti, Tuan Herdi mengatakan apa saja tugas untuk bodyguard putrinya. Ciko mengangguk.
"Baik, Tuan. Tugas yang diperintahkan oleh Tuan akan saya laksanakan sebaik mungkin."
"Bagus, aku percayakan semuanya padamu. Ini kunci mobilnya, mobil yang bisa kamu pakai dan juga kamu bisa membawanya pulang. Tidak ada kata terlambat untuk menjemput putri saya, apapun jenis alasannya." Ucap Tuan Herdi dengan tegas demi perubahan pada putrinya.
Tuan Herdi yang sudah mempercayakan putrinya pada Ciko, beban Beliau sedikit berkurang. Setidaknya, putrinya dapat dikendalikan dengan caranya sendiri. Meski membutuhkan kesabaran yang cukup banyak, Tuan Herdi tidak akan pernah menyerah untuk merubah putrinya menjadi lebih baik lagi.
"Landa, ingat baik-baik pesan dari Papa. Kamu bukan anak kecil lagi, hidupmu tidak hanya untuk bersenang-senang. Dan sekarang, waktunya kamu untuk menjadi lebih baik lagi." Ucap Tuan Herdi mengingatkan putrinya.
Beliau berharap, putrinya akan berhasil dan bisa dijadikan penerus keluarga Ningrat.
"Ya, Pa." Jawab Landa sambil menahan kesal dan bergegas pergi meninggalkan rumah sambil membawa tas bawaannya.
Kini tinggal Ciko dan Tuan Herdi yang masih berhadapan.
"Ciko, saya titip Landa sama kamu. Terserah kamu mau melakukan apa saja pada dirinya, asalkan Landa dapat berubah menjadi lebih baik. Ingat pesanku, jangan biarkan Landa untuk dekat dengan lelaki mana pun." Ucap Tuan Herdi Ningrat memberi pesan pada Ciko.
"Siap, Tuan. Saya akan berusaha sebisa mungkin untuk melaksanakan perintah dari Tuan." Jawab Ciko dengan tegas.
"Saya percayakan semuanya sama kamu, sekarang silakan jika kamu mau berangkat ke kantor. Jangan lupa untuk mengajari putri saya dengan baik, agar Landa dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik." Ucap Tuan Herdi kembali menambah pesan pada Ciko.
"Baik, Tuan. Kalau begitu, saya pamit untuk berangkat ke kantor." Jawab Ciko sambil membusungkan badannya tanda memberi hormat kepada Tuannya.
Usai berpamitan untuk pergi ke kantor, Ciko bergegas keluar dan meninggalkan rumah Bosnya. Ketika hendak membuka pintunya, rupanya Landa sudah lebih dulu duduk didalam mobil. Kemudian disusul oleh Ciko duduk didepan menjadi seorang kemudi.
"Nona, hendaknya pakai sabuk pengamannya terlebih dahulu ketika sudah berada didalam mobil." Ucap Ciko sambil mengenakan sabuk pengamannya dan tak lupa mengawasi yang akan menjadi Bosnya sendiri.
"Cerewet banget sih, kamu ini. Diam kenapa, mulut aja kek ember pecah." Sahut Landa dengan sungut.
Ciko yang mendengar ucapan dari calon Bosnya itu, hanya bisa menahan tawanya.
Diam adalah cara yang terbaik untuk menghindari perdebatan, pikir Ciko.
'Yang cerewet siapa juga, dasar Bos aneh sepanjang masa.' Batin Ciko dengan senyum yang tidak jelas sambil mengendarai mobilnya.
"Hei! mau cari mati rupanya kau ini." Bentak Landa yang hampir saja jantungan ketika Ciko menambahkan kecepatannya.
Tidak peduli dengan amarah yang di lakukan calon Bosnya itu, Ciko terus menambahkan kecepatannya. Tidak peduli dengan teriakan maupun umpatan dari Bosnya itu, Ciko tetap menjalankan sesuai perintah dari Tuan Herdi Ningrat.
'Rupanya selain mendidiknya tentang pekerjaan, mulutnya pun perlu dididik juga tentunya.' Batin Ciko sambil mengendarai mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Tentu saja, Landa merasa dibuat kesal oleh sekretarisnya itu.
Ssstttt!
Ciko mendadak mengerem mobilnya, dan sampailah di depan kantor.
Dengan perasaan yang dongkol dan juga sangat kesal, Landa hanya bisa membuang napasnya dengan kasar.
"Silakan turun, Nona. Kita sudah sampai di depan kantor." Ucap Ciko membuka suara sambil melepaskan sabuk pengamannya.
"Ada gitu ya, sekretaris macam ini orang. Sudah gitu, galak, lagi. Dih, benar-benar sangat menjengkelkan, beruang kutub saja sampai kalah dengan sikap dingin dan angkuhnya itu." Gerutu Landa dengan penuh kekesalan, lantaran ulah dari seorang Ciko yang sudah membuatnya geram.
Ciko sendiri yang mendengarkannya pun, hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan juga melepaskan sabuk pengamannya.
Masih dengan perasaan dongkol, Landa langsung bergegas keluar dari mobil tanpa harus menunggu pintu mobilnya dibuka oleh calon sekretaris nya serta bodyguardnya.
"Nona, mari saya antarkan masuk kedalam." Ucap Ciko seraya memberi hormat pada Bosnya.
Landa sendiri tidak menghiraukannya, ia terus berjalan dan masuk kedalam kantor dengan percaya dirinya.
Dengan sigap, Ciko mengikutinya dari belakang.
Ketika berada dalam kantor, tidak ada satu karyawan pun yang menyambutnya dengan hangat. Justru, semuanya tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Kantor macam apa ini? satupun tidak ada yang menyambutku dengan hangat, apakah mereka semua tidak tahu, jika aku ini penerus keluarga Ningrat?" gumamnya sambil berjalan.
Bahkan, tidak ada satupun yang memperhatikan Landa ketika berjalan menuju ruang kantornya. Meskipun belakangnya ada Ciko sekalipun, mereka semuanya cuek dan juga tidak ada yang menyapa keduanya.
Ketika hampir sampai di ruang kerjanya, Ciko mempercepat langkah kakinya dan mensejajarkan dengan langkah kaki Bosnya.
Saat sudah berada didepan ruang kerja, Ciko membuka pintunya.
"Silakan masuk, Nona." Ucap Ciko dengan hormat dan tak lupa membusungkan badannya.
Landa pun masuk kedalam ruang kerjanya dan diikuti oleh Ciko dari belakang.
Betapa terkejutnya ketika mendapati meja kerja yang akan ditempati sekretarisnya itu.
"Apa-apaan ini, kenapa ada meja kerja sekretaris? memangnya tidak ada ruangan khusus untuk sekretaris?"
"Tidak ada, Nona. Semua ini yang mengatur Tuan Herdi sendiri, saya hanya mengikutinya dan melaksanakan perintahnya." Jawab Ciko dengan menunduk.
Dengan kesal dan tidak mempunyai kebebasan ketika menerima tamu, Landa meletakkan tasnya dengan kasar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!