PROLOG.
Aku tak pernah menyangka jika diusiaku sekarang sudah menjadi istri muda di keluarga Varessham. Seorang Keluarga miliarder, keluarga yang terpandang.
Menjadi istri rahasia seperti menjadi wanita simpanan, tidak ada yang tahu tekait mengenai perihal pernikahan ini, terkecuali hanya keluarga terdekat saja. Apalagi mengenai statusku yang masih sebagai pelajar.
Ya, siapa yang tak ingin tergiur menjadi istri di keluarga itu, meski banyak terkesiar kabar bahwa putra pertamanya memiliki sikap dingin, datar serta kejam.
Jika melakukan satu kesalahan hal terkecil, tangannya tak segan untuk membunuh langsung di tempat, serta dirinya tidak membedakan jenis kelamin tidak berpilih kasih, dengan hukuman yang rata. Menyiksa adalah hobinya.
Kekejamannya sudah melegenda sampai semuanya sudah tau keluarga Varessham, apalagi menyangkut nama putra pertamanya. Hanya dari mendengar namanya saja membuat mereka takluk tidak ada yang berani mengusik ataupun mengganggu ketenanangan jiwanya. Jika tidak, 'sicantik' akan siap menebas kepalamu.
Banyak yang bergidik ngeri melihat aksi brutalnya, banyak juga korban yang sudah ia bunuh hanya mengikuti sifat kegoisannya.
Memiliki wajah yang tampan, rahang tegas bibir tipis serta alis tebal dan mata yang tajam tak ada yang mengurungkan niat untuk sekedar menjauhi, atau bahkan dengan suka rela kaum hawa menyerahkannya begitu saja.
Sifatnya yang tegas serta tidak mudah bersentuhan dengan wanita manapun, menambah poin plus tersendiri dan membuat kaum hawa berlomba ingin segera memilikinya. Tidak peduli meski perlakuannya bertolak belakang dengan topeng wajah tampannya.
🌿🌿🌿🌿🌿
KOTA X.
SMA KEMBANG 7 RUPA.
Gadis itu berlari menuju kelasnya, larinya begitu tergesa gesa seperti dikejar setan. Sejenak langkahnya ia hentikan untuk mengatur nafasnya.
"Hufft!! Untung belum terlambat." Gumam Zerlyn menyeka keringat di keningnya.
"Loe kenapa Lyn?." Tanya Stella menilai penampilan Zerlyn dari atas sampai bawah sangat berantakan. "IeuWw!! Loe gak mandi yah?." Lanjut Stella dengan menutup hidungnya serta bibir yang mendelik sinis.
"Tuh mulut lama lama gue sumpel pake kaos kaki gue." Bantah Zerlyn dongkol dengan tuduhan Stella.
"Terus ini, kenapa penampilan loe kaya gembel gini sih? Biasanya juga pagi pagi loe gak urakan Lyn? Atau loe habis di kejar rentenir?." Tangan Stella memegang rambut Zerlyn lalu mengibaskannya serta merta memberikan banyak pertanyaan yang Stella lontarkan.
"Gue lagi kesel Stell, jangan mancing emosi gue!." Tukas Zerlyn melangkah masuk ke dalam kelasnya.
"What? Loe kesal sama siapa? Ngelampiaskannya sama gue, loe kira gue handiplast Lyn?." Ucap Stella dengan mengikuti langkah Zerlyn di depannya.
"Lama kelamaan gue rasanya pengen nonjok loe juga Stell." Zerlyn menatap Stella dengan senyuman miringnya.
"Idih!! Yang salah siapa, yang disalahkan siapa? Daripada gue, mending tuh si pantat panci." Usul Stella dengan kode mata menunjuk ke samping Zerlyn.
Zerlyn mengikuti pandangan Stella dan mendapati Alden sedang tidur lelapnya. Kacamata tebalnya miring mengikuti arahan kepala yang menyenderkan ke samping Zarlyn. Nafasnya beraturan, mata yang setengah terbuka jika dilihat dari dekat pria itu ternyata tampan. Hanya saja terhalang oleh kacamata besar yang bertengger di hidung mancungnya.
"Cieee sampai segitu ngeliatannya Lyn, awass cinta loe!!." Ucap Stella dengan menggoda Zerlyn.
Zerlyn hanya memutar bola matanya, kemudian Stella mendekati Alden dengan tangan memegan spidol hitam.
Kening Zerlyn memgkerut "Loe mau ngapain Stell?."
"Sttt!!! Diam loe Lyn." Stella melotot dengan jari telunjuk dibibirnya isyrat untuk jangan berisik.
Tangan Stella segera bermain dengan spidol di wajah Alden. Entah apa yang ia gambar hingga membuat keduanya terkikik geli.
KRRRIIINGGGG!!!!
Kedua aksinya terhenti kala bell sudah berbunyi nyaring, pertanda pelajaran akan segera di mulai.
Guru bertubuh tambun memasuki kelas IPA12, sesekali membetulkan letak kaca matanya menangkap objek disudut pojok paling belakang.
"Selamat pagi anak-anak."
"Pagi Buk!!!!."
"Tian, ambil dan kumpulkan Pr kemarin lalu simpan di atas meja saya. Zerlyn, bangunkan Alden!." Perintah Buk Yena.
Zerlyn sangat malas untuk membangunkan kebo disampingnya, mau tak mau Zerlyn akhirnya melakukan perintah dari Buk Yena, daripada pagi pagi ia terkena amukan singa miliknya. Sekilas, bibir Zerlyn tersenyum miring setelah mendapat ide konyol. Ia berdiri lalu menggebrak meja dengan keras.
BRAAKKK!!!!!
"Woy!! Bangun!." Teriak Zerlyn membangunkan Alden, yang terkejut malah seisi kelas serta Buk Tena memegang dadanya.
"Zerlyn!." Teriak Buk Tena melototkan matanya kepada Zerlyn yang masih berdiri di bangku paling belakang.
"Iya saya Buk?." Jawab Zerlyn santai.
"Bisakan bangunkannya biasa saja?." Tegur Buk Tena.
"Bisa Buk, tapi kalau cara biasa gak akan mempan. Ibu tau sendiri kan si Kebo ini bangunnya aja sangat susah?." Jelas Zerlyn.
Tak lama, Alden segera bangun dan mengucek matanya dengan menyingkirkan kacamata bulatnya lebih dulu. Sontak seisi kelas mentertawakannya.
Alden di buat bingung apalagi dengan nyawa yang sepenuhnya belum terkumpul, keningnya mengkerut tidak paham.
Kemudian, Buk Tena angkat bicara dan melerai suara tertawaan dari muridnya. "Alden! Berani sekali ya, kamu tidur di saat jam pelajaran saya berlangsung!."
Alden menundukan kepala, tangannya mengepal kuat entah merasa malu saat suara yang menggema itu mentertawakannya, atau hal lainnya membuat Alden setengah emosi.
"Maaf Buk." Jawab Alden dengan suara pelan.
"Keluar sekarang! Jangan mengikuti pelajaran saya sampai bel istrhat berbunyi dan sebagai hukumannya hormat dilapangan, jangan lupakan cuci wajahmu dengan bersih. Muka sudah jelek begitu, untuk apa di corat coret?." Jelas Buk Tena.
Alden melongo lalu tangan itu segera mengusap pipinya dan benar saja saat melihat telapak tangannya, sedikit ada noda hitam. Sekilas, ia melirik Zerlyn yang duduk disamping menatapnya dengan raut yang tak terbaca.
Mengetahui ada yang memperhatikannya, Zerlyn menatap sekilas "Apa? Loe nuduh gue?."
Alden tak menjawab, dengan segera ia bangun berdiri dan keluar kelas bersamaan dengan suara tertawa dan lemparan kertas padanya.
___
Buk Tena segera mulai pelajarannya, seisi kelas menjadi hening kembali. Guru galak itu tidak ada yang berani membantah apapun perintah darinya, termasuk saat Buk Tena memanggil Zerlyn.
"Zerlyn! Ke depan sekarang, jelaskan yang tadi ibu terangkan serta berikan contoh dan jangan lupakan isi soal dipapan." Perintah Buk Tena yang sudah biasa merintahkan kepada Zerlyn.
Zerlyn adalah siswi pintar di SMA KEMBANG 7 RUPA seluruh SMA itu sudah tau akan kepintarannya, membanggakan nama sekolah dengan segudang prestasi yang ia capai. Tapi, tidak bagi Zerlyn ia sendiri jengah dengan guru yang terlalu membanggakan serta begitu memanjakannya.
Zerlyn tidak menyukai hal seperti itu, ia lebih menyukai hal hal yang tertutup. Maka tak heran jika kembali mengadakan lomba ataupun yang bersangkutan dengan nama 'prestasi', Zerlyn akan langsung membungkam mulut siapa saja yang berani membocorkan pengumaman pemenang jika ia jadi juaranya. Tak peduli itu gurunya sekalipun.
Memiliki otak yang cerdas, berIQ tinggi tak membuat Zerlyn angkuh. Justru Zerlyn sering menutupinya, ia sendiri sangat risih apalagi melihat ribuan pasang mata yang menatapnya kagum atau hal lain sebagainya.
___
Alden masih setia menghormat bersamaan terik matahari membakar kulitnya, ia tak gentar ataupun mengeluh sedikitpun. Keringat deras membanjiri tubuhnya, sesekali dalam hatinya berkecamuk memikirkan siapa yang iseng kepadanya?.
Lagi pula, bagi Alden memang itu biasa menjadi makanannya sehari hari. Tapi kali ini pikirannya berbeda, merasa seperti ada dendam dalam hatinya.
"Nih!!." Tangan itu mengulur tepat disampingnya, membuyarkan lamunan Alden. Alden sontak menoleh ke arah samping mendapati Zerlyn menatapnya dengan iba.
"Tidak perlu dan tidak perlu berbaik padaku, jika Zerlyn tidak ingin menjadi bahan hujatan nanti." Tolak Alden lalu kembali menghormat.
"Really? Kalau nggak, gue buang!! Loe gak perlu dengar ucapan sampah mereka." Ucap Zerlyn menyakinkan pada Alden. Ia tak ingin sampai Alden berburuk sangka padanya.
Alden segera mengambilnya "Jangan, sayang daripada dibuang." Ia segera meminun air dingin itu sampai tersisa setengah. "Hmmm, terima kasih." Tak lupa ia mengucapkan setengah hati dari bibirnya.
"Sudah waktunya istrhat, jangan terlalu setia sama tiang. Loe mau ninggalin dia juga akan tetap berdiri ditempat." Kata Zerlyn segera melangkah menuju kantin menemui Stella yang lebih menunggu, daripada harus menemani Zerlyn.
Alden bengong sejeka mencerna ucapan Zerlyn. Apa maksudnya? Batin Alden.
Sepanjang koridor, banyak pasang mata menatap ke arahnya. Bisik bisik tetangga mulai terdengar di telinga Zerlyn yang sejak tadi ia mencoba diam dan sabar. Namun akhirnya, Zerlyn sendiri sampai jengah serta akhirnya berteriak membentaknya.
"DIAM KALIAN SEMUA!." Suara lantang milik Zerlyn menggema di setiap sudut koridor membuat semuanya menjadi bungkam, sekilas bahunya banyak yang bergidik mendengar teriakan Zerlyn seperti bukan dirinya.
"PUNYA MULUT ITU GUNANYA MAKAN! BUKAN BACOT SANA SINI! TIDAK BERGUNA!." Lanjut Zerlyn kemudian melanjutkan langkahnya.
Sontak bisik bisik tetangga itu berdiam diri, sepanjang koridor menjadi hening seketika. Memang, seluruhnya sudah tau akan sifat galak dari Zerlyn, sebenarnya tidak ada yang ingin berursan dengannya, hanya saja mulut itu seolah gatal apalagi melihat Zerlyn memberikan minuman kepada Alden. Si cupu pantat panci.
🌿🌿🌿🌿🌿
Zerlyn segera duduk di samping Stella yang sedang memakan kuah bakso sesekali bibirnya mendesis kepedasan.
"Lama!! Kemana aja sih loe? Kencan sama si cupu?." Tanya Stella lalu menyeruput jus jeruk di depannya.
Zerlyn sekilas melirik Stella, ia tersenyum miring lalu matanya turun melihat mangkuk bakso yang sudah habis hanya tersisa kuahnya berwarna merah pekat.
"Cihh, nyali loe cemen!!." Jawab Zerlyn dengan mencibir Stella.
Stella tak menggubris ucapan Zerlyn, tangannya sibuk mengambil tissu lalu menampelkan ke hidungnya mengusap ingus yang sudah meler keluar serta melemparnya ke sembarang arah.
"Woy! Jorok ogeb! Gak liat gue lagi makan?." Tegur Zerlyn saat mendengar Stella memencet hidungnya agar ingus itu keluar seluruhnya.
Stella tersenyum lebar lalu menggoda Zerlyn "Mau dicampur ingus gue Lyn? Enak loe."
"Sinting!." Zerlyn kembali melanjutkan makanannya dengan lahap.
"Loe belum jawab pertanyaan gue!!." Ucap Stella.
"Yang mana?." Balas Zerlyn acuh lalu menunangkan semuanya sambal yang berada di mangkok kecil ke dalam BHA THA GOER miliknya. "Ini namanya pro! Daripada loe, cuma gitu doang gue juga bisa!!."
Mata Stella melotot melihat segitu banyaknya sambal sampai habis tak bersisa langsung berpindah tempat ke dalam piring milik Zerlyn.
"Loe bisa mati Zerlyn! Bahaya buat loe ogeb!." Tegur Stella.
"Lihatin sama loe Stell, gue yakin dalam waktu lima menit semuanya sudah pindah masuk ke perut langsing gue." Ujar Zerlyn lalu melahap seluruhnya, bibirnya kini berubah menjadi semerah darah.
Stella bangkit kemudian segera berlari, membuat Zerlyn terpaku ditempat. Otaknya berkelana mencari jawaban, ada apa dengan Stella? Apa ia takut jika nanti akan dimakan oleh Zerlyn?.
Tak lama, Stella datang kembali membawa satu gelas baru serta ditangannya membawa teko, banyak yang menatap Stella keheranan namun ia acuh.
"Noh, udah gue sediain khusus buat loe!." Tukas Stella mendaratkan teko serta gelas kosong di meja tepat di depan Zerlyn yang mendesis sama seperti Stella di awal tadi.
Zerlyn segera mengambil teko lalu menuangkannya ke dalam gelas, Stella buru buru menegurnya sebelum air dalam mulut itu muncrat mengenai dirinya.
"Loe sebelum minum berdoa dulu, tuh air masih panas Lyn!!."
Zerlyn tak mengindahkan teguran dari Stella dengan sekali teguk, air panas itu sudah masuk ke dalam tenggorokannya.
"Ahhh!! Segarnya!! Loe tau aja apa yang terbaik buat gue Stell!." Ucap Zerlyn menyengir kuda.
"Loe kesetanan Lyn?." Tanya Stella masih berdiri mematung melihat air panas itu langsung masuk begitu saja, tanpa ada hambatan atau merasa terbakar.
"Kalau gue kesetanan, sejak tadi gue udah nyerang loe!." Zerlyn kemudian bangkit dan menarik Stella untuk segera masuk ke dalam kelas.
"Apa tenggorokan loe baik baik saja Lyn?." Tanya Stella menatap Zerlyn seolah ia baik baik saja.
"Kelihatannya?." Jawab Zerlyn santai.
Stella memutar bola matanya lalu sekilas ia melihat Alden yang tengah menunduk kepala menuju kelasnya.
"Eh, bebep loe noh!! Cepatan sambut gih!!."
"Siapa?." Keningnya mengkerut menatap ke depan namun tak menemukan siapapun.
"Telat loe!!." Balas Stella.
"Stell, sehabis pulang gimana kalau kita makan di caffe ramen di jalan X yang katanya ada menu baru looh." Ajak Zerlyn kemudian.
"Maksud loe menu baru yang pake cabai 100 itu?." Tanya Stella dengan menebaknya.
Zerlyn mengangguk antusias "Kita taruhan, kalau kalah teraktir makan diresto seafod." Tawar Zerlyn menaikan kedua alisnya.
"Oke!! Deal ya!!." Tangan Stella menjulur untuk menjabat tangan Zerlyn. Zerlyn kemudian membalas dengan senyuman miring dari bibirnya.
Makanan pedas bagi mereka itu adalah salah satu makanan terfavoritnya apalagi mengenai resto seafod, Zerlyn sangat menyukai tempat itu. Tempat yang menurutnya nyaman serta mampu membuat jiwanya rileks.
___
Bell pulang sudah berbunyi sejak tadi, dua gadis itu tengah merangkul satu sama lain. Bibir mereka sesekali di iringi tertawa dan candaan yang ia lontarkan.
Kemudian, Stella membawa motornya untuk menuju Caffe ramen yang terletak dijalan "Jalanin aja dulu".
Tak berlangsung lama, Zerlyn serta Stella sudah sampai ditempat kemudian segera mesan makanan yang menurutnya itu menu terbaru.
Kedua mata mereka melotot melihat makanan mewah sudah tersaji dimeja, dengan kuah yang menggoda berwarna merah terang, biji cabai itu menyembul di atas permukaan kuah serta beraroma yang khas membuat perut mereka koroncongan.
Dengan lahap Zerlyn segera menyeruput kuah merah itu "Stell, jangan lupa taruhannya!." Tegur Zerlyn kembali mengingatkannya.
"Bawel loe!! Gue akan lupa Lyn loe tenang aja!!." Balas Stella dengan sendok yang berada di genggamannya lalu mengambil kuah dan mamasukannya ke dalam mulut.
"Loe hutang sama Bik Parmi aja sampai lupa Stell." Ujar Zerlyn dengan mencibir Stella.
"Itu hutang 5 tahun yang lalu Lyn, loe ternyata masih ingat? Wah!! Gak nyangka gue. Apalagi loe juga punya hutang tuh sama Bik Kokom sampai sekarang belum loe bayar." Ucap Stella yang tak mau kalah dengan Zerlyn.
"Gak perlu di bahas yang terpenting Bik Kokom tidak menagihnya Stell!." Zerlyn terkik geli sekilas ia teringat saat itu mengambil gorengan miliknya sebanyak 10 biji, tapi Zerlyn mengatakan jika mengambilnya hanya 5 biji saja dan itupun berhutang.
"Loe tau kan kutukan maling kundang kaya gimana? Kalau loe tau, sekali ditendang sama Bik Kokom loe bisa mampus Lyn!." Ujar Stella dengan menakutinya.
"Apalagi loe Stell kalau sampai ditendang sama Buk Yena, bisa sampai ke antartika loe!."
Stella diam sejenak mencerna ucapan Zerlyn. Kemudian, ingatannya kembali teringat saat itu Buk Yena memarahi Stella habis habisan. Bahu Stella bergidik membanyangkan ingatannya waktu dulu.
"Woyy!! Loe kalah!!." Teriak Zerlyn membuyarkan lamunan Stella.
Stella melotot bagaimana bisa? Kemudian ia menatap Zerlyn tengah menyengir kuda lalu menatap mangkuk yang ternyata sudah kosong.
"Licik loe ah." Tukas Stella tidak bisa menerimanya begitu saja.
"Licik apaan maksud loe? kalau kalah ya tetap kalah dong Stell, jangan lupa traktirannya." Zerlyn semakin mengembangkan seyuman khasnya.
"Ya, gue gak akan lupa!!." Ujar Stella lalu bangkit berdiri "Ayo Lyn kita pulang sekarang!!."
Zerlyn mengangguk lalu menyambar tasnya kemudian melangkah keluar dan duduk jok belakang.
"Lyn, loe bawa motor dong." Pinta Stella.
"Tumben loe gak biasanya?." Tanya Zerlyn keheranan.
"Gue lagi malas bawa, cepatan duduk loe pindah." Jawab Stella dengan mengibaskan tangan tanda mengusir Zerlyn.
Zerlyn hanya tinggal bergeser sedikit lalu menghidupkan motornya meleset membelah jalan raya. Cuaca disore hari yang indah, awan berwarna orange menambah kesan indah di sepanjang perjalanan mereka.
Motor itu berhenti saat lampu merah menyala, Pandangan Zerlyn menatap ke sekelilingnya lalu tak sengaja melihat mobil bewah disamping motornya.
Zerlyn menelan slavinanya kasar apalagi saat kaca mobil itu terbuka lebar menampilkan sosok pria tampan namun terlihat menyeramkan.
Pandangan mereka bertemu, Zerlyn segera memutuskan pandangannya lebih dulu dan kembali menatap ke depan mengatur ritme jantungnya yang berdetak kencang.
Sedangkan Stella yang melihat pria tampan itu begitu takjub, matanya terus saja menatap ke arahnya hingga pandangannya terputus akibat Zerlyn mengebut membawa motor dengan kecapatan tinggi.
"Woy! Pelankan motornya! Loe kenapa sih? Habis lihat setan loe?." Tanya Stella berteriak disamping telinga Zerlyn.
Zerlyn kemudian memberhentikan motornya dan menepi di pinggir trotoar.
"Gue udah sampai, gue balik duluan dan ingat jangan lupa besok." Ucap Zerlyn dengan setengah berlari meninggalkan Stella yang terheran dengan sifat anehnya.
___
Zerlyn menatap pagar yang menjulang tinggi didepannya, tangan itu memegang erat pagar besi bibirnya berteriak memanggil Mang Asep.
"Pak, tolong saya Pak!! Tolong buka pintunya!!!." Teriak Zerlyn bak seperti seorang pengemis meminta sumbangan.
TINTIN!
Dari arah belakang, terdengar suara klakson mobil yang keras, membuat Zerlyn terlonjak kaget.
"Woy!! Gak lihat orang didepan! Main tabrak gitu aja!!."
Mang Asep mansion segera membuka gerbang saat mendengar suara klakson mobil, buru buru ia berlari dengan langkah yang tergesa gesa. Jika tidak habis riwayatnya.
Zerlyn menyingkir lalu menunduk hormat mengikuti Mang Asep disampingnya. Membuat yang berada didalam mobilnya menatap Zerlyn dengan mengkerutkan keningnya.
"Loh, Non ngapain nunduk?." Tanya Mang Asep kuncen gerbang.
"Kenapa? Apa tidak boleh?." Jawab Zerlyn dengan tampang santai.
"Non itu kan istri Tuan, jadi tidak perlu sampai menuduk seperti itu." Tegur Mang Asep mengingatkannya.
Zerlyn melebarkan giginya "Mang Asep, Zerlyn duluan sebelum singa itu ngamuk." Pamit Zerlyn kemudian ia segera berlari untuk masuk ke dalam mansion.
___
Baru saja sampai di pintu utama, suara berat itu sudah lebih dulu menghentikan langkahnya.
"Dari mana saja kau!." Tanya Edgar menatap Zerlyn yamg masih mengenakan seragam SMA.
Zerlyn menunduk ketakutan "Hmmm, pulang sekolah Tuan."
"Sekolah? Sekolah Caffe maksudmu?." Tebak Edgar yang tau jika Zerlyn tengah berbohong.
Zerlyn mendongkak, ia terkejut mendengar ucapan dari Edgar, dari mana ia tau?.
"Cepat bereskan pekerjaanmu! Dan jika besok sampai terlambat kembali, kepalamu yang akan sebagai gantinya!." Perintah Edgar dengan menatap Zerlyn tajam, memberikannya ancaman agar Zerlyn jera dan tidak melalaikan pekerjaannya.
"Bai--ik Tuan." Zerlyn segera berlari menaiki tangga untuk mengganti seragamnya lebih dulu lalu kemudian melanjutkan pekerjaan dimansion milik suaminya sendiri.
Selama tidak ada kedua orangtuanya, Edgar bebas memperlakukan istri kecilnya itu dengan kekuasaan yang ia miliki.
🌿🌿🌿🌿🌿
Zerlyn tak mengeluh sedikitpun, dengan semangat ia membereskan pekerjaannya. Tepat pukul 08:00 Zerlyn akhirnya bisa bernafas lega.
Kemudian ia melangkah naik ke atas menuju kamar Edgar untuk membersihkan dirinya. Tak lupa tangan itu mengetuk pintu kamarnya lebih dulu agar sang empunya tidak mengamuk.
TOK!TOK!.
"Masuk!."
Zerlyn segera masuk kemudian menutup kembali pintunya, sekilas ia melihat Edgar sedang sibuk dengan laptop dipangkuannya.
"Sudah selesai?." Tanya Edgar tanpa menoleh ke arah Zerlyn.
"Sudah Tuan." Jawab Zerlyn lalu melakukan ritual mandinya.
Zerlyn segera melepas pakaian kotornya, tidak lupa juga membawa baju ganti ke kamar mandi. Selama tiga puluh menit kemudian, Zerlyn baru selesai dengan aktifitasnya.
Saat membuka pintu kamar mandi, kakinya mengendap pelan sekedar mengintip takut jika Edgar masih berada ditempat. Dan beruntungnya, Edgar sudah menghilang entah kemana perginya.
Lantas Zerlyn segera berlari mengambil tas sekolahnya untuk mengejerkan tugas lebih dulu sebelum ia menjemput alam mimpinya.
Dengan alas kapret berbulu, tubuhnya ia tenderan diatasnya dengan tangan kiri memegang pensil serta ujung kepala terdapat benda hitam bersegi panjang.
Sangat mudah bagi Zerlyn mengerjakan tugas soal fisika apalagi mengenai rumus dan berhitung. Hanya dengan lima menit, Zerlyn sudah selesai dengan tugasnya.
Tidak lupa Zerlyn kembali membereskannya kemudian mengambil selimut tipis dan segera mengistrhatkan tubuhnya yang lelah. Tidur dibawah beralaskan kapret sudah biasa bagi Zerlyn apalagi dinginnya Ac. Awalnya ia tidak terbiasa, tubuhnya menggigil kedinginan ditambah dengan selimut tipis yang dia gunakan.
Pintu kamar itu terbuka menandakan ada yang memasuki kamarnya, tubuh tinggi nan tegap segera melangkah mendekati Zerlyn dibawah ranjang miliknya.
Bahunya naik turun, nafasnya beraturan yang berarti ia sudah terlelap dengan mimpi. Edgar hanya meliriknya sekilas lalu segera merebahkan tubuh panjangnya di atas kasur empuk.
___
KRIIINGGGG!!!
Alrm milik Zerlyn berbunyi dengan keras, tangannya segera mematikan agar suara nyaringnya tidak mengganggu singa yang masih terlelap dalam tidurnya.
Zerlyn lantas bangun dari tidurnya, melipat selimut serta segera mengambil pekerjaan yang lainnya. Padahal, jam baru saja menujukan pukul 04:00. Tapi bagi Zerlyn itu sudah biasa ia lakukan.
Dengan membuatkan sarapan, mencuci, membersihkan kamar mandi, dan menyapu halaman belakang. Sementara mansion itu begitu luas tapi yang bekerjanya hanya beberapa maid saja.
Tangannya dengan cekatan menyapu belakang, tumpukan daun kering sudah menungguinya sejak tadi. Serta terdapat taman yang luas, sangat indah disandingkan bersamaan dengan bunga bermekaran.
Pukul 06:15 Zerlyn bergegas masuk kedalam, sejak tadi ia berada dibelakang menyelesaikan beberapa pekerjaannya.
Langkah yang tergesa sampai lupa tidak mengetuk pintu seperti biasanya, Zerlyn langsung masuk begitu saja. Refleks kakinya mengerem mendadak melihat penampakan yang seharusnya tidak ia lihat, membuat pipi Zerlyn bersemu merah seperti tomat.
"Ceroboh!." Ucap Edgar yang masih mengenakan handuk sebatas pinggangnya.
"Maaf Tuan." Zerlyn kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi menghempaskan pintu itu dengan kasar membuat Edgar sedikit terkejut.
BRAKKK!!.
"Bocil gila!." Umpat Edgar.
___
Dengan kaki yang berlari menuruni anak tangga, Bik Nur memperhatikan Zerlyn dari jauh ia tampak khawatir jika sampai terjadi hal yang tidak Bik Nur inginkan, maka siap siap eksekusi menantinya.
"Nona, pelan pelan jalannya." Tegur Bik Nur saat jarak Zerlyn sudah berada di anak tangga terakhir.
"Aku sudah terlambat Bik." Balas Zerlyn mengabaikan teguran Bik Nur.
"Sarapan dulu Non, Tuan sudah berada di meja makan." Pinta Bik Nur kemudian.
Zerlyn segera mendekati Egdar yang tengah duduk santai "Tuan, saya duluan." Pamit Zerlyn kemudian mengambil langkah seribu.
Edgar tak menyahuti ucapan Zerlyn, dirinya tampak acuh saja. Lalu ia bangkit meninggalkan meja makan disusul Ken, asistennya.
Bik Nur melihat mereka merasa sangat iba, terutama kepada Edgar, majikannya. Tampak seolah tidak ada gurat khwatir ataupun lainnya, wajah tampannya selalu datar mengingat Zerlyn itu gadis yang baik, penurut tapi Edgar selalu acuh dan acuh setiap harinya.
___
Zerlyn mengatur nafasnya sejenak lalu tersenyum kepada Mang Asep yang duduk di kursi pos securty.
"Pagi Mang Asep." Sapa Zerlyn tersenyum hangat.
"Eh, selamat pagi Non." Balas Mang Asep membalas senyumanannya. Hatinya menghangat memiliki Nona muda itu selalu ramah padanya.
"Belum berangkat Non?." Tanya Mang Asep kembali, padahal jam sudah menunjuk pulul 07:00.
"Belum, menyapa babang tampan dulu sekalian nunggu gojek." Jawab Zerlyn seraya menggodanya.
"Ah, si Non bisa saja." Ujar Mang Asep terkekeh. Kemudian berdiri dari duduknya untuk membuka pintu gerbang melihat mobil milik Tuannya itu sudah melintasi area tempat kuncennya.
Bersamaan dengan gojek pesanan Zerlyn sudah tiba ditempat kemudian ia pamit lebih dulu "Mang Asep, Zerlyn duluan yah."
Mang Asep mengangguk lalu tersenyum, sudah tidak aneh jika kedua majikannya itu tidak pernah akur apalagi sampai satu mobil untuk sekedar berangkat bersama.
___
Setibanya di SMA KEMBANG KANTIL, Zerlyn tampak kesal gerbang itu ternyata sudah tertutup rapat.
"Woy!! Bukain dongg!!." Pinta Zerlyn dengan suara yang berteriak.
Pak Kusno selaku kuncen mendekati asal suara dan terkejut mendapati siswi murid paling pintar disekolahnya ternyata sedang terlambat.
"Loh, Neng Zerlyn?." Sapa Pak Kusno saat jaraknya sudah berada di pintu pagar.
"Bukain dong Pak." Pinta Zerlyn dengan suara memelas.
"Tumben Non terlambat?." Tanya Pak Kusno keheranan.
"Gadang Pak sama main gapleh, apalagi?." Alasan Zerlyn.
"Biarkan dia masuk!." Perintah sang ketua dibelakang Pak Kusno.
Pak Kusno kemudian menoleh kebelakangnya mendapati Evano menatapnya dengan santai "Tapi Den.."
"Saya yang akan mengurusnya." Ucap Evano menyakinkannya.
Dengan berat hati, Pak Kusno akhirnya membuka pintu gerbang membuat Zerlyn bersorak senang.
"Terima kasih Pak Kusno, semoga rejekinya hari ini lancar." Zerlyn terkekeh saat Pak Kusno mengaminkan doanya.
"Mau kemana loe?." Tanya Evano melihat langkah Zerlyn melewatinya.
Zerlyn berbalik dengan kening mengkerut "Ada suara tapi tidak ada rupa, Hmmm.. Ah, mungkin cuma perasaan gue doang." Ujar Zerlyn lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Berani loe ngomong kaya gitu?." Tangan Evano menarik kerah seragamnya dengan kasar.
"Eh, lepasin Woy!!." Pekik Zerlyn merasa lehernya tercekik.
"Sudah terlambat, tidak memakai dasi seragam dikeluarkan." Desis Evano menilai penampilan Zerlyn sejak tadi.
Refleks Zerlyn menilai kembali penampilannya dan benar apa yang di ucapkan Evano padanya.
Zerlyn menyengir kuda, lalu ia menilai penampilan Evano "Loe juga baju dikeluarkan, dasi ga make fine aja tuh!." Sinis Zerlyn.
"Jangan banyak alasan! Ikut gue sekarang!." Ujar Evano tangannya masih mencekal kerah seragam Zerlyn.
"Kemana Beb? Pelaminan? KUA? Ayo!!." Tangan Zerlyn memegang pergelangan Evano. Namun Evano segera menepisnya dengan kasar.
"Jangan mencari kesempatan loe!." Tukas Evano geram.
"Kenapa sih sejak tadi kamu marah terus sama aku? Salah aku apa? Coba jelaskan, jangan kaya gini." Ujar Zerlyn yang berakting sedih.
"Basi! Akting loe buruk! Peran loe lebih cocok jadi kuli sampah!." Cibir Evano menatapnya dengan sengit.
"Masa sih? Bukannya lebih cocok jadi pendamping kamu? Kalau aku sih, fine aja." Zerlyn terkekeh melihat tampang Evano berubah seperti setan.
"Jangan banyak bacot! Cepatan ikut gue!." Evano segera menyeret kasar Zerlyn dengan paksa menuju ruangan eksekusi.
"Apa seperti ini sifatmu yang tidak sabaran? Ah, ternyata aku baru tau." Tanya Zerlyn yang masih setia menggodanya.
"Sekali lagi loe banyak bacot! Hukuman loe gue tambah!." Ancam Evano kemudian melangkah masuk keruangan BK.
TOK!TOK!.
"Masuk!."
"Permisi Buk." Sapa Evano sesaat setelah masuk kedalam ruangan eksekusi.
Buk Vena segera mendongkak serta keningnya mengkerut menatap Zerlyn yang keheranan. Mengetahui hal itu, Zerlyn segera angkat bicara.
"Selamat pagi Buk Vena, saya terlambat karena bermain gapleh dan ngaronda." Jelas Zerlyn langsung membeberkannya.
"Cihh!! Alasan yang konyol!." Sinis Evano disampingnya.
Zerlyn sekilas menatapnya "Diam kau Eva!."
Buk Vena menggeleng pelan "Saya tau kamu siswi pintar disekolah ini, dan untuk pertama kalinya kamu terlambat, maka masalahnya saya akan ringankan."
"Kalian berdua segera masuk kembali kedalam kelas dan untukmu Zerlyn, jangan diulangi kembali kebiasaanmu." Perintah Buk Vena bukan ia tidak bisa menghukum Zerlyn. Hanya saja ini adalah pertama kalinya siswi pintar itu terlambat.
"Baik Buk, terima kasih saya permisi." Pamit Zerlyn setelah mendapat anggukan kepala dari Buk Vena.
🌿🌿🌿🌿
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!