NovelToon NovelToon

Berkah Atau Musibah

1.

Di tengah hujan deras, sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi. Seolah terburu-buru hendak ke suatu tempat, kecepatannya semakin dan semakin bertambah setiap detiknya. Di dalam mobil seorang gadis remaja berusia lima belas tahun duduk di kursi penumpang bersama seorang remaja lelaki. "Kak, sebenarnya kita mau kemana?" bisik si anak perempuan pelan, dia sudah bertanya dengan orang tuanya tadi, tapi dia sama sekali tak mendapat jawaban. Hanya sebuah senyum yang dia dapati sebagai balasan.

Si pria yang lebih besar sedikit mengusak rambut adiknya. "Kita akan tahu saat kita sampai, Lia." si adik yang dipanggil Lia cemberut kesal mendengar jawaban kakaknya.

"Huh, kenapa, sih harus dirahasiakan dari Lia?" ucapnya merajuk manja. Si ibu menenangkan, sang kakak tersenyum tipis, tak lupa tangannya mencubit kecil pipi sang adik.

"Lia penasaran, ya?" si ayah angkat bicara sambil menoleh ke belakang. Suasana bahagia dan hangat itu nyatanya tak berlangsung lama, mobil lepas kendali di turunan gunung. Wajah sang ayah berubah panik, si ibu menangis sambil terus berdo'a. Menurunkan kecepatan mobil tak berhasil, meski di rem pun tak terlalu bekerja. Salahkan mobil yang sudah tua atau salahkan kesalahan sang ayah yang jarang memeriksa mobil mereka.

"Kak, Lia takut," cicit si adik menahan tangisnya. Badan kecil itu gemetar ketakutan.

"Jangan takut, kakak di sini. Kakak akan selalu ada di sisimu apa pun yang terjadi!" ucap si kakak berjanji, berusaha menenangkan adiknya yang ketakutan.

"Tutup matamu, Lia. Semua akan berakhir dan kembali seperti semula saat kamu membuka mata kembali!" bujuk si kakak yang langsung diikuti adiknya.

"Pintar. Ingat, kakak selalu ada di sampingmu dan kami semua menyayangimu!" bisik si kakak mempererat pelukannya. Setelahnya hanya ada kegelapan, Lia tak sadarkan diri. Tak tahu apa yang terjadi pada keluarganya.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Seminggu kemudian, Lia yang baru sadar langsung berusaha turun dari tempat tidur. Dia panik dan mencoba mencari tahu bagaimana kakak dan orangtuanya. "Nona, anda tidak boleh banyak bergerak. Kaki anda belum sembuh, nona!" seorang perawat yang beru datang menghentikan apa yang sedang dilakukan Lia.

"Bagaimana keluargaku? Dimana kakak dan orang tua saya?" ucap Lia tak sabar.

Akan saya panggilkan dokter, anda bisa bertanya pada beliau! Jadi, mohon tenangkan diri anda terlebih dahulu."

Tak lama si perawat tadi kembali membuka pintu ruang rawat Lia, dia terlihat datang bersama dengan seorang lelaki yang mengenakan baju warna putih. "Bagaimana perasaan anda, nona?" tanya pria itu memasang senyum ramah.

"Baik! Apa anda dokternya?"

Si dokter mengangguk. "Biarkan saya memeriksa anda dulu!"

"Dimana ayah dan ibuku? Bagaimana keadaan mereka bertiga?" tanya Lia tak sabar.

"Hmm, saya tahu ini tiba-tiba, tapi tolong dengarkan baik-baik, nona. Hanya anda yang selamat, semua anggota keluarga anda meninggal di tempat!"

Lia terdiam tanpa ekspresi, tak lama gelak tawa terdengar dari belah bibirnya yang bergetar. "Ha-ha-ha, ha-ha-ha, ha-ha-ha, bohong. Semua bohong?!" pekik Lia menjambak rambutnya sendiri.

"Anda berbohong! Kakak berbohong! Semua ini pasti tipuan, kan?! Aku tahu, ayahku sedang bermain sandiwara, bukan?"

"Suntikkan obat penenang, kita tak bisa membiarkan dia melakukan sesuatu dengan pemikirannya yang seperti sekarang. Si perawat segera mengikuti perintah dokter tadi, Lia disuntik dan langsung tak sadarkan diri kembali.

2.

Lia kembali terbangun, dia duduk termenung tanpa membuka mulutnya. Air mata terus menetes, Lia menangis tanpa suara. Kebahagian yang dikiranya akan bertahan lama, seketika sirna. Sumber kebahagiaannya direnggut secara paksa.

Di kamar yang sepi itu, hanya suara detik jarum jam yang terdengar. Lia terus membuka matanya tak ingin masuk ke alam mimpi. Dia tak ingin melihat kembali kecelakaan yang terjadi, dia terus memimpikan hal tersebut berulangkali saat dirinya jatuh dalam tidur.

"Semua bohong, semua bohong," gumam gadis itu. Keadaannya terlihat sangat kacau, rambut yang tak diatur sama sekali dan gumaman kecil yang terus digumamkannya. Untungnya gadis itu sudah tak sehisteris dulu lagi, Lia sudah terlihat lebih tenang.

"Pagi, Lia. Bagaimana perasaan kamu hari ini?" si dokter yang biasa memeriksa Lia ternyata sudah datang untuk mengecek gadis itu. Sama sekali tak ada jawaban dari gadis di depannya ini, hanya gumaman yang sama yang terus berulang dari bibir gadis itu.

"Sepertinya gadis kecil kita ini terlihat lebih baik hari ini, ya," kata si dokter mencoba bersikap lebih ramah agar Lia mau menanggapi dirinya. Namun, tetap saja Lia tak menggubris. Seolah gadis itu hidup di dunia lain yang berbeda ruang dan tak terganggu sama sekali.

"Baiklah, kita cek dulu, ya." si dokter langsung mulai memeriksa kondisi Lia.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Tengah malam, Lia gelisah dalam tidurnya, seakan dia sedang mengalami mimpi buruk. "Kakak!" teriak Lia cukup keras. Dia terduduk dengan keringat dingin membanjiri dahinya. Matanya sibuk mencari-cari dimana keluarganya berada, kaki yang lemah menapak di lantai dan segera berlari melangkah keluar.

"Kak, kak, kakak dimana?" Lia terus berlari di lorong sepi rumah sakit itu.

"Nona, anda mau kemana? Tolong kembali ke ruang rawat anda!" Lia tak ambil pusing untuk menanggapi, dia terus saja melangkah ke sembarang arah untuk mencari kakaknya.

"Apa yang kalian lakukan, bawa kembali pasien ini!" perawat lain segera bergerak dan mencoba membujuk Lia untuk kembali.

"Nona, ayo kita kembali ke kamar anda dan beristirahat!"

"Dimana kakakku?" hanya itu yang terus dilantunkan oleh Lia.

"Nona, mungkin kakak anda sedang menunggu di ruangan anda. Mari kita kembali dan memeriksanya!" bujuk yang lain.

Lia memberi respon dengan cepat, dia menatap suster yang tadi membicarakan tentang kakaknya. "Sungguh?" tatapan mata itu bersinar penuh pengharapan.

Si suster mengangguk cepat. "Maka dari itu, ayo kita periksa." Lia pun mengikuti suster tadi.

"Mari kita beristirahat untuk sekarang, nona. Mungkin kakak anda akan kembali besok!" bujuk suster tadi.

"Bohong ...," bisik Lia lirih dengan kepala tertunduk dalam.

"Ya?" tanya si suster yang tak terlalu mendengar apa yang diucapkan Lia barusan.

"Semua bohong! Kakak berbohong, kalian pun pembohong?!" pekik Lia kembali lepas kendali. Dia tak bisa menguasai emosinya di saat-saat tertentu.

"Tenang lah, nona. Saya tidak akan pernah berbohong. Anda bisa percaya pada saya!" kata si suster mencoba meyakinkan. Lia hanya diam tak menjawab, dia kembali menatap kosong. Untuk mencegah Lia kembali berkeliaran, dia diberi suntikan agar kembali tenang dan terjatuh dalam tidur. Suster-suster tadi pun akhirnya bisa menghela napas lega, mereka iba, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan sama sekali. Hanya dengan mengucapkan kebohongan seperti tadi baru bisa membujuk Lia, itu pun dilakukan agar Lia tak melakukan hal-hal berbahaya.

3.

Lia mulai tenang hari ini, dia tak membuat keributan. Gadis itu juga bisa diajak bicara, bahkan dia menanyakan kapan dia bisa pulang ke rumah. Bukannya Lia tak memiliki keluarga lain selain ayah, ibu, dan kakaknya. Hanya saja tak ada yang menjenguknya selama dia dirawat, kakek nenek nya pun tak ada yang datang. Apa bedanya dia dengan anak sebatang kara yang ditinggal pergi oleh keluarganya. Dia memiliki keluarga, tetapi tak ada yang peduli padanya.

Dokter mengatakan gadis itu boleh pulang jika Lia terus tenang seperti itu, Lia pun mengangguk paham. Besok sorenya, Lia sudah diperbolehkan pulang. Tak ada keluarga yang menjemput dirinya, paman dan bibi, serta kakek dan juga neneknya tak datang dengan alasan sibuk.

"Aku pulang ...," ucap gadis itu. Rumah yang biasanya penuh canda tawa, kini terasa sangat-sangat sepi. Gadis itu pun kembali menangis, tubuhnya merosot, terduduk. Terlihat sangat rapuh dan tak berdaya. "Aku merindukan kalian!" katanya dengan suara lirih.

Lia menggigit bibirnya sambil menangis. "Kakak pembohong!" katanya terisak pilu.

"Kenapa aku ditinggal sendirian?" lanjut gadis itu.

"Kenapa hanya aku?" Lia menghabiskan banyak waktu, hingga matanya terlihat bengkak.

Lia berjalan dengan gontai ke atas sofa, terlalu malas untuk masuk ke kamarnya. Lia hanya ingin mengistirahatkan matanya yang terasa sangat berat setelah selesai menangis. Tak berapa lama gadis itu pun jatuh tertidur tanpa menelan satu suap pun makanan, bahkan obatnya pun tak diminumnya. Malam itu, Lia kembali diganggu oleh mimpi buruk yang terus memperburuk keadaannya setiap dia tertidur. Tak ada lagi tidur nyenyak untuknya sejak dia mengalami kecelakaan itu.

Paginya, Lia tak masuk sekolah. Dia hanya ingin mengurung diri di rumahnya, sekalian dia sedikit beberes untuk mengisi waktu luangnya, dia susah lelah menangis, sayangnya air matanya masih sering turun dengan sendirinya, tanpa gadis itu sadari.

Kakek dan neneknya tak menyukai dirinya, dia dianggap pembawa sial, itu semua karena hanya dia yang selamat dari kecelakaan. Paman dan bibinya malah sibuk memutuskan siapa yang akan menjadi wali dari dirinya. Namun, tak ada satu pun yang benar-benar peduli. Mereka hanya ingin menguasai usaha ayahnya saja. Muak dengan semua hal yang memusingkan, Lia akhirnya memilih untuk memercayai pengacara yang ditunjuk langsung oleh ayahnya. Dia hanya butuh wali sampai dirinya berumur delapan belas, hanya perlu menunggu dua tahun lebih. Buat apa dia memercayai keluarga yang bahkan tak menggubris dirinya saat dia butuh dukungan.

"Ha-ah, sepertinya aku mulai terbiasa dengan keheningan ini, ya." helaan napas panjang terdengar disertai keluhan dari gadis yang menyunggingkan senyum kecut itu.

"Aku harus meminta resep obat tidur lebih banyak lagi. Sekarang untuk memejamkan mata saja, aku membutuhkan bantuan obat agar bisa terlelap. Yah, meskipun tidurku akan tetap terusik oleh mimpi yang sama berulang kali!" kekeh gadis itu berbicara pada dirinya sendiri.

Lia yang ceria kini tak ada lagi, gadis itu lebih sering termenung atau berbicara dengan udara kosong sendirian. Dia memutuskan untuk kembali sekolah dan menyelesaikan pendidikannya lebih cepat, dia bisa mengikuti kelas akselerasi untuk itu. Sebagian besar waktu Lia kini dihabiskan untuk belajar bisnis, dia harus bisa meneruskan perusahaan ayahnya. Hanya dia yang tersisa, tak akan dibiarkannya parasit berkedok keluarga menguras semua usaha yang dibangun ayahnya dari nol.

"Jika dewa memang ada, tolong permudah segalanya untukku. Dan, sampaikan pada kakakku kalau aku merindukannya, sangat-sangat rindu padanya!" gumam Lia sebelum jatuh tertidur sambil memeluk foto keluarganya, hanya itu yang bisa dia lakukan seraya berpikir keluarganya masih ada di dekatnya dan memeluknya dengan hangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!