Hari cerah tanpa awan di sebuah pedesaan seorang anak berbaring ditepi sawah dengan daun pisang sebagai alasnya orang tidak akan tahu bahwa ia hidup atau mati karena napasnya yang pendek. Anak itu berusia sekitar 14 tahun rambut hitamnya terurai berantakan wajah dia menunjukan kepolosan seorang anak laki-laki, tapi masih menunjukan sedikit ketampanannya mungkin beberapa tahun ke depannya dia menjadi seorang pria yang tampan dan banyak gadis-gadis yang akan mengejarnya untuk menjadikan dia sebagai pacar mereka.
Angin bertiup pelan menyebabkan dedaunan pohon bergerak, dan menjatuhkan air embun tepat di bawah anak itu. tak lama anak itu bangun dan membuka matanya ia melihat kese keliling dan nampak bingung.
"Apa? yang terjadi denganku bukankah aku sedang berperang di aliansi semesta Viost kenapa aku berada disini?"
Saat Dain mengingat perang yang terjadi banyak orang dan makhluk yang berpartisipasi didalamnya mereka semua datang dari segala penjuru alam semesta untuk merebutkan benda suci Dain juga termasuk didalamnya ia bersama temannya dan kekasihnya. perang itu berlangsung dalam waktu yang lama, sudah tidak terhitung lagi banyak makhluk yang mati saat kejadian itu sampai menyisakan 3 orang yang bertahan hidup untuk mendapatkan item suci tersebut. Dain adalah salah satunya dan kekasihnya, ia juga bertahan hidup walaupun dia lebih lemah dari Dain ia mampu bertahan berkat bantuan Dain. dan yang lain sebuah makhluk humanoid dengan 6 sayap malaikat dan wajah tampan Dain mengenal orang itu. ia adalah musuh yang paling ingin dia bunuh.
"hibrida menyerah saja kamu tidak akan mampu untuk mengalahkan ku dan mendapatkan benda suci itu?" makhluk seperti malaikat itu berbicara dengan menghina kearah Dain.
"Kenapa aku menyerah? di saat aku akan mendapatkannya." Dain menjawab dengan dingin matanya tertuju pada makhluk seperti malaikat itu dan akhirnya melirik kearah kubus berwarna emas yang memancarkan cahaya yang begitu terang ledakan energi terus terpancar darinya seperti tsunami yang kuat menyapu area disekitarnya jika ada makhluk hidup yang kurang kuat dan mendekati benda tersebut ia akan ditekan oleh energi itu dan mati. bahkan Dain dan yang lainnya yang berjarak beberapa juta mil darinya masih sedikit merasa tidak enak.
"Cih! orang rendahan sepertimu benar-benar membuatku muak." setelah makhluk bersayap itu berkata, ia langsung mengepakkan sayapnya dan melesat langsung kearah Dain. pedang besar yang di pegang olehnya mulai bercahaya, dan di tebasakan menuju Dain, saat serangan datang Dain memfokuskan energi miliknya menjadi sebuah tombak hitam panjang dan memblokir serangan tersebut.
ledakan!
Energi meledak dari benturan kedua senjata itu. makhluk dengan sayap itu terus menyerang Dain dengan cepat, tapi setiap serangan mampu di hindari dengan mudah oleh Dain.
"haha... Apa cuman ini kekuatanmu? kamu selalu membanggakan ras mu itu jadi cuman segini saja aku benar-benar kecewa." Dain mengejek dan memprovokasi nya, wajah makhluk bersayap itu menjadi gelap.
"Sial! tadinya aku tidak ingin menggunakan metode ini, untuk membunuhmu tapi tidak ada cara lain." setelah mengucapkan itu tak lama kemudian tubuh makhluk itu mulai bercahaya kuning keemasan dan disertai lingkaran cahaya muncul di atas kepalanya dan sepasang sayap lagi muncul di punggung makhluk itu dan memancarkan tekanan yang luar biasa. bahkan Dain sampai menelan ludah dan dipaksa mundur beberapa langkah keringat dingin mulai muncul dari dahinya.
"Ini benar-benar buruk dia menggunakan teknik terlarang untuk menaikkan kekuatannya. apa yang harus kita lakukan haruskah kita mundur sekarang?" terdengar suara lembut dari samping Dain, Dain melihat kearah sumber suara itu yang dia lihat ada sosok cantik rambut panjang berwarna silver mengalir dari atas kepalanya sampai pinggang itu seperti air terjun perak yang indah, tubuh yang indah dan proposal di padukan dengan kaki ramping yang indah itu nampak seperti seorang bidadari yang turun dari langit, meski ada sejumlah luka dan darah di bagian tubuhnya yang seksi itu tidak menyembunyikan wajahnya yang cantik. itu adalah kekasih Dain ia berama Flowi.
"Tidak, kita sudah sampai sejauh ini kalau sekarang mundur, dan dia mendapatkan benda itu segalanya akan menjadi lebih buruk." Dain menggelengkan kepalanya jika orang itu mendapat item tersebut ia tidak kan bisa membayangkan kekacauan seperti apa yang akan terjadi.
"Baik, kalau begitu aku tetap akan berada di sampingmu." Flowi tersenyum dengan manis ia siap berada di samping Dain dan menghadapi segala bahaya yang datang walupun dirinya sendiri tau akan batas kekuatan miliknya, tapi itu tidak membuat ia gentar sedikitpun. mata cantiknya menatap tajam kearah depan dengan penuh tekad yang tak tergoyahkan.
"Tidak kamu sebaiknya pergi menjauh dari sini. kamu akan mati jika terus berada disini." Dain berbicara dengan penuh kekhawatiran jika Flowi terus bersamanya mungkin akan terluka.
"Tidak!" Flowi menolak dengan tegas. Dain tidak bisa berbuat banyak dan cuman bisa menghela nafas ia sendiri tau sifat dari kekasihnya sendiri yang keras kepala.
"Baik tapi kau jangan mendekati pertarungan." Ucap Dain dengan sungguh-sungguh dirinya sendiri tau betul seberapa keras kepalanya kekasihnya itu. Flowi mengangguk dia sendiri tidak bodoh.
"bagus." setelah itu Dain kembali melesat kearah makhluk bersayap itu. sekarang penampilannya sedikit berubah 8 sayap besar berkibar indah dari balik punggungnya lingkaran cahaya yang ada di atas kepalanya memancarkan cahaya kesucian pedang besar yang dia genggam juga dibanjiri dengan cahaya yang indah sosoknya sekarang seperti kesatria agung yang turun dari surga untuk menghukum para pendosa.
Tak lama makhluk bersayap itu melesat ke arah Dain dengan cepat dan langsung menyerangnya. Dain tidak sempat untuk mengelak dan terkena serangan tersebut ia diterbangkan sejauh beberapa ratus mil sebelum jatuh menabrak sebuah planet.
"Tidak!" Flowi yang melihatnya dari kejauhan berteriak histeris dia tidak bisa membantu karena dia lebih lemah dari kedua orang itu yang bisa ia lakukan hanya berdoa untuk keselamatannya.
Tapi makhluk bersayap itu tidak hanya berhenti begitu saja dia mengangkat satu tangannya dan sekumpulan kecil bola cahaya seukuran bola pingpong muncul, lalu semua cahaya itu bergabung menjadi bola cahaya besar.
"pada akhirnya sekuat apapun kau berusaha tetap akan mati." mahluk bersayap berbicara dengan nada yang menghina. setelah itu bola cahaya besar itu langsung ditembak ke arah planet tempat Dain jatuh.
ledakan!
saat serangan tersebut menyentuh permukaan planet terjadi ledakan kuat, seluruh planet itu berguncang hebat gunung-gunung meletus di mana-mana dan lava menyembur keluar dari dalam kerak bumi. menciptakan pemandangan seperti di neraka warna merah membanjiri seluruh daratan dan langit karena suhu udara telah memanas sampai titik yang paling ekstrim. beruntung itu adalah planet yang tidak berpenghuni sehingga tidak menyebabkan korban jiwa.
setelah melihat planet itu tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan Dain makhluk bersayap itu berbalik pergi menuju ke arah item suci tersebut.
"Dain! beraninya kau membunuhnya. akan ku bunuh kau!"
Flowi meraung dengan marah melihat orang yang dicintainya mati di depan matanya ia tidak bisa diam saja walaupun dirinya sendiri lemah dan sadar tidak dapat mengalahkan mahluk bersayap itu, tapi kebencian dan amarah sudah menguasai hati dan pikirannya. ia langsung terbang menuju mahluk bersayap itu dan mencoba untuk menyerangnya.
Makhluk bersayap itu bahkan tidak repot-repot berbalik untuk menghadapi Flowi ia cuma mengibaskan sayapnya dan menciptakan tekanan kuat seperti air bah dan mengirim Flowi terbang jauh.
"Ah!.."
Darah menyembur dari dalam mulutnya, wajah cantiknya terlihat pucat. tubuh dia sudah mencapai batasnya orang tidak akan tahu berapa lama lagi ia akan bertahan dan tetap berdiri. tapi sorot matanya menunjuk tekad yang kuat untuk membalas dendam, Flowi mengerahkan seluruh tenaganya untuk berdiri dan kembali menyerang, mahluk bersayap itu nampak jengkel dengan tindakan Flowi.
"Baik lah, jika kamu menginginkan kematian aku akan mengabulkannya."
Mahluk bersayap itu menunjukkan satu jari sekumpulan bola cahaya langsung terbang dengan cepat menuju Flowi. Flowi yang melihat serangan itu datang cuma bisa menggerakkan giginya dan sudah pasrah.
"Maaf Dain aku tidak bisa membalas dendam mu." dengan suara lirih Flowi berbicara butiran-butiran air mata mulai turun dari matanya dan membanjiri kecantikan nya.
ledakan!
itu adalah ingat terakhir yang ia ingat segera kemarahan memulai muncul di dalam hatinya Dain mengepalkan tangannya dan meraung.
"Touz aku akan membunuhmu!"
Perlahan-lahan kemarahannya Dain mulai mereda seiring berjalannya waktu dan mulai berpikir jernih lagi. dia akhirnya melihat ke sekeliling dan memperhatikan ia berada di bawah pohon besar dan sedang duduk di depannya terdapat hamparan sawah membentang sejauh ratusan meter dengan banyak padi hijau yang sangat subur dan indah, di langit yang cerah dan banyak burung berterbangan kemananan pemandangan yang sangat tenang asli dan menyegarkan mata.
Dain mulai berdiri dan merasakan hembusan angin dingin menerjang tubuhnya.
"Suasana ini membuatku nostalgia."
Dain melihat tangannya dan baru menyadari ada sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya dan berkata.
"Tunggu aku baru menyadari kenapa tanganku jadi pendek?"
Dain nampak bingung lalu ia meraba-raba seluruh bagian tubuhnya ternyata bukan hanya tangannya saja yang menjadi kecil tetapi seluruh bagian tubuhnya menjadi kecil pula. Dain merasa shock dan bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Dain berlari kesebuah sungai kecil disampingnya dan melihat dirinya sendiri dari pantulan air.
"Ssshit! apa yang terjadi padaku. kenapa aku kembali menjadi kecil sewaktu dulu!"
"Hey, apa yang sedang kau lakukan di sana?"
Saat Dain sedang berpikir tentang situasinya sekarang, sebuah suara terdengar pemilik suara itu adalah seorang pria berusia 40 tahunan ia mengenakan topi caping dan membawa keranjang dari anyaman bambu di punggung pria tersebut, didalamnya terdapat bibit padi.
Dain melihat pria tersebut mendekat ke arahnya tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut dari wajahnya. dia sangat mengenal sekali orang itu, orang yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
"P-paman Nan apakah itu kau?"
Dain berbicara dengan gugup mencoba berbicara kepada pria yang di hadapannya itu dan mengamati. Nan sedikit mengerutkan keningnya dia sedikit aneh dengan perkataan Dain, tapi tetap menjawab.
"Tentu saja ini aku siap lagi."
"Tidak mungkin bukankah kau sudah mati dalam kecelakaan!"
Jawaban Dain dengan nada tegas Nan seharusnya sudah mati sewaktu dirinya berada di bumi sewaktu dulu bagaimana dirinya hidup kembali? ini semua benar-benar tidak masuk akal kecuali.
"Maaf, tapi bisakah anda memukulku?"
"Baik." jawaban Nan tanpa banyak bicara.
Ada apa dengan bocah ini? kenapa dia bertingkah aneh apakah karena aku tidak menuruti permintaannya. Nan melihat kearah pohon besar tempat Dain tidur, tunggu pohon itu kan?! akhirnya Nan mengambil satu kesimpulan dari tingkah laku Dain yang aneh ini.
Nan akhirnya mengambil seikat bibit padi dari dalam keranjangnya Dain yang melihat Nan mengambil itu sedikit bingung tetapi ke jadian berikutnya membuat dirinya sangat terkejut.
Pak... pak!
"Keluar lah setan dari tubuh bocah ini. aku sudah cukup dibuat pusing oleh tingkah laku anak ini. tidak ada ruang lagi untuk!"
Nan menampar Dain dengan mengunakan padi di tangganya dan terus berkomat kamit Dani cuman bisa memegangi pipinya yang memerah karena dia tampar, sebelum berangkat.
"Hei, hentikan sudah cukup!"
setelah Dain berbicara Nan berhenti menamparnya.
"Apa kamu sudah sadar kembali? sudah kubilang jangan tidur di bawah pohon besar itu, disana banyak setan jahat yang menghuni nya."
"tapi tenang mereka sudah aku usir dari dalam tubuhmu, kamu sudah aman sekarang."
Nan berbicara dengan membusungkan dadanya dengan bangga Dain cuma bisa diam membatu ujung mulutnya sedikit bergetar jauh di dalam hatinya ia berteriak.
Setan palamu kamu pikir ini jaman apa?!
"Jika kamu sudah sadar cepat kembali bantuan paman menanam padi ini."
Nan berkata kepada Dian setelah itu ia berbalik kembali ke sawah, Dain tidak langsung menjawab tapi ia sedang berpikir dalam-dalam.
Apakah ini benar-benar kenyataan tapi rasa sakit ini terlalu nyata untuk menjadi ilusi. Dani memegangi pipinya yang memerah dan sakit setelah ditampar tadi. Jika ini benar aku seharusnya kembali ke masa lalu, tapi seingat ku tidak ada kekuatan atau item yang dapat memanipulasi waktu sampai tahap seperti ini. kecuali 'item itu' Dain memegang dadanya dan mengeluarkan arloji berwarna hitam.
Arloji itu terlihat sangat kuno dengan banyak ukiran-ukiran unik yang nampak indah, jarum jamnya menunjukkan 9 pagi. Tunggu seingat ku Arloji ini telah lama berhenti berfungsi kenapa tiba-tiba kembali hidup? sudahlah nanti aku memikirkan tentang ini nanti, yang lebih penting lagi adalah. Dain mulai melangkah maju melihat hamparan sawah sejauh matanya, angin dingin berhembus pelan kearah dia menciptakan suasana yang sejuk dan menenangkan pikiran.
Dain mulai memejamkan matan dan menarik napas dalam-dalam sehingga udara memenuhi paru-paru dia dan berteriak.
"AKU KEMBALI!.."
Dain berteriak dengan kencang sehingga mengejutkan orang-orang yang sedang berada di sawa dan yang sedang berjalan mereka semua melihat kearah sumber suara.
"Apa kau mendengar ada yang berteriak?" seorang peni berkata pada orang di sebelahnya.
"Ya aku mendengarnya mungkin ada orang yang sedang dirampok."
"Pah! mana ada orang yang merampok di siang hari bolong begini." yang lain berkat dengan tidak percaya.
"Itu masuk akal. tapi dilihat dari suaranya itu suara seorang anak, mungkin ada beberapa anak yang sedang bermain."
"Ya, mungkin benar." yang lain berkata.
setelah itu orang-orang kembali kepada aktivitasnya masing-masing dan tidak menghiraukannya. tapi detik berikutnya terdengar lagi teriakan yang kencang tapi orang-orang itu tidak terlalu menanggapinya dengan serius mereka mengira itu adalah sekelompok anak-anak yang sedang bermain. Nan juga mendengar suara tersebut dan mengangkat alisnya suara tersebut terdengar sany familiar dengannya.
Sial anak itu kesurupan lagi!
Setelah pulang dari sawah Dain dan Nan pergi pulang. Dain tidak mempunyai orang tua ia sejak kecil sudah di adopsi oleh keluarga Nan. Nan sudah menganggap Dain seperti anaknya sendiri mereka berdua tinggal bersama Nan juga memiliki satu anak perempuan, isterinya sudah lama meninggal sewaktu melahirkannya dulu, jadi sekarang mereka cuma tinggal bertiga bersama di rumah.
Setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai di sebuah rumah panggung yang cukup sederhana di samping rumah itu terdapat banyak pohon bambu yang menjulang tinggi saat angin kencang bertiup menyebabkan pohon bambu itu bergerak, gesekan antara pohon itu mencipta suara yang menyenangkan telinga ditambah lingkungannya yang sejuk membuat setiap orang betah berlama-lama berada di tempat ini.
Tempat ini tidak berubah dari ingatanku tetap sama. Dain melihat sekeliling sorot matanya menunjuk sedikit kerinduan tempat ini telah memberikannya banyak kenangan yang indah sewaktu dulu banyak waktu yang telah dirinya habiskan disini.
"Ayah, Dain kalian semua pulang?"
Terdengar sebuah suara memanggil dari dalam rumah tersebut, tak lama pintu terbuka seorang gadis melangkah keluar ia memiliki nampilin yang sedikit cantik mungkin karena dia sendiri tidak memakai makeup rambut panjang hitam diikat kebelakang menampilkan sosok gadis remaja yang penuh dengan energi.
"Cailing apakah makannya sudah siap?" Nan berkata ke pada gadis itu, Cailing adalah anak perempuan satu-satunya yang dimiliki Nan umurnya beberapa tahun lebih tua dari Dain sehingga Dain sering memanggil sebagai kaka. Cailing tersenyum dan berkata.
"tentu semuanya sudah saya siapkan, ayo masuk."
setelah itu Dain dan Nan masuk didalam sudah terdapat banyak makanan yang terletak di atas meja meskipun bukan makanan mewah tapi itu lebih dari cukup untuk mereka bertiga.
setelah itu Cailing dan Nan mulai makan cuma Dain yang belum menyentuh makannya sedikit pun. Sekarang suasana hati Dain sedang campur aduk antara senang sedih dan tidak percaya. Suasana hangat dari keluarga yang telah lama hilang dari dirinya mulai terasa kembali banyak kenangan indah mulai terbuka kembali dari balik memorinya.
"Dain kenapa kamu tidak memakan makanannya, apakah tidak suka dengan itu?"
Cailing berbicara dengan penuh perhatian karena Dain yang terlihat murung sedikit membuatnya khawatir. Dain menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Tidak, Kaka aku sangat menyukai masakan mu hanya saja, kejadian hari ini benar-benar membuatku sedikit pusing."
"Benarkah itu? kalau kamu punya masalah kamu bisa menceritakannya kepada kaka perempuan mu ini?"
Cailing menatap Dain dan tersenyum dia mencoba untuk mencari solusi tentang masalah yang sedang dihadapi oleh Dain. saat Dain hendak berbicara Nan yang duduk di samping terlebih dahulu membuka mulutnya dan berkata.
"Dain tadi kesurupan di sawah. mungkin sekarang pikirannya sedikit terganggu."
ucapan Nan dengan nada datar dan kembali makan Cailing yang mendengar perkataan ayahnya cuman bisa melebarkan matanya dengan kaget, sebelum pandangan matanya beralih ke Dain. Cailing menyentuh dahi Dain dengan tangannya.
"Apakah benar apa yang dikatakan oleh ayah?"
Cailing khawatir dengan keadaan Dain sekarang, dirinya pernah mendengar salah satu kasus seseorang kerasukan ia akan bertindak ane dan diluar logika seperti memanjat pohon meminta kopi hitam atau berguling-guling di tanah.
"Ayah cepat siap kan kopi hitam untuk Dain!" ucap Cailing dengan paniknya Nan nampak atau apapun yang sedang dipikirkan oleh anaknya dan langsung pergi ke belakang dengan cepat.
"Untuk, apa?" Dain mengerutkan keningnya dan nampak bingung.
"tentu saja untuk kamu." jawaban Cailing dengan tegas
"Oh, benar ambil dupa dan bunga ayah!"
"Tunggu dulu ak-" Dain mencoba menghentikan tindakan aneh ayah dan anak ini. Dan mencoba menjelaskannya kepada mereka tapi dirinya bahkan tidak di berikan waktu untuk berbicara.
"jangan lupa daun kelornya!"
Ssshit! sepertinya bukan aku yang kerasukan tetapi kalian?!
Disebuah medan perang besar yang melibatkan banyak makhluk bertempur didalamnya darah dan bau busuk dari banyaknya mayat yang mati memenuhi udara. tanah sudah berwarna merah Karan telah menyerap darah yang tak terhitung jumlahnya.
"hah..."
seorang pria duduk di atas gundukan mayat ditengah-tengah medan perang tersebut dia nampak mengatur nafasnya dan sedang beristirahat entah berapa lama dirinya sudah bertarung, dilihat dari pakaiannya yang banyak robekan dan tubuh dia yang dibanjiri dengan darah nampak sangat mengerikan.
"arah pertemuan ini diluar prediksi kita?"
sebuah suara terdengar entah dari mana tak lama kemudian sesosok pria tampan mengenakan armor berwarna putih muncul dari belakang pria yang sedang duduk itu. orang yang sedang duduk itu bahkan tidak menoleh kebelakang dan masih tetap diam dirinya masih fokus memperhatikan medan perang, sebelum akhirnya berbicara.
"Itu benar, karena pihak ketiga yang ikut ambil bagian dalam perang ini membuat segalanya menjadi semakin buruk."
Nada suaranya datar dan dingin, tetapi sorot matanya tidak bisa menyembunyikan kemarahan dan niat membunuh yang kuat.
"bagaimana dengan yang lain kapan mereka akan datang?"
Orang itu berbicara kepada pria tampan di hadapannya. Pria tampan itu diam dulu sebentar sebelum berbicara dengan nada yang sopan.
"sepertinya mereka akan sedikit telat untuk datang."
jawabannya dengan sedikit nada penyesalan orang itu cuma mengangguk. Detik berikutnya bayangan besar menutupi matahari disertai angin kencang saat bayangan itu mendekat dan semakin jelas menunjukkan wujudnya ternyata itu adalah sesosok naga besar dengan panjang ratusan meter berwarna hitam pekat. Sisik hitamnya yang berkilau seperti baja yang ditempa hingga ratusan tahun nampak kuat dan kokoh sehingga menciptakan perasaan tidak dapat dihancurkan. Dipadukan dengan kempat sayang besar yang cukup untuk menutupi cakrawala, menciptakan tekanan yang kuat dan mendominasi tapi ada yang aneh jika kalian memperhatikan lebih teliti dia atas kepala naga tersebut berdiri sebuah sosok yang menyerupai manusia jika mengabaikan tanduk di atas kepalanya.
Saat kedatangan naga besar tersebut seluruh medan perang menjadi sunyi, seluruh kebisingan dan teriakan dari pertempuran sekarang hilang seakan-akan itu cuma ilusi.
Naga itu terus terbang dengan kencang mengabaikan orang-orang di bawahnya naga itu terus maju menuju arah pria tampan itu dan orang di sebelahnya. tapi pria tampan itu nampak tenang dan tidak takut sedikitpun setelah cukup dengan dengan mereka berdua naga tersebut berhenti. setelah naga itu berhenti kita dapat melihat dengan jelas sosok yang berdiri atas kepala naga tersebut.
Seorang pria itu menatap tajam kearah kedua orang itu.
"tempat ini kan menjadi kuburan kalian?"
orang di atas naga berbicara dengan dining kepada mereka sementara kedua orang itu cuma saling memandang sebelum si pria tampan itu berbicara.
"Harus kah kita membunuhnya?"
tanya pria tampan itu kepada orang di sebelahnya nada suaranya tidak seramah dulu sekarang ada sedikit kesadisan di matanya aura membunuh mulai bocor keluar, orang disampingnya tersenyum.
Saat Dain membuak matanya ia sudah berada dalam kamar miliknya Dain mulai bangun dari tempat tidur dan berjalan kearah jendela cahaya mentari pagi yang indah langsung menyinari tubuhnya, membuat dirinya sedikit hangat.
"Jadi ini benar kenyataan aku kembali ke masa lalu?"
Dain bergumam pelan dia masih sedikit tidak percaya bahwa dirinya dihidupkan kembali. Dan saat Dain memikirkan segala kejadian dari masa lalu yang dia alami wajahnya nampak muram banyak kenangan buruk yang dia ingat. tapi sekarang aku diberi kesempatan untuk merubah nasibku aku akan melindungi orang-orang yang aku sayangi!
"tapi sebelum itu?"
Dain melihat kearah meja di atas meja tersebut ada sebuah kalender dengan tanggal 10 Desember tahun 2510. Mata Dain menjadi redup dia mulai berpikir merencanakan langkah kedepannya.
"Fase pertama kan dimulai dalam dua Minggu lagi. aku harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang."
Malam tahun baru bisanya di rayakan dengan kembang api banyak orang bersuka cita dimalam itu. berharap tahun baru menjadi awal hidup yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Tapi tahun itu di awali dengan jeritan bukan dengan sorak-sorai bahagia, kembang api yang berwarna warni berubah menjadi satu warna tunggal yaitu warna merah darah dikarenakan banyaknya orang yang mati karena insiden tersebut.
Ketuk.. ketuk!
Ketuk terdengar dari pintu kamar Dain dan disusul dengan sebuah suara perempuan dari balik pintu itu.
"Dain apakah kamu sudah bangun? jika sudah ayo makan dan berkata sekolah."
Cailing berbicara dari balik pintu, menyadarkan Dain dari lamunannya Dain berbalik dan berkata.
"Aku sudah bangun, aku akan segera kesan."
"Baiklah."
Setelah itu Cailing pergi, Dain yang masih berada di kamarnya melihat kearah cermin dari pantulan cermin itu nampak serong anak berusia 14 tahun wajahnya sedikit menunjukan ketampanan, Itu adalah wajah Dain sendiri.
"Sekolah kah? sudah lama aku tidak kembali ke sekolah setelah tahun-tahun yang gila aku lewati."
Dain tertawa getir sebelum mengambil serangan sekolahnya yang tergantung di dinding dan melangkah keluar kamarnya.
"Dain kenapa kamu tidak banyak bicara belakang ini?"
Saat sedang berjalan menuju sekolah Cailing berbicara di samping Dain karena kurangnya berkomunikasi antara Dain dan dirinya, beberapa hari belakangan Dain terlihat banyak diam dan melamun sendiri. dirinya sedikit khawatir dengan keadaannya sekarang jadi memilih bertanya untuk memastikannya.
Dain tersenyum dan menggelengkan kepalanya dan berkata dengan tenang.
"Aku tidak apa-apa kak. Kamu tidak usah khawatir."
"benarkah, jika kamu ada masalah kamu bisa berbicara padaku."
Cailing tersenyum manis dengan penuh perhatian dan mengusap kepala Dain dengan penuh kasih sayang. Dain tersenyum kecil dengan kelakuan kakaknya dia tidak ingin membebani pikiran Cailing dengan masalah yang akan datang, lagi pula jika dia berbicara kepadanya tentang kiamat yang akan terjadi dalam waktu dekat siapa juga yang kan percaya dengan itu orang-orang pasti akan menganggapnya gila.
"Cailing kamu mau berangkat sekolah?"
Sebuah suara terdengar dari belakang mereka berdua, Cailing dan Dain berbalik dan menemukan sekelompok anak muda semuanya seumur dengan Cailing, mereka semua memakai seragam sekolah yang sama dengan Dain dan Cailing kenakan wajah Cailing sedikit berubah saat mereka datang mendekat.
"Jika kamu mau berangkat sekolah kenapa tidak bersama kami saja?"
Seorang pria ditengah menyarankan dengan tersenyum dia memiliki badan yang tinggi dan rambutnya di sisir rapih.
Dain yang melihat pria itu sontak melotot amarah dan niat membunuh yang intens meluap dari dalam dirinya.
Bagaimana aku bisa lupa dengan wajah bajinga ini!
Kembali kemasan lalau saat dunia di landa kiamat Dain dan Cailing melarikan diri dengan frustasi. Lalu pria itu datang menawarkan bantuan disaat mereka berdua tidak mempunyai harapan, Dain dan Cailing tentu saja menerima tawarannya karena mereka juga sudah saling mengenal, tapi segalanya berubah dari apa yang mereka bayangkan saat mengikuti dirinya.
Saat bergabung dengan kelompok itu Dain cuma di jadi umpan dan tumbal bagi para monster yang mendekat disaat-saat berbahaya. sudah tidak terhitung berapa banyak dirinya hampir mati, tapi dia harus tetap bertahan hidup dengan berburu monster walaupun ia akan mendapatkan bagian yang sangat kecil dari hasil berburu tersebut.
Tapi hal yang membuatnya sedih adalah keadaan Cailing saat dalam kelompok tersebut dirinya diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. ia cuma diperlakukan sebagai pemuas nafsu bagi para pria tubuhnya tidak lebih tinggi dari sebuah batu sihir kelas imitasi, karena terus diperlakukan dengan buruk dan dilecehkan setiap saat akhirnya Cailing mengalami gangguan mental sebelum akhirnya meninggal bunuh diri dengan mengorok lehernya sendiri sesaat sebelum dia meninggal Cailing berpesan kepada Dain, Untuk tetap lah hidup karena Dain ada orang satu-satunya yang dia sayangi dan miliki setelah ayahnya meninggal.
Semakin Dain mengingat kejadian itu dan melihat wajah pria tersebut tubuh Dain bergetar karena marah ingin sekali Dain mencabik-cabik tubuh orang itu. Dain mengeratkan giginya dan mengepal tangganya, Cuma satu kalimat yang terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya.
...Bunuh!...
...Bunuh!....
...Bunuh!......
...Bunuh!.....
...Bunu......
...Bu......
"Bunuh."
Ucap Dain dengan pelan matanya menjadi semakin gelap Cailing yang berdiri disampingnya mendengar samar-samar Dain berkata tapi dia tidak dengan jelas atau apa yang dikatakan oleh Dain. Cailing melihat kearah sekelompok orang di hadapannya dan berpikir Dain sedikit takut atau terganggu dengan kedatangan mereka, lalu Cailing membuka mulutnya dan berbicara dengan sopan kepada pria dihadapannya.
"Terima kasih tuan Tom atas ajakan anda, tapi saya dan adik saya sedang terburu-buru tidak ingin merepotkan anda."
Setelah berbicara seperti itu Cailing memegang tangan Dain dan melangkah pergi meninggalkan mereka. setelah Cailing dan Dain pergi wajah Tom yang tadinya ramah berubah menjadi dingin.
"Tuan muda kenapa anda repot-repot dengan berbicara dengan dia? kenapa tidak kita culik saja perempuan itu supaya anda dapat menikmatinya dengan cepat."
seseorang bicara kepada Tom dengan wajah yang penuh dengan nafsu, Tom mengangguk sebelum akhirnya bicara.
"kamu benar, aku akan berbicara lagi saat nanti jika dia menolak ku, makan tidak ada cara lain selain berbuat kasar padanya."
Senyum mengerikan muncul dari wajah Tom setelah itu sekelompok orang itu berjalan menuju sekolah yang sama dengan Cailing dan Dain berada.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!