"Astaga, selamat ya Cika, Lo kalau lulus nggak ngajak-ngajak gue," gerutu seorang gadis dengan rambut sebahu
Cika tersenyum simpul, ia terlihat bahagia berada di sekeliling teman-temannya
Namanya Cika Mastewanza, umurnya masih 22 tahun tapi sudah menyelesaikan pendidikan S1 nya di fakultas kedokteran
Cika tengah berada bersama teman-temannya di aula, bedanya Cika menggunakan toga sedangkan teman-temannya tidak
"Selamat ya Cika," ucap Kean dengan tersenyum, tentu saja Cika membalasnya dengan sangat manis
"Makasih Kean,"
Cika adalah gadis yang cantik dan juga ramah, ia di senangi banyak orang dan tentu saja itu karena sifatnya sama cantiknya dengan wajahnya
Kean tersenyum, ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya lalu berjongkok di hadapan Cika, gadis itu refleks terkejut
"Eh, eh, kenapa ini Kean?" tanya Cika panik karena Kean melakukannya tiba-tiba
Kean hanya tersenyum kemudian ia membuka kotak beludru itu, isinya cincin berlian
"Cika Mastewanza, saya Kean Algeovano Zendar ingin melamar kamu menjadi istri saya, apakah kamu bersedia?" tanya Kean
Cowok itu menatap Cika penuh harap, yang di tatap jelas terkejut bukan main bagaimana tidak? Tanpa memberitahu tanpa apa-apa tiba-tiba saja Kean melamarnya
"Kean," lirih Cika, ia melirik sekitarnya yang penuh dengan atensi orang-orang yang ingin menyaksikan suatu peristiwa
"Kamu tinggal jawab aja Cika," ujar Kean dengan nada serius
Cika meneguk ludahnya susah payah, gadis itu menatap lamat wajah Kean, cowok itu adalah seseorang yang selalu memberi perhatian lebih pada Cika dan tentu saja Cika menyadarinya hanya saja pikiran Cika mengatakan bahwa Kean hanya menganggapnya seorang adik dan tentu saja ia tidak menyangka jika Kean akan melamarnya di hari wisudanya
Tak lama mata Cika berkaca-kaca, kemudian ia menyuruh Kean berdiri lantas cowok itu berdiri
"Aku mau Kak," kata Cika membuat Kean tersenyum senang ia bahkan sampai memeluk Cika saking senangnya
Terdengar riuh tepuk tangan dari orang-orang, termasuk kedua orang tua Kean dan Cika mereka bahkan saling berpelukan ketika mendapat kabar gembira ini
"Terimakasih Cika," ucap Kean dengan tulus dan bahagia
Siang itu aula kampus di penuhi oleh mahasiswa yang wisuda juga keluarga mereka, hingga sore hari barulah keadaan beranjak sepi
Kean mengajak Cika untuk pergi ke kafe merayakan kelulusan Cika, tentu saja Cika menerimanya
"Cik," panggil Kean yang sedang menyetir
"Iya Kak?" sahut Cika
"Kenapa kamu menerima lamaran saya? Padahal kamu kan nggak cinta sama saya," Kean menatap Cika sebentar kemudian fokus menyetir mobil
"Karena sebenarnya aku udah jatuh cinta sama kakak," jawab Cika jujur, tak ada yang perlu ia sembunyikan lagi untuk menghindar dari Kean karena jantungnya yang terus deg-degan jika berdekatan dengan Kean
"Jangan pernah tinggalin saya ya Cik," kata Kean membuat Cika tersenyum
Tanpa sadar sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan, Cika melotot lebar
"AWAS! AWAS KAK!" panik Cika
Kean yang tidak fokus, akhirnya membanting stir ke kiri yang membuat mereka jatuh ke jurang
BUM!
Mobil itu meledak, terbakar habis Cika yang terlempar keluar kepalanya membentur batu dengan keras
"Ke-an," lirih Cika dengan napas yang tak beraturan saat melihat mobil itu hangus terbakar api, saat yang bersamaan mata Cika terpejam semuanya menjadi gelap
***
"Haahh!" gadis itu menarik napas panjang saat matanya terbuka
Cika pikir dirinya akan mati setelah kecelakaan besar yang menimpanya tadi, tunggu apakah Kean selamat?
Ia masih berusaha mengatur napasnya yang belum stabil, cowok yang berada di sampingnya melebarkan mata kala gadis itu terbangun
"Astagaa Devya, Lo udah bangun? mama! papa! Devya udah bangun!" teriak cowok itu antusias
Gadis itu menoleh dengan kening berkerut, Devya? Siapa itu? jelas-jelas dirinya saat ini adalah Cika
Tunggu, ruangan ini juga asing, Cika belum pernah ke tempat ini, apakah Cika mengalami transmigrasi? Ya Tuhan yang benar saja
Cika menatap kedua orang yang di yakini adalah orang tua dari gadis ini, lalu siapa cowok ini?
Astaga Cika memegang kepalanya pusing memikirkan siapa orang-orang ini, orang tua itu tergopoh-gopoh menuju ranjang putrinya
Setahun berlalu akhirnya putrinya bisa siuman dari komanya, "Akhirnya kamu bangun juga sayang," ucap wanita paruh baya itu, mungkin itu adalah Mamah dari tubuh gadis ini
"Sayang jangan bikin papah dan mamah khawatir lagi ya nak," kata pria paruh baya itu
"Devya, ada yang sakit?" tanya cowok itu lagi
"Kalian siapa?" akhirnya Cika bersuara, "Kenapa aku di sini?" tanya Cika lagi
Mereka semua salin tatap, "Kita orang tua kamu nak, dan ini adalah Reza, kakak kamu," kata mamahnya sendu
"Tunggu sebentar, papa akan panggil dokter," kata papanya lalu beranjak keluar
"Lo seriusan lupa siapa gue?" tanya cowok yang bernama Reza itu, Cika menggeleng, jangankan lupa dia tahu saja mereka, tidak kenal saja tidak
Tak lama papahnya datang bersama dokter yang kemudian memeriksa kondisi Cika
"Ini ajaib, ketika nona Devya sedang berada dalam masa kritisnya Tuhan masih berbaik hati menolongnya," kata Dokter itu takjub
"Hanya saja kemungkinan ingatan nona Devya tidak akan pernah kembali lagi," kata Dokter itu membuat semuanya terkejut
Ranti - Mamahnya cewek yang sedang Cika masuki itu - terlihat menahan Isak tangisnya saat melihat kondisi putrinya yang hilang ingatan
Vero - Papahnya Devya - mengusap bahu sang istri ia juga turut bersedih ketika mendengar hal itu dari dokter
Putri mereka akan kehilangan seluruh ingatannya, mereka tak bisa membayangkan hal itu
"Maaf," ucap Cika, ia tak tahu harus mengatakan apa pada keduanya ia justru merasa bersalah karena membuat putri mereka kehilangan ingatannya
Reza bangkit lalu memeluk Cika, mengusap punggung gadis itu, "Nggak papa, Lo nggak usah minta maaf ini bukan salah Lo tapi takdir Tuhan,"
Cika tak tahu harus berbuat apa, tapi dadanya terasa sesak air matanya luruh begitu saja ketika ia mengingat kecelakaan itu
Ia teringat Kean apakah Kean selamat dari ledakan mobil itu? Atau apakah orang tuanya menemukan dirinya di dasar jurang? Atau bagaimana kondisi keluarganya ketika tahu putri mereka tak akan bangun lagi?
Melihat kedua orang tua di depannya ini membuat Cika merindukan Mamah dan Papahnya, pasti mereka juga menangis ketika mengetahui putrinya telah meninggal, Sungguh Cika tak bisa membayangkan itu semua
Reza mengusap punggung gadis itu berusaha menenangkan Cika yang menangis, "Kalo Lo nggak bisa ingat, pelan-pelan aja pasti Lo bakal ingat lagi, gue yakin," kata Reza membesarkan hatinya
"Maaf," sekali lagi Cika meminta maaf pada keluarga itu atas apa yang terjadi sekarang
Beberapa hari setelah masa pemulihan akhirnya keluarga Veron membawa Cika pulang ke kediamannya, mereka membawa pulang putri kesayangan mereka kembali ke negara asalnya
"Selamat datang kembali di rumah, tuan putri," ucap Vero sambil tersenyum ia menuntun Cika masuk ke rumah
Sedangkan Reza membantu membawa barang-barang Cika ke rumah
"Selamat datang kembali sayang," ucap Ranti tersenyum hangat
Cika menatap setiap sudut ruangan bangunana ini, terdiri dari 3 tingkat, interior rumahnya sangat mewah dan ada banyak pelayang di rumah ini
Bisa Cika tebak, jika gadis ini adalah keturunan dari keluarga kaya raya
"Eh, tuan dan nyonya sudah pulang?" tanya seorang pelayan yang tanpa sengaja melihat kehadiran nona mereka di rumah ini setelah setahun lamanya
"Sudah bi, tolong siapkan kamar Devya ya bi, dia lagi sakit," pinta Ranti
"Sekalian tolong bantu bawakan barang Devya di Reza," tambah Ranti
Pelayan itu mengangguk lalu memanggil satu temannya untuk membantu membawakan barang-barang Devya
"Reza," panggil Vero membuat anak sulungnya itu mendekat
"Iya pa?" sahut Reza menghampiri
"Kamu tolong temani Devya ya, kalau butuh apa-apa minta tolong maid aja," kata Vero membuat Reza mengangguk
Setelah Vero dan Ranti berlalu, Reza membantu Devya menuju ke kamarnya yang sudah di siapkan oleh maid
"Kak, kamar aku dimana?" tanya Cika membuat dahi Reza saling mengerut
"Kenapa?" tanya Cika yang menyadari perubahan raut wajah Reza
Reza menggeleng pelan, "Nggak gue heran aja, kok tiba-tiba Lo jadi pakai aku-kamu," ujar Reza "Tapi baguslah."
Cika hanya berdehem pelan, Reza mengantar adiknya ke kamar bernuansa biru itu, Cika sedikit aneh ketika melihat kamarnya yang serba biru apakah Devya sangat menyukai warna biru hingga semuanya di desain berwarna biru bahkan lantai-lantai nya juga berwarna biru
"Seriusan ini kamar aku kak?" tanya Cika yang merasa ini bukanlah kamarnya, memang bukan kamarnya tapi kamar Devya
Reza mengangguk membuat Cika menghela napas panjang, sebelum akhirnya masuk ke kamar itu
"Lo mau langsung mandi atau mau makan dulu?" tanya Reza, Cika menggeleng
"Aku mau mandi, badan ku terasa lengket semua," kata Cika membuat Reza mengangguk paham
"Kalau gitu gue tinggal dulu, sekalian nyuruh maid nyiapin makanan," Cika mengangguk, Reza keluar dari kamar itu
Cika menatap sekelilingnya, tempat ini sangatlah aneh dan asing untuk Cika, ia menatap buku-buku yang berjejer rapi di raknya
Ia berjalan ke arah rak buku lalu mengeluarkan satu buku milik gadis ini, ia membaca sampul buku itu, "Devya Meiskana Verona," ucap Cika "Tidak buruk," kata Cika lagi kemudian ia meletakkan kembali buku itu ke tempatnya
Akhirnya gadis itu meraih handuk dan segera membersihkan badannya, setelah selesai Cika menatap dirinya di pantulan cermin
Gadis itu menggunakan kaos polos lengan panjang dan juga celana panjang hanya itu yang bisa Cika temukan di lemari Devya karena kebanyakan baju Devya adalah baju dengan kurang bahan dan Cika belum pernah menggunakan baju-baju model itu, terlalu modis - pikirnya
Tak lama ketukan pintu kamar membuyarkan lamunannya, "Masuk," ucap Cika
Pintu terbuka dan memperlihatkan seorang Reza yang datang menemuinya, sejenak Reza terdiam ketika melihat penampilan adiknya itu
"Kenapa liatin aku kayak gitu?" tanya Cika yang risih di tatap seperti itu
Lagi-lagi Reza menggelengkan kepalanya pelan, perubahan itu memang bisa terjadi tapi perubahan pada adiknya yang berwatak keras kepala itu sangatlah mustahil
"Gue cuma heran, biasanya Lo suka pakai baju-baju modis, jadi gue cukup kaget liat Lo pakai pakaian tertutup gitu," kata Reza lagi
Cika hanya mengangguk paham dengan apa yang Reza pikirkan
"Yaudah ayo, mama sama papa udah nunggu di meja makan," kata Reza, Cika hanya menganggukan kepalanya lalu mengekori Reza yang sudah duluan keluar
Saat menuruni tangga, Ranti dan Vero terkejut melihat perubahan putinya, bajunya tertutup, tanpa make up, ini bukanlah putrinya yang dulu selalu modis
"Sepertinya kamu mengalami perubahan nak," kata Vero tersenyum pada Cika yang sudah duduk anggun di meja makan
Cika menatap Vero heran, lalu menatap Ranti yang juga mengangguk membenarkan pernyataan sang suami
"Perubahan?" beo Cika aneh
"Iya, tapi tak masalah papa dan mama senang jika kamu mau berubah," kata Vero lagi lagi tersenyum pada Cika
"Oh ya papa sama mama belum nyebutin nama kami nak, ini Vero papa kamu, dan itu Ranti mama kamu, dan itu Reza kakak kamu," kata Vero membuat Cika mengangguk mengerti
"Oh ya nanti tiga harian lagi kamu mau langsung masuk kuliah?" tanya Vero lagi
"Hah? kuliah?" tanya Cika lagi, sedetik kemudian ia menepuk dahinya sendiri
Cika hampir melupakan bahwa ia sedang masuk ke tubuh gadis remaja yang masih dalam tahap kuliah ini
"Iya pa, cik- eh maksudnya Devya mau kuliah mulai besok aja," kata Cika hampir kelepasan menyebutkan namanya sendiri
Vero tersenyum, ia mengangguk pada putrinya lalu menikmati hidangan yang sudah tersedia di depannya
"Nanti Lo berangkat sama gue ya Dev," kata Reza yang berada di sampingnya
"Ya kan pa?" tanya Reza, Vero menagngguk
"Iya nanti kamu berangkatnya sama Reza, sementara kamu di antar jemput sama kakak kamu," kata Vero lagi
"Kalau ada apa-apa kamu bisa hubungin kakak kamu ya sayang," kata Ranti menatap Cika dengan tersenyum teduh
Senyuman itu membuat Cika merindukan sosok mamahnya, gadis itu berusaha menahan air matanya agar tak jatuh di hadapan mereka semua
"Iya pa, ma," sahut Cika kemudian ia kembali fokus dengan makanannya
Sore itu suasana rumah yang sudah lama kehilangan penghuni aslinya kembali lagi dengan keluarga lengkap yakni putri mereka kembali hadir di tengah mereka setelah satu tahun lamanya tidak ada kehadiran Devya di rumah itu
Cika juga tidak bisa berbuat banyak selain menjalani kehidupannya yang sekarang, dia sudah berniat untuk mejalani hidupnya sebagai Devya Meiskana Verona
Inilah awal hidupnya yang baru, dimana tidak ada lagi Cika, yang ada hanya Devya Meiskana Verona
"Sayang, kamu dimana nak?!" panggil Ranti, ia tak menemukan putrinya di kamarnya juga di ruang keluarga ataupun ruang melukis
"Pa! Reza! Devya nggak ada!" panik Ranti yang juga membuat dua anggota keluarga yang tengah sibuk berbincang itu ikutan panik
Lantas mereka berpencar mencari Devya di rumah seluas dan sebesar itu, bahkan para maid pun tidak tahu dimana keberadaan nona mereka
Reza mencoba mencari Devya di halaman belakang yang memang jarang di kunjungi karena kesibukan masing-masing padahal di sana ada taman yang cukup luas lengkap dengan ayunan dan rumah pohonnya
Reza menghembuskan napas lega setelah melihat keberadaan Devya di sana, namun bukan sedang bermain ayunan ataupun rumah pohon melainkan tengah menatap seekor kucing
Lantas Reza menghampiri adik kesayangannya itu, lalu ikut berjongkok di sebelahnya
"Lagi ngapain Lo?" tanya Reza membuat Devya menoleh pelan
"Lagi liatin dia, ini kucing siapa?" tanya Devya menunjuk kucing dengan belang tiga yang terus saja mengekorinya kemana pun perginya
"Nyebelin banget sih, masa ngintilin aku mulu," kata Devya sebal karena kucing itu terus mengikutinya kemanapun pergi sejak melihat kucing itu di lantai tiga tadi pagi
Reza terkekeh melihat raut wajah sang adik, "Dia kucing punya Lo," kata Reza
"Kucing aku?" Reza mengangguk
"Masa sih? Masa iya aku punya kucing gendut kayak gini," kata Devya tak terima
"Kan Lo sendiri yang mau, malah kucingnya di kasih nama si belang gendut," jelas Reza lagi
"Ihh namanya norak banget!" kata Devya merasa aneh dengan nama kucingnya
"Ganti ah! Pake si belang aja," kata Devya membuat Reza tertawa ngakak
"Sama aja kayak namanya yang awal Dev, " Reza masih tertawa
"Bedalah, kalau yang pertama ada kata gendutnya, kalau yang ini nggak ada," kata Devya lagi
"Ya ya terserah kamu ajalah Dek, yang penting seneng," kata Reza mengusap kepala Devya dengan lembut
"Ayo ke dalam, mama sama papa sibuk nyariin kamu, katanya hilang," ujar Reza, Devya mengangguk kemudian bangkit lalu ikut masuk ke rumah bersama Reza
"Astaga! Devya kamu darimana sayang? Mama nyariin kamu kemana-mana nggak nemu," kata Ranti cemas, ia bahkan memeriksa putri nya itu memastikan tak ada luka
"Dari taman belakang ma, liatin si belang," jawab Devya, ia menunjuk kucing itu lagi
Mama nya mengangguk penuh perhatian, "Kamu mau nitip apa? Biar mama beliin," tawar Ranti
Devya terlihat berfikir sejenak, "Mungkin nugget enak kali ma," kata Devya berbinar
"Tepat dugaan mama, pasti kamu bakal bilang nugget," Ranti terkekeh
"Eh emang kenapa? Kok mama bisa tau?" tanya Devya heran
"Kamu kan emang pecinta nugget dan sosis, jadi kalau nggak itu biasanya kamu marah-marah," kata Ranti sambil tersenyum
"Eh? Masa sih aku marah-marah?" tanya Devya tak percaya, lebih tepatnya Cika yang tak percaya jika gadis ini suka marah-marah
Ranti mengangguk, "Tapi nggak papa, mama paham kok," kata Ranti lagi ia mengusap pipi putrinya
"Maafin aku ya ma," kata Devya ia memeluk Ranti dengan erat
"Nggak papa sayang, udah ya mama mau belanja dulu," kata Ranti membuat Devya mengangguk
"Ma, jangan lupa sosisnya juga," kata Devya menyengir melupakan kesedihannya barusan
Ranti tertawa kemudian mengacungkan jempolnya lalu pergi dari sana
Devya kembali menatap Reza yang masih setia di belakangnya, sebelah alis Devya terangkat
"Kenapa?" tanya Devya, kata itu entah sudah pertanyaan keberapa sejak kemarin
Dan jawab Reza tetap sama menggeleng lalu pergi begitu saja membuat Devya mendengus sebal
Devya mengedikkan bahunya acuh, lebih baik ia menonton tv daripada memikirkan kakaknya itu bukan, kakaknya Devya
Tak ada siaran yang bagus ia hanya berpindah pindah saluran sejak tadi, lantas gadis itu meletakkan remot tv itu kemudian menghembuskan napas bosan
Tiba-tiba seorang maid datang dengan perasaan takut, "Maaf nona, itu ada Den Alden di depan," kata maid itu ia menundukkan kepalanya takut
Kening Devya mengkerut, "Alden?" beo Devya, siapa itu? Apakah kakaknya Devya? Sahabatnya? Pacarnya? "Suruh kesini aja bi," kata Devya
Maid itu mengangguk kemudian pergi, tak lama seorang cowok datang ke ruang keluarga
Devya menatap kagum cowok yang baru saja masuk itu, "Kamu Alden?" tanya Devya
Tak berniat menjawab ia malah meletakkan buket bunga di meja dekat Devya, "Tuh buat Lo,"
Cowok itu menatap datar Devya, "Lo amnesia?" tanya cowok yang bernama Alden lantas Devya mengangguk
"Baguslah, akhirnya," kata Alden tersenyum puas hal itu membuat Devya mengerinyit tak paham
"Maksudnya apa ya?" tanya Devya, Alden tak menjawab ia malah mengedikkan bahunya acuh
Cowok itu malah duduk di samping Devya, membuat gadis itu refleks menjauh dalam artian menjaga jarak dengan orang asing
"Ah iya gue lupa, bagi Lo gue adalah orang asing sekalipun gue dekat sama Lo," kekeh cowok itu
Devya semakin tak paham, "Maksud Lo apa ya?" tanya Devya sudah menggunakan bahasa lo-guenya
"Kita sahabatan dari kecil Dev," ucap Alden, "Dari kecil kita selalu bareng-bareng," ucap Alden lagi
"Terus gue harus kepisah sama Lo ketika mau masuk kuliah, gue ke London, dan Lo kuliah di-" suara Alden tercekat saat mengingat hal itu
"Dimana? Dan kenapa kamu tiba-tiba diam?" tanya Devya
"Lo kuliah di Zeidar University, karena Lo pengen sekampus bareng cowok kesayangan Lo itu," jelas Alden
"Cowok kesayangan? Siapa!" tanya Devya, ia makin tak paham dengan alur kehidupannya sendiri
"Cowok yang udah bikin Lo berubah di mata gue," kata Alden lagi
"Ish! Berubah apa sih? Siapa cowok kesayangan gue yang Lo maksud? Dan sebenarnya Lo kesini mau ngapain sih?! Ngajak tengkar gue? Gue aduin bang Reza Lo!" kesal Devya membuat Alden terkekeh melihat sikap Devya
"Nanti juga Lo tau, gue nggak tega ceritanya," kata Alden kemudian ia bangkit lalu mengusap kepala Devya dengan lembut
"Gue balik dulu." ucap Alden kemudian pergi dari sana meninggalkan Devya dengan seribu pertanyaan yang bersemayam di otaknya
"Cowok kesayangan? Berubah?" Devya memegang pelipisnya tak mengerti dengan kehidupan gadis ini
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!