NovelToon NovelToon

That Time One Class Summoned In The Another World

Arc I : Panggilan Pahlawan

Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.

Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.

Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧

_________________________________________

Cahaya memudar dengan cepat saat kegelapan mulai menelannya. Wajah Kiriga Shin terpaku melihat gadis berambut pirang ketakutan saat ia menatap cahaya yang hilang di atasnya. 

Shin melepaskan tangan kirinya dengan putus asa ke cahaya, sambil merangkul gadis itu masuk ke dalam dekapannya. Gadis itu merasa bagian bawahnya tegang saat mereka jatuh dengan bebas melalui kegelapan.

Jurang dimana mereka sudah terjatuh begitu dalam, sehingga rasanya seakan terjatuh ke lubang neraka. Dan cahaya yang dia lihat adalah portal bagi dunia orang hidup. Karena seseorang yang ia ikuti, gadis menjatuhkan air mata besar-besaran saat dia mulai menjelajahi dungeon.

Lubang itu sangat dalam sehingga mereka terus terjatuh setelah tusukan kecil cahaya itu menyusut sia-sia. Seluruh hidupnya melintas di depan matanya, tanpa suara sama sekali kecuali angin yang menderu-deru jatuh menuju kedalaman jurang di bawahnya. Tidak ada satupun yang dapat menolong mereka, satu-satunya harapan adalah hidup atau mati.

Sebelum benar-benar menyentuh dasar labirin, setidaknya ia ingin meminta maaf kepada sahabatnya karena ia tidak mampu menepati janjinya. Namun kesempatan itu telah hilang ketika Kiriga Shin mulai menyerah dan berpikir bahwa ini mungkin saja sebuah takdir.

Mari kita kembali sejenak dan menceritakan bagaimana seorang lelaki muda Jepang menemukan dirinya berada di dunia yang terlalu kejam dan tidak berperasaan untuk kata "fantasi" menjadi deskripsi yang akurat. Bagaimana pun, kejadian mengerikan dan tidak adil yang dia alami, dan masih dialami, sedikitpun kehilangan harapan dan impian indah yang mereka bayangkan saat mereka mendengar kata itu.

Prolog : Akhir Dari Hari Biasa (Part 01)

Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.

Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.

Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧

_________________________________________

Hari itu adalah senin. Hari yang sangat melelahkan dan menyedihkan dalam seminggu. 

Seperti biasa Shin datang lebih akhir dari yang lainnya, orang berpikir kalau dia selalu terlambat untuk datang ke sekolah karena begadang. Namun nyatanya, ada beberapa faktor yang harus ia hindari.

Setelah libur panjang berakhir, pada bulan april ini Shin mulai memasuki tahun ajaran baru di tahun keduanya. Untuk memulainya, Shin harus mengikuti upacara pembukaan dan resmi menjadi kakak kelas.

Akan tetapi, Shin sengaja tidak mengikuti upacara pembukaan tersebut pada tahun ini. Seperti yang dikatakan tadi, ada beberapa faktor yang harus ia hindari.

Selama perjalanannya menuju sekolah adalah pemandangan yang tidak pernah berubah, tidak menawarkan apapun yang menarik. 

Secara umum di Jepang, metode orang pergi ke sekolah terdiri dari dua varian dasar. Jalan kaki, atau bersepeda.

Jarak jalan kaki dari rumahnya Shin ke SMA tidak terlalu jauh, jadi ia masih bisa meluangkan waktu dalam perjalanan, tapi ketika ia harus bekerja setelah pulang sekolah, Shin cenderung menggunakan sepeda.

Namun ada pengecualian, misalnya saat cuaca buruk dan beberapa hal yang mengganggu dirinya di sekolah. Jadi ia harus menghindari itu.

Shin berjalan menjauh dari persimpangan lampu merah dengan deretan bangunan di belakangnya saat gedung sekolah yang ia kenal mulai terlihat.

Saat di depan pintu gerbang sekolah, ada dua orang siswa berseragam sama, yang satu dengan tubuh besar dan satunya lagi memiliki tubuh yang tinggi. Keduanya memiliki postur tubuh yang terlatih dan bukan tandingan sama sekali bagi seorang Kiriga Shin. Tidak salah lagi, dua orang siswa tersebut merupakan kenalan Kiriga Shin.

Mereka adalah teman sekelasnya Shin yang suka membolos dan sering mengintimidasi dirinya karena dia terlihat lemah. Meski begitu, Shin memang tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan berakhir untuk menuruti mereka daripada sakit.

Dari depan pintu gerbang sekolah, seseorang memanggil Shin dengan suara lantang.

"Oh, bukankah kau Kiriga?"

Ah, tamatlah.

Mendengar suara itu, tangannya merasa gemetar dan memaksa senyum tipis sedemikian rupa agar wajahnya tidak terlihat seperti kesal atau khawatir.

Seharusnya ia sudah sadar, bahwa mereka tidak akan pernah melewatkan dirinya meskipun ini larut dari jam sekolah. Shin sengaja terlambat demi menghindari peristiwa pagi seperti ini. Tapi mereka dengan keras kepalanya menunggu kedatangan Shinnya.

"A-ah, Tanishiro-kun… dan Yorikita-kun juga."

"Yahoo, seperti biasa kau sering terlambat ya?"

Salah satunya temannya, Tanishiro memperlihatkan senyuman yang jahat seperti ingin melakukan aksi tindakan kriminal. Shin terlihat sedang menghindar tetapi ia tidak dapat kabur ataupun mengabaikan permintaan dari teman-temannya. Jika tidak, maka ia akan masuk kelas dengan rasa sakit.

"Y-yah, apa boleh buat."

Pertukaran sepihak. Shin memberikan sebagian uang sekolah kepada Tanishiro.

Tanishiro tersenyum lebar. 

"Maaf, ya." 

"Woh, Masbro kita bang Kiriga memang hebat!" Puji Yorikita.

"Nanti bakal kami kembalikan. Suatu saat nanti, cepat atau lambat, mungkin. Jika ada orang nyebelin di sekolah, kasih tau kami, ya. Biar kami yang hajar!"

Orangnya sudah ada di depanku.

"O-oh, terima kasih."

"Sampai jumpa nanti! Kiriga-kun."

Tanishiro dan Yorikita keluar dari gerbang sekolah dan membolos. Mereka terlihat tampak senang, namun disisi lain mereka seperti sedang mencari seseorang untuk dihajar. Itu yang membuat Shin agak takut dengan mereka.

Sesampai di kelasnya. Shin langsung mengambil tempat duduknya mengabaikan berbagai opini yang memberikan tatapan mengerikan oleh teman sekelasnya.

Mengapa semua siswa membenci Shin? Jawabannya cukup sederhana. Shin lebih dekat dengan gadis primordial terpopuler di kelasnya. Shirasaki Nene. 

Jika membicarakan tentang Shirasaki Nene. Dia adalah gadis yang baik dan berhati lembut. Entah kenapa, Nene lebih banyak tersenyum begitu tulus saat melihat atau berada di dekat Shin.

Seperti biasa, Shin hampir tidak berhasil tiba tepat sebelum bel untuk periode pertama berdering. Entah bagaimana, dia berhasil menenangkan tubuh yang kurang tidur dan membuka pintu ke ruang kelasnya. Dia mendapati dirinya berada di ujung yang menerima banyak tatapan mencemooh dan decakan kesal dari mayoritas siswa begitu dia menginjakkan kaki di kelas. Tak satupun siswi tampak terlalu senang melihatnya. 

Akan Bagus jika mereka hanya mengabaikannya, tapi juga memberi tatapan menghina. Shin melakukan yang terbaik untuk mengabaikan teman sekelasnya dan pergi ke tempat duduknya. Tapi seperti biasa, ada beberapa siswa yang tak bisa menahan kesempatan untuk mengganggunya.

"Yoo, Kiriga-kun! Begadang semalaman sambil bermain eroge lagi?"

"Wow menjijikan. Si perusak menjijikkan macam apa yang begadang sepanjang malam sambil bermain eroge?"

Semua lelaki tertawa lebar, entah bagaimana seolah-olah mereka menemukan pernyataan itu lucu. Siswa yang satu adalah Orihara. 

"Segera hentikan itu. Sebentar lagi kelas akan dimulai, jadi kembalilah ke tempat duduk kalian."

"Cih, ketua kelas sialan!"

Amanogawa Jun. Ketua kelas yang sangat hebat. Dia mengatakan sesuatu yang menakjubkan. Sebagian siswa tidak dapat menemukan kata-kata untuk membantah dirinya.

Karena peringatan dari Amanogawa, Orihara beserta grup yang bersamanya menjauh dari tempat duduk Shin dan kembali ketempat duduk mereka.

Dari kejauhan, ada beberapa gadis dikelas memang melihat ke arah mereka dimana tatapannya yang kagum hanya tertuju pada Amanogawa Jun. Akan tetapi, Amanogawa tidak menyadari hal itu. Justru yang menyadarinya adalah Kiriga Shin, segera mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berterima kasih kepada Amanogawa.

"Amanogawa-kun, terima kasih."

"Kau tidak perlu berterima kasih. Lagipula, ini adalah tugasku sebagai pemimpin di kelas ini."

Kau benar-benar memiliki banyak keberanian. Dan kau bahkan berbicara tentang sepak bola. Setelah berbicara tentang sepak bola dengan ungkapan yang menyegarkan itu, popularitasnya dikalikan 2 kali, tidak, 4 kali. Lihat, lihat, semua gadis di dekat Amanogawa memiliki hati di mata mereka.

Seperti ini, Amanogawa Jun menjadi tokoh sentral kelas, dan mungkin akan menarik perhatian semua orang sampai kita lulus.

Shin tersenyum kecut. 

"Kau benar-benar hebat, Amanogawa."

"Eh?"

Jauh di lubuk hatinya, ia juga ingin menjadi sosok seperti Amanogawa Jun. Dia benar-benar memiliki banyak keberanian untuk bicara dan terbuka dengan siapa saja.

"Jun, bisakah kau ajari aku mengerjakan tugas ini?"

"Ah… maaf. Sepertinya aku harus kesana. Sampai nanti dulu, Kiriga-kun."

Shin mengangguk paham. 

"Tidak apa-apa."

Selain memiliki keberanian, Amanogawa Jun memiliki wajah sempurna dan juga memiliki sifat yang agak baik dari murid yang lain. Mungkin lebih terlihat mencerminkan sebagai ketua kelas. Mau bagaimana pun, Amanogawa adalah orang yang tidak pernah bosan untuk sibuk.

Amanogawa beranjak pergi dari tempat duduknya Shin. Sementara itu, tidak lama kemudian, seorang gadis datang menyapanya.

"Selamat pagi, Kiriga-kun! Kau hampir saja tidak berhasil tepat waktu hari ini juga. Kupikir setidaknya kau harus berusaha lebih awal." 

Salah satu gadis tersenyum pelan saat ia mendekati Shin. Dia adalah satu dari sedikit orang di sekolah yang memperlakukannya dengan baik, dan juga alasan mengapa semua orang membencinya.

Wajahnya menegang.

"A-ah, selamat pagi, Shirasaki-san."

Shin menegang karena ia merasakan tatapan haus darah dari teman-teman sekelasnya, dan ia membalas ucapan Nene dengan canggung.

Sebaliknya, Nene tersenyum gembira saat menatapnya. 

Kenapa kau selalu melihatku seperti itu!? 

Shin putus asa saat ia merasakan tatapan teman-teman sekelasnya membakar dirinya.

Shirasaki Nene, salah satu gadis paling populer di sekolah, dan sangat cantik untuk bisa dianggap sebagai dewi oleh banyak orang. Rambutnya panjang dan hitam yang sampai ke pinggangnya, dan mata besar yang memikat dipenuhi dengan kebaikan. Hidungnya yang mungil terangkat sempurna di wajahnya, dan bibirnya yang merah jambu adalah lambang kesempurnaan.

Dia selalu memiliki senyum di wajahnya, dan kemampuannya untuk menjaga orang lain dikombinasikan dengan rasa tanggung jawabnya yang kuat menjadikannya salah satu murid yang paling dihormati di sekolah Shin. 

Selain itu, dia toleran dan memahami suatu kesalahan, sampai-sampai di mana tak ada seorang pun yang pernah melihatnya terlihat tidak bahagia sebelumnya. Dan, untuk alasan apapun, Nene menaruh minat pada Shin. 

(anjai, dari sekian banyak siswa di kelasnya, hanya Shin lah yang terpilih)

Kebanyakan orang menganggap Shin adalah murid yang mengerikan karena dia selalu tidur di kelas karena sering begadang 

(sebenarnya, ia tidak benar-benar begadang melainkan untuk menghindari kejadian-kejadian seperti pagi tadi. Jadi Shin ini sengaja datang lebih akhir ke sekolahnya dengan berjalan kaki). 

Dan karena Nene selalu menjaga murid-murid lain, mereka yakin itulah alasan dia bicara dengannya.

"Bagaimana dengan tugasmu hari ini, apa sudah selesai dikerjakan?"

"A-ah… sepertinya sudah, mungkin."

Nene mengubah raut wajahnya cemberut dan meletakkan kedua tangan di pinggangnya.

"Aku ingin memeriksanya. Sini biarkan aku melihat tugasmu."

"Y-yang benar saja…"

Shin sangat bingung. Dia tidak mengerti mengapa gadis paling cantik di sekolah peduli dengan pria seperti dirinya. Baginya, sepertinya ada sesuatu yang lebih dari sekadar sifat alami untuk membantu orang lain. Ia pasti yakin ini adalah suatu kesalahpahaman sepihak yang dapat melibatkan perasaan.

Tentu saja, dia tidak terlalu berharap ataupun sombong untuk percaya bahwa Nene mungkin memiliki ketertarikan romantis padanya. Shin pun menyerahkan buku latihannya pada Nene. 

Nene meraih bukunya dengan jari-jemarinya yang lembut dan segera membuka lembaran tugas yang telah dikerjakan Shin. 

Setelah memeriksa semua jawaban yang dikerjakan Shin, Nene agak terkejut karena seluruh jawabannya benar. Kemudian tersenyum dan mengatakan sesuatu dengan suara kecil.

"Ah~ kalau begini, kesempatanku akan hilang..."

Di dalam kelas, Shin tidak terlalu jelas mendengar apa yang ia katakan karena di kelasnya selalu seperti pasar. Namun, Shin melihat bahwa Nene pasti mengatakan sesuatu tadi. Ia pun menanyakan.

"Apa kau mengatakan sesuatu tadi?"

Sontak pertanyaan itu membuat Nene terkejut. Apakah dia mendengarnya? Itulah yang pertama kali muncul di dalam pikiran Nene.

"U-um, bukan apa-apa kok." Nene tersenyum manis.

Lagi-lagi dia selalu menunjukkan sifat baiknya itu setiap saat. Jujur saja, jika boleh berharap aku ingin ia menyadari bahwa kau adalah salah satu alasan mengapa setiap orang membenciku saat ini! 

Shin berteriak di dalam kepalanya. Tetapi, ketika sedang membicarakan Shirasaki Nene adalah pengecualian. 

Sebenarnya Shin sangat menghormati Nene sebagai teman sekelasnya. Ia juga menumbuhkan beberapa perasaan romantis terhadapnya dan terkadang Shin grogi jika sedang berbicara langsung dengannya. Terlebih, seperti yang kita tahu bahwa Nene lah yang selalu mengambil inisiatif untuk mendekati Shin.

"Aku sangat bersyukur satu kelas denganmu lagi, mulai sekarang mohon bantuannya Kiriga-kun!"

"A-ah, aku juga. Mulai sekarang mohon bantuannya, Shirasaki-san."

Nene tersenyum gembira saat menatapnya. Sebaliknya, Shin merasa jantungnya berdetak mulai tidak beraturan. Wajahnya memerah dan kemudian memalingkannya.

Oi, ada apa dengan diriku. Kenapa kau memalingkan wajah darinya!?

Di sisi yang berbeda, dari kejauhan, Amanogawa mendecakkan lidahnya kesal.

Begitu Shin menyelesaikan pembicaraannya dengan Nene, satu orang baru menghampiri mereka. Dia terlihat seperti burung pemakan bangkai, menunggunya selesai bicara. Di antara yang dikatakan 'orang yang lebih baik' mungkin yang satu ini justru sebaliknya.

"Astaga. Menemuinya lagi untuk bicara dengan kegagalan seperti dia menghabiskan banyak waktumu, Nens."

Orang yang mengatakan itu agak klise adalah Yuasa Rin, wakil ketua kelas sekaligus sahabat paling dekatnya Shirasaki Nene. Yuasa Rin memiliki rambut merah kecoklatan yang diikat dengan ekor kuda. Matanya yang berbentuk memberinya tatapan yang agak tajam, tapi jauh di dalam tatapannya, terdapat kebaikan yang membuatnya tampak keren daripada dingin.

Akan tetapi, Shin tidak terlalu menyukai gadis sepertinya daripada Shirasaki Nene. 

"Rin, kamu seharusnya tidak boleh berkata seperti itu pada Kiriga-kun."

"Tapi, Nens, aku tidak bisa membiarkan dia terus menyia-nyiakan kebaikanmu. Seorang maniak otaku, begadang dan terlambat, pokoknya dia yang terburuk."

Perkataannya yang tajam secara langsung membuat Shin merasa kesal mendengarnya. Ia lebih tidak ingin mendengar penghinaan itu oleh seorang gadis sepertinya daripada yang lainnya.

Kekesalan, dan rasa jengkel tidak dapat dibendungnya lagi, Shin menyatakan dirinya yang salah.

"Selamat pagi, Yuasa-san. Heh, baiklah, kau tahu apa yang mereka bilang, kau menuai apa yang kau tabur. Ini salahku sendiri untuk selalu begadang. Maaf saja ya." Shin tersenyum masam saat menyapa Yuasa Rin. 

Rin melotot tajam padanya, mata mereka bertemu seakan membara seperti api.

"Kalau kau menyadari itu suatu masalah, bukankah seharusnya kau mencoba memperbaikinya? Kurasa tidak pantas bagi Nens untuk membiarkan dia memanjakanmu. Jadi, aku ingin kau lebih sadari diri."

"Apa yang kamu bicarakan, Rin? Aku bicara dengan Kiriga-kun karena aku suka."

Seluruh kelas berkerumun mendengar ucapan tersebut oleh dewi sekolah.

Jika terlihat bisa membunuh, Shin sudah pasti tewas seratus kali lipat dari tatapan tajam yang dia dapatkan dari para siswa. Mereka menggertakkan gigi mereka saat mereka melotot padanya, sementara grup Orihara melangkah mundur dan mulai mendiskusikan tempat apa yang terbaik untuk menarik Shin saat istirahat makan siang.

Yuasa Rin terkejut membuat matanya tidak berkedip sekalipun.

"Hah...? Ah, begitu. Kamu sangat baik, Nens."

Kemudian Rin menatap kedua bola mata Shin dengan sangat intens. Shin tidak memalingkan wajahnya, sebaliknya dia menjadi bingung.

"Kali ini apa?"

"Huh," Rin menghela nafas berat. "Aku minta maaf. Kutarik kembali ucapanku tadi."

Sementara itu, bel yang menandakan dimulainya kelas akhirnya berdering, dan sang guru masuk ke kelas. Sang guru memulai pengumuman pagi hari, yang sepertinya terlalu terbiasa dengan atmosfer yang bergolak di kelas agar peduli. Lalu, seperti biasa, Shin melayang ke alam mimpi saat kelas dimulai.

Nene tersenyum saat melihat Shin mengantuk dan tertidur. Rin menatap keduanya aneh, dan merenungkan bahwa Shin sungguh terkenal dalam artian tertentu. Para lelaki mengejeknya sementara para gadis menatap, menatap penuh cemoohan.

Prolog : Akhir Dari Hari Biasa (Part 02)

Sebagai bentuk dukungan kawan-kawan buat Light Novel That Time One Class Summoned in the Another World ini. Penulis berharap, tanpa paksaan, cukup melakukan dua hal ini.

Sempatkan pencet tombol LIKE sebelum membaca.

Sempatkan tinggalkan KOMENTAR setelah membaca, terserah mau komen kayak apa, ketik satu huruf "A" saja termasuk komentar kok(。•̀ᴗ-)✧

_________________________________________

Entah berapa lama ia tertidur, bel istirahat jam kedua berbunyi. Sepertinya Shin telah melalui beberapa periode saat jam pelajaran.

Setelah beberapa saat, kelas mulai bertambah berisik lagi. Sebagai seorang tukang tidur di kelas, tubuh Shin menyesuaikan diri untuk mengetahui kapan harus bangun dan tidur lagi secara alami.

Shin bangun untuk mengambil makan siang di dalam tas.

Mayoritas orang di kelas biasanya membawa makan siang mereka sendiri, karena itulah sekitar dua pertiga di ruangan kelas tetap berada di kelas. Selain itu, tampaknya beberapa murid memiliki pertanyaan untuk guru pelajaran sosial, Shinoaka Haruka, dan tengah bermain-main dengan podium guru.

Setelah mengisi energinya dengan sebuah kotak uht, Shin berpikir untuk kembali melanjutkan mimpinya dan berencana untuk menutup matanya. Namun, dewi sekolah, yang mungkin lebih dari seorang setan dalam kasus Shin, tersenyum bahagia saat dia menarik kursinya lebih dekat ke arahnya, mencegahnya untuk kembali tidur.

Shin mengerang di dalam hati. Senin pasti telah membuatnya meninggalkan akalnya. Biasanya dia akan cepat-cepat makan siangnya dan keluar kelas untuk mencari tempat terpencil untuk tidur siangnya, tapi dua hari berturut-turut begadang tampaknya....

------------------telah membebani dirinya.

"Ah, Kiriga-kun. Kau masih dikelas."

"Shirasaki-san. Apa kau tidak akan makan siang di luar?"

"A-ah, um, Kafetaria nya penuh. Jadi kupikir untuk kembali ke kelas dan memakan bekal buatan rumah."

"Begitu ya."

Nene mengeluarkan bekal buatan rumahnya dan meletakkannya di atas meja Shin. Entah apa maksudnya, Nene menawarkan makan siangnya kepada Shin.

"Kau belum makan siang 'kan? Jadi, kalau mau cobalah bekal milikku."

"Eh?!" Shin tampak terkejut. "Tidak! Tidak! Bagaimana denganmu, Shirasaki-san! Kau juga belum makan siang juga bukan?"

Shin berteriak saat itu, tentu yang masih berada di dalam ruangan juga mendengar suaranya.

Untuk beberapa alasan, Nene mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak makan siangnya lagi. 

"Jangan khawatirkan soal itu. Kebetulan aku tidak sengaja membawa bekalnya dua. Jadi, satunya kukasih untukmu saja deh. Itu spesial loh."

"Apa? Maksudnya spesial itu apa?"

Nene tersenyum.

"Bukan apa-apa."

"K-Kiriga-kun, sepertinya kau butuh lebih banyak energi!" Nene tersenyum menyilaukan saat dia mengatakan kalimat itu dengan grogi.

"Ayo kita makan bareng."

"I-iya, terima kasih atas makan siangnya, Shirasaki-san."

Shin menerima bekal buatan rumah Nene.

(sebenarnya Nene lah yang membuat kedua bekal tersebut dari rumah. Ia sengaja membuatkan kare khusus untuk Shin)

Tentu Shin tidak menyadarinya bahwa bekal tersebut adalah buatannya sendiri dari Nene.

"Oh? Kare."

Apakah ini suatu kebetulan? Kare adalah makanan kesukaanku. Ah, tidak. Mungkin saja, dia sangat menyukai kare daripada aku.

"Selamat makan!"

"Selamat makan."

Melihat dari suasananya, Nene sepertinya sedang merasa sangat bahagia dan ceria ketika menghabiskan waktu berdua bersama Shin.

Saat memasukkan kare ke dalam mulutnya. Shin bereaksi saat rasa pedas yang sempurna menyentuh lidahnya. Matanya terbelalak dan kagum.

"Enak? Serius, ini tidak. Mungkin ini adalah kare terenak yang pernah kurasakan!"

"Benarkah!? Syukurlah kalau kau menyukainya."

"Orang yang membuat ini pasti menggunakan bumbu rahasia di dalamnya!"

"B-benarkah!? U-um! Ya… kurasa begitu."

Tidak lama setelah itu, beberapa grup yang berbelanja dari Kafetaria kembali ke kelas. Sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, Shin berusaha untuk mencari cara agar bisa menjauh dari Nene. 

"Shirasaki-san, aku lupa untuk mengumpulkan tugas. Jadi…"

"Aku mengerti. Kalau ga segara dikumpul nanti kau tidak akan mendapatkan nilai lho."

"Ah, maaf. Aku akan segera kembali."

"Iya." 

Nene mengangguknya paham.

Shin mengaduk-aduk tasnya dan mengeluarkan beberapa buku catatannya. Dengan mengumpulkan tugas-tugasnya selama libur panjang pada Haruka, ia dapat meluangkan waktunya mengobrol dengan Haruka-sensei sementara mengorbankan kare terenaknya demi menghindari tatapan mengerikan dari teman-teman sekelasnya.

"Lama tidak bertemu, Haruka-sensei."

"Kiriga-kun. Satu tahun begitu cepat berlalu ya. Bagaimana harimu saat libur panjang?"

"Y-yah, tidak terlalu spesial."

"Kamu tau? Sensei sangat merindukan wajahmu itu."

"Be-begitu ya, sensei merindukan wajahku. Ha…hahaha."

Shin tertawa lebar sambil menggaruk kepalanya. Ia terus berteriak di dalam pikirannya, kapan kelas ini akan dimulai. Shin tidak ingin Nene terus menunggu di sana. Ia juga kehabisan topik dengan Haruka. Tanpa berpikir panjang, Shin langsung membuka pembicaraan untuk mengulur waktu.

"A-anu, begini sensei. Sekarang usia sensei berapa?"

"Etto… mungkin sekitar 20 an."

"Oh, sensei ternyata masih muda, ya. Saya mengira sensei berusia 30 an, mungkin diatasnya."

Haruka menggembungkan pipinya agak sedikit kesal. Mungkin Haruka kesal karena Shin mengira dirinya sudah tua. Meskipun sebenarnya Shin merasa tidak enak karena mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, dan dengan refleks mengambil langkah mundur.

Haruka merupakan satu-satunya seorang guru terfavorit di sekolah. Selain masih muda, Haruka masih belum mempunyai seorang suami. 

"A-ah… tidak. Jika saja, saya terlahir 3 tahun lebih awal, mungkin saya sudah melamar sensei saat itu."

Haruka memerah karena malu dan mulai gemetaran. Dia menatap Shin dan berkata, "A-ap-apa yang sedang kamu bicarakan, Kiriga-kun!? Sensei tidak dapat mengerti."

Tidak lama kemudian, bel pun berbunyi. 

"Haruka-sensei. Mulai sekarang sampai tahun kedepan, mohon bantuannya!"

"I-iya…" 

Shin menundukkan kepalanya pada Haruka, dan segera kembali ke tempat duduknya.

Melihat sifatnya yang tulus itu, Haruka merasa kalau Shin itu adalah perwujudan dari adiknya yang sudah meninggalkannya tiga tahun yang lalu. Dia tersenyum gembira meski terdapat beberapa kesedihan di dalam dirinya.

Saat ia kembali ke tempat duduknya, Nene ternyata sudah menyimpan bekal siangnya ke dalam tas. Tetapi dia masih menunggu kedatangan Shin di sana.

"Kau akrab sekali dengan Haruka-sensei, ya."

Shin mengangguk lesu, matanya menghadap ke bawah, rasa bersalah kini telah menghantui pikirannya untuk meminta maaf karena tidak menghabiskan makan siang yang diberikan Nene.

"Shirasaki-san, maaf. Aku tidak sempat menghabiskan kare buatan rumahmu."

"Tidak apa-apa. Kalau mau, lain kali akan kubuatkan khusus untukmu."

"Khusus?"

Shin memiringkan kepalanya dalam kebingungan. Ia tidak terlalu mencerna maksud di balik perkataannya. Akan tetapi, Nene merespon secara alami dengan mengangkat bahunya, telinga dan pipi nya tiba-tiba memerah. Nene menjadi canggung dalam tingkah lakunya pada Shin.

"Ah, terima kasih atas tawarannya, Shirasaki-san. Tapi aku tidak ingin terus merepotkanmu."

Namun perlawanan lemah seperti itu tidak akan mempan pada dewi sekolah itu, jadi dia terus memaksa Shin selama masih ada kesempatan.

"Jangan khawatirkan soal itu. Kau perlu makan yang banyak, Kiriga-kun! Besok, aku janji akan membuatkan kare yang banyak nanti untukmu!"

"S-Shirasaki-san… itu…"

Semua mata tertuju pada mereka berdua, termasuk Haruka-sensei. Perkataan itu seperti dia bermaksud mengungkapkan perasaannya secara tidak langsung pada Shin. Lebih dekat meminta seseorang untuk menjadi pasangannya. 

Nene membuat dirinya terlihat mempermalukan dirinya sendiri, namun itu tidak akan menjadi masalah karena dia benar-benar menyukai Shin.

Dalam waktu singkat, Shin benar-benar bisa langsung merasakan bagaimana ada aura kebencian yang sangat kuat menyelimuti seluruh ruangan. Ia berusaha untuk tidak melirik tatapan membunuh dari teman-teman sekelasnya.

Tolong, tolong, biarkan aku beristirahat sebentar saja! Kenapa kau tidak sadar! Baca situasi dong! 

Dengan setiap saat, Shin bisa merasakan tekanan yang meningkat, dan penyelamatnya akhirnya muncul saat keringat dingin mulai meluncur di punggungnya. Amanogawa Jun.

"Em. Shirasaki Nene-san, kelas sebentar akan dimulai, jadi bisakah kamu melihat situasinya terlebih dahulu?"

"U-um. Maafkan aku."

Nene mengangguk dengan perasaan tidak nyaman dan hendak mau kembali ke tempat duduknya.

Namun, entah bagaimana, Shin tidak bisa terus bersikap seperti ini pada Shirasaki Nene. Dia tidak ingin membiarkan Nene merasa kecewa dan Shin memberikan jawaban dengan berdiri tegak.

"Aku sangat menantikannya, Shirasaki-san!"

Langkahnya terhenti begitu mendengar Shin mengatakan itu barusan. Dia tersenyum manis membelakangi Shin, jauh dari lubuk hatinya dia sebenarnya merasa sangat gembira dan senang.

Pada saat itulah, semuanya telah berakhir.

Ada lingkaran emas bercahaya yang terukir dengan berbagai pola geometris yang bercahaya di depan Shin, di kaki Amanogawa.

Semua murid melihat lingkaran aneh juga. Semua orang membeku di tempat, kebingungan, menatap pola bercahaya yang aneh itu, karena tak ada kata yang lebih baik, lebih seperti lingkaran sihir.

Lingkaran sihir mulai bersinar semakin cerah, sampai cahayanya menyelimuti seluruh kelas. Lingkaran itu sendiri mulai berkembang juga, dan ketika akhirnya tumbuh cukup besar untuk menutupi kaki Shin, semua orang akhirnya menyadari dan mulai berteriak. 

Haruka-sensei, yang tinggal di kelas, berteriak.

"Semua! Keluar dari kelas!" 

Pada saat yang sama lingkaran sihir berkobar dalam ledakan terang yang cemerlang.

"Ryunosuke!"

Salah satu murid, Ryunosuke menerobos keluar kelas, namun dia terhempas dan terlempar seperti ada sesuatu yang menghalangi jalan keluar mereka. Bahkan beberapa murid mencoba untuk melompat dari jendela, namun hasilnya tetap sama. Mereka telah terjebak.

Shin berbisik. "Apa yang sebenarnya terjadi…" ia melihat ke arah Nene, diam membeku.

Setelah beberapa detik, atau mungkin beberapa menit, cahaya itu akhirnya mulai memudar, dan warnanya kembali ke kelas. 

Namun, ruangan itu kini menjadi sangat sepi. Beberapa kursi terlempar, kotak makan setengah makan sedang diam di meja, dan sumpit dan botol plastik bertebaran di seberang ruangan. Ruang kelas memiliki segalanya yang tertinggal di dalamnya kecuali manusia di dalamnya.

Kejadian hilangnya Sekolah Menengah Atas menyebabkan kegemparan di seluruh dunia, tapi cerita ini akan lebih baik disimpan untuk lain waktu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!