NovelToon NovelToon

Cea Milik Keluarga Weysa

PROLOG

Seorang pria dewasa duduk memperhatikan seorang gadis kecil dari mobilnya, sedikit terlihat senyuman di wajahnya yang dingin. Bahkan sang asisten pribadinya yang duduk di bangku supir pun kaget melihat gelagat aneh tuannya.

"Tuan? "

"Dia sangat cantik. "

"Hah? "

Faaz melihat ke arah mana tatapan mata sang tuan, hingga matanya terhenti di satu sosok gadis yang memakai baju sekolah. Rambutnya di ikat dua seperti ekor kuda.

"Tuan menyukainya? " tanya Faaz menatap sang tuan dari kaca di atasnya.

"Ya, sangat cantik. Aku ingin dia. "

What? Yang benar saja. Mana bisa sang tuan menginginkan seseorang seperti barang, jika nyonya utama tahu bisa terkena masalah dirinya karena di anggap melakukan hal yang sesat untuk sang tuan.

Faaz tiba-tiba merasa merinding tanpa sebab, ia mengusap tengkuknya lalu pandangan matanya bertatapan dengan tatapan tajam sang tuan.

"T-tuan... "

"Kenapa kau hanya diam!? "

"Tuan tidak bisa memilikinya seperti sebuah barang, harus menikahinya. " ucapan spontan itu keluar dari mulut Faaz.

"Menikah? Apa menikah seperti Daddy dan Mommy? Berkeluarga. "

Ya, sepertinya Faaz salah memberikan kosa kata kepada tuannya. Tuannya memang cerdas, pintar, kaya dan mapan namun, akan terlihat bodoh jika mengenai masalah tentang perempuan.

"Iya tuan seperti itu. "

"Baiklah aku ingin menikah besok. "

"APA!? "

Jantung Faaz serasa mati di tempat mendengar perkataan dari mulut tuannya, ia merasa linglung sejenak dan mengatur detak jantungnya yang berdebar tidak normal.

BUGH

"Argh... shh.. Sakit tuan. " rintih Faaz ketika kepalanya di pukul oleh sang tuan.

"Kenapa kamu berteriak? Huh menyakiti telingaku saja! "

"Nyonya saya harus bagaimana. " jerit Faaz dalam hatinya.

Sebuah mobil BMW i8 Roadster seharga Rp 4,41 miliar memasuki gerbang mansion mewah dan megah. Sekitar 50 meter dari gerbang hingga akhirnya mobil tersebut berhenti di depan garasi yang berisi banyak mobil-mobil mahal.

"Aaa Putraku akhirnya pulang. " teriak seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan teriakan dan pelukan.

"Sayang jangan memeluknya. " cegah pria paruh baya yang menghalangi langkah wanita yang terlihat antusias tadi.

Seketika senyum di wajah wanita paruh baya itu memudar, di gantikan dengan wajah cemberut.

"Daddy dia mommyku, kamu terlalu berlebihan. "

"Hanzel, dia istriku. Wajar aku cemburu. " ucap pria paruh baya itu.

"Ish menyebalkan, dia putraku dad. "

"Ya aku tahu. " ucapnya tanpa melepaskan rangkulan tangannya di pinggang sang istri.

"Aku ingin menikah. " ucap Hanzel mengagetkan momen yang tidak sesuai ekspetasi itu.

"WHATT!? "

"APA !? "

"Hahaha.. Hanzel kamu sangat tidak lucu. " tawa Merry terdengar canggung.

"I'm seriously! Dad? "

"Ya terserah. " jawab Damian dengan wajah acuhnya.

"Dad. " tegur Merry.

Kini, mereka semua duduk di meja makan. Sudah sangat lama Hanzel tidak berkunjung ke tempat kedua orang tuanya, sekarang sekalinya datang ia malah meminta nikah.

"Jadi? Bisa kamu jelaskan Han. " tekan Damian menatap tajam putranya.

"Siapa yang kamu hamili? " tuduh Merry dengan wajah dinginnya.

"Tidak ada. "

Dua kata dengan nada berat serta raut wajah datar khas seorang Hanzelio terdengar. Damian dan Merry tentu saja kaget, selama ini mereka selalu mengawasi sang putra dalam hal apapun jadi, tidak mungkin jika Hanzel melakukan perbuatan buruk yang tidak di ketahui keduanya.

"Lalu kenapa kamu ingin menikah tiba-tiba Azel? " tanya Merry dengan nada khas seorang ibu yang sangat menyayangi putranya.

Merry sangat penasaran, ia memang tidak memaksa sang putra untuk menikah cepat hingga saat ini usia putranya sudah menginjak 28 tahun dan belum menikah.

Walaupun begitu ia tetaplah orang tua yang menginginkan anak-anaknya menikah dan mempunyai sebuah keluarga tapi tidak dengan cara mendadak seperti ini. Sungguh membuatnya penasaran.

"Aku melihat gadis kecil yang cantik tadi, aku menginginkannya. " ucap Hanzel dengan sejujur-jujurnya.

Bahkan Merry yang mendengar sampai membulatkan kedua matanya serta mulutnya yang tercengang, berbeda dengan Damian yang terlihat lebih biasa saja di bandingkan sang mommy.

"Kamu itu ingin menikah atau membeli sebuah barang hah? " teriak Damian dengan wajah shock.

"Faaz bilang jika aku ingin memilikinya aku harus menikahinya. " jawab Hanzel dengan wajah datar.

"Astaga mommy benar-benar akan gila, kamu baru pulang ke mansion dan menyatakan ingin menikah? Selama ini bahkan kamu tidak pernah dekat dengan para perempuan, tapi aku bersyukur ternyata anakku tidak belok. " sindir Merry namun terdapat nada ejekan di sana.

"Ya. " jawab Hanzel dengan wajah triplek.

"Jadi kapan pernikahannya? Tidak bisa jika besok, harus ada persiapan dan lain-lainnya. " tanya Damian seraya berdoa dalam hati agar putranya tidak meminta hal yang aneh-aneh.

Oh, ayolah sang putra berkecimpung di dunia mafia selama belasan tahun dan tidak pernah tau dunia luar tentang keluarga, percintaan, bahkan pernikahan.

Sekarang seakan-akan ia sedang di buat spot jantung putranya meminta menikah dengan seorang perempuan yang sama sekali ia tidak mengenalnya.

"Aku ingin besok. "

Faaz yang berada di tengah-tengah keluarga aneh itu memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing. Maksud dari perkataannya kepada Hanzel bukan langsung menikahinya begitu saja, tuannya saja belum mengenal lebih dalam tentang gadis itu dan lagi bagaimana caranya ia memastikan gadis kecil yang di incar tuannya mau menikah dengan tuan mudanya.

"Kamu tidak bisa langsung menikahinya Hanzel, apakah dia mau dengan dirimu? " ucap Merry mencoba memberi pengertian kepada putranya.

"Harus mau! " jawab Hanzel dengan tegas.

"T-tapi tuan... "

"Diam. "

Faaz menghela nafasnya ketika perkataannya tidak di dengar oleh tuan mudanya. Sepertinya nanti pekerjaannya akan menambah dan malam ini dirinya akan lembur.

"Apa yang di katakan oleh mommy mu itu benar Hanzel, kamu jangan keras kepala! " ucap Damian, kepalanya serasa ingin pecah.

"Aku copyan mu dad. " jawab Hanzel dengan wajah datar.

"Kalian sama saja, huh keras kepala. " gerutu Merry.

"Sayang. " bela Damian.

Hanzel memutar bola matanya malas. "Aku ke kamar. " ucapnya.

Hanzel berdiri dari meja makan, ia berjalan menaiki tangga menuju ke kamarnya. Tubuh kekar serta wajahnya yang tampan, ia sudah percaya diri sekali untuk memiliki gadis kecil, cinta pertamanya.

Saat di dunia mafia banyak para perempuan yang terpesona dengannya. Hanzel rasa gadis tadi pun akan terpesona juga jadi, tidak masalah bukan? Itu adalah hal gampang. Faaz dan orang tuanya hanya mempersiapkan dekorasi pernikahannya saja, masalah gadis itu dirinya yakin 100% jika gadis kecil yang ia tidak tahu namanya itu mau menikah dengannya namun, jika tidak mau tinggal di paksa saja.

"Maaf kan saya tuan besar nyonya besar, mungkin ini karena saya. Namun maksud saya kepada tuan muda bukan seperti itu, sepertinya tuan benar-benar tertarik dengan gadis ini. " ucap Faaz memberi tahu.

"Apakah kau sudah mencari tahu tentang gadis itu? " tanya Damian kepada asisten putranya.

"Sudah tuan besar, anak buah saya akan mengantarkannya sebentar lagi. " jawab Faaz, ia sudah memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu dengan cepat.

"Kalau boleh tau, apakah gadis yang di bicarakan oleh Hanzel adalah seorang model kecantikan ternama? " tanya Merry yang masih penasaran sebab kata yang keluar dari mulut Hanzel adalah 'Cantik'.

"Tidak nyonya besar, gadis itu masih sekolah. Mungkin usianya sekitar 17 tahun. "

"APA??? " teriak Merry dengan wajah kaget.

"Sayang kamu jangan teriak-teriak, nanti wajahmu keriput jika kebanyakan marah. "

"Kau mendoakanku keriput!? " kesal Merry.

"Bukan begitu sayang. "

"Apa? Aku jelek!? Huh awas kamu! "

"Hei mau kemana? " teriak Damian ketika istrinya berdiri pergi meninggalkan mereka.

"Huff sabar Dami sabar. "

"Hah pertengkaran rumah tangga. " batin Faaz.

"Anggap saja kamu tidak melihat apapun Faaz. " ucap Damian menatap tajam asisten putranya itu.

"Saya tau tuan, saya tidak melihat apapun tadi. " jawab Faaz dengan tegas.

Seorang berpakaian hitam berjalan dengan langkah tegapnya memasuki ruang makan, membawa satu map di tangannya.

"Tuan besar, tuan Faaz ini berkas yang anda minta. " ucapnya membungkukkan badan dengan sopan

"Baiklah terimakasih. " ucap Faaz menerima map dari tangan bawahannya.

"Kau... Boleh pergi. "

"Baik tuan. "

Faaz memberikan mapnya kepada Damian, pria paruh baya yang tetap tampan dan gagah itu menerima map dari Faaz dengan cepat.

"17 tahun? "

Damian benar-benar tidak percaya jika putranya menyukai seorang gadis muda, jika sudah begini mana bisa dirinya ikut mencampuri. Ketika Hanzel mengatakan A maka akan tetap A tidak akan berubah ke B.

"Faaz apakah aku benar-benar akan menjadi gila? " ucap Damian memijat kepalanya yang tiba-tiba saja merasa pusing.

"Aku senang jika akhirnya putraku bisa suka terhadap seorang perempuan, tapi bukan gadis remaja seperti ini. Bukankah Hanzel terlihat seperti om om pedofil? " lanjut Damian tak habis fikir dengan permintaan sang putra yang di luar nalar.

"Siapa yang daddy bilang Om-om pedofil? Umurku tidaklah setua itu. " sangkal Hanzel yang baru saja turun dari atas tangga.

"Hanzel kamu yakin dengan ucapanmu? Perempuan ini... tidak lebih tepatnya gadis ini masih bersekolah, umurnya baru 17 tahun Hanzel. " ucap Damian memberi tahu putranya, siapa yang tahu mungkin saja Hanzel bisa berubah pikiran.

"Aku tidak perduli. "

Hanzel langsung pergi dari situ, bagaimana pun caranya ia harus memiliki gadis itu. Hanzel tidak mengerti saat melihat gadis itu, dirinya langsung tertarik saja, cinta ataukah obsesi? atau hanya sekedar penasaran? Hanzel tidak perduli yang penting ia harus mendapatkannya.

"Kamu cari tahu bagaimana caranya agar gadis ini mau untuk menikah besok. " ucap Damian menatap Faaz dengan penuh harap.

"S-sa saya tuan? " gagap Faaz.

"Siapa lagi? Aku? "

"Tidak tuan tidak, baiklah. " pasrah Faaz.

Faaz masih berdiri di samping meja seakan ragu ingin mengatakan sesuatu. Damian yang menyadarinya pun menatap bingung.

"Masih ada yang mau kamu bahas? " tanya Damian memastikan sesuatu.

"Tuan besar, saya tidak bisa berjanji untuk membawa calon nona muda besok. Apa pernikahannya benar-benar akan di lakukan besok? Setidaknya beri saya waktu untuk memastikan jika Nona Dira mau menikah dengan tuan muda Hanzel, tiga hari tuan, beri saya waktu tiga hari." ucap Faaz dengan wajah tegasnya.

"Untuk itu... " Damian terdiam beberapa lama namun, setelah di pikir-pikir kembali apa yang dikatakan oleh Faaz ada benarnya juga.

"Baiklah tiga hari, aku akan membicarakannya dengan Hanzel nanti. "

"Terimakasih tuan besar, kalau begitu saya pamit. " ucap Faaz membungkukkan badannya sedikit dan berlalu dari ruang makan.

Seorang gadis remaja memasuki gerbang rumah sederhana yang terlihat rapi, ia mengambil kunci rumahnya dan memasuki kedalam.

"Ah capek sekali. " ucap Dira mendudukkan tubuhnya ke atas kursi.

Glancea Adira Umaiza , gadis remaja berusia 17 thun yang menduduki bangku SMA kelas 3. Ia hidup sebatang kara, orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang merenggut seluruh keluarganya kecuali dirinya. Usianya masih 13 tahun saat itu, namun dirinya sudah harus di tuntut mandiri untuk serba bisa.

Saat ini hari sudah sore, jam menunjukkan pukul setengah 3. Dira membersihkan tubuhnya yang terkena sinar matahari sehingga meninggalkan bau yang tidak enak. Ia berjalan ke arah kamar mandi yang letaknya di belakang dekat dapurnya.

Rumah yang di tempatinya memang tidak besar namun, hanya ini harta peninggalan satu-satunya dari orang tuanya. Mereka bukan orang kaya tapi juga tidak bisa di bilang orang miskin, dulu mungkin semua yang Adira mau dengan gampang bisa di dapat.

"Humm harumnya, pasti enak. " ucapnya dengan girang sembari mengaduk tumis cumi di dalam wajan.

Setelah itu Dira meletakkan hasil masakannya kedalam piring dan di sajikan di atas meja makan. Tidak setiap hari Dira bisa makan enak seperti ini, dirinya sadar betul untuk lebih sering berhemat karena warisan yang di berikan kedua orang tuanya sudah mulai menipis juga.

Dira mengambil nasi serta sedikit cumi, sisanya untuk makan malam nanti. Sehabis ini ia ingin membersihkan halaman depan karena tadi ketika di lihat sudah banyak sampah yang bertebaran, Dira tidak mau rumahnya terdapat banyak sarang nyamuk.

"Ternyata capek juga ya. " ucapnya dengan nafas tersendat-sendat.

Ia sudah selesai membersihkan sampah yang bertebaran tadi, lalu memilih duduk sebentar di ayunan yang talinya di ikat ke pohon.

"Dira habis bersih-bersih ya. " sapa salah satu tetangganya dengan ramah.

"Eh iya buk. " jawab Dira dengan tersenyum.

Dulu saat masih 13 tahun, ia masih belum terlalu bisa mengurusi keadaan rumahnya sendiri maka dari itu sebagai tetangga terkadang membantu dengan ikhlas tanpa meminta imbalan darinya. Dira merasa beruntung memiliki tetangga yang menyenangkan.

"Wahh rajinnya. "

"Hehe tidak juga, Dira hanya kebetulan ingin membersihkannya buk. " ucap Dira dengan malu-malu.

Perempuan yang usianya tidak muda itu tersenyum mendengar perkataan Dira, gadis kecil yang malang pikirnya.

"Ya sudah, ibu duluan ya, mari. " pamit tetangganya.

"Iya, kapan-kapan main ke sini buk. " ajak Dira ingin menjamu.

"Kalo sempet ya Ra, akhir-akhir ini lagi sibuk soalnya. "

"Hehe iya buk. "

Senyum di wajah Dira perlahan luntur ketika mengingat kembali keluarganya, ia tidak menangis hanya saja menyesali kenapa harus dirinya yang menghadapi ini semua.

Dira akan terus berusaha, dia tidak akan pernah menyerah! Walaupun dijalani sambil nangis darah pun.

"Keuangan udah mulai menipis, apa aku cari pekerjaan saja ya? " tanya Dira pada dirinya sendiri.

"Tapi mau kerja apa? Adakah yang mau menerima anak sekolah bekerja. "

Dira sangat bimbang, apa yang harus di lakukannya untuk kedepannya. Mungkin satu tahun kedepan masih cukup jika ia lebih bisa berhemat.

"Papa, Mama... Dira rindu kalian, kenapa kalian tidak mengajak Dira saja? "

Rencana yang gagal

Faaz berdiri lama di depan rumah sederhana yang jauh dari kata mewah, sebetulnya ia ragu untuk datang ke sini namun, apalah dayanya yang hanya menjadi bawahan dari tuan besarnya.

Sedari tadi yang di lakukan Faaz hanyalah berdiri dan berjalan mondar mandir di depan rumah Adira, ia bingung bagaimana menjelaskan kepada perempuan yang tuannya inginkan itu.

"Bagaimana ya caranya agar bisa masuk? Aku harus jadi apa? Berpura-pura menjadi tetangga baru atau tukang sampah? " Faaz melihat sebuah gundukan daun-daunan kering yang terlihat habis di sapu.

"Ah mana mungkin aku menjadi tukang sampah, ketampananku tidak cocok untuk melakukan itu, jika bukan karna tuan besar dan tuan muda mana mau aku melakukan hal begini. "

"Ayolah Faaz berpikir, bagaimana caranya agar kamu bisa menemui Adira. "

Lama Faaz berdiri memikirkan rencana dadakannya itu. Hingga tidak lama kemudian matanya menatap keberadaan seseorang yang mungkin bisa ia tanyai sesuatu nanti.

"Permisi, apakah yang punya rumah ada? " tanya Faaz memberhentikan salah satu perempuan paruh baya yang lewat.

Lama perempuan itu tidak menjawab, malah seakan-akan tatapan perempuan paruh baya di hadapannya ingin menelanjangi dirinya saja.

Tatapan curiga di layangkan ke arah Faaz, hingga membuat dirinya menjadi canggung.

"Kamu siapa? " tanyanya dengan tatapan curiga.

"Saya? I-itu.. " duhh aku harus jawab apa batin Faaz.

Setelah mendapatkan sebuah ide Faaz tersenyum menatap perempuan paruh baya itu.

"Saya temannya no- maksud saya Adira buk, kedatangan saya ke sini ingin bertamu. " ucap Faaz masih dengan senyumnya berusaha untuk ramah

"Apakah ibu tau Adira? Rumahnya terlihat sepi saya takut nantinya akan mengganggu jika langsung mendatanginya. " ucap asal Faaz, apapun yang ada di pikirannya maka akan ia keluarkan.

"Yang tinggal di sini itu seorang gadis perempuan sendiri, tidak pantas seorang laki-laki mendatangi rumah gadis perempuan. Kamu mau macam-macam ya? " tuduh ibu-ibu yang tidak mempercayai perkataan Faaz.

"Lagian setahu saya Adira tidak pernah punya teman seperti kamu. "

Pantaskan jika ibu paruh baya itu menebak? Di lihat dari usia serta pakaian Faaz yang harganya bukan main. Mana mungkin anak sekolahan memiliki seorang teman yang seperti ini.

"Ehh tidak nyonya tidak s-saya.. "

"Udah gak usah cari alasan dan pembelaan ya. " ucapnya dengan galak

"Pergi dari sini cepat! " lanjutnya dengan mata yang melotot mengerikan ke arah Faaz

"Saya teriakin nih ya!? Dasar laki-laki gila! "

"Tolong..."

Perempuan paruh baya itu memukuli Faaz menggunakan sapu lidi yang di pegangnya sambil berteriak.

BUGH

BRUk

"Aduh... Bentar buk saya bisa menjelaskannya. Awsh.. Aw... " teriak Faaz, ia berusaha melindungi badannya dari pukulan yang di layangkan perempuan paruh baya di depannya ini.

"Pergi gak? Pergi... Dasar brengsek! "

Faaz yang panik pun langsung berlari menuju mobil setelah di ancam begitu, bisa habis ia jika di tuduh yang tidak-tidak. Faaz langsung menjalankan mobilnya menuju ke mansion dengan kecepatan paling cepat meninggalkan kediaman Adira.

"Siapa orang itu, awas saja jika macam-macam lagi. " geram perempuan paruh baya itu.

Di dalam mobil Faaz memikirkan bagaimana caranya mengajak Adira agar mau datang berkunjung ke kediaman Damian. Sepertinya Faaz harus memberi kabar terlebih dahulu kepada sang tuan.

"Agrhh sakit sekali badanku, sial. " gerutu Faaz.

Faaz mengambil Handphonenya dan melakukan panggilan kepada Hanzel.

"Hallo tuan. "

"Bagaimana? " tanya antusias dari sana.

"Maaf tuan saya gagal, bahkan belum sempat bertemu dengan nona Adira. " sesal Faaz.

"Bodoh! "

"Hal seperti ini kamu tidak dapat menyelesaikannya, tidak berguna! "

Faaz meringis mendengar umpatan dari sebrang sana, jika ia berada berhadapan dengan sang tuan pastilah nyalinya akan ciut sekarang.

"Maaf tuan, tapi saya akan mencobanya kembali. "

"Ya bagus, kau boleh istirahat karena hari juga sudah malam. Lanjutkan besok. " ucap Damian.

"Baik tuan besar, terimakasih. "

Untung saja mental Faaz masih aman, jika dia bukan orang terlatih sudah bisa di pastikan bahwa dirinya akan terkena tekanan batin setiap hari.

"Baru kali ini aku tidak bisa menyelesaikan apa yang diperintahkan oleh tuan, aku rasa ini adalah misi yang sangat sulit. " ucap Faaz dengan tampang menyedihkan.

Sedangkan di sisi lain Buk Mirna yang merupakan perempuan paruh baya yang bertemu dengan Faaz tadi menghampiri rumah Adira.

"Hah, aku harus memberi tahu Adira agar dia bisa lebih berhati-hati. "

Tok

Tok

Tok

"Assalamualaikum, Dira.. " panggil buk Mirna.

Adira yang sedang menonton drama korea di dalam kamarnya segera bangkit dan menuju ke arah pintu, ia terlebih dahulu melihat keluar melalui kaca jendela untuk memastikan jika itu bukan orang yang berniat jahat.

"Buk Mirna. " gumam Adira dengan heran.

"Assalamualaikum, Adira... " kali ini buk Mirna sedikit mengeraskan suaranya.

"Waalaikumsalam. " jawab Adira.

Adira langsung membuka pintu dan mempersilahkan buk Mirna untuk masuk namun, buk Mirna berkata hanya ingin menyampaikan sesuatu sebentar saja.

"Dira, tadi ibu bertemu dengan seorang pria yang terlihat dari pakaiannya seperti orang kaya. " ucap buk Mirna.

Adira yang mendengar pun mengerutkan keningnya tidak paham. "Maksudnya gimana ya buk? " tanya Adira.

"Orang itu mencarimu Dira, tadi ibu memperhatikannya dari rumah karena gelagatnya yang mencurigakan. Jadi, ibu memutuskan untuk berpura-pura lewat di depannya dan ternyata tebakan ibu benar, ia mencarimu. Setelah ibu tanya-tanya dia siapa, dia hanya diam tidak bisa menjawab. " jelas buk Mirna dengan panjang lebar.

"Mencariku? Buk Mirna gak salah denger? "

"Gak Dira, ibu gak bohong. Ibu hanya takut dia berbuat macam-macam karena terlihat ia seperti gelisah seperti penjahat takut ketahuan, ibu takut dia melakukan hal buruk padamu. " ungkap ibu Mirna yang menjelaskan kekhawatirannya.

"Umurnya seperti sekitar 27-30, seperti om-om, badannya sangat besar dan mengerikan. Untung aja ibu tadi bisa pukul pake sapu. " lanjut Ibu Mirna.

Adira adalah gadis baik, buk Mirna tahu betul itu. Kedua orang tua Dira juga sangat baik kepadanya ketika ia mendapat kesulitan di masa lalu, sekarang waktunya ia membalas kebaikan itu dengan ikut menjaga Adira dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya.

"Tapi Dira gak ada temen om-om buk, temen Dira juga bukan dari keluarga berada yang punya mobil. " jelas Dira mengerutkan keningnya bingung.

Muncul kekhawatiran di hatinya takut orang itu kembali datang dan perkataan ibu Mirna benar adanya. Apa ada orang yang sengaja ingin mencelakai dirinya? tapi siapa pikir Adira dengan kalut.

"Kamu harus jaga diri baik-baik Dira, saat malam sebaiknya kamu pastikan rumah kamu aman dan sudah terkunci. Jika ada sesuatu hal atau masalah berceritalah kepada ibu, sebisa mungkin ibu akan bantu kamu. " buk Mirna menatap Dira dengan perasaan tulus.

Dira yang melihat pun ikut merasa terharu dengan perkataan buk Mirna. "Terimakasih buk, Dira beruntung banget karena ibu sudah banyak membantu Dira selama ini. Dira gak tau harus balas pake apa perbuatan baik buk Mirna. "

"Untuk masalah jaga diri, insha Allah Dira akan berusaha sebisa mungkin menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik. " lanjut Dira sambil menintikkan air matanya terharu dengan kebaikan yang di berikan tetangganya.

"Sudah jangan menangis, ibu pamit pulang dulu ya. Pintu rumah dan jendela-jendelanya jangan lupa di periksa dulu sebelum tidur. " pesan buk Mirna.

"Iya buk, terimakasih. " ucap Dira dengan sangat tulus.

Buk Mirna hanya menjawab perkataan Dira dengan senyuman, buk Mirna tidak mempunyai anak perempuan wajar jika ia begitu menyayangi Dira.

Setelah Dira melihat kepergian buk Mirna, suasana rumahnya kembali sepi. Ia segera menutup gorden beserta memastikan pintu dan jendela tertutup rapat sempurna.

"Kok aku jadi takut ya? Duhh. "

Mengulang perkataan buk Mirna membuat sedikit kekhawatiran di wajah Dira, ia hanya tinggal sendiri jadi bisa takut kapan saja.

"Huff tenang Dira, serahkan semuanya kepada Allah. " ucap Dira memejamkan matanya lalu menghembuskan nafasnya perlahan.

Menjelang malam Dira belum juga bisa tertidur, setiap mendengar pergerakan ia selalu membuka mata dan memastikan itu bukan orang yang berniat jahat. Hatinya begitu gelisah saat ini, padahal besok ia harus sekolah.

"Huff ayo tidur dong, matanya gak mau nutup sih. " kesal Dira.

Klek.

DEG

Jantung Dira berdebar mendengar suara, ia memperjelas kembali pendengarannya. Suara apa itu? Hantu? Tidak mungkin, lagipula Dira tidak takut.

"Suara apa ya? " tanyanya pada diri sendiri.

Hening, Dira mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang karena takut. "Siapa di sana? "

Meong!

"Kucing ternyata. " helaan nafas lega terdengar dari mulutnya.

Menjelang pagi, barulah Dira bisa menutup matanya menuju ke alam mimpi meninggalkan kegelisahan dan ketakutannya sendiri.

Di sisi lain Damian berusaha memberi pengertian kepada putra satu-satunya itu, walaupun kemungkinan sangat kecil Hanzel bisa menerimanya.

"Daddy gimana sih? Aku maunya besok dad. " ucap Hanzel dengan nada kesal.

Ya, Damian sudah menceritakan semuanya kepada Hanzel tentang Adira. Walaupun Damian tahu jika Hanzel akan marah namun, ia harus tetap mengatakannya.

"Kau itu! Hanzel dia itu masih kecil, masih remaja pasti pemikirannya juga sangat dangkal. Ayolah jangan begini pikirkan bagaimana jika nanti ia mengaggapmu menculiknya? Pasti ia akan berpikiran buruk padamu. "

Damian menatap tajam ke arah putranya, Damian tau Hanzel bukan seperti kebanyakan pria. Putranya itu selama ini banyak berkecimpung di dunia bawah, tidak mengenal cinta, masa remaja ataupun tentang dunia luar yang lebih kejam dari dunia bawah.

"Lalu aku harus bagaimana? " ucap frustasi Hanzel.

"Kau yakin menginginkan pernikahan itu? Siapa tau itu hanya perasaan singgah sesaat. Daddy tidak mau jika nantinya kamu hanya mempermainkannya, daddy tidak suka. " ucap Damian dengan tegas.

Hanzel diam tidak menjawab, ia tidak memikirkan sampai ke situ. Hanzel menyukainya, ingin memilikinya ia tidak tahu apakah itu yang namanya cinta.

"Aku yakin dad. " jawab Hanzel dengan mantap.

"Dan aku menginginkan pernikahan itu secepatnya! " lanjut Hanzel dengan wajah serius.

"Kau harus bersabar! Biarkan Faaz menjalankan rencananya, jangan memaksa gadis itu dia masih kecil daddy kasian dengannya. " ucap Damian dengan jujur.

Bukannya membela putra kandungnya malah membela orang lain, Hanzel menghela nafasnya kasar. Hanzel bukan tipe orang penurut dan sabar, ia adalah orang yang tidak suka di kekang dan emosi dengan hal-hal kecil.

"Baiklah, tapi jika Faaz tidak bisa membawanya kepadaku, maka aku yang akan turun tangan. Daddy tidak berhak melarangku saat itu. " ucap Hanzel dengan tegas.

"Good luck boy! " tepuk Damian di pundak Hanzel sebelum meninggalkan putranya itu.

"Huh! Aku akan memastikan jika kamu harus mau denganku. " sarkas Hanzel dengan senyum miring yang tersungging.

"Ya, hanya milikku. "

Damian kembali ke kamarnya, dimana Merry masih mengambek pasal kata 'keriput' sore tadi. "Baby. " panggil Damian.

Ia langsung memeluk Merry dari belakang, umurnya memang sudah tua namun jangan tanyakan cintanya pada sang istri. Tentu saja Damian lebih menyayangi Merry melebihi ia menyayangi Hanzel.

"Baby? Kau masih marah padaku hm? " tanya Damian sembari mengendus leher Merry.

Merry yang sedang memakai perawatan di wajahnya hanya diam tidak menjawab, ia menampik tangan Damian yang melingkar di perutnya.

"Awss... Sayang, oke aku minta maaf. " Damian mengalah.

"Awas Dad, ihh mommy mau keluar. " ucap Merry dengan wajah juteknya.

"No! "

"Dadddy! "

"Aku sudah minta maaf, kau jangan marah-marah. " ucap Damian.

Merry hanya diam tidak menjawab, ia sedang memakai masker. Merry tidak mau maskernya retak hanya karena hal sepele. Bisa jelek nanti wajahnya jika ia terlalu banyak marah, membayangkan itu saja Merry bergidik ngeri.

"Aku tidak bermaksud begitu sayang, bagiku kamu adalah wanita tercantik di hatiku. Aku minta maaf sayang. " bujuk Damian.

"Tidak. "

"Sayang, aku tadi hanya bercanda jangan kamu masukkan kedalam hati. Aku sudah pusing mengurus masalah Hanzel, ayo lah baby jangan membuatku bertambah pusing. Aku membutuhkanmu. "

"Hari ini Mommy mau tidur sendiri! " ucap Merry dengan mutlak.

Jika sudah begitu apalah daya Damian, ia hanya bisa menuruti perkataan istrinya itu.

"Lain kali aku tidak akan membuat masalah dengan istriku. " batin Damian menderita, ia membawa sebuah bantal dan selimut menuju ke arah kamar tamu.

"Tuan besar? " ucap Faaz menatap aneh ke arah Damian yang berdiri di hadapannya.

Damian terkejut melihat keberadaan Faaz, ia berdehem pelan seolah-olah tidak terjadi apapun. Mau di taruh di mana mukanya jika asisten putranya itu tau dirinya diusir oleh sang istri untuk tidur di kamar tamu.

"Kenapa kamu disini? " tanya Damian menatap Faaz berusaha agar tidak terlihat memalukan.

"Aahh itu hehe... Saya rasa saya akan tidur di sini malam ini tuan. " ucap Faaz dengan malu.

"Kamu pikir rumah ku penginapan. " ucap Damian dengan nada sarkas lalu pergi meninggalkan Faaz yang masih tidak percaya di situ.

"Apa itu? Tuan besar menyindirku? " tanya Faaz kepada dirinya sendiri.

Faaz tidak perduli ucapan dari Damian, karena sangat-sangat tau jika Damian hanyalah bercanda.

Saat akan mencari salah satu pelayan, kebetulan Faaz melihat pelayan paruh baya.

"Bik.. tolong buatkan saya kopi, lalu bereskan satu kamar tamu yang biasa. Malam ini saya tidur di sini. " ucap Faaz.

"Baik tuan, saya akan siapkan. "

Kemudiaan Faaz pergi menuju ke arah kolam renang, lalu duduk di kursi menghadap pemandangan kolam renang yang di hiasi lampu hias.

"Hahh, permintaan tuan muda karena mulut bodohku ini. "

Yang Sebenarnya

Di salah satu SMA, suasana terlihat sangat sepi, sebab jam pelajaran sudah di mulai kecuali seorang gadis yang berlari membuat kericuhan di tengah lapangan pada pagi itu.

"Stop Cea atau ibu akan menghukum kamu!! " teriak seorang guru membawa penggaris kayu yang panjang.

"Ibu Cantik, Cea hanya bercanda, jangan di ambil hati. " balas Glancea berteriak dengan nafas ngos-ngosan.

"Tidak akan ibu terpedaya sama kata-kata kamu ya! " teriak guru berkacamata itu dengan wajah menyeramkan menahan amarah.

"Ibu Cea janji tidak akan memanjat pagar sekolah lagi, ini terakhir kalinya. " ucap Cea yang masih terus berlari memutari lapangan tanpa merasa lelah.

"BERHENTI KAMU CEAAAAAAAAA...!!! "

Teriakan dari ibu Neli sungguh membuat telinga Cea terasa berdenging, rasanya seluruh penjuru sekolah ini pasti mendengar teriakan itu.

"Aduhh... habislah kamu Cea. " ucapnya kepada diri sendiri.

Setelah insiden tadi disini lah sosok Adira atau lebih tepatnya Glancea yang lebih banyak di kenal oleh guru dan para temannya. Glancea terduduk lesu mendengarkan segala nasehat yang gurunya itu berikan namun, ia tetap mendengarkan dengan seksama.

"Ibu pusing Cea, tingkahmu benar-benar membuat ibu habis kesabaran. "

"Kamu tidak lelah bolak-balik masuk ruang bk Glancea? " tanya ibu Neli dengan wajah lelah menghadapi satu anak muridnya ini.

"Tidak. " jawab Cea dengan tegas.

"Kamu tau apa kesalahan kamu? " tanya ibu Neli, ia merasa wajahnya akan benar-benar keriput.

Setiap hari bahkan dirinya sangat lelah dengan tingkah Cea, selama ini ia tidak terlalu memperlihatkan kelakuan Cea yang buruk kepada atasan sekolah karena kepintaran dan prestasi Cea lah yang menyelamatkannya.

"Ibu, Cea hanya telat sedikit saja. Tadi Cea kesiangan hehehe... "

Cea berusaha menunjukkan image baiknya dan menjelaskan alasan kenapa ia bisa terlambat. Hari ini benar-benar kesialannya, Cea tidak berniat untuk membuat masalah hanya saja memang kesialan menimpa dirinya. Dia bangun terlambat sebab semalaman menonton drama kesukaannya dn bahkan baru tidur di jam 3 pagi.

"Tapi tidak dengan cara memanjat pagar, bagaimana jika kamu jatuh hah!? " nada ucapan ibu Neli terdengar naik.

"Cea khilaf bu, maafin ya. "

"Cea, kamu ini pintar dan banyak sekali menaruh prestasi di sekolah ini. Apalagi kamu murid beasiswa, tolong jaga perilaku kamu nak. "

Setidaknya kata-kata itu lah yang sering terdengar di telinga seorang Glencea, apa masalahnya dirinya hanya merasa senang mengganggu guru-guru di sekolah ini.

"Cea tau ibu... " ucapnya dengan murung.

"Jangan membuat kesalahan yang bisa merugikan diri kamu sendiri. Inget Cea bagaimana nanti jika para petinggi sekolah mengeluarkan kamu dari murid beasiswa? "

"Jangan dong bu, kasian sama Cea. "

Terakhir Cea menunjukkan muka memelasnya yang membuat ibu Neli tidak jadi memarahi Cea. Cea tau ibu Neli sangat baik padanya, makanya ia berjanji mulai hari ini tidak akan membuat masalah lagi.

"Ya sudah kamu kembali masuk kelas! " perintah ibu Neli tidak mau di bantah.

Glancea cukup sadar diri, ia bersekolah di sini hanya mengandalkan beasiswa dan tidak mungkin jika dirinya membuat banyak masalah yang bisa merugikannya.

Jika beasiswanya di cabut Cea tidak akan bisa membayarnya, ayolah saat ini ia hanya bisa mengandalkan uang dari peninggalan orang tuanya untuk bisa bertahan hidup. Umurnya masih terlalu remaja untuk memikirkan bagaimana caranya ia bisa mendapatkan uang.

"Cea gimana bisa kamu masuk bk lagi, bisa-bisa nanti kamu di skors. " ucap Abila dengan khawatir.

"Apalagi kalo sampe beasiswa kamu di cabut, Cea jangan berbuat hal yang buruk lagi. " lanjutnya.

"Bila ga usah khawatir, Cea gapapa. " ucap Glancea dengan senyum manisnya.

Sungguh sangat cantik

"Jangan di ulangi lagi Cea, kalo kamu kenapa-kenapa aku juga ikut khawatir. " ucap Abila dengan penuh ketulusan.

"Aku ga akan maafin diriku sendiri kalo hal itu benar-benar terjadi. "

Abila adalah teman dari Glancea yang sangat setia, ada di setiap suka duka seorang gadis yatim piatu itu. Abila lah yang selalu membantu setiap kesusahan yang Cea alami.

Cea sudah seperti adiknya sendiri, Abila merasa ia benar-benar harus menjaga Cea.

"Iya-iya, udah ah ayok kita ke kantin. Aku laper banget. " ajak Glancea menarik tangan Abila keluar kelas.

Cea memang belum makan dari pagi, bagaimana mau makan dirinya saja telat bangun. Andai saja mamanya masih ada, ah sudah lah Cea tidak mau memikirkannya.

"Bik Marni, Cea pesan mie ayamnya tiga ya. " teriak Cea mengundang perhatian 5 orang cowok.

"Kita cuma berdua Cea. " ucap Abila, apakah Cea lupa? kenapa memesan banyak sekali.

"Bila, aku belum makan dari pagi tadi. Apa kamu benar-benar membiarkan aku mati kelaparan? "

Huh! Cea sangat pandai berbicara hingga membuat Abila yang mendengar percaya-percaya saja, bahkan Abila menatap kasihan ke arah Cea.

"Cea, apa uangmu habis? Jika memang ada masalah bercerita lah kepadaku. " ucap Abila.

"Haha... Bila apakah menurutmu aku benar-benar miskin? " Cea tertawa canggung menanggapi pertanyaan Abila.

"Ehh itu Glancea kan, uhh imutnya. Andai aja dia mau jadi cewe gue. " ucap Aldi dengan tatapan mesumnya.

"Heh gue tau ya tatapan lo Al, jaga tu mata. " ucap Zaki dengan nada tidak suka.

"Apaan sih kalian, malah berantem gara-gara cewe urakan kayak dia. Ga ada manis-manisnya tau ga. " sahut Widi dengan malas.

"Alah lo tu munafik banget, buta apa? Cewe selucu itu di bilang ga manis. " ucap Zaki tidak habis fikir.

"Lo yang buta, dimana-mana cantikan pacar gue. " ucap Widi dengan sombong.

"Hahhh? Maksud lo pacar lo yang dengan suka rela ngasih tubuhnya ke banyak cowo untuk dapet perhatian itu. "

Brakk

"Jaga ya ucapan lo! "

Widi yang terpancing emosi memukul meja dengan begitu keras dan menunjuk Zaki dengan tatapan bengisnya.

"Sekali lagi lo bilang gitu, habis lo! " ucap Widi memperingatkan Zaki dengan tatapan tajamnya.

"Lo ngerasa ya? Makanya emosi gitu, lo tu udah ke cuci otaknya sama cewe murahan kayak dia! "

Widi sudah mau mendekati Zaki namun segera ditahan oleh Andra yang tidak menginginkan keributan.

"Udah-udah kenapa jadi berantem dah, makan ngapa makan, ngapain ngurusin cewe. "

"Udah laper ini gue. "

Tatapan mata Darlen menyorot tajam ketempat Glancea duduk, gadis perempuan yang selalu menjadi bahan perdebatan teman-temannya. Apa menariknya gadis itu?

"Cih! "

"Apa Arr? " tanya Andra yang sepertinya sedikit mendengar suara dan di tanggapi dengan cuek oleh Darlen.

"Dihh di tanyain juga. "

"Gue do'ain bisu tu mulut. "

Mereka pun akhirnya melanjutkan makan dengan diam, sedangkan Glancea dan Abila yang sudah menyelesaikan makannya segera pergi dari kantin.

"Cea, ibu Weni memberikan kita tugas kelompok, untuk mempresentasikan makalah tentang lingkungan. " ucap Abila memberi tahu karena kan tadi Cea tidak masuk di jam mata pelajatan pertama.

"Hahh, guru menyebalkan itu memberi tugas lagi? Tugas yang kemaren bahkan belum selesai. " ucap Cea mengeluh dengan tugas yang diberikan sang guru killer.

"Aku merasa dia punya dendam dengan muridnya. " ucap Abila dengan kesal memanyunkan bibirnya.

"Mulut kamu mau di cium ya. " ucap Cea menatap geli ke arah Abila.

"Engga ya, enak aja. "

"Mirip seperti bebek! "

Kata-kata Cea sangat pedas!

"Kamu menyakiti hatiku Cea. " ucap Abila memegang dadanya dengan melebih-lebih kan.

"Kamu berlebihan. "

"Oh iya, kamu juga udah jarang sekali main kerumah, ayah sama bundaku merindukanmu Cea. " ucap Abila dengan nada merajuk.

"Bilang aja kamu ingin aku kerumah mu kan, dasar drama yang buruk. " ucap Cea, lalu ia berhenti menatap ke arah Abila.

"Ratu drama! " ejek Cea lalu berlari karena sebentar lagi temannya itu pasti akan mengamuk.

Senang sekali rasanya mengerjai temannya, hidup Cea sepi sehingga ia lebih suka keramaian.

"Iiihh Ceaaa... " rengek Abila dengan kesal menyusul Glancea yang sudah mendahului ke kelas.

Sedangkan di sisi lain, Weysa Companny perusahaan terkenal yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Tampak seorang pria dewasa yang sedang kesal karena ketidak berhasilan dari bawahannya dalam mendapatkan gadis yang dia inginkan.

"Cari tau informasi apapun tentangnya dan kabari aku secepatnya. " ucap Hanzel, ya laki-laki dewasa itu adalah Hanzel yang merasa tidak puas dengan hasil kerja Faaz.

"Tuan muda, saya sudah menyelidiki tentang nona Adira di tempat dia bersekolah, namun ternyata di sekolah itu tidak ada yang bernama Adira. " jelas Faaz.

"Apa-apaan itu, jelas-jelas kemarin aku melihatnya di SMA Bakti Husada itu. kamu jangan bermain-main denganku! " bentak Hanzel.

Faaz yang kaget dengan bentakan tuan mudanya hanya bisa mengelus dada dengan sabar.

"Tuan saya tidak berani untuk membohongi anda, tapi kenyataan yang saya dapatkan hanya sebatas itu. "

Hanzel terdiam dan berpikir, siapa sebenarnya gadis itu. kenapa sedikit sulit untuk mencari tau tentangnya.

"Kerahkan mereka untuk mencari tau. " ucap Hanzel yang menggunakan kekuasaan dunia bawahnya.

"Tuan apa tidak berbahaya? " tanya Faaz bertanya dengan sangat berhati-hati takut menyinggung kembali.

"Lakukan saja perintahku. "

"Baik tuan muda, saya akan melaksanakan. "

Faaz pergi meninggalkan Hanzel sendiri, sedangkan Hanzel diam-diam berpikir. Apa yang aku lakukan salah? Aku benar-benar jatuh cinta pandangan pertama kepadanya.

Apa salahnya Hanzel untuk memperjuangkan, ia masih mau berharap jika akan mendapatkan gadis itu. Dia punya segalanya, semua wanita akan bertekuk lutut kepadanya termasuk gadis itu bukan?

Tok... tok... tok

Hanzel tersadar dari lamunannya dan segera memperbaiki posisi tubuhnya.

"Masuk. "

Seorang perempuan dengan penampilan sopan dan memakai kacamata bulat itu masuk kedalam ruangan, ia membungkukkan badannya dengan sopan kepada Hanzel.

"Tuan Hanzel, sebentar lagi akan ada meeting dari perusahaan Jepang. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini. " jelasnya dengan sopan.

"Ini berkas yang sudah di siapkan. " lanjutnya.

"Ya, urus untuk menyambut mereka! "

Sesuai perintah Hanzel, asistennya yang bernama Andrea itu segera mengurus apa yang diperintahkan oleh Hanzel. Sedangkan Hanzel segera bersiap dan membaca kembali berkas yang di berikan oleh Andrea agar tidak ada kesalahan yang tidak diinginkan nantinya.

"Mommy jadi takut apa yang Hanzel lakukan salah. " ucap Merry menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya.

"Apa maksud kamu sayang, Hanzel sudah besar dan bisa menentukan baik buruk untuk kehidupannya sendiri. Kita tidak perlu khawatir. " ucap Damian berusaha membuat kekhawatiran Merry hilang.

"Daddy, gadis itu masih kecil sedangkan putra kita sudah dewasa. Menurutku lebih baik Hanzel mencari yang umurnya sesuai dengannya, apalagi gadis itu yatim piatu. Emm... Ditambah dia tidak setara dengan keluarga Weysa. " jelas Merry dengan berhati-hati.

"Keluarga kita tidak pernah memandang kasta, jika Hanzel mencintai gadis itu daddy tidak masalah. Kenapa mommy berbicara seperti itu? Kenapa membicarakan tentang kastanya? " terbesit rasa tidak suka Damian kepada sang istri.

"Bukan begitu daddy, mommy hanya khawatir jika keluarga besar kita menindas gadis itu. Daddy... Mommy sudah pernah merasakannya dan itu sangat menyakitkan. " ucap Merry dengan sendu karena nyatanya dulu dirinya juga hanya anak panti asuhan.

"Jika saja Mommy tidak di angkat oleh ayah untuk menjadi anaknya tidak mungkin sekarang kita bersama. Sedangkan gadis itu? Dia tidak punya siapa-siapa di belakangnya. Bukankah Hanzel akan jahat jika membawa gadis sepolos dia untuk berhadapan dengan keluarga besar kita? " lanjut Merry menjelaskan tentang ketakutannya.

"Suttt.. Daddy tidak ingin mendengar apapun, buktinya Mommy bisa bertahan sampai sekarang bukan. Melawan semua orang yang berani menindas keluarga kita, Daddy juga yakin jika gadis itu bisa ditambah Hanzel pasti akan selalu melindunginya. Mommy kita serahkan semuanya kepada Hanzel, biarkan dia bahagia selama ini putra kita sudah menderita. " ucap Damian memeluk istrinya yang mulai menangis mengingat bagaimana dulunya Merry di perlakukan di keluarga Weysa.

"Sudah sayang, kita percayakan semua kepada Hanzel. Daddy yakin dia pasti bisa mengurusnya. "

Hanzel yang memasuki ruang keluarga merasa aneh dengan kedua orang tuanya yang asik berpelukan itu. Saat melihat Merry menangis mau tidak mau Hanzel menjadi ikut khawatir dan segera mendekati kedua orang tuanya.

"Mommy kenapa? " tanya Hanzel menatap keduanya.

"Ehh kamu sudah pulang sayang, Mommy tidak apa. Apa kamu sudah makan? Ayo Mommy sudah memasakkan makanan kesukaanmu. " ucap Merry segera berdiri menarik lengan putranya dan merangkul menuju ke arah ruang makan.

Sedangkan Damian yang masih di situ merasa kesal karena istrinya melupakan dirinya. "Dasar pengganggu! " ucap Damian dengan geram.

Damian segera menyusul kedua orang yang menjadi permata di hatinya. Saat sampai di meja makan Damian duduk dan hanya diam memperhatikan istrinya yang sangat memanjakan putranya, Damian benar-benar terlupakan!

"Sayang kamu melupakan suamimu. " ucap Damian merajuk.

Merry yang mendengar pun mendengus geli, namun segera menyiapkan makanan untuk Damian.

"Daddy kamu benar-benar kekanakkan. "

"Tidak perduli, kamu merebut istriku Hanzel. "

"Dia ibuku! " ucap Hanzel dengan malas

Selalu saja begitu, Daddynya tidak menyukai dirinya dekat dengan sang mommy.

"Tapi dia istriku Hanzel, kamu cari saja istri sendiri. Mommy mu istriku dan dia hanya boleh melayani ku! " ucap Damian dengan ketus.

"Aku sedang mengusahakannya membawa calon istriku ke sini daddy. "

"Apa kalian akan terus berdebat? Jika iya, aku akan pergi ke kamar saja! "

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!