NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikah Diusia Belia

Bab 1 ( Prolog)

Malam itu sekitar pukul 7 malam Ziva pulang diantar sahabat-sahabatnya Keyla, Nara dan Medina. Seringkali bahkan setiap hari Ziva selalu pulang malam dan masih menggunakan seragam sekolahnya. Ziva berharap kakaknya belum pulang kerja kalau sampai kakaknya sudah berada di rumah otomatis dia akan kena omel kakaknya. Terlihat rumah masih gelap membuat Ziva bernafas lega. Perlahan tapi pasti Ziva membuka pintu rumahnya karena terlalu gelap Ziva berjalan sambil merayap-rayap di dinding mencari saklar lampu.

Klaaakk

Lampu menyala. Disaat yang bersamaan terlihat kakaknya sudah duduk mematung di sofa ruang tamu.

Spontan Ziva berlari ke kamarnya mengunci pintunya karena tidak ingin kena omel kakaknya. Zacky langsung mengejarnya.

"Ziva, buka pintunya, Kakak ingin bicara!" Pekik Zacky menggedor pintu.

"Nggak mau, pasti Kakak ingin memarahiku kan," jawab Ziva dari dalam kamar.

Zacky menghela nafas panjang berusaha mengontrol emosinya.

"Baiklah, Kakak janji nggak akan marah.Cepat buka pintunya." Zacky terus membujuk.

Mendengar nada bicara kakaknya yang mulai merendah akhirnya Ziva membuka pintu kamarnya. Kedua kakak beradik itu akhirnya duduk bersama dan berbicara.

"Sampai kapan Ziva kelayapan, pulang malam-malam, nggak malu sama seragam mu ini?" Zacky menunjuk seragam yang masih melekat ditubuh Ziva.

"Ziva hanya merasa kesepian Kak, Ziva-"

"Maafin Kakak, Va. Kakak terlalu sibuk bekerja sampai melupakanmu tapi Kakak melakukannya demi kamu, Ibu dan juga Zahra," sergah Zacky memotong ucapan Ziva.

Zacky benar-benar berharap kali ini Ziva akan mendengarkannya. Selama ini mungkin caranya salah selalu mengutamakan kemarahan diatas segalanya tanpa tahu apa yang sebenarnya diinginkan adiknya itu.

"Kakak tidak akan pernah mengerti kakak selalu melakukan apapun kemauan Kakak. Aku akan melakukan apa saja untuk membuatku senang."

Bukannya menyadari kesalahannya Ziva malah semakin berkata dengan nada tinggi.

"Ziva!"

Plaakk!

Tamparan keras melayang ke wajah Ziva. Air matanya langsung meleleh memegang pipinya yang memerah bekas tamparan tangan Zacky.

"Kakak jahat,nggak sayang Ziva lagi!" Pekik Ziva sambil terisak-isak.

"Maafkan Kakak." Zacky merasa menyesal tangannya dengan kasar telah melukai wajah adik yang selama ini dia lindungi dan kali ini tangannya lah yang malah melukainya.

"Ini semua salahku terlalu memanjakan mu, hingga kini kamu sulit diatur sampai Kakak nggak tahu harus bagaimana mendidik mu," batin Zacky.

Pikirannya benar-benar kacau melihat tingkah adiknya. Zacky kemudian melangkah keluar kamar meninggalkan Ziva yang masih menangis tersedu-sedu.

Zacky duduk lesu di sofa ruang tamu. Matanya fokus menatap foto keluarga yang tergantung di dinding.

"Bagaimana Bu, dimana Zacky harus mencari uang sebanyak itu?gaji Zacky nggak akan pernah cukup untuk membayarnya tapi Zacky nggak mau Ziva menjadi-." batin Zacky.

Air mata Zacky merembes membayangkan hal gila yang akan dijalani Ziva jika semua terjadi.

***

Keesokan paginya

Zacky tengah sarapan dengan sepiring nasi goreng komplit dengan telur ceplok.

Ziva keluar dari kamarnya dengan langkah cuek tanpa menghiraukan kakaknya. Ziva benar-benar terlihat marah karena perlakuan kakaknya semalam.

"Ziva," Teriak Zacky.

Ziva tak menghiraukan dan terus melangkah pergi dengan tas di punggungnya.

Melihat itu Zacky langsung berlari menarik tangan Ziva menghentikan langkahnya.

"Apa kamu masih marah, maafkan Kakak." Zacky menggenggam tangan Ziva dan berusaha meredam kemarahan adiknya itu. Ziva tak menjawab dan malah mengalihkan pandangannya.

"Kenapa sih adik kakak yang cantik ini, Kakak mohon maafin Kakak," pinta Zacky terus memohon. Zacky sampai meminta Ziva menjewer telinganya agar adiknya itu tidak marah lagi.

"Baiklah Aku akan memaafkan Kakak asal Kakak memberiku uang saku lebih," tawar Ziva.

"Ziva!" Pekik Zacky kesal.

"Ya sudah kalau nggak mau nggak masalah." Ziva kembali melangkahkan kakinya.

"Baiklah, ambil ini." Zacky mengambil uang seratus ribu dari dompetnya dan memberikannya pada Ziva.

"Yeay asyik," seru Ziva girang.

"Ayo makan dulu!" Ajak Zacky.

Ziva mengikuti kakaknya dan setelah selesai sarapan Zacky pergi bekerja sekaligus mengantar adiknya sekolah di SMU Harapan.

Setelah 20 menit berkendara akhirnya mereka sampai di depan gerbang sekolah Ziva.

Zacky mengulurkan tangannya agar Ziva mencium tangannya tapi Ziva berlalu pergi dan tak menghiraukan.

Zacky geleng-geleng kepala dengan tingkah Ziva. Zacky pun melajukan mobilnya pergi menuju kantornya.

Ziva berjalan menuju kelasnya, kelas 11 yang letaknya paling ujung.

"Ziva." Teriak sahabat ziva.

"Oh kalian"

"Va kantin yuk, lapar nih," ajak Keyla seraya memegang perutnya yang lapar.

"Gue udah sarapan tadi gaes," tolak Ziva.

"Yah Ziva nggak seru tahu," sahut Medina.

"Nanti aja pas istirahat, biar Gue yang traktir." Ziva berjanji

"Beneran?" Nara tak percaya.

"Beneran lah," sahut Ziva mencubit pipi Nara gemas.

"Auuu sakit Va."

"Hahaha, habis Loe gemesin sih." Ziva tertawa.

"Ya sudah kita ke kantin dulu ya." Pamit Keyla.

Ziva mengacungkan jempolnya dan melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.

"Ziva." Seseorang berteriak.

Ziva membalikkan badannya dan melihat siapa yang memanggilnya.

"Kak Rendy, ada apa?"

"Pulang sekolah Kamu ada acara nggak?" tanya Rendy sedikit malu-malu.

"Nggak ada, emang kenapa?" Secara tidak langsung Ziva bisa menebak apa yang ingin Rendy katakan.

"Nonton yuk sama Aku?" tawar Rendy.

Pipi Ziva langsung memerah mendengar ajakan Rendy. Bagaimana tidak cowok yang paling keren di sekolahnya mengajaknya nonton.

"Mm, gimana ya?" Ziva pura-pura berpikir lama agar tidak terlihat dirinya gampangan padahal dirinya sudah menunggu lama untuk ini.

"Aku mohon please?" Rendy terus memohon.

"Mm, Ok." Ziva tersenyum mengiyakan ajakan Rendy.

"Baiklah aku tunggu di depan gerbang," ucap rendy.

Ziva mengangguk menyetujui. Ziva berlari menuju kelasnya karena bel sudah berbunyi.

Pelajaran sudah dimulai pak guru sedang menjelaskan pelajaran matematika. Semua murid memperhatikan kecuali ziva yang asyik melamun. Hatinya begitu bahagia akhirnya cowok incarannya mengajaknya ngedate walaupun cuma nonton film. Ziva sudah membayangkan gimana serunya nanti saat dia duduk berdua dengan Rendy. Rendy akan memeluk dan menciumnya.Semua begitu indah dalam bayangan Ziva.

"Ziva, Ziv!" teriak gurunya. Sedari tadi memanggil namun tidak direspon membuat pria paruh baya itu geram. Namun Ziva masih hanyut dalam lamunannya.

"Ziva!" Keyla menepuk bahu Ziva.

"Ha." Ziva tersentak tersadar dari lamunannya.

"Tuh dipanggil pak guru," sahut keyla.

Ziva pun berdiri dan menghampiri gurunya yang tengah duduk.

"Ada apa Pak?"

"Ziva nanti pas istirahat kamu temui bapak diruang guru!" Perintah pak guru.

"Ya Pak." Ziva menundukkan kepala dan kembali duduk di tempatnya.

Bel istirahat pun berbunyi. Pak guru meninggalkan kelas dan murid-murid bertebaran menuju kantin.

"Va, ayok ke kantin?" Ajak Nara.

"Sorry gaes Gue nggak bisa."

"Lho kok kan Loe dah janji tadi!" ucap Keyla kesal.

"Sorry pak guru memanggil gue, suruh ke ruang guru."

"Pasti Ziva dapat kartu kuning lagi nih." Sahut Medina.

"Bodo amat, pak guru emang ngeselin bisanya selalu ngasih gue kartu kuning!" umpat Ziva kesal.

Ziva pun melangkah pergi menuju ruangan guru.

.....

Zivanna Aysilla Airene : Gadis berusia 17 tahun,Kelas 11 disebuah sekolah,Adik dari Zacky Saputra.

Arshaka Attharazka : Pemuda Usia 25 tahun.Seorang Supervisor di Perusahaan Properti.

Zacky Saputra : Pemuda Usia 25 tahun.Kakak dari Ziva.

Keyla, Nara, Medina : Sahabat Ziva.

...***************...

Bab 2 ( Di Paksa Menikah )

Ziva kembali ke kelasnya setelah menemui guru di ruang guru. Raut wajahnya nampak kesal sembari menahan amarah. Beberapa kali Ziva memukul meja melampiaskan amarahnya.

Ketiga sahabatnya melihat satu sama lain mempertanyakan keanehan yang dipertontonkan Ziva.

"Napa elo, Va?" Keyla yang duduk sebangku dengan Ziva memberanikan diri mempertanyakan hal yang terjadi pada sahabatnya itu.

Ziva membuang nafasnya kasar berusaha menenangkan pikirannya yang masih sedikit gusar.

"Nih." Ziva mengambil sesuatu dari sebelah tangannya yang tak lain sebuah surat peringatan dari wali kelasnya. Sayangnya surat itu sudah diremasnya menjadi bola kecil.

Keyla mengambilnya dan berusaha membacanya. Medina dan Nara yang merasa penasaran menarik tangan Keyla hingga surat itu dibaca ketiganya. Keyla yang sudah selesai membaca secara tidak sadar cengengesan menertawakan apa yang dialami Ziva.

"Terus aja elo ngetawain Gue!" Ziva yang masih terlihat kesal malah makin kesal karena Keyla yang malah menertawakannya daripada menghibur hatinya.

"Sabar Va."Medina mengelus punggung Ziva berusaha menenangkan. Dari ketiga sahabatnya Medina lah yang paling dewasa. Medina selalu bisa membuat suasana membaik ya karena sifat dewasa dan keibuannya.

"Sebaiknya kita tidak sering keluyuran sepulang sekolah mending kita belajar kelompok aja. Gue juga sering kena marah nyokap Gue gara-gara tiap hari main," Saran Medina yang juga diangguki Nara.

Ziva nampak berpikir mendengar saran Medina karena saran Medina ada baiknya. Dua kali Ziva mendapat surat peringatan dari wali kelasnya karena berturut-turut nilai ulangannya dibawah rata-rata menjadikannya murid terbodoh di kelasnya.

Semenjak masuk SMA, Ziva menjadi pemalas waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bermain daripada belajar padahal saat di SMP Ziva termasuk murid yang berprestasi

"Ok." Ziva menyanggupi saran Medina mengangguk kepalanya beberapa kali. Keempatnya menyepakati mulai hari ini akan giat belajar daripada bermain-main tidak jelas.

.

.

Bel sekolah berbunyi saat jam menunjukkan pukul 2 siang menandakan pelajaran telah usai.

Murid-murid berhamburan meninggalkan sekolah.

Ziva berjalan keluar kelas bersama teman-temannya. Rendy yang sudah standby diatas motor sportnya beberapa kali melirik pintu gerbang menunggu kedatangan Ziva.

"Gaes kali ini gue absen ya nggak ikut belajar kelompok, kalian bertiga aja." Ziva langsung berlari meninggalkan ketiga sahabatnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

"Mau kemana dia?" tanya Keyla menatap Medina dan Nara bergantian. Nara dan Medina hanya menggelengkan kepalanya karena mereka juga tidak mengetahuinya.

Ziva yang sudah keluar dari gerbang melirik kesana kemari mencari keberadaan Rendy. Dari kejauhan Rendy melambaikan tangannya kearah Ziva.

"Kak Rendy," sapa Ziva dengan nafas terengah-engah karena berlari.

Disaat yang bersamaan Zacky yang tak sengaja lewat depan sekolah Ziva mendapati adik perempuan berduaan dengan seorang lelaki namun saat itu Ia tidak bisa menghentikan mobilnya karena urusan lain yang lebih penting. Zacky yang kesal mengklakson beberapa kali sembari membuka kaca jendela mobilnya melotot kearah Ziva sesaat hingga mobil itu akhirnya hilang dibalik deretan mobil yang melaju kencang. Kebetulan hanya Ziva yang mengetahui saat kakaknya lewat sementara Rendy yang fokus menatapnya tidak mengetahui.

"Naiklah!" perintah Rendy.

"Kak, aku nggak bisa nonton sama kamu hari ini, tiba-tiba perutku sakit." Ziva memberi alasan karena tidak mungkin dia bisa pergi karena kakaknya sudah memperingatkannya. Entah apa jadinya jika Ia tidak menuruti kakaknya yang menurutnya otoriter itu.

"Aku antar ke dokter atau rumah sakit?" tawar Rendy yang terlihat cemas. Batinnya juga merasa aneh karena beberapa saat lalu Ziva begitu semangat malah berlari kearahnya tiba-tiba saja mengeluh sakit perut.

"Setelah istirahat akan membaik kok sebaiknya Kak Rendy pulang duluan, aku akan naik taxi." Ziva terlihat memegangi perutnya membuat Rendy tidak tega.

"Aku akan mengantarmu pulang,cepat naik!" perintah Rendy.

Ziva pun menuruti tawaran Rendy karena kalau harus menunggu taxi mungkin akan lama karena di depan area sekolahnya taxi jarang lewat paling angkot sementara dirinya tidak terbiasa.

Rendy melajukan motornya saat Ziva sudah duduk di jok belakangnya. Rendy kecepatan tinggi membuat Ziva harus berpegangan erat pada tubuh Rendy.

Deg

Jantung Ziva berdetak kencang saat tubuhnya bersentuhan dengan laki-laki yang begitu dikaguminya. Kali ini tidak ada cela baginya hingga kini begitu dekat.

"Oh my god," batin Ziva sembari beberapa kali mengelus dadanya karena terlalu berdebar.

Setelah sekitar 20 menit mereka sampai di sebuah jalan yang tidak jauh dari rumahnya karena Ziva meminta Rendy menurunkan disana agar tidak ketahuan kakaknya.

"Bye Kak Rendy," ucap Ziva saat Rendy kembali melajukan motornya pergi.

Saat Ziva masuk halaman rumahnya terlihat 2 mobil terparkir disana.

"Mobil siapa ini?" batin Ziva sambil berpikir karena mobil itu tampak asing belum pernah dilihatnya.

Ziva terus melangkah masuk kedalam rumahnya

"Kakak udah pulang?" Ziva mencium tangan kakaknya dengan sopan tidak seperti biasanya yang langsung masuk ke dalam kamarnya

"Seharusnya Kakak yang bertanya seperti itu, biasanya belum pulang kamu jam segini. " Zacky menatap tajam Ziva lalu berganti menatap jam ditangannya.

Ziva hanya tersenyum menanggapi ucapan kakaknya. Fokusnya teralihkan sosok tampan disebelah kakaknya. Sosok yang tidak asing tapi Ziva benar-benar tidak tahu siapa pria itu.

"Ziva kamu udah gede ya sekarang, lupa ya sama Kakak?" Pria itu tersenyum menatapnya seakan tahu isi hatinya.

"Kakak kenal Ziva?" Ziva merasa aneh pria itu mengenalinya.

Pria itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya gadis di depannya ini sudah melupakannya.

Ziva langsung duduk di dekat kakaknya sambil berbisik, "Siapa dia, Kak?"

"Tanya sendiri!" ucap Zacky dengan ketus karena masih kesal dengan adiknya itu. Ia berpindah tempat duduk untuk memberi kesempatan Ziva bertanya langsung.

Arsha yang gemas akan tingkah Ziva langsung mencubit pipi Ziva. Bisa-bisanya gadis itu melupakannya begitu saja.

"Dia memang seperti itu Arsha, aku berharap kamu bisa sedikit bersabar dengan tingkahnya yang konyol dan kekanak-kanakan. Kalian pasti bisa bersama," ucap Zacky.

"Arsha, Kak Arsha?" tanya Ziva setengah tidak percaya. Sudah lama sejak Ia pindah ke Jakarta Ia tidak bertemu dengan pria itu lagi. Di detik selanjutnya Ziva menyadari ucapan aneh kakaknya.

"Wait, wait, bersama gimana maksudnya?" Ziva menatap tajam Zacky meminta jawaban dari ucapan kakaknya.

Zacky langsung menundukkan kepalanya merasa tidak sanggup untuk menjelaskan. Ia menghela nafas panjang meyakinkan dirinya mau tidak mau ini harus dilalui adiknya demi kebaikannya.

"Kakak akan menikahkanmu dengan kak Arsha," jelas Zacky.

Bak petir di siang bolong ucapan Zacky seketika membuat mata gadis itu melotot tidak percaya dengan mulut mengangga.

"Kakak ini bercanda ya, jangan keterlaluan. Kakak tahu sendiri Ziva masih sekolah, kan?" Ziva tersenyum dan menganggap ucapan kakaknya hanya sebuah gurauan belaka.

"Ini benar Va, Kakak tidak sedang bercanda." Zacky meyakinkan ucapannya dengan menatap serius adiknya.

"Nggak, ini nggak benar, Ziva pasti salah dengar kalau pun benar Ziva nggak mau!" pekik Ziva menutup kedua telinganya dengan tangannya.

"Kamu harus menikah dengan Kak Arsha titik!" tegas Zacky penuh penekanan dalam pengucapannya

"Kakak, Ziva nggak mau!" pekik Ziva. Ia langsung berlari ke kamarnya membanting pintu kasar.

***

2 Minggu kemudian.

Tepat dihari Minggu malam sekitar pukul 7 malam Arsha akan mengucapkan Ijab Qabul.

Ijab Qabul dilaksanakan disebuah hotel. Acara Ijab Qabul berlangsung khidmat.

Kedua mempelai duduk berdampingan. Arsha terlihat begitu gagah dan tampan dengan setelan jasnya sementara Ziva memakai kebaya berwarna putih dengan riasan dan sanggul modern membuatnya semakin cantik.

Ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Ziva meskipun riasan membuat wajahnya nampak mempesona tapi mata bengkaknya tidak bisa di sembunyikan. Semalam gadis itu menangisi nasibnya harus menikah muda diusia belasan tahun tanpa bisa menolak. Ziva tidak mengetahui atas dasar apa kakaknya terburu-buru menikahkannya bahkan saat masih dunianya masih putih abu-abu. Demi kebaikannya lah yang selalu dikemukakan kakaknya itu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Zivanna Aysilla Airene binti Dedi Sudrajat dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai 22 juta 22 ribu rupiah dibayar tunai," ucap Arsha penuh keyakinan hanya dengan satu tarikan nafas.

Satu kalimat sederhana tapi penuh arti yang merubah status seorang dan mungkin juga merubah seluruh dunia Ziva nantinya.

Setelah acara selesai Penghulu dan beberapa orang sahabat Arsha dan Zacky pamit pergi meninggalkan tempat itu menyisakan Ziva, Arsha dan Zacky. Ketiganya juga berencana pulang.

"Jaga Ziva baik-baik." Zacky berpesan pada Arsha yang sudah sah menjadi adik iparnya. Ia melangkah pergi meninggalkan Ziva dan Arsha.

"Kak kok aku ditinggal." Ziva berjalan cepat mengejar Zacky yang sudah beberapa langkah melangkah.

"Ziva ikut Kak Arsha pulang. Mulai malam ini kamu akan tinggal di apartemen Kak Arsha!" perintah Zacky.

"Tapi Kak." Ziva memegang erat tangan Zacky tidak ingin berpisah dari kakaknya. Selama beberapa tahun ini Zacky lah yang menjadi tumpuan hidupnya dan kini ketika kakaknya itu meninggalkannya seperti kehilangan.

"Mulai sekarang ikut kemana pun Kak Arsha pergi," tutur Zacky. Ia membelai kepala Ziva berkata dengan lembut. Ya sebenarnya tidak hanya Ziva, Ia sendiri sebenarnya merasa sedih harus berpisah dengan adiknya itu. Sebisa mungkin Ia menahan air mata yang sebenarnya sudah tidak bisa dibendungnya lagi.

"Tapi Kak," protes Ziva. Ia memegangi tangan kakaknya semakin erat.

"Ziva kamu nggak usah takut, Kak Arsha nggak akan gigit kamu kok," sahut Arsha berjalan mendekat kearah Ziva dan Zacky berdiri. Ia meraih tangan Ziva dari tangan Zacky, berusaha meyakinkan wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.

Ziva akhirnya mengangguk menuruti perintah kakaknya karena Ziva menganggap Arsha seperti kakaknya sendiri.

Mereka berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.

Arsha membuka pintu rumahnya dan mengajak Ziva masuk ke dalam rumahnya.

"Duduk Va, Kak Arsha akan menaruh kopermu di kamarmu." Arsha menunjuk sebuah kamar lalu melangkah masuk ke dalam kamar itu.

Ziva menatap sekeliling apartemen Arsha yang tidak terlalu luas hanya ada 2 kamar,ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Nampak ruangan itu rapi dan bersih walaupun kecil dan sempit.

"Kak Arsha pasti orang yang sangat rajin." Matanya terus menatap sekeliling rumah hingga akhirnya terfokus pada foto yang terpajang di dinding.

"Foto itu?" Ziva mendekati foto itu dengan senyum yang mulai mengembang.

Arsha yang keluar dari kamar Ziva langsung terpaku melihat Ziva memandangi foto masa kecil mereka.

Ziva nampak bahagia melihat foto yang telah usang itu.

"Ehem, Ehem."Arsha berdehem beberapa kali membuat Ziva menyadari keberadaannya.

"Kakak masih menyimpan foto itu?" Ziva menunjuk foto yang terpanjang di dinding itu.

"Aku selalu menyimpannya seperti aku selalu menyimpanmu di hatiku," batin Arsha. Kata-kata itu hampir saja terlontar dari mulutnya namun langsung Ia tahan dan hanya terlontar di batinnya.yang seakan-akan ingin mengutarakannya tapi katanya hanya bisa tertahan di hatinya. Ia tidak ingin Ziva terlalu dini menyadari perasaannya walaupun sebenarnya bertahun-tahun memendam perasaan itu tanpa kepastian.

"Aku harus mengendalikan diriku, aku tidak ingin Ziva merasa tidak nyaman disini," batin Arsha.

"Bersihkan riasanmu dan tidurlah!" perintah Arsha yang langsung diangguki Ziva. Keduanya berpisah masuk ke kamar masing-masing.

Bab 3 ( Istiku Oh Istriku )

Sekitar pukul 7.30 pagi Arsha telah siap dengan baju kerjanya sementara Ziva sedari pagi belum terlihat batang hidungnya.

"Apa Ziva belum bangun, kenapa masih belum keluar kamar?" Arsha melirik kamar Ziva yang masih tertutup. Saat itu dia bersiap sarapan. Setelah menunggu 10 menit Ziva tak kunjung keluar kamar. Arsha memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ziva. Kakinya melangkah pelan setengah ragu tapi dia terus berjalan dan kini berdiri tepat di depan pintu kamar Ziva.

"Ziva," serunya. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali.

Berkali-kali Arsha memanggil tapi Ziva tak menyahut. Arsha mencoba membuka pintu dan ternyata Ziva tidak mengunci pintu kamarnya.

Perlahan Arsha melangkah masuk nampak Ziva masih tertidur pulas mengenakan piyama mini berwarna merah muda. Arsha menatap Ziva dari atas hingga bawah. Selimut Ziva tersibak hingga menampakkan kaki jenjangnya yang nampak mulus menggoda membuat Arsha menelan salivanya. Matanya dimanjakan dengan pemandangan di depan matanya.

Tubuhnya seketika menjadi panas dingin sementara nafasnya naik turun menahan gejolak yang memuncak hingga ubun-ubun.

Tiba-tiba Ziva terbangun spontan membuat Arsha yang berdiri mengamatinya menjadi salah tingkah.

"Aduh ... jam berapa ini bisa telat aku." Ziva melompat dari ranjangnya dengan cepat membuat Arsha yang saat itu hendak keluar dari kamar Ziva malah ditabrak dari arah belakang hingga keduanya terjatuh dilantai dengan posisi Ziva berada diatas tubuh Arsha. Sebenarnya saat itu Arsha ingin menghindar tapi karena Ziva tidak menyadari keberadaannya langsung ditabrak begitu saja.

"Aw," pekik Ziva.

Tubuh Arsha yang jatuh lebih dulu membuat Ziva tidak terlalu merasakan sakit tapi tetap saja berteriak kesakitan.

"Kamu tidak apa-apa?" Arsha langsung bangun dan membantu Ziva turun dari atas tubuhnya.

"Maaf Kak, Ziva nggak sengaja tapi kenapa Kak Arsha ada di kamar Ziva?" Ziva langsung berdiri menyadari tubuhnya masih berada dipangkuan Arsha.

Tanpa menunggu jawaban Arsha, Ziva langsung berlari menuju kamar mandi menyadari dia akan terlambat jika terus mengobrol.

Arsha duduk di tepi ranjang menarik nafas panjang berusaha menstabilkan jantungnya yang masih berdegup kencang.

Beberapa menit kemudian Ziva keluar dari kamar mandi dengan rambut basah serta handuk melingkar menutupi tubuhnya. Arsha yang melihat Ziva kembali menelan salivanya.

"Maaf Kak Arsha, Ziva lupa membawa baju ganti. Bisa Kak Arsha keluar," pinta Ziva.

"Aku mau tetap disini dan melihatmu berganti baju," batin Arsha. Kata-kata itu hampir saja tak bisa ditahannya tapi untungnya dia bisa mengendalikannya.

"Kak Arsha!" Ziva memekik kesal karena tidak mendapat respon dari Arsha dan lebih kesalnya lagi pria itu malah terlihat melamun.

Arsha pun tersentak kaget karena teriakan Ziva.

"Oh, Kak Arsha akan keluar."

Arsha melangkah keluar kemudian Ziva menutup pintu kamarnya kasar.

"Ck, bisa gila aku kalau setiap hari begini, punya bini tapi nggak bisa diapa-apain," batin Arsha. Ia nampak kesal menghembuskan nafasnya kasar.

.

.

Perjalanan ke sekolah Ziva memakan waktu sekitar 15 menit. Mobil Arsha berhenti tepat di depan gerbang sekolah Ziva.

"Nanti kamu pulang sendiri ya, Kak Arsha harus kerja paling sore Kak Arsha pulang." Pesan Arsha memberikan access code ke Ziva sebelum istrinya itu keluar dari mobil.

Ziva membuka pintu mobil bersiap turun setelah mengambil access code dari Arsha.

"Ziva tunggu!"

"Ada apa Kak?" Ziva melirik ke Arsha.

"Ini ambil." Arsha menyodorkan selembar uang seratus ribuan.

"Banyak amat Kak." Ziva melirik uang itu dan mengembalikannya kerena itu terlalu banyak menurutnya.

"Sudah ambil aja buat jajan kamu." Arsha menaruh uang itu di saku baju Ziva

"Makasih Kak Arsha." Ziva menyunggingkan senyuman lebar lalu keluar dari mobil melambaikan tangannya

"Bye Kakak."

Mobil Arsha kembali melaju menuju kantornya.

Ziva berlari masuk gerbang menuju kelasnya karena bel sekolah berbunyi menandakan kelas segera dimulai. Murid-murid pun segera memasuki kelas masing-masing.

***

Sekitar pukul 2 siang murid-murid berhamburan meninggalkan sekolah.

Ziva dan sahabatnya Keyla, Nara dan Medina berjalan beriringan menuju gerbang sekolah

Tiba-tiba ponsel ziva berdering.

"Iya Kak" ~ Ziva.

"Va segera pulang, Kak Arsha menjemputmu mungkin sudah di depan sekolahmu."~Zacky.

"Tadi Kak Arsha bilang nggak bisa jemput aku dan menyuruhku pulang sendiri kok."~ Ziva.

"Sudah jangan banyak bicara, Kak Arsha nungguin Kamu."~ Zacky.

"Iya ... iya." ~ Ziva.

Ziva menutup teleponnya.

"Maaf ya, gue nggak bisa pulang bareng kalian. Kakak gue dah jemput di depan." Ziva mempercepat langkahnya setengah berlari menuju depan sekolahnya

"Yah Ziva nggak seru tahu!" gerutu Keyla.

"Sudah, kan Ziva sudah dijemput kakaknya nanti kakaknya marah." Medina memberi pengertian.

Keyla mencebikkan bibirnya kesal.

Sementara Ziva segera menghampiri mobil Arsha dan segera masuk.Tanpa membuang waktu Arsha melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.

"Kak Arsha sudah pulang kerja?" tanya Ziva mencoba mencairkan suasana canggung itu.

"Pekerjaanku sudah selesai jadi aku bisa pulang cepat dan menjemputmu," jelas Arsha.

Saat diperjalanan Ziva mencuri pandang beberapa kali melirik wajah Arsha.

Pria setampan Arsha siapa sanggup menolak. Hidung yang mancung di tambah mata elangnya serta pembawaannya yang tenang dan ramah semakin menambah nilai plusnya. Postur tinggi dan kulit yang putih. Dialah Arshaka Attarazka pria idaman gadis-gadis tapi sayang pria itu sekarang sudah beristri.

"Ziva kamu mau langsung pulang atau kemana dulu?" Arsha melirik Ziva yang masih fokus menatapnya tanpa berkedip.

"Ziva!" serunya lagi.

"Hah." Ziva tersentak kaget juga salah tingkah karena ketahuan mengagumi pria dibelakang kemudi itu.

Arsha yang menyadari mulai mendapat perhatian dari Ziva hanya tersenyum dan tidak melanjutkan pertanyaannya.

Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di apartemen. Ziva langsung masuk ke kamarnya sementara Arsha pergi ke dapur mengecek isi kulkasnya.

Ziva keluar dari kamar dan mencari Arsha ternyata Arsha sedang berada di dapur.

"Kak Arsha sedang apa?" tanya Ziva.

Arsha menutup kulkasnya dan berdiri menatap Ziva.

"Kak Arsha akan masak untuk makan kita." Arsha mengeluarkan beberapa bahan masakan dari kulkas.

"Kak Arsha bisa masak?" tanya Ziva.

"Bisa tapi masak yang gampang-gampang. Tunggu disini Kak Arsha ganti baju dulu!" Arsha melangkah menuju kamarnya.

Beberapa menit kemudian Arsha kembali dengan baju santai.

Arsha mengeluarkan 2 butir telur dan beberapa potong Frozen food kemudian menggorengnya lalu menyajikannya diatas piring dan meletakkannya di meja ruang tamu sekaligus ruang makannya. Ziva mengekor dibelakang Arsha.

"Ziva duduk! Kak Arsha akan mengambil nasi dan sambal dulu," pinta Arsha.

Ziva duduk dan menyalahkan tv.

Setelah beberapa lama Arsha kembali membawa 2 piring nasi dan sebotol sambal.

"Ayo makan Va." Arsha duduk di samping Ziva.

Ziva segera melahap makanan yang ada di depannya karena perutnya memang lapar.

Setelah selesai membereskan meja dan mencuci piring Ziva mencari keberadaan Arsha yang ternyata sedang di balkon dan tengah fokus di depan laptopnya .

"Makasih Kak untuk makanannya, Ziva ke kamar dulu ya." Ziva melangkah pergi menuju kamarnya.

"Hanya itu yang kamu sampaikan Va, bisakah kamu sedikit memujiku," ucap Arsha lirih. Batinnya sedikit kesal karena Ziva amat sangat cuek.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!