Bagiku hal terindah adalah Tuhan beserta seluruh ciptaannya dan hal terburuk bagiku adalah, keluhan-keluhan manusia tentang hidupnya…
“Kita putus…”
“…Seok. Yeon Seok?”
Sosok berjas rapi tampak memanggil berulang kali seseorang yang tengah tertidur lelap di kursi kerjanya. Perlahan pria bernama Yeon Seok itu membuka mata. Keningnya berkerut menyoroti nametag pria berambut merah yang membangunkannya.
“Apa sudah jam rapat?” tanya Yeon Seok.
“Ini bahkan sudah jam makan siang. Kau tampak lelah,” ujar pria bernama Kim Hoon tersebut sembari menjatuhkan diri ke sofa.
“Haaa…entahlah. Setelah semua yang terjadi, akhir-akhir ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Seperti menyesali apa yang sudah aku lakukan.”
“Aku dapat kabar kemungkinan dia akan pindah ke tempat yang baru bersama anaknya,” kata Hoon seraya melirik penuh arti.
“Dia perlu kehidupan baru sepeninggal suaminya,” ucap Yeon Seok datar.
...◇◇◇...
“Hermione, kau yakin baik-baik saja?”
Seorang gadis manis bergigi kelinci dan dengan rambut keriting sepinggang itu sontak menghentikan kegiatannya menyusun buku di rak. Sorot bola mata cokelatnya yang begitu cantik menatap lekat wanita yang tersenyum lembut.
“Kata Paman Chang Hyuk, anak itu menghilangkan ingatan tentang orangtua yang telah meninggal walaupun terkadang ada rasa rindu. Namun, pasangan yang mereka tinggalkanlah yang lebih merasakan sakitnya,” jelas Hermione, “Ibu bagaimana? Apa di rumah baru ini akan baik-baik saja?”
Perlahan wanita yang ia panggil “Ibu” itu melangkah mendekatinya.
“Ibu akan baik selama kau baik,” ucapnya penuh kasih.
Benar, bukan tentang anakku yang telah kehilangan sosok Ayah. Namun tentangku, tentang seorang Cho Choon Hee yang tidak lagi memiliki tempat bersandar. Tempat untuk melampiaskan seluruh amarah dan sedih juga bahagianya. Tidak ada lagi tempat ia bermanja serta menyambutnya pulang dengan pelukan.
...◇◇◇...
“Jadi, Anda sudah memiliki anak dan kehilangan suami?”
“Iya,” sahut Choon Hee tegas.
“Alasan Anda ingin bekerja di perusahaan ini?”
“Karena saya sangat tertarik dengan desain ruangan.”
Sunyi kemudian, Choon Hee berusaha tenang memperhatikan pewawancara dari perusahaan tempat dia mengikuti tes hari itu.
“Di sini tertulis jika Anda pernah memiliki toko penyedia alat tulis kantor. Kalau kulihat nama toko ini cukup terkenal, kenapa tutup?”
“Sebenarnya tidak tutup permanen. Hanya sekitar satu tahun. Dari seminggu yang lalu sudah beroperasi lagi,” sahut Choon Hee.
“Ada alasan lain kenapa Anda membuka toko ini sementara, Anda juga telah bekerja di salah satu perusahaan desain terbesar di Busan?”
“Saya sangat suka menulis dan mendesain apapun. Entah hanya mencorat-coret warna, menulis hal-hal yang terjadi setiap harinya. Tidak tahu kenapa melihat peralatan tulis juga buku-buku agenda membuat saya begitu bahagia dan penuh semangat,” jelas Choon Hee riang.
Senyum tipis tampak terukir sekilas di wajah Sang Pewawancara usai mendapati reaksi Choon Hee.
“Mmm…kalau begitu tiga hari lagi akan kami kabari via telepon untuk hasilnya. Terima kasih telah meluangkan waktu dan semoga hari Anda menyenangkan,” ucap Sang Pewawancara dengan senyum ramah.
“Terima kasih banyak,” kata Choon Hee sembari membungkuk sesaat sebelum beranjak keluar ruangan.
Sementara, di saat yang sama Hermione tengah duduk di salah satu ayunan dalam taman komplek rumahnya. Sejenak dia menatap langit siang yang cukup cerah, sebelum akhirnya menghela napas pelan.
“Hari pertamamu di sekolah baru, kurang menyenangkan?”
Sosok Yeon Seok dengan setelan jas biru dongkernya menatap lekat Hermione.
“Sejak kapan kau datang?” tanya Hermione ketus.
“Sejak kau menatap langit dengan pandangan penuh harap. Kapan kau akan memanggilku Paman?” tanya Yeon Seok yang kemudian mengalihkan pandangan kearah kotak pasir di hadapan mereka.
“Untuk apa aku menghormati orang yang hanya aku temui di jalan dan suka berkeliaran dengan setelan jas kantor seolah dia pekerja kantoran,” omel Hermione yang kini memandangi hal yang sama.
“Sudah sebulan kita sering bertemu tapi, kau masih tidak hormat padaku.”
“Untuk apa aku hormat pada orang sepertimu.”
“Sudah kukatakan, aku ini pegawai kantoran di salah satu perusahaan besar. Walaupun jabatanku tidak tinggi, setidaknya aku menghasilkan uang dengan kinerja yang baik,” omel Yeon Seok.
“Haaa…terserah kau saja. Aku benar-benar tidak tertarik dengan hidupmu. Dan kalau Ibuku sampai tahu tentangmu yang selalu menguntitku, dia pasti akan menghajarmu. Bagaimana mungkin anak kelas satu SMP bisa berteman dengan om-om sepertimu,” sahut Hermione lebih ketus dari sebelumnya.
“Hei, aku tidak menguntitmu seperti seorang pedofil ataupun maniak. Aku memang sering kemari karena kebetulan tempat ini salah satu tempat ternyaman di komplek. Rumahku juga tak jauh dari sini. Kau benar-benar menyakiti hatiku. Dasar gadis nakal. Aku pergi,” jelas Yeon Seok seraya beranjak.
“Terserah,” ujar Hermione tak peduli.
Dan baru beberapa langkah, Yeon Seok tiba-tiba berbalik dan menatap kesal Hermione.
“Tidak ingin menahanku?” tanya Yeon Seok heran.
“Dasar gila,” umpat Hermione dengan kening berkerut, “untuk apa aku menahanmu.”
“Karena aku tampan. Hahaha…” sahut Yeon Seok seraya tertawa puas.
“Iish…” cibir Hermione, “kembali bekerja. Aku mau pulang,” perintahnya yang kemudian beranjak dan melangkah kearah berbeda.
Senyum geli terukir di wajah Yeon Seok selagi memperhatikan punggung Hermione yang perlahan menjauh.
“Hei, boleh kutahu namamu?!” seru Yeon Seok.
“Hermione!” teriak Hermione tanpa berbalik, “Hermione Lee Grint!”
“Apa?! Wuahahaha…”
Tawa Yeon Seok yang sontak memenuhi taman yang cukup sunyi membuat Hermione seketika menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap tajam Yeon Seok yang mentertawaknnya. Layaknya air yang mendidih, wajah Hermione tampak merah padam dan sesaat kemudian…
BRUK!
“Ugh!”
Seketika Yeon Seok terduduk sambil memegangi perutnya yang di tendang Hermione cukup kuat.
“Hei, bocah nakal!” umpat Yeon Seok dengan suara tertahan.
“Kau tertawakan namaku, dasar hidung belang,” ujar Hermione tak mau kalah, “aku pulang,” tambahnya yang lalu berlari meninggalkan Yeon Seok yang kesakitan.
...◇◇◇...
“Ibu, bagaimana hari pertama bekerja?” tanya Hermione.
Sejenak hening, sesaat Hermione memperhatikan Choon Hee yang masih fokus pada pekerjaannya, sebelum kemudian memandangi sekitar yang dikelilingi rak serta buku-buku yang mengisi ruangnya.
“Ibu sangat suka membaca? Apa itu menyenangkan?”
“Aaah…akhirnya selesai,” ujar Choon Hee yang lalu bersandar di kursinya.
Senyum terukir di wajah Choon Hee setelah ikut memperhatikan sekeliling. Hermione yang tahu jika Sang Ibu mendengar seluruh pertanyaannya pun tetap menunggu dengan sabar.
“Ibu sangat suka membaca. Apapun, bahkan tulisan di baju seseorang pun akan Ibu baca. Jika tidak sempat terbaca sampai selesai, Ibu akan mengejar orang itu. Hahaha…”
“Benarkah?” ucap Hermione setengah geli.
“Iya. Tapi, karena sedikit berbahaya, Ibu sedikit mengurangi kebiasaan itu,” jelas Choon Hee, “dan hari pertama bekerja, sangat menyenangkan melihat wajah-wajah baru. Tetapi, kau tahu Ibu, kan, cukup sulit berbaur dengan orang baru. Karena trauma masa lalu tentang terlalu percaya dengan orang baru, Ibu jadi sedikit menjaga jarak. Kau sendiri bagaimana?”
“Mmm…tidak buruk. Walaupun tidak memiliki trauma tapi, sekarang aku lebih memilih menjaga jarak. Sendiri ternyata tidak terlalu buruk. Hehehe…”
“Jangan paksakan dirimu untuk bertindak di luar kebiasaan,” kata Choon Hee lembut.
“Entahlah, Ibu. Tetapi, sementara ini aku hanya ingin sendiri.”
“Sejak kapan?”
“Mungkin ini akan menyakiti Ibu namun, sewaktu Ayah meninggal, tidak satu pun teman sekolahku yang datang kecuali, Ye Jun. Aku marah, benci dan sedih. Sejak itu aku tidak lagi percaya orang lain,” jelas Hermione lirih.
Mendengar setiap kata dari Sang Anak, Choon Hee pun beranjak dari duduknya dan berjongkok di hadapannya.
“Maafkan Ibu yang belum bisa membahagiakanmu,” ucap Choon Hee penuh sesal.
Segera Hermione turun dari kursinya dan memeluk erat Sang Ibu.
“Aku hanya sedikit merindukan Ayah. Maaf,” kata Hermione dengan suara serak.
“Jangan minta maaf. Tidak ada yang salah atas apapun yang terjadi pada Ayahmu.”
Perlahan Choon Hee melepas pelukannya dan menghapus air mata Hermione yang telah terisak.
“Jika rindu, berdoalah. Ayahmu akan lebih bahagia jika kau berdoa dan selalu berbuat baik. Tuhan pun akan sangat senang melihat makhluk-Nya suka mengadu hanya pada diri-Nya. Kau mengerti, kan?”
“Ng,” sahut Hermione sembari mengangguk.
Kembali Choon Hee memeluk buah hati semata wayangnya yang kini beranjak dewasa. Sembari mengusap lembut rambut Hermione, ia pun terisak dalam diam.
“Hermione? Hahaha…”
Gelak tawa Yeon Seok kembali memenuhi ruang apartemennya setelah hampir seminggu mengetahui nama dari anak perempuan yang sering dia temui dua bulan terakhir.
“Apa lagi yang kau tertawakan?” tanya Hoon sambil meletakkan secangkir teh hijau di meja kerja Yeon Seok.
“Kau tahu, gadis yang sering aku temui di jam makan siang?”
“Gadis berambut keriting seperti tokoh Hermione di film Harry Potter?”
“Iya, dan lebih mengejutkan ternyata namanya juga Hermione. Hermione Lee Grint. Menggelikan. Hahaha…”
“Hahaha…benarkah? Hahaha…”
Sesaat gelak tawa keduanya benar-benar memenuhi ruangan.
“Aduuh…hahaha…orangtuanya benar-benar penggemar Harry Potter,” ujar Hoon sembari menghapus air matanya yang sempat keluar.
“Entahlah. Hahaha…jika aku bertemu dengannya, mungkin aku akan tertawa lagi,” kata Yeon Seok yang masih setengah geli.
“Kau tidak bertemu dia lagi?”
“Seminggu ini kau bisa lihat kalau pekerjaanku banyak. Proyek kali ini agak sulit bagiku,” keluh Yeon Seok.
“Hmm,” sahut Hoon seraya mengangguk pelan, “bicara tentang proyek, kemarin aku mengantar berkas ke ruang desain dan sekilas seperti dia. Wanita dengan rambut hitam sebahu. Postur tubuhnya pun sangat mirip,” tambahnya yang kini tampak serius.
“Siapa?” tanya Yeon Seok dengan kening berkerut.
“Lupakan saja hal paling indah dalam hidupmu,” sindir Hoon ketus.
“Oh!”
Sontak kedua bola mata Yeon Seok membesar.
“Yang benar?”
“Aku belum bisa memastikan wanita itu dia atau bukan. Tapi, melihat postur tubuhnya sangat mirip,” jelas Hoon.
“Apa ada kabar tentang intern? Atau penerimaan pegawai baru? Aku memang ada menandatangani berkas dari bagian kepegawaian namun, tidak kubaca terlalu lama. Hanya intinya.”
“Bodoh. Kau bisa membahayakan perusahaan kalau seperti itu terus. Aku dengar ada berita tentang penerimaan pegawai baru. Tetapi, kapan pastinya mereka adakan, aku tidak tahu.”
“Besok coba kau tanyakan pada Eugene, mungkin dia tahu,” kata Yeon Seok meyakinkan.
“Nanti aku coba,” ujar Hoon sembari mengangguk setuju.
“Choon Hee, kau mau kopi?”
Seorang wanita cantik dengan gaya sederhana yang elegan menghampiri Choon Hee dengan begitu semringah.
“Aku tidak suka kopi,” sahut Choon Hee seraya tersenyum tipis.
“Teh bagaimana?”
Wanita yang mengalungi nametag bertuliskan “Song Hyeri” itu tampak berusaha membujuk Choon Hee.
“Mmm…aku ikut saja,” ujar Choon Hee sembari beranjak.
Dengan perasaan canggung Choon Hee mengikuti langkah Hyeri yang memang menjabat sebagai pegawai tetap.
“Ini gelasmu,” kata Hyeri sambil menyerahkan cangkir pada Choon Hee yang langsung menerimanya, “bagaimana rasanya tempat baru?”
“Baik-baik saja. Sama seperti sebelumnya,” sahut Choon Hee sembari menuangkan air panas ke cangkirnya yang telah terisi bubuk teh hijau.
“Tidak kira akan bertemu lagi di sini.”
Ucapan Hyeri yang terdengar penuh arti membuat Choon Hee sesaat meliriknya, dan tampak sekilas ia menghela napas pelan.
“Kalau sudah tidak ada yang harus kita bicarakan lagi. Aku pergi,” kata Choon Hee seraya melangkah pergi.
“Jangan pernah melarikan diri dari masalah. Kematian Chang Wook juga karena…”
BRAK!
Tanpa ingin lagi mendengar celoteh Hyeri yang dia tahu akan menyakiti perasaannya, dia pun pergi sembari membanting pintu cukup kuat. Sementara, Hyeri hanya melirik sinis, di luar Choon Hee berjalan kembali ke ruangan dengan perasaan kesal dan sedih sampai tidak menyadari kehadiran atasan yang ia lewati tanpa sedikitpun menunjukkan rasa hormat.
Sesaat Sang Atasan melirik, sedetik kemudian keningnya berkerut, dan kurang dari lima menit ia langsung berbalik lari mengejar Choon Hee yang kini telah memasuki ruangannya. Dengan napas tersengal ia masuk menerobos ruang desain dan membuat seluruh pasang mata menatapnya heran. Tidak terkecuali, Choon Hee yang memandang tepat kearah sorot mata Sang Atasan yang hanya bisa mengerjap linglung.
“Bapak mencariku?”
Suara yang begitu ia kenal membuatnya melepaskan pandangan dari Choon Hee, dan mengalihkannya pada sosok wanita bersorot mata dingin bernama Han Eugene.
“Oh, ya. Eugene. Wakil Direktur Kim mencarimu. Kalau begitu aku permisi.”
Sesaat sebelum benar-benar keluar, Sang Atasan yang tak lain adalah Yeo Yeon Seok itu pun melirik lagi kearah Choon Hee yang telah terfokus pada pekerjaannya. Sejenak keningnya berkerut tatkala menyaksikan Choon Hee mengusap kedua pipinya seakan ada air mata yang sempat membasahi.
“Es krim?”
Tahu siapa sosok yang menyodorkan es krim di bawah pandangannya, Yeon Seok pun langsung menerima dengan senang hati. Sedangkan, Hermione yang memberikannya sudah duduk riang di ayunan sebelahnya.
“Kenapa makan es krim? Kau sedang senang?” tanya Yeon Seok.
“Kau tidak merasa kalau hari ini panas sekali?” tanya Hermione sembari menikmati es krimnya.
“Oh, kupikir kau sedang senang.”
Tenang, keduanya sesaat menikmati es krim masing-masing, walau terkadang Hermione melirik, sebab merasakan sikap Yeon Seok yang baginya sedikit aneh.
“Kau pasti penasaran karena aku tidak cerewet dan mengganggumu seperti biasa,” ujar Yeon Seok tanpa mengalihkan pandangan.
“Memang kenapa?”
“Tadi aku bertemu lagi dengan seseorang yang pernah mengisi lembaran cerita dalam hidupku.”
“Oh, kau sudah pernah menikah? Padahal kau pernah mengatakan, kalau kau lajang sejak lahir. Mengerikan,” celoteh Hermione yang lalu menatap lekat Yeon Seok dengan kedua bola mata membesar.
“Bocah nakal,” umpat Yeon Seok yang lalu membalas sinis tatapannya, “mengisi lembaran hidup bukan berarti pernah menikah. Makanya kalau orang sedang bicara dengarkan sampai selesai,” tambahnya jengkel.
“Kau ingin bercerita atau mengeluh. Kalau cerita cepat lakukan. Huh!” omel Hermione yang lalu berayun pelan.
“Dia satu-satunya wanita terbaik dalam hidupku tapi, aku memutuskan hubungan kami secara sepihak. Dan sampai detik ini, aku masih sering memimpikan bagaimana caraku meninggalkannya. Benar-benar pengecut,” jelas Yeon Seok penuh sesal.
“Ya, ya, ya. Kelihatan. Benar-benar kelihatan. Ck, ck, ck,” ujar Hermione sembari menggeleng dan berdecak meremehkan.
“Kau mengolokku?” tanya Yeon Seok dengan kening berkerut.
“Tidak juga. Hanya mengakui kalau kau memang pria pengecut,” sahut Hermione datar.
Tanpa bisa membalas ucapan gadis 13 tahun di sisinya, dia pun hanya melirik sinis. Lama, dia memandangi Hermione yang tengah asyik berayun, sampai bayangnya perlahan berubah. Sosok gadis berambut panjang dengan setelan kemeja putih tampak tersenyum padanya.
Yeon Seok, aku bahagia kalau kau bahagia…
Seakan ucapan itu bergema dalam pikirannya, Yeon Seok pun tersentak dan mengerjap cepat karena kini hanya melihat ayunan kosong yang berayun.
“Aku pulang, ya. Sudah bosan!” teriak Hermione dari kejauhan.
Melihat Hermione yang perlahan melangkah lebih jauh, Yeon Seok pun hanya bisa menghela napas keras. Dia terdiam sendiri sambil memandangi langit siang yang sedikit mendung.
“Hei, aku tidak pernah berniat meninggalkanmu. Tapi, kenapa kau benar-benar meninggalkanku?”
Seolah tengah berbicara dengan seseorang, dia kemudian memejam.
“Aku merindukanmu, Cho Choon Hee.”
Terdengar helaan napasnya cukup kuat usai berucap lirih. Tenang, rintik hujan pun perlahan membasahi puncak kepalanya namun, sedikitpun ia tidak bergeming. Dan sedetik kemudian, bersama hujan yang turun, air mata pun ikut membasahi kedua pipi Yeon Seok. Sementara, di tempat berbeda, Choon Hee terlihat memandang kosong hujan yang mengetuk salah satu jendela perusahaan.
Ayah Hermione, maaf, untuk cinta yang tidak bisa aku ungkapkan. Maaf, aku tidak bisa seperti wanita lain yang selalu memberikan kado di hari ulang tahun suaminya. Tidak ada sesuatu yang spesial untukmu setiap tahun. Aku iri dengan orang-orang yang selalu memamerkan kekayaan mereka. Dan ada rasa sakit ketika aku menatap Hermione, dia anak yang tidak pernah mengeluh. Ada banyak pertanyaan tetapi, semua butuh proses. Karena itu, bantu aku untuk lebih kuat dan berusaha agar Hermione bisa merasakan lebih dari orang-orang yang selalu memamerkan kekayaan untuk anak-anaknya. Aku menyayangimu. Maaf, untuk seluruh emosiku selama ini.
Ada embun yang menghias sedikit ruang kaca jendela di sisinya usai ia membatin dan menghela napas pelan. Dan diantara deru rintik hujan di luar serta bincangan beberapa karyawan, Choon Hee kembali melanjutkan pekerjaannya.
...◇◇◇...
“Hermione?”
Sibuk melempar batu ke sungai, Hermione yang saat itu tampak jengkel seketika berubah riang tatkala melihat sosok yang memanggil namanya.
“Woong Ye Jun.”
Setelah berucap pelan menyebut nama anak laki-laki yang tengah melangkah kearahnya, tanpa aba-aba, dia berlari sekencangnya dan langsung memeluk Ye Jun dengan erat.
“Kau baik?” tanya Ye Jun setelah Hermione melepaskan pelukannya.
“Aku baik. Bahkan sangat baik setelah melihatmu,” sahut Hermione penuh semangat.
Sesaat kemudian, keduanya telah duduk memandangi Sungai Han sambil menikmati burger masing-masing.
“Jadi, kau kemari untuk berpamitan?”
“Iya. Terlalu sayang kalau harus melepaskan kesempatan ini. Makanya aku menerima tawaran itu tanpa mengabarimu lebih dulu.”
Diam sejenak, Hermione tampak berpikir dengan ekspresi datar dan membuat Ye Jun penasaran akan reaksinya.
“Tidak buruk untuk sekolah di Inggris. Kau juga cerdas,” ujar Hermione usai termenung.
“Kau…tidak sedih?” tanya Ye Jun ragu.
“Walaupun aku menangis sampai sungai ini meluap, hal itu tidak akan berubah. Kau sudah tanda tangan kontrak dan akan pergi besok lusa. Apalagi yang harus aku perbuat selain memberi selamat dan mendukungmu,” celoteh Hermione yang kemudian mendengus kesal.
“Aku janji akan mengon…”
Seketika kalimat Ye Jun terputus saat Hermione mengangkat tangan dan menghadapkan telapak tangannya yang begitu putih ke wajah Ye Jun.
“Ayahku pernah berjanji akan pulang tepat waktu untuk sarapan bersama, sehari setelah ulang tahun Ibu. Namun, yang kudapati pulang ke rumah hanya jasadnya,” kata Hermione usai menurunkan tangan.
Mendengar ucapan Hermione yang terdengar dingin, Ye Jun pun tertegun.
“Cukup usaha saja. Katakan jika kau akan berusaha mengontakku selama di sana. Sebab ketika kau telah berusaha, aku tidak akan terlalu kecewa nantinya.”
“Maaf,” ujar Ye Jun penuh sesal.
“Kau tidak tahu. Jadi, jangan minta maaf. Kata maaf diucapkan hanya saat kau melakukan kesalahan. Ketidaktahuan bukan suatu kesalahan.”
“Boleh aku mengatakan sesuatu?”
“Apa?”
“Setelah makan burger yang kubelikan, kau jadi lebih bijak,” ujar Ye Jun seraya menahan senyum geli.
Mendengar sindirannya, Hermione pun hanya bisa mencibir kesal, sebelum akhirnya tertawa bersama.
“Jadi, Ye Jun akan melanjutkan sekolahnya ke Inggris?” tanya Choon Hee takjub.
“Ng,” sahut Hermione sambil menikmati makan malamnya.
“Kau tidak sedih?” tanya Choon Hee dengan tatap menyelidik.
“Tidak,” kembali Hermione menjawab singkat.
“Kau tidak ingin ikut ke Inggris bersamanya?”
Sontak Hermione menghentikan kegiatannya dan menatap heran Sang Ibu yang tengah tersenyum penuh arti.
“Ibu mengusirku?”
Pertanyaan Hermione tentu membuat Choon Hee tertawa geli untuk beberapa saat.
“Ibu hanya menawarkan, Sayang. Kau dan Ye Jun sangat dekat, siapa tahu kau ingin ikut bersamanya.”
“Dekat bukan berarti harus terus mengekorinya. Buktinya setelah hampir tiga tahun tinggal di Seoul, kami baru bertemu.”
“Setiap libur sekolah, kan, selalu bertemu.”
“Iya, via video call.”
Lagi, Choon Hee tertawa geli mendengar sahutan putri semata wayangnya.
“Lagipula, dia bisa ke sana karena mendapat beasiswa. Kalau Ibu mencoba mengirim aku ke sana dengan biaya sendiri, lebih baik jual rumah ini dan kembali membantu Kakek mengelola toko di Busan.”
Mendengar omelan Sang Anak, Choon Hee kembali tertawa geli dan kali ini tidak sendirian, karena Hermione ikut tertawa bersamanya.
“Aku tidur duluan, Ibu. Selamat malam,” ucap Hermione seraya mengecup lembut kening Choon Hee.
“Ibu menyayangimu. Tidur yang nyenyak,” sahut Choon Hee sembari mengecup pipi kiri dan kanan anaknya.
Semua tenang setelah terdengar pintu kamar Hermione tertutup rapat, Choon Hee terdiam menatap pesan di layar ponselnya. Sampai getar panggilan masuk mengejutkannya yang langsung terfokus lebih dalam pada nama yang tertera di layar.
“Ada apa?” tanya Choon Hee dingin.
Tertegun akan sosok wanita yang kini berdiri di hadapannya sejenak, Yeok Seok terpaku.
“Kalau tidak ada yang penting, aku masuk.”
“Tunggu!” pekik Yeon Seok seraya menggenggam erat tangan Choon Hee.
Sinis, Choon Hee langsung menghempaskan tangan Yeon Seok.
“Jadi, apa yang kau inginkan?” tanya Choon Hee sembari menahan amarah.
“Aku ingin jelaskan semuanya,” sahut Yeon Seok penuh harap.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan. Sudah terlalu lama. Lebih baik kau pulang, aku takut kau akan dihajar suami dan anakku,” jelas Choon Hee ketus.
Melihat reaksi Choon Hee yang tampak tidak ingin berbicara dengannya pun membuat Yeon Seok mengalah dan berbalik pergi. Sementara, tanpa rasa peduli, Choon Hee bergegas masuk ke rumahnya.
“Berhenti mengganggu kehidupanku!”
“Kyaaa…”
Seakan waktu terhenti, Choon Hee langsung melepaskan cengkeramannya dari rambut Hyeri tatkala melihat Hoon dan Yeon Seok terpaku di depan pintu masuk ruang kopi. Dalam keadaan murka, Choon Hee berjalan menerobos keduanya dan menghantup bahu mereka dengan keras.
“Apa yang kau lakukan? Bodoh, kejar,” bisik Hoon kesal.
Menyadari maksud dari sahabatnya, Yeon Seok pun bergegas mengejar Choon Hee yang telah melangkah cukup jauh.
“Choon Hee!”
Setengah berlari Yeon Seok memanggil namun, tidak ada niatan Choon Hee untuk berbalik. Dia terus melangkah menuju atap perusahaan.
Diam, Yeon Seok tampak mengatur napas sembari memandang Choon Hee yang telah duduk membelakanginya di salah satu kursi yang tersedia. Sejenak ia memperhatikan sekitar yang dipenuhi tanaman, atap perusahaan yang diatur sedemikian rupa agar bisa menjadi tempat bersantai para karyawan, hari itu terlihat sangat sepi. Hanya ada dia dan Choon Hee.
“Ada apa?” tegur Yeon Seok setelah duduk di sampingnya, “kau terlihat sedikit berbeda. Apa karena naluri seorang Ibu?”
Lama, bahkan cukup lama Yeon Seok membiarkan Choon Hee yang akhirnya terisak pelan. Untuk beberapa menit dia menatap langit biru yang cerah. Sosok Hoon pun sempat datang membawakan dua gelas matcha latte ice. Walau ada rasa penasaran sebab meyaksikan keadaan Choon Hee tetapi, dia memilih segera pergi.
“Sudah lebih nyaman?” kembali Yeon Seok menegur usai Choon Hee meneguk sedikit minumannya.
“Ng,” sahut Choon Hee seraya mengangguk pelan.
“Maaf, mungkin tidak tepat jika aku membicarakannya sekarang. Tapi, aku sudah tahu tentang kabar meninggalnya suamimu. Enam bulan setelah kejadian itu kau pindah kemari dan membiarkan kedua orang tuamu mengelola toko alat tulismu hanya agar mereka tidak bosan,” jelas Yeon Seok.
Tidak ada reaksi, Choon Hee hanya diam tanpa peduli akan Yeon Seok yang menunggu jawabannya.
“Mau mendengar penjelasanku tentang kejadian 18 tahun lalu?” tanya Yeon Seok ragu.
“Terserah,” sahut Choon Hee dingin.
“Aku melakukan transplantasi jantung, dan kemungkinan berhasilnya kecil karena aku sempat mengalami pendarahan sebelumnya.”
Ada rasa syok yang begitu besar hingga membuat jantung Choon Hee berdegup sangat kencang namun, dia tetap diam dan tidak ingin Yeon Seok mengetahui rasa gugupnya sekarang.
“Persiapannya cukup lama dengan kemungkinan selamat yang kecil membuatku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita. Dan lima bulan setelah hubungan kita berakhir, mereka berhasil menemukan jantung yang cocok. Lama, bahkan sangat lama agar aku benar-benar bisa beradaptasi dengan jantung baru. Sampai hari di mana aku berniat untuk kembali juga menjelaskan semua yang terjadi, ternyata aku harus menerima kenyataan kau pun telah berhasil menghapusku dengan baik dan membuka hati untuk pria terbaik.”
Tampak Choon Hee memegang cukup kuat gelas plastiknya dan Yeon Seok terlihat menghela napas berat, untuk beberapa detik mereka terdiam, seolah memberi ruang pada diri masing-masing agar bisa lebih tenang dan menerima seluruh kejadian yang lalu.
“Aku harus kembali bekerja,” kata Choon Hee seraya beranjak.
Tidak ada sahutan dari Yeon Seok sebab ia tertunduk sembari mengerjap cepat, berusaha menahan agar tidak ada air mata yang mengganggu momen mereka.
“Apa kau masih tidak ingin memaafkanku?”
Sontak langkah Choon Hee terhenti sementara, Yeon Seok telah berdiri dan memandangi punggungnya dengan tatapan datar.
“Kau mengatakan putus dengan mudah. Dan di saat aku sudah benar-benar sakit karena kehilangan suamiku, kau memintaku untuk memaafkanmu?”
Segera Choon Hee melangkah pergi meninggalkan Yeon Seok yang hanya bisa terpaku tanpa ekspresi dengan tatapan dingin. Seakan tidak ada yang bisa ia lakukan, bahkan melangkahkan kaki untuk mengejar Choon Hee pun baginya menjadi suatu hal yang salah.
...◇◇◇...
“Kau masih bertemu dengan om-om itu?”
Sesaat Choon Hee menoleh usai mendengar suara Ye Jun dari ponsel Hermione yang tengah melakukan video call. Dan mendapati reaksi Sang Ibu, ia pun langsung menjauh berjalan naik ke kamarnya.
“Hei, kenapa gelap? Jawab aku,” teriak Ye Jun karena tak kunjung dijawab.
“Bodoh. Kenapa kau bahas “orang gila” itu di depan Ibuku. Nanti Ibuku berpikir macam-macam,” omel Hermione yang kembali terfokus pada Ye Jun setelah menutup pintu kamar.
“Mana aku tahu kalau ada Ibumu di sana,” sahut Ye Jun tak mau kalah.
“Kau tahu kalau setiap video call, aku tidak pernah sembunyi-sembunyi dari Ibu.”
“Haaa…iya, maaf. Jadi, bagaimana tadi?” kata Ye Jun yang memilih untuk mengalah.
“Masih. Dan dia pun lebih mengenaskan dari sebelum menceritakan alasan putus dengan kekasihnya.”
“Benarkah? Jadi, bagaimana? Mereka kembali bersama?”
“Melihat wajah dan pernyataan kalau wanita itu menghindarinya, sudah pasti keadaannya makin buruk.”
“Sayang sekali, ya. Kira-kira wanita itu menghindar karena anaknya atau masih mencintai suaminya?”
“Kupikir keduanya. Tapi, keadaan wanita itu mirip Ibuku. Kalaupun penggambarannya seperti itu, aku sebagai anaknya tidak akan mau Ayahku digantikan orang sepertinya.”
“Kenapa? Bukannya kau pernah cerita jika dia termasuk pria kaya dan mapan, juga hanya mencintai satu wanita.”
“Dia pengecut dan bahkan tidak pandai berkelahi. Tidak ada sedikitpun figur Ayah yang cocok untuknya.”
“Eii…memangnya kau sudah pernah melihatnya berkelahi?”
“Mmm…seingatku belum. Tetapi, melihat tampangnya yang seperti orang bodoh, sedikit membuatku ragu.”
“Eii…tidak bisa seperti itu. Sudah sering kukatakan padamu…”
“Don’t judge a book by its cover,” kata mereka bersamaan.
“Aku tahu,” tambah Hermione, “hanya saja, cover yang dia perlihatkan benar-benar buruk.”
“Mungkin dia memiliki cover yang berbeda saat bersama kekasihnya. Siapa yang tahu,” sahut Ye Jun seraya mengangkat kedua bahunya sesaat.
“Bisa jadi. Entahlah. Percintaan orang dewasa itu terlalu rumit. Jadi, kapan kau kembali?” tanya Hermione yang akhirnya merubah fokus perbincangan mereka.
“Mungkin setelah semester kedua, saat libur musim semi. Kau akan pulang ke Busan waktu itu?”
“Kalau kau benar-benar pulang, aku akan beritahu Ibu. Kabari saja nanti, seminggu sebelumnya.”
“Hmm, baiklah. Sudah cukup malam di sana, aku lanjut belajar dulu. Kau istirahatlah. Mimpikan aku. Hahaha…”
“Hmm, ya, sehat-sehatlah di sana. Minum ginseng merah yang aku kirimkan.”
“Iya, baru tiba kemarin dan sudah kuminum tadi pagi. Bubye.”
“Hmm.”
TOK! TOK! TOK!
Segera pandangan Hermione tertuju pada pintu kamar yang perlahan terbuka.
“Sudah selesai?” tanya Choon Hee sembari tersenyum lembut dan melangkah masuk ke dalam.
“Sudah. Dia bilang, akan pulang saat musim semi nanti. Apa kita akan ke Busan setiba waktu libur?”
“Kita lama tidak mengunjungi Kakek dan Nenek. Jadi, boleh saja.”
Sesaat mereka terdiam usai Choon Hee duduk di tepi ranjang sambil memandangi Hermione yang duduk di kursi meja belajar dan tampak fokus pada layar ponsel sambil mengulum senyum.
“Boleh Ibu bertanya sesuatu?” tanya Choon Hee yang sontak membuat Hermione langsung meletakkan ponsel dan fokus padanya.
“Apapun, Ibu,” sahut Hermione tegas.
“Apa kau bertemu seseorang akhir-akhir ini?”
Bola mata Hermione bergulir, berusaha tidak menatap Ibunya lagi tatkala takut akan pertanyaannya.
“Untuk yang sekarang, apa tidak ingin bercerita?”
“Bu, bukan begitu,” sahut Hermione panik, “tapi, aku hanya…”
“Takut Ibu marah?” sambung Choon Hee, seakan tahu maksud dari Sang Anak.
“Ng,” sahut Hermione seraya menunduk lesu.
“Sebenarnya siapa yang kau temui?”
“Sejak kepindahan kita kemari, aku selalu bermain di taman komplek sebelum pulang. Aku sebenarnya hanya ingin tenang setelah belajar di sekolah.”
“Lalu?”
“Lalu ada seseorang, dia tampak seumur Ibu. Tanpa sengaja jadi sering bertemu dan bercerita. Tapi…”
Kedua bola mata Choon Hee membesar saat Hermione tiba-tiba menatapnya sambil setengah berteriak diakhir kalimat.
“A, aku tidak pernah melakukan hal aneh,” lanjut Hermione, “hanya sekitar 15 sampai 30 menit. Setelah itu, aku tinggalkan dia,” tambahnya yang kemudian kembali tertunduk.
“Kau tahu namanya? Di mana dia bekerja atau sekolah? Umurnya? Dia tinggal di mana?”
“Aku tidak tahu nama dan umurnya. Aku hanya tahu kalau dia juga tinggal di sekitar sini dan bekerja di salah satu perusahaan. Kami tidak pernah bertemu di tempat lain, Bu. Hanya di sana dan itu pun tidak sering.”
Mendapati reaksi anaknya yang begitu takut dan panik, Choon Hee pun hanya menghela napas pelan. Ia beranjak dan memeluk Hermione yang sudah berkeringat dingin.
“Tidurlah. Ini sudah malam. Maaf, untuk pertanyaan Ibu yang membuatmu terdesak.”
“Tidak, aku yang salah karena tidak cerita,” sahut Hermione yang lalu memeluk erat pinggang Sang Ibu.
Senyum penuh kasih Choon Hee pun terukir. Ia melepas pelukan dan mengecup kening putri semata wayangnya.
“Sekarang kita hanya hidup berdua, sudah tugas Ibu menjagamu. Lain waktu, kenalkan orang itu pada Ibu dan tanyakan namanya. Jangan bermain sendirian dengan orang yang tidak kau kenal. Kau mengerti, kan?”
“Ng. Aku mengerti, Bu. Maaf.”
“Iya, sudah. Tidurlah. Ibu menyayangimu.”
“Aku juga sayang Ibu.”
Sesaat sebelum Choon Hee benar-benar melangkah keluar, Hermione tampak memandangnya ragu. Namun…
“Aku akan kirimkan foto orang itu kalau nanti kami bertemu atau bisa juga video call Ibu,” ucap Hermione tegas.
“Terima kasih, Sayang.”
Ucapan tulus Choon Hee tentu membuat Hermione melompat riang karena telah merasa aman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!