NovelToon NovelToon

SERIBU TEROWONGAN MENGUBAH SEGALANYA

_ Chapter 1_

...(Pendaftaran, Awal Tantangan Dimulai)...

-

“Kau tahu, saat misi sudah selesai, kita tidak akan bisa mengingat kejadian ini lagi, sampai musim atau keadaan yang sama kembali lagi.”

“Benar kah?..."

"Tujuh tahun yang lalu hanya lima orang saja yang berangkat, bagaimana mereka bisa kembali dengan selamat, dan bahkan tidak ada yang ingin menceritakannya. Mungkin karena itu mereka tidak mengingat kejadian yang mereka lalui.”

“Tidak hanya itu, saat mereka berangkat, banyak tantangan yang harus mereka lalui, selain itu hanya satu orang diantara mereka yang menjadi pengawasnya. Sungguh beruntung.”

“Beruntung sekali dirinya sampai jadi pengawas menara itu, sungguh itu hal yang langka.”

“Iya sangat langka, sampai cerita ini tidak menjamin apakah itu betul atau tidak.”

“Jangan pikirkan tentang itu, lagian kita akan membuktikannya sendiri.”

"Kau benar.”

Sebuah rumah tua dengan lebar yang bisa menampung empat truk serta bagian belakang rumah itu tidak beratap karena dibagian belakang adalah kunci keberangkatan.

Seorang gadis masuk dengan menghormati orang yang duduk didalam rumah itu. Sekitar seribu orang yang sudah berdesak-desakan didalam rumah. Ia memilih untuk duduk dibagian belakang rumah dengan menghadapi sinar matahari yang begitu terik.

Duduk membelakangi laut menghadap kedarat. Semua orang saling berguman masalah tentang ini dan itu, tentang fakta dan fiksi. Ada yang menyatakan pertarungan ini akan menjadi sebuah tantangan hidup bahkan ada yang terdiam ditempat karena takut.

Syarat ikut dalam pertarungan ini adalah harus berani, tidak boleh takut, jika kau takut maka tidak ada kesempatan untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Dengan duduk terdiam ditempat sambil menunduk. Seorang pria didepannya memunggunginya sambil mundur perlahan-lahan seperti sengaja melakukan hal itu. Gadis itu tidak mengangkat kepalanya. Ia tetap menunduk dan menahan pria didepannya yang sudah mulai mendekat.

Namun tidak berapa lama, hadir seorang pria entah dari mana menengahi diantara mereka. Ia menghadap kedepan gadis itu, dengan pakaian santai, celana santai dengan kulit berwarna putih cerah. Gadis didepannya tidak mengangkat atau melihat wajahnya. Hanya sampai leher putih dengan adem apel yang seperti sedang menelan ludahnya, naik turun dengan perlahan.

Orang yang merasa dicegah itupun langsung berdiam tidak berbicara dan menghentikan tingkahnya. Semua orang yang hadir mengenakan pakaian santai, karena yang mereka hadapi nanti bukan daratan, melainkan laut dengan kedalaman yang membuatmu ingin mencari daratan secepatnya.

Gadis itu pun tenang karena pria didepannya juga tidak ada niat apapun, ia diam seperti menunggu pertandingan dimulai. Gadis itu melihat sekeliling, disekelilingnya ada keluarganya, Ayah, Ibu, Bibi, dan dua Pamannya yang ikut bersama, selain itu Bibinya juga membawa anak perempuan yang berusia sekitar empat tahun lebih. Melihat ini orang-orang akan mengira bahwa ibunya sengaja membunuh anak sendiri, tapi dipandangan gadis ini anak umur empat tahun itu kemungkinan adalah pengawas menara yang mengawasi mereka ditahap pertama.

-

“Namaku, Meyla. Usiaku baru tujuh belas tahun. Dengan tinggi yang sekitar seratus enam puluh. aku mengikuti pertandingain seribu terowongan yang diadakan disamping rumahku sendiri. Alasan diriku mengikuti ini bukan karena aku menginginkan hadiah yang diberikan, melainkan mimpi yang menyuruhku ikut. Ini adalah kedua kalinya aku mengikuti pertadingan seribu terowongan. Pertandingan pertama bersama orang tuaku dan bibi serta pamanku. Sekarang kami mengikuti lagi, namun kali ini pamanku yang lain juga ikut, serta anaknya.” Benak gadis yang kembali menundukkan kepalanya.

Syarat pertandingan dimulai adalah memperkenalkan diri serta alasan ikut dalam pertandingan. Kebanyakkan orang akan mengatakan “aku mengikuti ini karena ingin menyelamatkan kota”,Perkataaan itu memang menakjubkan namun sistem dan pengawas menara tidak buta atau tuli, mereka bisa mengetahui isi hatimu bahkan pikiran kotor. Jadi jika sudah ada niat lain dari awal, maka kau akan tertinggal dibelakang.

Semua orang duduk terdiam, tidak ada yang bergeming saat suara lonceng datang dari belakang mereka. Dengan sedikit menenangkan diri, Meyla mengangkat wajahnya melihat diujung pandangan mereka melesat mundur dengan kecepatan yang luar biasa. Pria didepannya tetap tidak Ia lirik, menurutnya privasi masing-masing bahkan wajah mereka tidak perlu diingat karena pada dasarnya mereka semua akan saling melupakan.

Melihat mereka mundur tanpa berjalan, berarti pertandingan sudah dimulai, dan semua orang pun berpegang teguh pada diri mereka, karena pada dasarnya tidak ada yang akan tahu kapan mereka bakal mati ditempat.

-

Tujuh tahun yang lalu.

“Maahhhh...aku ikut ya, kali ini aja, aku pengen ikut Mah” Ucap gadis berusia sepuluh tahun dengan wajah yang masih polos.

“Tidak boleh, ini berbahaya, hanya kita yang bisa melakukannya”

“Tapi Mah...aku benar-benar ingin ikut”

Seorang pria yang lebih tinggi sudah duduk diteras dengan menyilangkan kakinya. Mengangkat wajahnya dan berkata “Biarkan saja dia ikut, lagian kita hanya berlima. Tidak akan ada pertumpahan darah.” Ia adalah Ayah Meyla. Ibu Meyla mendengar ini hanya terdiam dan menyuruh Meyla untuk duduk ikut dengan mereka. Sedangkan Bibi dan Paman-nya juga ikut duduk dibelakangan mereka.

Dengan wuusssssssh...rumah itu bergerak cepat melesat melalui celah didepan rumah orang-orang. Melewati celah rumah Ia melesat dengan cepat hingga membuat orang-orang berpikir kalau mereka tidak perlu naik kereta jika berpergian.

Menyeberangi laut yang luas, mereka duduk hingga sekitar tiga jam untuk mendapati bahwa dari kejauhan mereka telah melihat sebuah pemukiman yang damai ditepi laut.

“Lihat...itu adalah tempat pemberhentian pertama, sebelum turun, jangan menyentuh apapun, jika kau menyentuhnya kalian akan keluar dari pertandingan. Mengerti?”

“Mengerti”

Dengan serempak menjawab. Mereka mulai mengalami guncangan yang kuat saat mendekati pemukiman, kali ini pemukiman terlihat tenang, damai, bahkan tidak membuat mereka risih dengan kedatangan rumah yang terbang begitu saja. Rumah yang mereka tumpangi hanya bisa diisikan dua buah motor yang pasti akan mudah hancur jika ditabrak oleh truk atau ombak laut.

Namun dengan menjalankan pertandingan, tidak ada yang melihat mereka, atau menghiraukan keadaaan mereka, saat mereka memutuskan untuk keluar maka mereka bisa melihat kedatangan orang yang tidak dikenal. Sedangkan yang masih mengikuti akan tetap tidak terlihat.

Dengan ciiiitttt rumah kecil itu berhenti didepan sebuah rumah yang kini makin kecil, rumah itu adalah tantangan ketiga mereka.

-

Meyla yang tadi melamun saat mengingat kejadian tujuh tahun, yang sudah terlupakan dan tidak bisa diingat, kini kembali muncul diotaknya dengan gambaran yang jelas.

“Dulu...sangat mudah melewati dua tantangan yang ini. Jelas pertandingan seribu terowongan hanya memiliki tiga tantangan, namun dulu kenapa sangat mudah bagi kami untuk melalui, apa jangan-jangan kami memang terpilih. Dan sekarang yang ikut....”

Meyla melihat kesamping dan sedikit mengangkat kepala, melihat dengan sedikit memiringkan kepalanya. Ia mendapati bahwa mereka masih didaratan belum tiba dilautan. Bukan itu yang membuatnya terkejut, seribu orang yang ikut dalam pertandingan, sekitar tiga ratus lebih tertinggal didepan mereka. Dipandangan Meyla, orang-orang yang tertinggal itu melampaikan tangan dan juga ada yang mengejar berusaha untuk bisa menyusul.

Saat ini bagian belakang rumah masih mundur dengan kecepatan yang tidak bisa diperkirakan. Namun yang pasti mereka masih berada didaratan belum menyentuh laut yang dalam dan mematikan.

Melihat lagi disekelilingnya, seseorang mulai saling mengenggam seperti takut kehilangan apa pun dan berharap bantuan orang lain.

“Tidak ada yang akan berhasil jika saling mengharapkan bantuan” benak Meyla.

Tak perlu waktu lama, sekitar delapan ratus orang mulai berdiri dan saling mengeluarkan perkataan tajam mereka, mencaci dan berusaha untuk menyingirkan orang lain. Karena saat ini tantangan kedua dihadapi oleh mereka.

Tantangan pertama sangat lah gampang dan mudah. Karena kalian hanya harus kuat dengan niat untuk menyelamatkan kota tanpa berpikir yang lain, jadi kalian akan mudah mengikuti dan lolos tantangan pertama.

Meyla sempat melihat pria yang menganggunya tadi menghilang, sepertinya dirinya tidak lolos ditahap pertama.

“Minggir, biar Aku yang dibagian akhir”

“enak saja...Aku yang harus dibagian akhir”

“Kau pikir dirimu siapa?..berani menentangku, Aku yang pergi lebih dulu..sana”Pria dengan tubuh sedikit besar mendorong pria yang menghalangi jalannya.

Dengan jleb, sebuah ranting menusuk keperut Pria itu. Mengeluarkan semburan darah hingga langsung memutihkan bola matanya. Orang yang melihat ini ada yang sampai mual, ada yang pura-pura tidak perduli. Dan ada yang takut untuk bergerak.

Rumah itu terus bergerak. Dan yang mereka lewati masih daratan dengan pepohonan yang lebat. Rating terlihat seperti silet yang siap merobek tubuh.

Seseorang penasaran dan mengulurkan tangannya untuk memastikan itu hanya sebuah bayangan. Dengan tangan kiri terulur tepatnya duduk didepan Meyla setelah laki-laki didepannya. Dengan sreeet tangan kirinya terseret kedepan dengan cepat. Tidak hanya itu orangnya juga ikut terseret dengan cepat kedepan. Hingga membawa sekitar tujuh orang untuk mengikutinya.

Lagi-lagi delapan ratus orang dengan sedikit waktu berkurang perlahan. Meyla yang menonton ini hanya menghela nafas sambil tetap tenang dan melihat kearah orangtuanya yang duduk disamping dengan mata tertutup.

Sedangkan anak usia empat tahun itu tersenyum sambil tertidur.

“Sungguh malang, tantangan kali ini lebih sulit dari waktu pertama kali aku mengikuti pertandingan ini.”benak Meyla.

Sepasang kekasih sambil berpelukan erat ditengah mereka. Mereka sedikit menangis dan saling menenangkan. “Aku takut...seharusnya kita tidak ikut..lihat...lihat..hiks..hiks.”

Pria yang memeluknya berbicara. “Tenanglah ini tidak lama”

Mendengar perkataan itu, semua orang tahu bahwa tidak mungkin saat ini mereka bisa melewati tantangan kedua, karena mereka masih berada didaratan yang tidak henti-henti mengambil korban.

Sisi kanan sudah banyak jejak darah yang berceceran. Bahkan ada yang sampai terdiam dan dengan keseimbangan yang hilang Ia malah memiringkan tubuhnya yang kemudian dipotong oleh ranting dibagian kepala. Kepala itu terpental dan berguling sampai kemudian jatuh dari lantai rumah.

Sedangkan tubuhnya sudah dicabik-cabik oleh ranting lain yang menyusul.Baik dirimu duduk dikiri dan kanan akan ada saja kematian. Semua orang beralih ketengah untuk menghindari ranting yang seperti silet. Sedangkan yang lain sekitar dua puluh orang termasuk keluarga Meyla dan dirinya serta pria didepannya tetap diam tidak bergeming.

Orang-orang yang merasa sesak ditengah langsung saling mendorong. “Sana.....Aku yang duluan disini”

“Kenapa kau yang jadi marah, Kau tidak lihat,jika Kami duduk disamping, Kami akan dibunuh dengan ranting-ranting itu”

Gadis yang berkelahi ini sambil berdiri. Mereka berdebat dengan saling mempertahankan argumen.

“Sungguh....lihat Mereka, Mereka tidak kenapa-napa tuh, padahal mereka duduk disamping bahkan lebih dari kalian..kenapa kalian jadi takut”

“Kami bukan takut, Kami hanya ingin mengurangi darah yang sudah tersebar kemana-mana”

“Penjelasan yang tidak logis....sudahlah, bilang saja Kalian takut. Padahal sudah diperingatkan dari awal, kalau Kalian tidak berani...jangan coba-coba ikuti”

“Kau.....”

Seseorang pria menghentikan mereka dengan keributan yang tidak kunjung selesai. yang lain pun juga tidak bisa menahan diri. Sehingga sedikit dari mereka menjauh dan membiarkan yang lain untuk menempati posisi mereka kembali. Memberikan kelongaran yang luas.

Sekitar tujuh ratus orang masih berkumpul. Dengan pakaian yang terlihat tidak enak dipandang. Ada yang berlumur darah, ada yang menahan diri untuk tidak muntah. Dan yang tetap tidak bergeming adalah keluarga Meyla dan pria didepannya.

“Meyla...apa kau baik-baik saja” tanya Ibu Meyla sambil melihat kearahnya. Kedua orang tua Meyla dari tadi sebelum memulai pertandingan mereka menutup mata. Kini setelah pertandingan memasuki tahap kedua mereka membuka mata. Mereka tidak terkejut dengan penampilan yang ada.Sedangkan Meyla sedikit menahan hatinya agar tidak takut.

Dengan mengelengkan kepalanya tanpa melihat. Orang tuanya sudah tahu. Dan ini menjadi pengalaman pertamanya. Tidak berapa lama, Bibi dibelakangnya duduk sebelah kanannya dengan sedikit kebelakang. Mengajaknya berbincang pelan.

“Ini pengalaman pertamamu bukan”

“Iya”

“Baguslah, jangan takut tidak akan ada yang terjadi dengan kita”

“Bibi kau terlalu yakin”

“hehe...”

“Siapa tahu Bibi yang selanjutnya” sambil tersenyum. Kedua Paman dibelakangnya memelototi dirinya untuk menegur Meyla yang kelewatan dalam berbicara.

Meyla yang menyadari ini langsung kembali menunduk dan tidak lagi berbicara.

Dengan menikmati perjalanan yang masih tidak menginjak laut. Ia melirik pria didepannya yang tidak bergerak bahkan berbicara sedikit pun. Tangannya sambil mengepal diantara lututnya dan lagi melihat kulit yang putih itu membuat Meyla memundurkan kedua tangannya karena kulitnya tidak seputih mereka.

Disisi lain lagi-lagi korban berdatangan. Karena banyak melihat adegan yang membuatmu tidak sanggup lagi. Mereka memutuskan untuk melompat turun dari lantai karena masih melihat daratan.

“Cepat!...Cepat!”

“Tunggu aku juga ikut!”

“Aggghhh!....”

“Awas!!!!!!!”

Melihat ini wajah yang lain. Duduk dengan tenang mereka menunjukkan wajah dengan mengatakan bahwa ‘Tidak ada gunanya kau melompat sekarang, seharusnya kau lari kedepan dan kalau bisa kau berniat untuk mengundurkan diri’ sayangnya itu tidak ada dalam benak mereka. Para pria dan wanita berurutan turun dengan melompat. Tapi saat ingin mendarat, bukan tanah yang menyambut mereka, melainkan sebuah mulut yang sudah mengangga dengan memperlihatkan gigi tajam mereka.

_ Chapter 2_

...(Tahap Pertama Berakhir, Tahap Kedua Dimulai)...

-

Melihat hal itu, mata siapa yang tidak menyusut. Meyla kali ini benar-benar tidak bisa berdiam diri, sungguh saat pertama aku masuk mengikuti pertandingan ini, tidak ada yang namanya buaya atau apa pun. Bahkan ini pertama kalinya terjadi. Sambil mengelengkan kepalanya Ia berusaha untuk tetap tenang.

Wanita yang berteriak AGHhhhhhhh masih bernafas dengan letih. Tangan kanan yang sudah digigit. Sedangkan disisi lain muncul lagi buaya yang lebih besar menangkap bagian kaki yang terjuntai kebawah. Kali ini jeritannya benar-benar tidak bisa membuat hati untuk tidak takut. Sekali lagi buaya yang lain datang dan kali ini mengambil bagian tengah tubuhnya dengan ngap suara jeritan itu hilang tidak bergeming lagi. Namun orang yang menyaksikan tidak akan bisa melupakan.

Bukan hanya wanita itu, yang lain juga ikut bergeming. “Aaghhh...selamat kan aku, selamat kan aku”

“Tidak...tidak...tidak aku tidak ingin mati”

“Tolong...selamat kan kami...tolong Aghhhhhhh....tidak....tidak....tidak.....”

“Aggghhhhhhh....tolonggggggggggg!”

Mereka yang melihat ini dari kejauhan tidak bisa bergeming. Karena saat ini mereka telah meninggalkan tantangan pertama yang berarti tantangan kedua sudah dimulai.

Dari pengamatan Meyla, tantangan pertama adalah babak penyisihan namun saat pertama kali berangkat ia tidak menerima penyisihan melainkan mereka menerima guncangan.

Sambil mengingat kejadian tidak berapa lama guncangan perlahan mulai muncul. Muncul dengan mengikuti ombak laut. Tidak ada kapal atau bahkan ombak kecil menghantam.

Dilihat dengan tenang air laut yang luas itu tidak bergerak.

Tetapi entah kenapa guncangan mulai dengan perlahan namun makin lama semakin kuat. Meyla benar-benar berusaha untuk mengingat kejadian tujuh tahun yang lalu. Namun kenyataannya ini ternyata tantangan kedua bukan yang pertama.

Sisa sekitar tiga ratus orang yang tersisa. Yang lain sudah menerima ajal mereka. Tidak ada yang tahu apakah mereka akan kembali hidup atau memang hanya berakhir disana. Yang pasti saat mereka berhasil nanti semua yang mereka lakukan akan menghilang tanpa jejak,tidak ada yang bisa mengingatnya.

Gedebak-gedebuk semua orang terguncang. Seperti lantai itu tidak mengizinkan mereka duduk. Mereka saling berpegang dengan apa yang ada disamping mereka. Tanpa menghiraukan yang lain. Meyla tetap diam berusaha untuk tenang. Ia tidak berpegang pada apapun. Namun guncangan kali ini benar-benar diluar kendalinya. Karena diguncang dengan arah yang tidak menentu. Ia akhirnya menabrak pria didepannya yang masih duduk dengan kokoh tak tergoyahkan.

Pria itu tidak marah, melainkan memeluknya dengan tenang dan lembut. Sedangkan Meyla tetap diam, ingin bangun namun entah kenapa Ia merasa aman dekat dengan pria didepannya. Jadi Ia memutuskan untuk tetap diam dan tidak menganggu.

Pria didepan yang menjaganya juga tidak melakukan tindakkan lain. Hanya memeluknya dan tetap mengstabilkan tubuhnya untuk tidak membuat tubuh Meyla terguncang lebih kuat.

Disisi lain. Tiga ratus lebih orang mulai berkurang lagi dan lagi. Mereka merasa guncangan akan cepat hilang jadi tetap tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Melihat dari kejauhan mereka sudah mendapati bahwa diseberang sana ada pemukiman ditepi laut. Dan keadaan yang gelap gulita ini menjadi cerah karena melihat cahaya pemukiman.

Mereka yang melewati tantangan pertama dan kedua menghabiskan sekitar sembilan jam untuk menikmati kematian para peserta. Disisi lain melihat pemukiman,mereka riuh saling mengucapkan kata syukur.

“Lihat....ini akan cepat berakhir”

“Waaah...tidak hanya rumor, mereka yang selamat tujuh tahun yang lalu juga bilang kalau pemukiman ini sangat ramai”

“Tapi kita tidak boleh gegabah”

“Hah?...tidak boleh gegabah, kita kan juga butuh istirahat, nanti kalau sudah sampai aku akan membeli perlengkapan agar tidak tersesat pas diterowongan”

“Kau..harus hati-hati”

Mendengar itu, Meyla yang masih dalam pelukan pria didepannya sedikit tersenyum. “Makanlah..maka Kalian akan mengetahui apa yang kalian makan”benak Meyla.

Entah pendengarannya yang salah atau apa, Meyla mendengar suara tersenyum diatasnya. Meski tidak bisa melihat langsung, ia menyadari bahwa pria didepannya ini baru saja tersenyum. Mungkin karena Ia mendengar percakapan yang polos itu. Itulah yang dipikirkan Meyla.

Kali ini, semakin dekat pemukiman semakin cepat pula guncangan. Semua orang makin berpegangan satu sama lain, berharap tidak jatuh karena bisa dibayangkan sang kepala masih menunggu dibawah mereka untuk mengisi perut kosong itu.

Namun tidak ada yang tahu, kali ini mereka mendapat guncangan dadakan. Meyla yang tadi merasa aman, kini meremas baju polos pria didepannya dan makin mendekat berusaha untuk berlindung. Sedangkan pria didepannya juga memeluk dengan erat agar mereka tidak terkena dampak guncangan.

Disisi lain.

“Tidak...Tidak...Jangan lepas tanganku, Aku...tarik Aku...tarik Aku..” suara wanita yang berpegang teguh dengan wanita yang menahannya. Mereka seperti seorang sahabat. Yang satu berusaha untuk mengangkatnya yang satu berusaha untuk menyemangatinya. Sedangkan buaya yang dibawah sudah melompat-lompat bergantian. Berharap bisa mendapatkan kaki yang bergerak berantakan itu.

“Seseorang...ada yang bisa menolongku...Ku mohon” permintaan itu memang tepat, namun waktu untuk memintanya tidak tepat, karena saat ini yang pasti mereka juga berusaha untuk tidak jatuh. Guncangan makin cepat seperti ombak besar menabrak rumah itu. Meski mereka tidak memiliki atap rumah, mereka tidak ada niat untuk melihat keatas. Hanya kebawah, kanan dan kiri. Tidak ada yang bisa membayangkan baik masih siang atau malam. Mereka tetap tidak memikirkan keadaan.

Saat wanita itu ingin berbicara lagi. Guncangan kuat muncul dan mereka sama-sama melompat keair dengan ngap , belum sempat tubuh masuk ke air. Tubuh mereka sudah disambut dengan gigi tajam yang menelan langsung saat makanan sudah dimulut.

Bukan hanya gadis itu. Pria yang ditengah dengan tenang duduk. Tiba-tiba kaget dirinya terbang dengan cepat dan dijatuhkan ke air. Lalu disambut dengan buaya. Saat melihat keatas tidak ada apa-apa disana, melainkan langit yang gelap tak bercahaya. Mereka lalu berpikir dan mengamati, siapa yang menjatuhkan pria yang masih tenang ditengah tiba-tiba jatuh.

Saat memperhatikan, mereka melihat buaya yang muncul didepan mereka, menaiki rumah padahal mereka seharusnya di air. Melihat itu mereka ingin melarikan diri. Namun itu tidak ada gunanya. Mau lari kemana pun guncangan akan membantumu jatuh ke air.

Buaya itu dengan mengerakkan ekornya kesana kemari, berjalan kedepan mereka. Perlahan namun memberikan detakan jantung yang makin melambat.

Meyla ingin bangun, namun lagi-lagi Ia masih merasa nyaman dipelukan pria itu, dengan niat yang ingin melihat kini memudar kembali jatuh kedalam pelukan.

Buaya itu berhenti tepat saat melihat mereka tiba dipemukiman. Ia pun melarikan diri jatuh kedalam laut. Dan yang lainnya melihat ini menghela nafas karena sudah merasa aman.

Namun bukannya menunggu, mereka menjatuhkan diri dengan cepat turun dari rumah yang masih terguncang itu. Kali ini mereka memang jatuh kedaratan. Namun rumah itu masih bergerak yang mengartikan bahwa tidak ada yang boleh turun sebelum rumah itu berhenti dengan tepat. Tapi siapa yang tahu, orang-orang yang melompat tadi mendarat dengan mantap, namun kehilangan nyawa mereka.

Dari kejauhan sudah terlihat sate manusia menancap dengan baiknya. Berdiri dengan tangan yang terjuntai dan tubuh yang sudah ditusuk oleh tusukan entah dari mana.

“Apa lagi ini?....tadi ranting pohon, kemudian buaya, sekarang apa itu?...kenapa duri sebesar itu sampai mampu membunuh semua orang dalam sekejap”

“Berhenti!...jangan langsung melompat, tunggu rumah ini berhenti dulu, jika kau melompat bukan dirinya yang selamat malah nyawamu yang melarat”

Mendengar itu, orang-orang yang berdiri disamping langsung kembali ke tengah. Tidak ingin turun, sambil menunggu sampai rumah itu benar-benar berhenti.

Meyla yang masih dalam pelukan tidak berniat untuk melihat pemandangan, namun tangan pria yang memeluk erat dirinya mengendur. Hingga Meyla tidak tega untuk tetap berdiam didalam pelukannya. Jadi dengan lembut Ia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling.

Dipandangannya sekumpulan laki-laki yang tidak Ia kenali. Ia melihat pandangannya tertuju kepada pria yang juga memandangnya. “lah..bukannya seharusnya ia tidak melihatku” benak Meyla. Dan seperti duganya, saat melihat sisi yang berlawanan ada seorang gadis lagi. Yang ternyata bisa ditebak bahwa itu kekasihnya.

Meyla masih terdiam, melihat keluarganya dengan santai menikmati suasana. Sedangkan orang-orang tidak sabar ingin turun dan menikmati waktu istirahat.

Sisa sekitar dua ratus orang yang tersisa. Dan ruangan yang berdesak-desakan sedikit memberi celah. Di depannya pria yang masih dengan senang hati membiarkan tangan dan tubuh Meyla dekat dengannya. Karena saat ia bangun, yang dia angkat hanya kepala bukan tubuh, jadi tubuh depannya masih seperti merasa dipeluk pria didepannya.

Dengan cepat Meyla sadar dan mengerakkan tubuhnya untuk bangun. Karena kecerobohannya sedikit lagi Ia ingin jatuh dari rumah. Melihat itu Pria didepannya menangkapnya lagi dan memasukkannya dalam pelukannya.

Meyla masih merasa pusing karena tindakan cepat tadi, setelah agak sadar. Ia menyadari saat ini posisinya lagi-lagi dalam zona nyaman. Namun karena sudah tidak enak hati, Ia memaksa bangun keluar dari pelukkan. Melihat tingkah Meyla, pria itu tidak melarang dan tidak menolak, jadi Ia menuruti apa yang dilakukan Meyla.

Disisi lain orang tidak memperhatikan apa keadaan mereka, yang mereka inginkan adalah turun dan istirahat.

Tidak berapa lama, guncangan mulai menghilang dan perlahan rumah itu mulai mengurangi kecepatan mereka.

Hingga benar-benar sedikit lagi merasa bahwa rumah itu berhenti. Sekitar lebih dari sepuluh orang mulai turun dengan cepat tanpa memikirkan apa-apa. Orang lain menghentikan mereka, namun tidak ada yang mendengarkan. Bukan karena rumah masih belum berhenti namun mereka harus menunggu sampai rumah benar-benar tidak bergerak.

Tak berapa lama, sosok mereka menghilang dari pandangan dan masuk kedalam pendangan lain. Yang tidak lain mereka telah dianggap keluar dari pertandingan. Mereka terlihat bingung dan berusaha mengingat kejadian tadi, walau ingat mereka akan benar-benar lupa apa yang mereka alami. Tidak ada yang bisa membantu mereka. Karena kali ini mereka sudah benar-benar memasuki tahap ketiga.

Setelah rumah itu berhenti, Meyla sempat melirik kearah asal mereka. Benar saja rumah itu masih terhubung, namun tidak ada yang mencoba kembali dengan berlari kesana. Karena mereka akan benar-benar terpental jauh jika ingin kembali.

Setelah mereka turun. Sekitar lebih dari seratus orang.Mereka mulai merengangkan diri, membersihkan muka mereka. Meski saat ini tidak ada yang akan menghadapi siang hari. Karena pertandingan ini tidak menunjukkan adanya matahari. Jadi mereka hanya bisa menguatkan insting bahwa ini mungkin sudah jam sepuluh pagi.

Meyla masih duduk belum menurunkan diri. Karena melihat Ibu dan Ayahnya sudah dibawah dan menunggunya. Ia pun melompat tanpa pikir panjang. Dan dipikirannya dia menyadari bahwa melompat seperti ini akan membuatnya terlihat ceroboh, tapi siapa yang tahu pria yang didepannya lagi-lagi menangkap dan menurunkannya dengan perlahan dan lembut. Setelah itu ia pun berjalan meninggalkan Meyla.

Melihat hal itu, Meyla ingin berterimakasih, sayangnya semakin ia mengejar, pria didepannya menghilang dikerumunan. Kerumanan itu tidak lain adalah tempat pasar kecil yang dihadiri oleh berbagai orang. Dan para peserta tidak diwajibkan untuk berbelanja. Namun mungkin lapar sudah menghantui, perempuan dan pria yang lain berbelanja dengan cepat tanpa pikir panjang.

Meyla yang masih ingin mencari ditahan oleh Ayahnya. “Sudah..apa lagi yang ingin kau cari, Dia mungkin tidak akan ikut menyelesaikan tantangan, ayuk kita akan masuk lebih dahulu.”

Mendengar hal itu, Meyla menguburkan niatnya untuk mencari pria yang sudah berkali-kali melindunginya. Dengan menyusul langkah orang tuanya. Ia melangkah kearah rumah yang seperti tujuh tahun yang lalu. Tua dan penuh dengan tangga yang dipasang berjarak. Bukan karena tidak bisa memperbaiki. Tangga yang dipasang berjarak itu adalah jalan masuk kedalam dinding yang akan menjadi tantangan terakhir mereka.

Sebelum naik. Meyla melihat kebelakang. Tidak ada yang mengikuti mereka. Melihat ini ia sempat berpikir bahwa yang lain menyerah. Namun saat ia melihat kearah laut disisi lain sebelahnya. Ia melihat rumah yang sama sudah berenang dengan cepat. Disisi lain, para peserta yang membeli makanan memuntahkan apa yang mereka makan. Melihat ini, Meyla membuang muka dan menaiki tangga untuk melihat siapa kali ini yang menjadi pengawas menara ditahap akhir.

Para peserta yang berbelanja, memang menikmati makanan yang mereka beli. Namun siapa yang tahu, setelah mereka dinyatakan gugur. Mereka langsung melihat makanan ditangan mereka.

Yang tadi tampak seperti sate kini terlihat jari yang dipotong-potong. Yang tadi makan semangkuk mi, kini terlihat sebuah usus kecil yang dibumbui. Yang tadi minum, minuman segar. Kini terlihat gumpalan darah.

Siapa yang tidak muntah setelah menyadari apa yang mereka makan. Dengan cepat mereka langsung membersihkan diri ditepi air dengan hati-hati.

_Chapter 3_

...(Tahap Kedua Berakhir, maka Tahap Terakhir Dimulai)...

-

“Menjijikkan, apa ini....makanan disini benar-benar tidak normal”

“Huwek......huwek...” seseorang dengan cepat memuntahkan semua isi perutnya, walau tidak sepenuhnya keluar dari mulut.

Disisi lain, Meyla serta keluarganya belum berangkat. Mereka berdiskusi sebentar.

“Kami akan berangkat duluan” ucap salah satu Pamannya yang sudah berdiam dibawah rumah itu dengan berendam didalam air. Sedangkan Paman keduanya juga ikut berdendam didalam. Disisi lain Ayah dan Ibu dan Bibinya berdiskusi dengan dirinya.

“Apa kau tidak ingin menjadi pengawas seperti dulu?” Tanya sang Bibi sambil melangkah menuruni tangga. Melihat hal itu Meyla berusaha untuk membantu.

“Tidak..bukannya Aku memang diundang untuk mengikuti pertandingan ini?” ucapnya dengan santai.

Mendengar perkataannya tidak direspon, Meyla berdiri di tangga kedua kemudian berjongkok untuk memasukkan diri dicelah tangga.

“Lebih baik kau masuk saat sudah tiba digerbangnya. Biar kami yang berenang dari sini” ucap Ayahnya yang kemudian memasuki celah tangga menyusul kedua pamannya.

“Benar...biar kami yang mulai melangkah perlahan untuk mengurangi kekacauan” ucap Bibinya. Ibu Meyla sudah berendam didalam air. Yang kemudian disusul oleh Bibinya.

Karena mendengar perkataan itu, Ia pun menaiki tangga lagi untuk masuk kedalam rumah dan melihat siapa yang menjadi pengawas menara kali ini. Matanya melesat dengan cepat kejendela dengan lebar membentang luas. Itu adalah jendela yang menghadap kedepan dan mereka mulai bergerak maju. Yang menandakan bahwa mereka sudah memasuki tantangan ketiga.

Karena gerakkan cepat itu, ia mencondongkan tubuhnya kejendela untuk mendapati Orang tua, Bibi dan Pamannya yang kini sudah berenang terlebih dahulu. Kecepatan berenang mereka mungkin tidak bisa diikuti oleh Meyla untuk saat ini.

Setelah memandang terlalu lama diluar, Ia beralih masuk untuk melihat kearah kanannya. Terdapat seseorang yang tertidur dengan terlentang. Sedangkan disamping orang itu terdapat anak gadis duduk sambil bermain, ia tidak lain adalah anak Bibinya sendiri. Anak itu tidak melihatnya karena kemungkinan besar bukan dia yang menjadi pengawas menara.

Merasa ada yang salah, ia melirik orang yang berbaring tertidur pulas. Dari kaki yang beralih ke tubuh kemudian tiba di kepalanya. Meski saat ini wajahnya tidak sepenuhnya terlihat. Meyla sudah merasa familiar melihat orang tertidur itu. Karena pakaian serta lekuk lehernya sudah bisa ditebak bahwa dirinya, ia tidak lain adalah pria yang duduk didepan dari awal misi lalu kemudian melindunginya dari berbagai hal. Dan memberinya kenyamanan.

Melihat ini, pandangan itu mulai beralih menyusuri leher, adam apel, dan kemudian Ia berusaha untuk bisa memandang pria itu. Namun belum sempat melihat bagian batang hidung. Meyla dikagetkan dengan suara panggilan.

“Mey!...apa Kau ada didalam?”

Itu adalah suara dari ayahnya. Meyla kembali sadar dan kemudian pergi kepintu untuk menuruni tangga dan bersiap berenang menyusul keluarganya itu.

“Aku masih disini, apa Aku sudah bisa berenang sekarang?” tanyanya.

Dengan anggukkan dari orang tuanya. Meyla masuk melalui celah kedua tangga. Dengan merasakan air yang kini membasahi tubuhnya. Bisa dibayangkan dingin air yang dirasakan. Air itu sedingin es, bisa membuat tubuh membeku ditempat. Namun mereka seperti tidak akan membeku dengan terus berenang tanpa henti.

Disisi lain, Meyla tidak melihat rumah-rumah yang terapung bersama mereka. Ia berguman “sepertinya yang lain sudah sampai terlebih dahulu”

“Tidak...” Pamannya menyela “Tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat ini yang pasti didepan kita akan ada dinding besar yang hanya sepuluh pintu masuk untuk bisa masuk kedalam. Dinding itu hanya bisa dimasuki jika memang kita diundang”

Penjelasan Pamannya sulit untuk dicerna saat ini, namun yang pasti untuk masuk harus ada izin. Selain itu ada salah satu diantara mereka yang menjadi pengawas. Dan kemungkinan besar mereka tidak mungkin menjadi pengawas karena mereka ikut dalam pertandingan. Dan pikiran Meyla mulai menebak pria didalam rumah yang mereka tumpangi tadi adalah seorang pengawas menara. Tapi pikiran itu mulai beralih saat Bibinya mengatakan lagi.

“Mey...saat masuk nanti, bisa Kau naik kerumah itu lagi, kemudian membuka pintu seribu terowongan. Kau dulu adalah orang yang pernah mengendalikannya”

Mendengar ini, kerutan alisnya sedikit berkedut. “Bibi..bukannya sudah jelas kalau aku adalah peserta bukan pengawas.” Ucapnya

-

Tujuh tahun yang lalu

Dengan ciiiitttt rumah kecil itu berhenti didepan sebuah rumah yang kini makin kecil adalah tantangan ketiga mereka.

Meyla yang berusia sepuluh tahun berusaha untuk menikmati perjalanan itu. Ia ingin mengunjungi salah satu pasar yang riuh dengan dipenuhi pelanggan yang berlalu lalang.

Salah satu tangan Ibunya menahannya. “Tidak ada gunanya Kau membeli itu”

“kenapa?..bukannya sangat wajar mereka berjualan yang berarti bahwa pengunjung kapan saja datang. Jadi kita bisa sambil mengisi perut saat memasuki tantangan ketiga”

“Tidak Mey..itu bukan makanan yang kamu pikirkan. Semuanya hanya ilusi untuk mengoda para peserta”

“Tapi Ibu”

Ayahnya yang sudah berdiri didepan rumah kecil itu siap masuk melalui celah tangga. Ibu Meyla menariknya dan membawanya masuk duduk dikursi yang kemudian Ia berbicara. “Nanti saat tiba. Kau masuk kecelah tangga kedua kemudian masuk mengikuti kami”

Mendengar hal itu, Meyla yang tadi cemberut kembali ceria. Ia mengangguk. Mendengar itu membuatnya semangat karena dirinya benar-benar bisa ikut menyelesaikan apa yang menjadi tantangan mereka.

Bibi, Paman, dan Orang tuanya berenang dibawah rumah itu. Mereka mengikuti perlahan. Sedangkan Meyla melihat pemandangan didepannya yang tadi tidak terlihat apa-apa. kini, terlihat benteng tinggi yang kokoh berwarna abu-abu. Dan terdapat celah diantaranya yang hanya bisa dimasuki oleh tubuh mereka bukan rumah yang Ia tumpangi.

Karena melihat hal ini. Ibunya memanggilnya dan menyuruhnya untuk berenang. Mendengar panggilan itu. Ia melakukan apa yang disuruh dengan cepat masuk kedalam gerbang kecil yang menyambut. Melihat kesamping kiri dan kanan. Ia melihat bahwa dinding ini saat tebal. Tidak mudah ditembus meski ratusan peluru menembakinya. Karena ketebalan ini setara dengan tubuh lebar dan padat.

Setelah lumayan berenang dengan perlahan. Mereka berlima berhenti. Meyla melihat kemana arah pandangan orang tuanya. Yang ia lihat adalah sebuah terowongan yang berisikan setidaknya lebih dari lima pintu. Sedangkan disamping kanannya terdapat kursi yang bisa dimasuki melalui celahnya.

“Mey..naiki kursi itu dan duduklah” ucap Ibunya. Sedangkan Paman dan Ayahnya sudah mengambil sebuah pelampung dari ban dalam bekas yang entah dari mana asalnya. Intinya pelampung itu dari ban dalam bekas alat berat.

“Baiklah” ucap Meyla, yang kemudian Ia memasukkan tubuh rampingnya kecelah kursi yang dipikirnya tidak akan muat. Namun entah kenapa Ia bisa lolos dengan gampang. Setelah masuk ia berdiri kemudian duduk.

Sedangkan Bibi,dan Paman serta Orang tuanya sudah memasuki salah satu terowongan yang kini tidak melihat keadaan Meyla.

Disisi lain, Meyla menutup mata karena mengantuk. Namun hal itu bukan membuatnya mengantuk. Melainkan mengawasi bagian dalam dari terowongan. Dan mendapati orang tuanya dan Bibi serta Pamannya menghadapi tantangan.

-

Mendengar ini, kerutan alisnya sedikit berkedut. “Bibi..bukannya sudah jelas kalau aku adalah peserta bukan pengawas.” Ucapnya

Dulu dirinya memang menjadi seorang pengawas. Dan sekarang berbeda. Ia sekarang menjadi peserta yang berkewajiban mengikuti misi. Tidak ada yang bisa berubah menjadi peserta kemudian beralih ke pengawas menara.

Bibinya yang mendengar ini sempat memaksa lagi. Karena hanya Meyla yang berpengalaman. Tapi Ia terhalang peraturan, bahwa peserta tidak mungkin menjadi pengawas.

“Lalu....siapa yang membuka kunci dan mengawasi segalanya?” Tanya Bibinya.

“Bukannya itu seharusnya anak Bibi?” ucap Meyla mengingat anak Bibinya bermain didalam rumah.

“Tidak...ia memang pengawas. Tapi bukan pengawas tantangan terakhir. Ia menjadi pengawas tantangan pertama”

Mendengar itu Meyla juga dilanda kebingungan. “Apa mungkin pengawas sudah beralih keorang lain?”

Ibunya menengahi mereka “Tidak..hanya antara kita yang menjadi pengawas. Selebihnya tidak bisa dipastikan dengan jelas apakah bisa berpindah ketempat orang lain”

Setelah mendengar penjelasan itu, mereka mulai kembali fokus berenang untuk melihat bahwa menara dan terowongan masuk sudah didepan mata. Dengan masuk bergiliran. Dan Meyla yang dibagian akhir sempat melirik keluar untuk melihat apakah benar-benar ada pintu masuk lain.

Tapi saat melihat dengan jelas, tidak ada pintu disana. Hanya ada satu pintu masuk. Ia berguman ‘Apa hanya kami yang tersisa untuk menyelesaikan misi?’

Setelah masuk. Seperti dimasa lalu, tujuh tahun yang lalu ada kursi disamping tepat Ia berenang. Kini telah berubah menjadi sebuah kursi kayu yang celah tengahnya semakin kecil. Tidak memungkinkan dirinya bisa masuk kedalam untuk duduk di menara pengawas.

“Bagaimana Aku bisa masuk?..sedangkan celahnya sedikit kecil” ucap Meyla.

“Kursi ini sepertinya telah diubah, Apa dulu kursi ini berwarna kayu?”Tanya Ibunya.

“Tidak Ibu..Aku ingat, kursi yang ku duduki dulu berwarna pink dengan celah yang lebar di kaki kursi. Sekarang kaki kursi ini sudah terlihat sulit untuk dimasukki oleh tubuhku”

“Tidak usah berkecil hati...dulu juga Kau ragu untuk masuk, cobalah” ucap Bibinya.

Setelah meyakinkan hatinya, Ia ingin masuk. Namun tiba-tiba semua gerbang yang terdiri lebih dari lima itu terbuka jelas. Melihat ini Meyla melihat celah kursi yang sekarang diduduki oleh seseorang. Tubuhnya besar seperti Pria. Dengan melihat ini, Meyla tahu bahwa anak Bibinya tidak mungkin dirinya, Ia teringat dengan pria yang tertidur disamping anak Bibinya.

Ingin melihat dengan lebih jelas, Meyla sudah ditarik oleh Bibinya untuk naik keatas ban dalam alat berat yang telah menjadi bekasan.

Dari dulu Ia ingin bertanya kenapa ban bekas ini bisa ada disini, apa mungkin muncul dari permukaan air, atau orang yang melempar dari atas mereka. Yang pasti ia belum menemukan jawaban apa pun.

Setelah duduk dengan tenang. Ia duduk diantara orang tuanya, sedangkan dua Paman dan Bibinya duduk diban bekas yang lain. Mereka masuk keterowongan pertama.

Dengan begitu Seribu Terowongan, tantangan ketiga dimulai. Memasuki terowongan pertama, Meyla melihat dinding berdiri disisi kanan dan kiri. Dulu Ia mengingat bahwa saat orangtuanya masuk terowongan pertama juga begini. Jadi dirinya tidak terlalu terkejut.

“Sekarang biar aliran yang membawa Kita keterowongan kedua” ucap Ayahnya.Yang kemudian tanpa mendayung mengunakan tangan, ban bekas itu bergerak sendiri.

Mereka tidak melihat simpangan atau terowongan lain. Saat ini yang mereka hadapi adalah terowongan satu arah. Ban dalam bekas itu mengalir dengan tenang tidak ada hambatan. Sambil melirik kekanan dan kekiri, Meyla tidak melihat tanda-tanda perjalanan diterowongan pertama akan berakhir.

Setelah sekitar dua jam lebih, terlihat cahaya yang lumayan terang dari cahaya dalam ruangan yang mereka jalani. Cahaya itu menunjukkan bahwa mereka memasuki terowongan kedua.

Jelas tertulis disudut kanan terowongan yang tercetak angka berwarna merah. Dan dengan sekali lihat bahwa angka itu tidak lain adalah angka ‘Dua’.

“Apa setiap terowongan memiliki angka?” tanya Meyla. Ayah dan Ibunya yang mendengar pertanyaan itu hanya mengangguk, tidak menjelaskan lebih detail tentang angka diterowongan.

Meyla yang menerima anggukan dari Orang tuanya sempat ingin bertanya lagi. Namun sesuatu menariknya untuk melirik dan memperhatikan dirinya. Meyla yang kini sudah melewati terowongan itu melihat sekeliling. Dan yang Ia dapati adalah dua terowongan yang tidak bertulisan angka.

“Tadi bukannya Ayah dan Ibu setuju kalau setiap terowongan memiliki angka. Kenapa dua terowongan ini tidak memiliki angka sama sekali?” Tanya.

Kedua Pamannya dan Bibinya melangkah lebih dulu mendekati dua terowongan didepan mereka. Sedangkan Ayah dan Ibunya ikut menyusul.

“Tidak ada yang tahu...Kami juga tidak mengingatnya, yang pasti Kita sudah mulai menghadapi tantangan disetiap terowongan” jelas sang Ibu.

“Tantangan?...apa masih ada tantangan, bukannya tantangan diSeribu Terowongan cuma tiga?” ucap Meyla.

“Kau benar..tapi setiap tantangan ada misinya bukan, jadi kali ini ditantangan terakhir juga memiliki misi”

“Sulit dipercaya, ku pikir akan mudah menyelesaikannya”

“Menurutmu kenapa orang-orang banyak tereliminasi dengan tidak wajar?”

“Karena mereka takut dan melakukan kesalahan”

"Jadi....”

Mendenganr perkataan terakhir Ibunya. Ia sekarang mengerti, setiap tantangan yang mereka masuki, baik tantangan pertama, kedua. Itu merupakan tantangan yang memiliki misi sendiri. Tantangan pertama misinya harus teguh pendirian, jika tidak Kau tertinggal. Tantangan kedua keyakinan, jika kau ragu, Maka maut menjemput mu. Jadi tantangan ketiga ini tidak lain adalah tantangan yang mungkin lebih menguatkan mental dan keadaan.

Setelah mengerti semuanya. Meyla tidak bertanya lagi dan mengalihkannya, “Sekarang Terowongan mana yang akan kita masuki?”tanya-Nya.

“Menurutmu?” Tanya sang Bibi. Meyla mendengar itu hanya mengelengkan kepalanya. Tidak menjawab atau menanyakan lebih lanjut. Karena keputusan saat ini ditentukan bersama.

“Kalau begitu kita masuk di terowongan kiri” ucap Pamannya. Dengan saling menyetujui tanpa berdebat. Mereka memasuki terowongan bagian kiri.

Terowongan yang mereka masuki, sedikit ada cahaya dari bawah yang mudah untuk dilihat. Hal itu membuat Meyla menarik perhatiannya lebih dalam kecahaya itu.

“Kenapa cahaya muncul didasar laut. Seharusnya kan cahayanya dari atas?”

“karena dibawah ada tantangan yang harus kita hadapi” ucap Bibinya.

Tidak perlu penjelasan lanjut. Meyla sudah paham, bahwa mereka harus menyelesaikan misi yang diberikan diTerowongan kiri. Mereka berlima pun menjatuhkan diri kedalam air. Dan berenang menuju kearah cahaya itu.

Keadaan yang mereka lalui terlihat mudah, saat ini saja tidak ada tantangan yang membuat perut sakit atau menutup mata. Melihat bahwa tantangan dibawah air Cuma memutar kunci seperti sebuah kendali untuk menyetir mobil. Kendali itu diputar oleh kedua Pamannya secara bersamaan. Dan setelah merasa puas, mereka memberi kode masing-masing untuk segera naik.

Nafas yang ditahan oleh Meyla memang sudah tidak sanggup lagi ditahan diparu-parunya. Dengan paling dulu Ia keluar dari air.

“Aku pikir.....uhuk..kita akan menghadapi darah” ucapan enteng yang keluar dari mulut Meyla.

Mendengar bahwa keluarganya tidak menjawab, Ia pun memutuskan untuk melihat kemana pandangan Orang tua, Kedua Paman dan Bibinya. Melihat kearah mereka memutar setir kendali. Dibawah sudah terlihat warna merah masuk perlahan. Dan sudah bisa tercium bau darah yang entah dari mana.

“Cepat naik..kita harus masuk keTerowongan ketiga..” ucap Pamannya yang menarik dua ban bekas dan kemudian langsung naik bersamaan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!