Malam......
Sepi, hening, dan bening....
Hanya ada detakan suara dari jam dinding.
Samar, nampak seberkas cahaya dibalik jendela kaca.
Duduk termenung, dibalik tirai berwarna jingga.
Mentafakuri diri, akan hilaf yang sempat tercipta.
Telah begitu banyak lalai yang mencipta dosa.
Sadar dan berjanji tidak akan mengulang.
Namun terkadang, janji hanyalah sebatas janji yang terucap manis dalam diri, meski pada akhirnya, semua terulang lagi, lagi dan lagi, begitulah dan selalu begitu.
Namun tiap kali mengingat, selalu kata hilaf yang menjadi pelarian, akan tumpukan dosa.
Buliran buliran bening yang berjatuhan membasahi wajah, seolah tak mampu menghapus rasa bersalah, bersalah karena telah terus melanggar apa yang terlarang olehNYA.
Hanya untaian maaf dari istighfar yang terus terpanjat, sambil berharap pelukan kasih dan ampunan dari sang pemilik kehidupan.
Malam ini, tak beda jauh dari malam malam sebelumnya, hening dalam kebeningan.
Menjalani hidup sebatang kara, bagaikan berjalan di atas bara api tanpa alas sebagai penumpang telapak kaki, perih dari panasnya bara, tak lagi mampu terelakkan, namun tak juga mampu terhindarkan.
Tak ada pilihan selain berusaha kuat, menepis segala lara, membuang semua risau dan mencipta senyum dibalik pedih.
Dalam ruang dan waktuku,hanyalah serpihan cerita hampa tanpa warna,,bias.
Hanya dengan malam, kulukiskan semua kisah, mencurahkan semua resah, menuangkan rasa gundah, lewat balutan doa doa terindah dalam sunyi di keheningan menuju dalam kebeningan.
Harapan itu selalu ku panjatkan, ku Aamiinkan di sepanjang doa doa ku.
Pintaku, ijinkan ku reguk kebahagiaan di sisa usia ku yang tak lagi muda, di setiap langkah dalam Titian penantian yang hanya menunggu dalam janji janji pastiMU.
Engkau ingatkan sabar...
Engkau hadirkan syukur, agar hati tak lagi tersungkur.
Meskipun tertatih tetap saja, akan aku latih agar hatiku sekuat baja, jiwaku setangguh karang dan ragaku tak mudah menyerah oleh ombak kehidupan yang kerap kali menerjang tanpa kompromi.
mungkin, tak banyak yang tau arti dari setiap langkahku, sehingga kerap kali aku sering mendengar caci dan cemooh mereka yang sebatas melihat dengan pandangan yang pasti punya keterbatasan.
tak terpungkiri, rasa sakit dan sesak itu hadir, sehingga mengundang air mata deras membasahi wajah yang telah lelah dengan perjalanan kehidupan.
lalu, aku bisa apa?
menjawab dan memberi pengertian pada mereka?
tak mungkin, karena bagi mereka, penilaian mereka adalah kebenaran, tanpa mau tau kebenaran akan sebuah kisah.
menjadi wanita bersuami namun tak pernah tau arti bagaimana rasa menjadi seorang istri yang sebenarnya, menjalani kehidupan tanpa ada tempat bersandar itu perih, bahkan lebih perih dari sayatan benda tajam.
Aku Sekar Arumi, gadis yatim yang sedari kecil hidup dengan segala keterbatasan, ibuku seorang janda yang ditinggal begitu saja oleh makhluk yang harusnya disebut ayah, namun dari aku masih dalam kandungan beliau sudah pergi meninggalkan ibuku tanpa sedikitpun belas kasih, melepas tanggung jawabnya sebagai suami, bahkan dengan tega hidup berfoya dengan wanita yang pantas disebut pelakor.
sejak saat itulah, ibuku berjuang sendirian mengarungi badai kehidupannya dengan keringat dan air mata demi bisa membesarkan aku.
ibuku seorang wanita yang tangguh, meskipun hidup dalam kekurangan, tak sedikitpun ia mengeluh dan meminta belas kasih dari orang lain, segala pekerjaan ia lakoni, dari jadi buruh cuci, buruh setrika, jualan gorengan keliling, hingga membuka warung rujak di depan rumah.
inilah aku dan kehidupanku, kehidupan yang tak mudah telah menjadikanku wanita yang tak boleh mengeluh, harus kuat, harus bisa, harus mampu, demi kehidupan yang lebih baik.
Namaku Sekar Arumi, lahir dari seorang ibu yang bernama Fatimah.
akan aku tuliskan semua kisah tentang kehidupan manusia manusia yang jauh dari kata mudah tapi tak mudah menyerah,hingga bahagia ada dalam genggaman.
yuk ikuti kisah Sekar Arumi di catatan Hawa, cerita yang menguras emosi dan air mata yang terinspirasi dari kehidupan seseorang yang sudah memberikan ijin untuk ditulis dalam sebuah cerita yang tentunya dibumbui dengan fiksi juga menyamarkan nama nama tokoh.
Dukung aku ya kak, semoga makin semangat nulisnya dan terus belajar untuk bisa memberikan karya terbaik yang sarat akan makna didalamnya.
jangan lupa like, komentar n kasih vote juga bintang lima nya ya kak, haturnuhun 🙏
Saat usiaku enam tahun, dan aku sudah menginjak bangku sekolah dasar, ibuku kembali menikah dengan seorang laki laki yang menurutku memiliki wajah dan tubuh yang aneh, banyak benjolan benjolan kecil sebesar buah anggur yang menghiasi seluruh tubuhnya ,pun dengan wajahnya.
Awalnya aku ngeri melihat rupa suami baru ibuku, namun dengan seiringnya waktu, aku sudah mulai terbiasa, itupun karena tak lepas dari sikapnya yang baik dan hangat pada ibuku dan juga padaku.
Dan di usia pernikahan yang masih terhitung bulan, akhirnya ibuku hamil benih dari lelaki yang menikahi dan menerimanya dengan begitu tulus, meskipun dia bukan pria tampan dan mapan, setidaknya dia sudah memperlakukan ibuku dengan sangat baik, bahkan rela menanggung semua kebutuhanku yang notabennya bukan anak kandungnya.
Ibuku melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik, hidungnya bengir, matanya lebar, dan bibirnya yang mungil di tambah lagi warna kulitnya yang putih.
waktu itu aku sempat cemas, dan bahkan cemburu dengan kehadiran adikku itu, aku takut, ibu tak lagi perduli dan sayang padaku, namun kecemasan itu ditepis dengan sikap biasa ibu yang tak berubah dalam menyayangiku, ibu hanya sedikit bersikap tegas padaku, menasehati ku untuk sayang pada adikku, juga mau belajar untuk membantu pekerjaan rumah, meskipun hanya dengan menyapu.
seiring waktu yang terus berjalan, hingga sampai pada titik dimana kehidupan nan sulit dan berat dijalani ibuku, bapak sambung ku mulai sakit sakitan, hampir sebulan sekali beliau harus rawat inap di rumah sakit, dengan keadaan ibuku yang sejak menikah dengan lelaki baik itu, ibu yang diminta hanya untuk tetap dirumah menjaga kami dan mengurus rumah saja, otomatis kelimpungan karena bingung harus bagaimana menyambung hidup dengan tabungan yang semakin menipis, apalagi usia adikku yang masih kecil, yang tak memungkinkan untuk ibu tinggal bekerja.
meminta tolong pada keluarga bapak itu tak mungkin, sudah bisa di tebak jika mereka pasti akan pura pura tuli dan buta dengan kesulitan ibu dan bapak, karena keluarga bapak sambung ku itu dengan terang terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada ibuku, alasannya cukup klise, yaa karena ibuku miskin yang tak punya apa apa.
saat bapak dirawat dirumah sakit, ibu lah satu satunya orang yang menjaga dan merawat bapak, dengan bekal sepeda ontel, ibu mengayuh dengan jarak berkilo-kilo meter tiap harinya untuk bolak balik dari rumah kerumah sakit.
sedih dan kasihan melihat wajah lelahnya, ada gurat nestapa yang nampak jelas di wajah teduhnya, namun tak sepatah katapun terlontar keluhan dari bibir wanita tangguhku itu.
saat ibu bolak balik kerumah sakit untuk merawat bapak, aku lah yang menjaga adikku di rumah, kami memiliki beberapa keluarga dari ibuku yang rumahnya berdekatan, tapi tak satupun dari mereka yang mau perduli, seolah tuli dan buta akan kesusahan yang kami alami, aaah mereka hanya akan baik dan menyapa saat diberi sesuatu saja, tapi saat kami butuh pertolongan mereka akan menjauh dan seolah tak mengenal kami saudaranya.
masih jelas ku ingat waktu itu, penyakit bapak sambung ku itu makin parah, harus ada tindakan medis yang mewajibkan operasi, karena daging tumbuh yang ada di pahanya harus segera diangkat, agar tak menyebar kemana mana, dengan keadaan ekonomi yang berantakan, ibu kalang kabut mencari biaya, dengan berbagai cara, dari menjual barang yang bisa dijual, meminjam sana sini, namun hasilnya masih sangat kurang, ketika keputusasaan mulai menyakiti jiwa ibu, pertolongan Tuhan datang dengan caraNya yang begitu indah, kantor tempat bapak bekerja, bersedia menanggung seluruh biaya operasi dan pengobatan sampai bapak sembuh, dan pihak kantor pun juga memberi sedikit bantuan untuk ibu berupa uang, yang aku tak tau berapa jumlah uang yang ada di amplop putih panjang yang telah diselipkan oleh satu karyawan utusan kantor tempat bapak bekerja.
teruslah berharap dengan hal hal baik, tetaplah teguh langit kan doa doa kebaikan dan renungkan segala kesalahan dan hilaf yang pernah tercipta, sadari, bertobat, insaf, dan perbaiki diri menuju arah yg lebih baik, insya Alloh Alloh akan selalu menjaga kita sepenuhnya.
karena kita tak pernah tau mau seperti apa dan akan memilih kehidupan bagaimana di dunia ini , kita tidak bisa menghindari takdir yang memang sudah ditentukan.
tak selamanya kehidupan yang sulit itu menutup kesuksesan, semua tergantung bagaimana cara kita menerima dan menjalani takdir kita.
Dari bekal uang sumbangan dari kantor bapak, kami sedikit terbantu, bisa membeli susu untuk adikku, membeli beras dan aneka kebutuhan lainnya, dan meskipun lelah, nampak wajah ibu tidak senestapa kemarin, terpancar jelas kelegaan di sana.
Bapak menjalani operasi nya dengan lancar, kurang lebih satu Minggu pasca operasi, bapak diperbolehkan pulang, Alhamdulillah, dan itu artinya ibu tak perlu lagi mengayuh sepeda berkilo kilo lagi, jujur aku selalu menangis ketika melihatnya berangkat kerumah sakit dengan sepedanya itu, dapat kurasakan betapa susah dan lelahnya beliau, meskipun ibu selalu berusaha tegar dan tersenyum dihadapan kami, tapi aku tahu di dalam hatinya menyimpan perih dan duka luar biasa.
siang itu dengan menaiki becak, ibu membawa pulang bapak dari rumah sakit, tak ada satupun keluarga ibu dan bapak yang menjenguk dan bertandang ke rumah, sekedar menanyakan bagaimana keadaan bapak sambung ku itu pun tak ada, saudara hanyalah sekedar sebutan saja, nyatanya tak ada simpati sedikitpun dari mereka untuk membantu ibu, apakah semua orang miskin akan diperlakukan seperti kami yang tak dianggap keberadaannya dan malu mengakui jika kami adalah bagian dari keluarganya, sungguh sangat miris tapi itu lah faktanya.
aaah biarlah, mungkin kami orang miskin, hingga bagi mereka tak pantas untuk dianggap keluarga.
Namun, dibalik ketidak pedulian dari keluarga, masih ada tetangga yang baik dan tulus terhadap keadaan kami, setelah kepulangan bapak, banyak tetangga yang datang untuk menjenguk dan serta Merta membawa buah tangan, bukan oleh oleh yang kami harapkan, Sudi bertandang ke gubuk kami dan perduli dengan keadaan bapak, sudah lebih dari cukup, karena dengan itu, kami merasa dianggap ada.
setelah hampir dua Minggu lebih bapak beristirahat setelah menjalani operasi, Alhamdulillah keadaan bapak sudah kembali pulih dan sehat, bapak sudah mulai kembali masuk kerja, biasanya bapak pergi ke kantor dengan sepeda ontel kesayangannya, tapi karena bapak baru sembuh dari sakit, ibu meminta bapak berangkat dengan naik ojek.
bapak bekerja sebagai tukang kebun, di kantor salah satu rokok ternama di kota tahu, aaah bapak, meskipun beliau hanya bapak sambung, tapi ketulusannya sungguh luar biasa, bapak tipe orang yang bekerja keras, jujur dan baik hati, itulah kenapa banyak orang orang kantor yang begitu menghormati dan menghargai beliau, pun dengan atasannya, itu bisa dilihat dari seringnya bapak menerima bonus bonus yang diberikan, bahkan tiap hari, bapak selalu pulang dengan membawa makanan makanan enak khas orang kaya, yang katanya memang sengaja dibungkus kan oleh atasannya untuk bapak bawa pulang.
kami memang bukan orang kaya, tapi tiap hari kami selalu makan makanan enak yang harganya terlalu mahal untuk ukuran keluarga sederhana seperti kami, karena kebaikan dari atasan bapak lah, kami setiap hari selalu menerima dan memakan makanan enak nan mahal.
waktu terus bergulir, adikku Rina Wulandari, sudah tumbuh besar, saat aku duduk di kelas lima sekolah dasar,adikku masuk di kelas satu, kami berada di satu sekolahan yang sama.
tiap hari, kami berangkat dan pulang bareng dengan berjalan kaki, jarak rumah ke sekolah sekitar kurang lebih lima atau enam ratusan meter, meskipun lelah tetap kami jalani dengan rasa syukur, Rina yang masih kelas satu, pulang lebih awal, karena dia tidak berani pulang sendiri, terpaksa harus menungguku tiap hari, aaah kasihan sekali adikku itu, melihat wajahnya aku selalu ingin menangis, dia terlahir dengan seratus persen mewarisi gen bapaknya, seluruh kulit di wajah dan tubuhnya dipenuhi bintik bintik coklat, hingga dia sering kali menerima ejekan dari teman temannya, kalau sudah begitu, akulah yang akan maju untuk melindunginya, dan adikku itu, hanya bisa menangis sedih.
tiap hari kami melalui hari yang berat, ibuku hamil lagi, disaat bapak kembali sakit sakitan, daging tumbuh yang dulu sempat di operasi, kembali lagi tumbuh dengan lebih ganas, dan kembali dengan biaya dari bantuan kantor, bapak kembali menjalani operasi nya yang kedua, namun kali ini, tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan, operasi bapak gagal, dan di usia kandungan ibu yang menuju delapan bulan, bapak menghembuskan nafas terakhirnya.
hari hari berat kembali kami lalui, kandungan ibu yang membesar, kepergian bapak yang sudah pasti mempengaruhi nasib ekonomi kami, membuat ibu sangat terpuruk, terlebih dengan sikap curang keluarga bapak, yang dengan tega merampas santunan dan harta peninggalan bapak dari tangan ibu.
sebagai anak yang dianggap masih kecil, peranku tidak berarti apa apa, namun di usiaku yang masih anak anak,aku sedikit banyak dapat memahami apa yang terjadi.
bahkan dengan tekad yang kuat, aku memutuskan untuk mulai bekerja, apapun itu akan aku lakukan demi meringankan beban wanita tangguhku, wajah ibu yang polos, dihiasi gurat lelah dari simbol keras hidup yang ia jalani, namun ibu adalah wanita yang pantang mengeluh, ibu panutan terbaik dalam segala hal, meski miskin harta tapi ibu memiliki kekayaan hati yang luas, sikap gemar menolongnya dan sifat welas asih ya seringkali dimanfaatkan oleh orang lain, namun ibu tak sedikitpun menaruh dendam, bahkan sekedar marah pun beliau tidak lakukan, Masya Allah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!