NovelToon NovelToon

Magic Love

Awal Bekerja

...Hei, gengs. Ketemu lagi sama aku. Semoga kalian nggak lupa, ya. Ceritanya aku mau lanjutin kisah anaknya Ara dan Jo. Mudah-mudahan kalian suka. Kalau suka, tolong tekan tombol favoritnya, ya! Sama like dan komentar di tiap babnya....

...Terima kasih, sayang-sayangnya aku 🙏...

...***...

Suara derap langkah kaki seorang perempuan muda menggema di sebuah gedung perkantoran. PT. Suryafood—Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan pengemasan makanan ringan. Kedatangan gadis itu menyita perhatian banyak orang, terutama karyawan di perusahaan tersebut. Bukan karena penampilannya yang menawan, melainkan karena penampilannya berbeda dari orang-orang kebanyakan.

Menggunakan kemeja putih lengan panjang, dipadukan dengan rok span selutut berwarna hitam, serta sepatu pentofel flat yang ketinggalan zaman. Pun dengan aksen kaca mata bulat dengan ring besar yang membingkai iris pekatnya, dan rambut yang digelung di tengah kepala, layaknya punuk unta. Sungguh ... terkesan begitu kampungan di mata mereka.

"Permisi, ruangan bagian HRD di mana, ya?" tanya gadis itu kepada resepsionis di sana.

Resepsionis yang memakai nametag bertuliskan nama 'Mita' menatapnya dari bawah sampai atas, "Kamu siapa? Ada keperluan apa?" tanyanya ketus.

Gadis itu mengulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman. "Saya Aruna. Saya ke sini karena memenuhi panggilan wawancara kerja. Saya sudah buat janji dengan bagian HRD. Beliau meminta saya datang pukul delapan." Gadis bernama Aruna itu memperkenalkan diri dengan bangga.

Namun, tanggapan sepele ia dapatkan dari Mita. "Kamu yang melamar jadi cleaning service itu, ya?" tanyanya dengan nada meremehkan.

Aruna hanya mengulas senyuman. "Bisa tunjukkan di mana ruang HRD-nya? Saya tidak mau gagal melakukan wawancara hanya gara-gara terlambat menemukan ruangan beliau," tukas Aruna.

Mita berdecak malas. "Ruangannya ada di lantai dua. Nanti kamu tanya saja sama orang di sana!"

"Terima kasih." Lantas Aruna pergi tanpa basa-basi lagi. Meninggalkan sang resepsionis yang menggerutu sendiri.

"Cih, mau jadi cleaning service aja sombong banget gayanya!" cibir Mita kesal.

...***...

Aruna sudah berada di lantai dua. Ia pun bertanya pertanyaan yang sama kepada seorang karyawan yang kebetulan bertemu dengannya. Kesan pertama mereka juga sama ketika melihat penampilan Aruna. Terkesan merendahkan dan memandang sebelah mata.

"Ruangannya di sana. Lurus, mentok tembok belok kiri!" jawab pegawai laki-laki berdasi yang membawa secangkir kopi.

Setelah mengucapkan terima kasih Aruna pun pergi.

"Selamat datang, Ibu Aruna, 'kan?" Aruna disambut baik oleh Manajer HRD ketika dirinya sudah mencapai ruangan yang dia tuju.

Gadis lulusan National University of Singapore itu tersenyum manis sambil menganggukan kepalanya. "Iya, Pak," jawabnya.

"Silakan duduk, Bu! Sudah lama saya menunggu Anda."

Wawancara yang berujung pada kesepakatan kerja pun terjadi di antara keduanya. Aruna ke luar ruangan disertai oleh Danu—pimpinan HRD. Danu mengantar Aruna ke ruangan divisi keuangan.

"Mari, Buk. Saya akan perkenalkan rekan kerja baru Anda!" ajak Danu. Lalu beralih pada tiga orang yang berada di dalam ruangan itu. "Yang memakai baju pink itu Bu Dena, Manajer Akuntansi dan itu Yoga, Admin Akuntansi, dan satu lagi Indira yang akan membantu pekerjaan Anda. Dia Admin Keuangan." Danu memperkenalkan satu persatu karyawannya.

"Halo, semua. Salam kenal. Nama saya Aruna. Mohon bimbingannya sebagai pekerja baru di sini." Aruna tersenyum sambil membungkukkan sedikit punggungnya.

Semua orang tampak tercengang. Tidak ada respon dari ketiga karyawan yang diperkenalkan Danu kepada Aruna. Mereka masih bergeming di tempatnya masing-masing.

"Hei, kalian ini kenapa? Bu Aruna ini yang akan mengganti posisi pak Gunawan yang sudah mengundurkan diri. Apa kalian tidak akan menyambutnya?" Teguran Danu membuat ketiganya tersentak, dan Dena yang pertama maju menghampiri Aruna dan Danu.

"Oh, maafkan kami! Kami sepertinya terpukau melihat penampilan manajer keuangan baru kita ini. Maafkan kami, Bu ... siapa tadi namanya?"

"Aruna."

"Oh, iya, Bu Aruna. Salam kenal, saya Dena, Manajer Akuntansi di perusahaan ini," tutur Dena dengan senyuman yang terkesan dipaksakan. Pandangannya menyapu tubuh Aruna dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Bibirnya meringis dengan kening mengernyit tipis. Merasa teman kerjanya itu adalah makhluk aneh yang akan merusak keindahan penghuni divisinya saat ini.

"Bu Aruna, saya Indira. Selanjutnya akan menjadi partner kerja Ibu. Saya siap membantu ibu dengan segenap jiwa raga saya." Kehadiran Indira yang menyerobot tubuh Dena meramaikan suasana. Pasalnya, sepatu mahal Dena tidak sengaja terinjak oleh Indira.

"Aww ... kamu ini punya mata nggak, sih?" pekik Dena sambil mengangkat sebelah kakinya karena kesakitan.

"Eh, maaf, Bu Dena. Aku nggak sengaja," cicit Indira yang memang sedikit ceroboh dalam segala hal.

"Kamu itu memang selalu ceroboh. Kamu tahu, nggak, ini sepatu harganya berapa? Gaji kamu aja nggak akan cukup buat ganti kalau sampai rusak," sembur Dena yang lebih mengkhawatirkan sepatunya. Indira hanya diam saja sambil menundukkan kepala.

"Tapi kaki Ibu nggak apa-apa, kan?" Aruna yang bertanya kepada Dena.

Dena sejenak terdiam, menatap Aruna dengan tatapan kesal. "Tolong Anda jangan ikut campur! Ini urusan saya sama dia," sengit Dena sambil menunjukkan jarinya di depan wajah Indira.

"Sudah, sudah! Ini kenapa jadi ribut cuma gara-gara sepatu. Kalian baru saja berkenalan. Masa, iya, harus bertengkar." Danu melerai perdebatan mereka.

"Tapi, Om ... eh, Pak—" Dena menghentikan ucapannya lalu menundukkan kepala. Ketika ia melihat tatapan tajam Danu seolah hendak menusuk bola matanya.

Danu pun beralih kepada Aruna. "Maaf, Bu Aruna. Ini hanya perselisihan kecil biasa. Wajarlah dalam satu divisi suka debat kayak gini," Danu berkelakar sambil tersenyum lebar.

Aruna membenarkan posisi kaca matanya yang sedikit merosot. Lalu mengangguk. "Iya, Pak. Saya ngerti. Oh, iya, panggil saya Aruna saja! Saya merasa sangat tua jika dipanggil 'ibu' oleh Bapak," celetuk Aruna sembari melebarkan senyumnya.

Danu pun tergelak, diikuti oleh tawa kecil dari bawahannya. "Ternyata kamu bisa bercanda juga," kelakar Danu. Kemudian ia bersikap formal sambil menjulurkan tangannya. "Baiklah, Aruna. Selamat bekerja. Semoga kamu betah dan bisa bekerja dengan baik di sini," ucapnya memberikan semangat.

Aruna balas menjabat tangan Danu. "Siap, Pak. Terima kasih," balasnya.

Danu pun beralih kepada Indira, "Indira, tolong bantu Aruna untuk melihat data laporan keuangan perusahaan! Biar bisa dia pelajari olehnya. Saya pamit dulu." Danu pun berlalu.

"Baik, Pak," sahut Indira. "Ayo, Bu Aruna, saya tunjukkan berkas-berkasnya!" Tanpa ragu ia menggandeng tangan Aruna. Sikap Indira memang seperti itu, sok akrab sok dekat walaupun dengan orang yang baru ditemuinya.

Sedangkan Dena merasa kesal dengan Aruna. Ia merasa dipermalukan oleh seorang anak baru itu. Bahkan Manajer Personalia sekaligus pamannya sendiri pun membela Aruna. Apa yang dimiliki Aruna? Bahkan penampilannya saja sangat jauh dari kata biasa. Dena memang mendengar jika Aruna adalah lulusan luar negeri. Namun, itu tidak menjamin kalau dirinya sangatlah hebat. Aruna tetaplah anak kuliahan yang baru lulus dari Universitas. Tentu saja pengalaman kerjanya masih sangat minim. Dena ingin tahu sampai di mana dia bisa bertahan dengan tekanan pekerjaannya. Apalagi dia harus satu divisi dengan Dena. Senyuman licik pun tercetak di bibir Dena sembari menatap Aruna. "Kita lihat saja, sampai kapan kamu akan bertahan di sini," gumamnya dalam hati.

...***...

Next 👉

Klik tombol like-nya dulu ❤

Manajer Keuangan

...***...

"Selamat pagi, Bu Aruna!" sapa resepsionis yang bernama Mita. Dia yang diberitahu oleh temannya tentang jabatan Aruna di perusahaan itu menjadi canggung sekali ketika bertemu dengan Aruna lagi.

"Pagi juga, Mbak," balas Aruna dengan ramah.

Mita tersenyum sambil membungkukkan badan. Dia merasa bersalah karena sebelumnya telah meremehkan Aruna dan menganggapnya sebagai cleaning service. "Salah siapa penampilannya kayak gitu," cibir Mita setelah Aruna pergi menjauh.

"Makanya jangan suka menilai orang dari casing-nya aja! Tahu rasa, kamu. Ternyata dia itu seorang manajer." Akbar yang menjadi cleaning service sebenarnya mengejek Mita sembari terkekeh.

"Diem, kamu! Sana kerja!" sentak Mita. Akbar pun pergi sambil tertawa.

...***...

"Selamat pagi, semua." Aruna menyapa semua orang yang ada dalam ruangan divisinya.

"Pagi, Bu Aruna," balas Indira sambil tersenyum lebar. Sedangkan Dena hanya menoleh sebentar, lalu sibuk kembali dengan kegiatannya berdandan.

Aruna duduk di kursi kebesarannya, berbenah diri sebelum dirinya memulai pekerjaan. "Ra, boleh minta tolong ambilkan berkas laporan keuangan tiga tahun ke belakang," titah Aruna kepada Indira. Gadis itu pun pergi melakukan tugasnya.

Dena yang mendengar pun bertanya, "Buat apa minta berkas laporan itu? Bukannya semua data laporan tahun lalu sudah diinput dalam komputer?"

Aruna membenarkan posisi kacamatanya. "Buat jaga-jaga," jawabnya tanpa menoleh. Fokusnya hanya pada layar persegi panjang yang menampakkan deretan pekerjaannya.

Dena mengernyitkan keningnya, lalu mengangkat kedua bahunya tanda tidak peduli. Ia pun melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Hingga lima belas menit berlalu, Indira sudah kembali dengan membawa setumpuk berkas yang diminta oleh Aruna. "Ini berkasnya, Bu." Indira menyimpan berkas itu di atas meja Aruna.

"Makasih, ya," ucap Aruna.

Indira menoleh pada Dena yang belum juga selesai mematut wajahnya di depan cermin. "Bu Dena, belum selesai juga itu dandannya? Memangnya Bu Dena mau kondangan, ya?" celetuk Indira dengan polosnya.

Aruna hampir saja tergelak mendengar kepolosan anak buahnya itu. Ekor matanya melirik ke arah Dena yang sudah memasang wajah garang. "Dengerin, ya, anak kecil! Hari ada rapat tahunan, jadi aku harus terlihat cantik. Memangnya kayak seseorang, yang nggak mementingkan penampilan padahal dia punya jabatan."

Aruna terdiam sejenak. Dia tahu jika seseorang yang dimaksud Dena adalah dirinya. Namun, Aruna tidak mau memedulikan hal itu. Dia tetap bersikap biasa saja dan fokus bekerja.

"Maksud Bu Dena penampilan Bu Aruna, kan?" Dengan polosnya Indira bertanya. Membuat Aruna harus menghela napas kasar. Dia yang tadinya mau mengabaikan, malah dibuat kesal oleh asistennya sendiri.

"Bukan aku, loh, yang ngomong, Aruna." Dena merasa menang. Perkataannya memang kenyataan. Dirinya yang merasa lebih tua dan lebih senior daripada Aruna merasa enggan untuk menyebut Aruna dengan panggilan 'ibu'.

...***...

Ketika hari menjelang siang, dan satu jam lagi waktu istirahat bagi karyawan. Aruna masih mempelajari data keuangan di perusahaan tersebut. Wajahnya terlihat serius. Sesuatu yang ia temukan semalam ketika mempelajari file laporan keuangan beberapa tahun ke belakang, sepertinya memang benar. Ia menemukan beberapa kejanggalan pada laporan tahun-tahun sebelumnya.

Di saat yang bersamaan, kedatangan Danu yang masuk ke ruangan divisi keuangan menyita atensi mereka yang di sana. "Siap-siap, ya! Lima belas menit lagi kita ada meeting tahunan bersama investor, kebetulan investor kita sudah datang.Tolong, jangan kesalahan apa pun! Karena kali ini CEO-nya juga ikutan hadir," pinta Danu.

"Hah? CEO yang katanya tampan itu, Pak?" tanya Dena antusias.

"Iya, Pak Juno mau datang," jawab Danu, "tolong persiapkan laporan yang dibutuhkan. Ini meeting penting, katanya ada sedikit masalah dengan perusahaan kita. Kita harus berjuang untuk mempertahankan kepercayaan investor kita ini," lanjut Danu lalu berlalu dari ruangan itu.

"Kok, tumben? Biasanya, kan, cuma diwakilkan sama asistennya. Kayaknya masalahnya cukup besar," ujar Dena pelan sembari berpikir. "Tapi bagus, sih. Aku jadi bisa lihat CEO tampan itu. Kali aja kepincut sama aku, kan?" Dena dengan percaya diri mematut riasan wajahnya di depan cermin kecilnya.

"Dih, Bu Dena. PeDe amat!" celetuk Indira.

"Syirik aja!" cebik Dena sembari mendelikkan kedua matanya. Lalu beralih kepada Aruna yang tidak ikut nimbrung dengan perbincangan mereka. "Aruna, mau pinjem make-up aku, nggak?" Dena menawarkan alat kecantikan miliknya.

Aruna mengalihkan pandangannya dari layar laptop pada Dena. "Pinjem apa, Bu?" tanyanya balik. Saking fokusnya bekerja. Dia tidak terlalu mendengar jelas perkataan Dena.

"Pinjem make-up aku. Buat persiapan meeting nanti," ujar Dena.

"Emang perlu, ya?" Aruna mengernyitkan keningnya.

"Ck, udah, lah. Susah kalau ngomong sama emak-emak," cibir Dena sembari berdecak.

Aruna ingin sekali mendebat pernyataan Dena yang menyebutnya seorang 'emak-emak', tetapi urung karena dia pikir tidak akan ada gunanya. Aruna pun memilih untuk mengabaikan Dena, dan kembali fokus pada berkasnya.

***

"Bu Dena, nitip berkasku, ya! Aku mau ke toilet sebentar," pinta Aruna ketika beberapa menit lagi rapat akan dimulai.

"Jangan lama-lama! Sebentar lagi rapatnya akan dimulai. Katanya pak Juno itu tidak suka dengan keterlambatan," seru Dena dengan nada serius.

"Iya," sahut Aruna sambil berlalu. Ia tidak terlalu mendengarkan kata-kata Dena. Keinginannya untuk menghilangkan rasa sakit di perutnya begitu mendesak. Membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

Saat berada di koridor menuju kamar mandi, Aruna tidak sengaja menabrak tubuh seorang laki-laki gagah dan tampan. Karena terlalu terburu-buru ia tidak memperhatikan langkahnya. Kedua matanya yang terbungkus bingkai kaca itu sejenak beradu pandang dengan netra pekat milik Juno. "Maaf, Pak, maaf! Saya tidak sengaja. Saya buru-buru," seru Aruna sambil meringis dengan tangan memegang bagian perut.

Lelaki yang bernama Juno Albercio Kingsley itu memindai penampilan Aruna dari atas sampai ke bawah. "Wanita ini terlihat masih muda, tapi kenapa penampilannya seperti ibu-ibu tua," batin Juno.

"Bapak bisa minggir, nggak? Saya mau lewat." Suara Aruna mengembalikan kesadaran Juno.

"Anda mau ke kamar mandi?" tebak Juno karena melihat ekspresi wajah Aruna. Dan Aruna menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Juno pun menggeser tubuhnya agar Aruna bisa melewati koridor menuju kamar mandi. "Anda harus hati-hati! Saya lihat area lantai kamar mandinya baru saja di pel. Kalau tidak, Anda bisa saja ja—"

"Aah ...."

Brug!

Belum juga Juno menyelesaikan perkataannya. Aruna sudah terpelanting dan duduk di atas lantai yang licin. Juno tahu keadaan lantai kamar mandi itu, karena dirinya juga habis dari sana.

Juno sejenak terperangah, kemudian melangkahkan kaki untuk menolong Aruna. Apa Anda tidak bisa berjalan pelan saja!" ucapnya sambil mengulurkan tangan. Memberikan bantuan agar Aruna bisa berdiri. Aruna pun meraih tangan Juno. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menggelayar dalam tubuh Juno ketika berpegangan tangan dengan Aruna. Juno sangat suka melihat manik-manik berwarna coklat cerah milik Aruna.

"Terima kasih," ucap Aruna setelah berhasil berdiri. "Ah, sepertinya pinggangku bermasalah," batin Aruna sambil memegang pinggangnya yang terasa seperti mau patah. Namun, ketika rasa sakit di bagian perutnya kembali mendesak. Ia pun segera melesat. "Maaf, Pak. Saya permisi."

Juno menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aruna. Lalu mengedikkan bahu sebelum dirinya berlalu.

...***...

Minta dukungannya, ya. Like, comment, favorite, dan giftnya ❤

Dewi Fortuna

...***...

Setelah selesai dengan urusan perutnya. Aruna kembali ke ruangan rapat. Semua orang sudah hadir, kecuali direktur utama yang memang sedang berhalangan, karena masih ada job di luar negeri. Surya—pemimpin dari PT. Suryafood sudah memercayakan semuanya kepada wakil direkturnya. Semua orang di sana tampak tertegun melihat kedatangan Aruna. Terutama Juno. Sebagai karyawan baru, tentu saja Aruna baru pertama kali mengikuti rapat tahunan di perusahaan tersebut. Sialnya, baru sehari bekerja dia sudah harus menghadapi meeting penting seperti itu.

"Maaf, tadi saya sakit perut," ucap Aruna, sambil sedikit membungkukkan tubuhnya. Namun, saat kedua matanya bertemu pandang dengan Juno. Keduanya sama-sama tertegun sejenak. Pun tidak menyangka, jika akan bertemu di meeting tahunan dewan direksi.

Namun, keduanya tidak berani saling menyapa. Pura-pura tidak kenal dan belum pernah bertemu sebelumnya. Hingga acara rapat itu pun di mulai. Semua direksi menjelaskan tentang bagian pekerjaannya masing-masing.

"Kami menemukan adanya kejanggalan di laporan data keuangan tahun lalu. Kenapa harus ada understating asset di sini. Sedangkan selama ini, modal yang dikeluarkan selalu sama setiap tahunnya. Harusnya kalau tidak ada kenaikan, aset dan laba kita tetap flat saja," jelas kepala komite audit eksternal pihak pemegang saham—Wandi. Dan inilah masalah penting yang akan dibahas dalam meeting tersebut.

Semua orang terdiam sejenak, tetapi Aruna malah tersenyum tipis. Gadis itu mengangkat sebelah tangannya. Meminta izin untuk menjelaskan hasil temuannya kemarin. Sama persis dengan apa yang dikatakan oleh tim audit eksternal.

Aruna meneliti segala bentuk kemungkinan yang menyebabkan kesalahan itu terjadi. Dia pun menjelaskan secara detail tentang laporan keuangan yang baru dia pelajari beberapa jam yang lalu. Memang ada kejanggalan, Aruna memprediksikan kesalahan itu karena dua kemungkinan yaitu adanya kekeliruan atau error yang mengandung unsur ketidaksengajaan dan kecurangan atau fraud yang memang disengaja dilakukan. Aruna berjanji akan menemukan penyebab di balik kekacauan itu. Semua orang terkesan dengan kinerja Aruna, termasuk Juno. Ia seperti dewi fortuna bagi perusahaan tersebut. Seolah ada kekuatan magic yang membuat Juno sedikit tertarik dengan sosok Aruna. Walaupun pada awalnya dia meragukan gadis tersebut karena penampilannya yang tidak enak dipandang.

...***...

Rapat tahunan itu berlangsung selama dua jam, dengan hasil yang belum memuaskan bagi pihak investor atau pemegang saham.

"Bu Aruna, aku nggak nyangka ternyata Ibu bisa menemukan masalah ini dengan cepat." Indira memuji kinerja atasannya. Kini, mereka sudah berada di ruangan divisi keuangan.

"Aku hanya melihat ada yang rancu dari laporan tahun lalu. Makanya tadi pagi aku meminta kamu buat mencari berkas fisiknya untuk memastikan lagi," terang Aruna.

"Halah, aku yakin kamu itu cuma ikut-ikutan tim auditor aja, kan? Mana mungkin masalah keuangan perusahaan yang komplek itu bisa ketahuan dalam semalam doang," sergah Dena meragukan kemampuan Aruna.

"Eh, tapi buktinya semua orang sangat terkesan dengan kinerjanya bu Aruna, termasuk investor utama kita. Aku dengar mereka memuji bu Aruna saat mereka berjalan menuju keluar kantor kita.

Dena mendengus sebal. Bisa-bisanya Aruna yang anak baru bisa langsung mendapatkan pujian. Sedangkan Aruna hanya melontarkan senyuman samar.

"Oh, iya, Bu Dena. Laki-laki muda yang bersama pak Wandi itu tim audit eksternal juga? Kenapa dia hanya diam saja dari tadi?" Aruna bertanya tentang Juno. Laki-laki yang sudah menabraknya saat di kamar mandi.

"Yang tampan itu?

"Hmm ... lumayan, lah," sahut Aruna sejenak berpikir.

"Ya, ampun ... lelaki setampan itu kamu cuma bilang lumayan! Kayaknya kacamata kamu kurang besar, deh, Na. Dia itu CEO tampan dari perusahaan dagang terbesar di Indonesia, sekaligus investor utama perusahaan kita. Memangnya dia keliatan seperti auditor?" sanggah Dena berapi-api.

"Ya, aku nggak tahu, Bu Dena. Emang di wajahnya dia ada tertulis kata 'CEO', gitu?"

Dena menghela napas kasar, dia berpikir mungkin Aruna punya kelainan. "Kamu masih normal, kan?" tanyanya memastikan.

"Maksudnya?" Aruna mengernyitkan kening.

"Ya, itu ... kamu masih suka sama laki-laki, kan?"

Aruna tergelak mendengar perkataan Dena. "Bu Dena ini ada-ada saja. Tentu saja aku normal, tapi bukan berarti setiap laki-laki tampan langsung aku sukai," ucapnya setelah tawanya reda, lalu melanjutkan pekerjaannya.

...***...

Sedangkan di sisi lain, di sebuah kantor pusat perusahaan dagang terbesar. Seorang CEO tampan tengah sibuk dengan pekerjaannya. Namun, dari tadi pikirannya seolah terbagi dua. Bayangan seorang gadis selalu melintas di pelupuk matanya.

"Ah, sial! Kenapa aku terus mengingat perempuan kolot itu? Apa otakku sudah bermasalah? Mana mungkin aku tertarik dengan perempuan tua macam dia!" decak Juno sambil mengacak rambutnya.

Bersamaan dengan itu, kedatangan sekertaris sekaligus teman baik Juno mengalihkan atensinya. "Anda kenapa, Pak?" tanya Kezia pada atasannya.

"Aku baik-baik aja," jawab Juno kembali fokus pada pekerjaan.

Kezia mengedikkan bahu, lalu menyodorkan berkas yang dia bawa. "Ini laporan penjualan minimarket kita yang di daerah Jawa," ucap Kezia.

Juno menerima berkas itu dan memeriksanya sejenak. "Baiklah, nanti aku cek," seru Juno sambil menutup berkas itu dan menyimpannya di pojok kiri mejanya. "Oh, iya, Zie ... mami nyuruh kamu ke rumah setelah pulang kerja. Nggak tahu, dia mau apa."

Kezia yang hendak pamit jadi tersenyum tipis. Merupakan hal yang paling membahagiakan untuk dirinya, yaitu bertemu dan akrab dengan keluarganya Juno. Karena sesungguhnya, perempuan berumur dua puluh enam tahun itu sudah lama menaruh hati kepada atasannya tersebut.

"Baiklah, nanti aku ke sana."

"Bareng aku aja! Hari ini aku mau pulang ke rumah mereka," tukas Juno, yang membuat senyum Kezia semakin mengembang saja.

"Yang bener? Tumben?" seru Kezia pura-pura tidak peduli.

"Aku juga disuruh pulang sama mami. Katanya udah lama aku nggak pulang," ujar Juno.

"Oh, gitu. Aku pamit dulu, deh. Nanti kalau jam pulang hubungi aku, ya!" pamit Kezia. Ia ingin segera meluapkan rasa bahagianya. Berjoged ria seperti keadaan hatinya sekarang ini. "Yes, kesempatan aku buat jadi menantu keluarga Kingsley semakin dekat," gumam Kezia sambil mengulum senyumnya.

"Hmm ...." Juno hanya bergumam mengiyakan perkataan Kezia tanpa melihat wajah Kezia sama sekali, karena fokusnya sekarang sudah pada laptopnya lagi.

...***...

Waktu pun berjalan dengan cepat. Tepatnya pada pukul 17.00 WIB, jam kerja di perusahaan Juno sudah berakhir. Juno menemui Kezia di meja kerjanya, dan perempuan itu terlihat sedang mempercantik dirinya dengan riasan yang tidak pernah luput dari tas kerjanya.

"Ngapain kamu dandan dulu? Cuma ketemu sama mami doang, kayak ketemu pacar aja," lontar Juno sambil memperhatikan Kezia yang tengah memoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.

Kezia adalah perempuan yang sangat cantik. Hanya dipoles dengan make-up ringan saja sudah menambah kadar kecantikannya berkali-kali lipat. Namun, Juno sama sekali tidak pernah tertarik dengan perempuan itu. Maka dari itu, Kezia sedang berusaha untuk merebut hati orang tuanya Juno. Barangkali dengan bantuan mereka, Kezia bisa mendapatkan hati Juno.

...***...

Next besok, ya. Author minta dukungan kalian ❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!