NovelToon NovelToon

Because Of Alea

Bertemu kembali

-

-

🍃🍃🍃🍃

Deg

Deg

Deg

Deg

Deg

Deg

Suara jantungku berdetak cepat, sangat cepat hingga rasanya akan melompat dari tempatnya. Diambang pintu masuk, kulihat seorang pria yang tak asing dimataku. Dia diapit oleh dua pria yang kukenali, dibelakangnya entah sepuluh atau lebih pengawal dengan tuxedo hitam

Ya, kedua mata coklat hazel itu masih kuingat, sorotan mata yang begitu mempesona. Meluluhkan siapa saja yang dipandang ataupun memandang. Sekujur tubuhku meremang, aku merremas jemariku sendiri menahan gelenyar aneh ditubuhku saat kedua mata hazel itu tak sengaja menatap kearahku

Aku menunduk mencoba menyembunyikan wajahku, aku memliliki wajah yang orang bilang manis dan cantik, hidung mungil, bibir mungil dengan kedua mata bulat. Itulah aku ..

Suara tepuk tangan semua orang tak kuhiraukan, aku terlalu takut untuk mengangkat wajahku, takut dia mengenaliku. Hari ini hari penyambutan presdir baru ditempatku bekerja, semua orang sibuk menyambut pria yang diketahui anak kedua dari presdir kami dulu yang sekarang digantikan sementara oleh anak pertamanya

" Selamat datang Tuan Danish Andrean." Begitulah suara sambutan kepala divisi kami padanya. Aku mencoba mengangkat sedikit wajahku, pria itu tampak sombong bahkan tak menjawab sambutan kami. Tatapannya dingin kesembarang arah, eittts tunggu, dia dia melihat karahku lagi

Membuat jantungku semakin dag dig dug tak menentu. Aku memundurkan langkahku mencoba menyembunyikan diriku dari pandangannya dibalik tubuh temanku, aku tak mau dia mengenaliku. Sejujurnya itu akan menjadi hal rumit mengingat kejadian yang memalukan sekaligus indah itu masih melekat dibenakku

" Dimana ruanganku?" tanyanya tanpa basa-basi pada sang ayah yang berdiri disampingnya. Lihatlah, pria itu benar-benar sombong tak ada senyum-senyumnya sedikitpun atau sapaan terhadap kami yang sudah bersusah payah menyiapkan semua ini untuk menyambutnya

" Memangnya kau tidak mau mengucap sepatah atau dua kata untuk semua bawahanmu?" Yang kulihat Pak Leo tersenyum menatap bangga pada putranya tapi pria itu tak memiliki ekspresi sesikitpun tak ada ramah-ramahnya

" Bawahan Dante!" Tegasnya membuat pak Leo terbahak, pria itu menggandeng putranya berputar membelakangiku. Membuatku bernafas lega dan mengelus dada. Apa yang harus kulakukan? semoga saja dia lupa dan tak mengenaliku!

Pria dengan tubuh 187 cm itu masih kutatap dalam diam, darahku berdesir dan jantungku masih dag dig dug, ada perasaan yang tak bisa kujelaskan saat melihatnya kembali

" Oh my god!" Aku menghela nafas mendengar jeritan histeris dua temanku yang alay itu siapa lagi jika bukan Mila dan Khanza

"Ya Tuhan, kupikir pak Dante yang paling tampan, ternyata adiknya lebih tampan." Aku melirik pada dua teman satu divisiku itu dan menggelengkan kepala. Keduanya memang fans fanatik pak Dante sejak pria itu menjabat sebagai presdir sementara selama setengah tahun yang lalu

" Jadi, kalian akan pindah haluan begitu?" Keduanya saling melirik dan tertawa, seperti bocil yang baru berkamuflase menjadi abg labil padahal usia mereka dua tahun diatasku

" Pak Dante jadi nomer dua!" saut Khanza benar-benar membuatku terperangah, tapi disatu sisi aku takut dan merasa khawatir jika pria itu mengenalku, apa dia akan memecatku? semoga saja dia tidak mengenaliku, ya .. tidak, itu sudah bertahun-tahun berlalu lagipula kantor ini sangat luas dan orang sekelas presdir tidak akan turun tangan langsung ke divisi kami

Ehem

Suara deheman pria menyadarkanku dari lamunan. Aku menoleh pada jemari kekar yang menggandeng bahuku lalu tersenyum

" Ini alasan Alea tidak tertarik dengan pak Dante!" Ucap Mila padaku

" Tentu saja dia takut pada pak Rey." Canda Khansa sembari menyenggol bahuku. Aku hanya tersenyum dengan candaan kedua temanku itu begitupun Rey, atasanku, kepala divisi kami dikantor sekaligus pacar yang sudah dua tahun ini menemani hari-hariku

" Makan yuk, ini sudah jam makan siang." Ajaknya sambil menatapku, tatapan yang begitu hangat

" Cie, Cie .." Celotehan kedua mahluk genit itu, selalu seperti itu setiap kali Rey mengajakku makan siang bersama

" Mila, Khansa. Ayo ikut." Ajakku

" Tentu saja, kami takkan membiarkanmu berduaan bersama pak Rey."

" Kalian selalu saja mengganggu!" gerutu Rey tapi pria itu tertawa begitupun aku, Mila dan Khansa

Kami memutuskan keluar dari lobi meninggalkan acara penyambutan yang sama sekali tak dihargai. Sikapnya masih sama sejak terakhir kali aku melihatnya

" Apa yang ingin kamu makan?" tanya Rey kembali menyadarkanku dari lamunan, aku sampai tak sadar kami sudah dikantin kantor dimana biasanya aku dan team divisi kami menghabiskan jam istirahat kami

Lagi-lagi pria bernama Danish Andrean yang kulamunkan

" Apa ya. " Jawabku membuat senyum Rey merekah dan mengusap puncak kepalaku, selalu lembut dan penuh kasih sayang. Aku dan Rey memang pasangan controversial dikantor kami, bukan karena apa tapi karena Rey yang membuat heboh seisi kantor. Dulu pria itu nekad menyatakan perasaannya dihadapan semua orang, meskipun saat itu aku tak memiliki perasaan apapun terhadap Rey tapi aku menerima Rey. Merasa kasihan dan mencoba membuka hatiku, bagaimanapun aku wanita normal yang butuh kasih sayang pria

" Spagheti Carbonara dua." Rey tak bertanya lagi langsung memesan pada pelayan kantin, pria itu sudah tahu semua yang aku sukai

" Ada apa?" tanya Rey

Aku menggelengkan kepala, tidak mungkin aku menceritakan semua yang kulamunkan pada Rey

" Sayang." Panggilnya lagi sembari mengelus pipiku, kulihat Mila dan Khansa cekikian melihat itu. Aku selalu malu bila bermesraan dihadapan orang lain bersama Rey

" Aku lelah." Sautku menepis pelan jemari Rey dipipiku, pria itu tersenyum lalu mengubah posisinya jadi menggandeng tubuhku

" Tidurlah!" perintahnya menepuk bahu, sebenarnya aku tak suka dan malu tapi Rey terus memaksaku bahkan menarik kepalaku untuk bersandar dibahunya

Kucoba memejamkan mata dan sialnya bayangan wajah tampan itu berputar diotakku. Aku menahan nafas, jantungku berdebar-debar lagi, aku tidak tahu kenapa, jika mengingat lelaki itu detak jantungku selalu tidak normal

" Astaga .. Lihat lihat!" Khanza kembali heboh membuatku membuka mata

Deg

Rasanya jantungku mau copot, tatapan kedua mata hazel itu menyalang tajam menatap padaku. Aku segera membenarkan posisiku dan langsung menyembunyikan pandangan lagi, seluruh tubuhku merinding saat ini. Kulihat sepasang sepatu hitam berhenti tepat didepanku

" Buang dan bakar semua yang ada disini." Perintah suara bass itu setengah membentak pada para pengawalnya dibelakang membuatku memberanikan diri mengangkat wajah. Tatatapan kami bertemu namun pria itu membuang muka duluan, tidak mungkinkan dia mengenaliku?

" Cepaaaaaaatt!" Teriaknya membuat semua orang terkejut bukan main termasuk diriku yang spontan memegangi dada

Kejam bukan main, itulah Danish Andrean. Pria itu benar-benar mengusir kami berempat dari tempat duduk kami. Sangat menjengkelkan dan aku hanya bisa bersembunyi dibalik badan Rey yang menggenggam jemariku begitu erat

" Mulai hari ini kantin ditutup, kalian tidak diijinkan masuk kearea ini. Jika melanggar tentu kalian akan tahu akibatnya." Ucapnya tegas lalu meninggalkan kami semua

Dia benar-benar boss killer, padahal kantin ini satu-satunya tempat kami melepas lelah dan mengenyangkan perut. Baru satu hari menjabat sebagai presdir, pria itu sudah berbuat sesuka hatinya

-

-

Pria asing

🍃🍃🍃🍃

3 tahun lalu ..

Malam itu aku memutuskan pergi karena Jedi benar-benar menjengkelkan. Pria itu terus melakukan bullyan kepadaku, maklum aku tidak seperti mereka yang punya segalanya

Ayahku hanya seorang kariawan bank dan ibuku sebagai guru dipedesaan. Punya rumah yang sederhana dan mobil yang bobrok dan jadul saja kami sudah sangat bersyukur. Aku bungsu dari tiga bersaudara, kedua saudaraku berjenis kelamin laki-laki dan sudah mempunyai pasangan

Karena terlalu dimanja, kedua kakakku masih betah tinggal bersama kami memenuhi rumah kami ditambah dua perempuan dan tiga orang anak kecil. Cukup membuat rumah selalu riuh dipagi dan malam, heh terkadang aku pusing bila mendengar celotehan para ponakanku itu

Karena kesal, aku tak melihat langkahku. Aku tak sadar memasuki kawasan hutan dimana semuanya terasa gelap. Aku menangis sepanjang jalan sambil mengingat bullyan Jedi, senior yang sangat menyebalkan sejak aku menjadi juniornya dikampus

" Kurang ajar."

" Manusia tidak waras." Gerutuku mengusap kedua pipiku yang basah

Tapi langkahku terhenti, aku mematung saat melihat dua cahaya mengkilat dari jarak beberapa meter didepanku. Saat kusadari, sekujur tubuhku terasa merinding, sial memang sial aku malah bertemu anjing liar. Lihatlah anjing liar itu mendekat, lebih besar dari seekor anak kambing

Anjing liar itu sudah menguap menampilkan gigi runcing yang tajam yang siap mengoyak dagingku. Tatapannya seperti akan memangsa memaksaku segera berlari sekencang mungkin

" Ya Tuhan." Gumamku berlari tak tentu arah, aku ketakutan setengah mati saat Anjing itu mengaum dan mengejarku

" Tolong, siapapun tolong!" teriakku sekencang mungkin dengan nafas tersengal, sangat lelah tapi aku juga tak bisa membiarkan gigi anjing hitam itu memakan dagingku yang masih segar, bisa dipastikan orangtuaku akan menangis darah bila menemukan anaknya mati karena anjing liar

" Aaaahhh!"

Bruuuuuuuukkkkkkkkkkkkkkkkkk

" Aaaah sakit!"

Ditengah kesadaran, aku masih mendengar suara gonggongan Anjing diatas sana. Aku menyentuh seluruh tubuhku yang terasa sakit apalagi kakiku yang tak bisa kugerakan

" Tolong." Teriakku lagi namun bukan manusia melainkan Anjing liar tadi yang menyautku. Semuanya benar-benar gelap aku tidak bisa melihat apapun disekitarku

" Tolong, kumohon." Teriakku sekali lagi, airmata yang sedari tadi kutahan akhirnya luruh juga membasahi pipiku, aku menangis sejadinya, rasa kesal, sedih dan takut menjadi satu. Aku sangat takut ditempat gelap ini, aku memikirkan kedua orangtuaku, kakak-kakakku. Bagaimana bila aku mati hari ini sementara aku belum meminta maaf pada semuanya meskipun sebenarnya aku adalah tipe penurut

Tangisannku kian mengencang, aku ketakutan dan memaksa menekuk kedua kakiku, aku memeluk dengan kedua kakiku dengan kedua tangan tanpa menghentikan tangisanku

" Berisik!" suara bass itu membuatku terkejut dan berhenti

" Siapa itu?" teriakku dengan isak tangis

" Sudah kubilang berisik, kau berniat membuat anjing liar itu memakan kita?" Bentaknya membuatku langsung menghapus airmata. Meski sakit aku mencoba mendekati sumber suara

" Dimana kamu?" tanyaku berbisik namun tak mendapat jawaban

" Dimana kamu?" tanyaku lagi sembari menggapai-gapai apa yang ada didepanku dengan kedua tangan

" Hey dimana kamu?" tanyaku lagi

Plak

" Ooops, aku benar-benar tak sengaja." Aku merasa bersalah dan takut saat telapak tanganku tak sengaja menampar kulit tubuhnya

Tapi lagi-lagi manusia didekatku itu tak menjawab atau jangan-jangan

Bulu kudukku kembali merinding memikirkan hal aneh, dengan keadaan seluruh tubuh yang sakit aku mencoba bergeser menjauh sambil terus melapalkan doa dalam hatiku, airmata kembali menetes karena rasa takut yang kembali mencuat

Tapi, sebuah cahaya membuatku tertegun. Aku terpaku menatap manusia yang tadi membentakku itu ternyata adalah seorang pria. Demi apapun wajahnya tampan meskipun hanya tercahayai lampu senter yang dari ponsel miliknya

Tak berbeda denganku, pria itupun terdiam menatapku lalu menurunkan pencahayaan kami berdua ketanah. Pria itu memegangi dadanya dan meringis kesakitan. Terbatuk-batuk dengan wajah yang memucat

" Apa yang kamu lakukan disini?" tanyaku dengan suara tengah berbisik

" Menurutmu?"

" Emmmmhhhh." Aku gugup ditatap seperti itu, jujur saja ini pertama kalinya kutemui pria setampan ini. Dia seperti tak berasal dari sini lebih tepatnya seperti bule atau artis hollywood yang sering kulihat ditelevisi

" Apa aku seperti orang gila yang tak ada kerjaan berdiam ditempat sial seperti ini?" Gerutunya membuatku menunduk, tampan tapi sangat galak dimataku

" Lalu apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya lagi dengan suara melunak

" Aku tersesat!" sautku lalu memberanikan diri mengangat wajah dan menatapnya

" Apa kau tahu kita sedang berada dimana?"

" Ini di Bandung." Sautku

" Bandung? dimana itu?"

" Memangnya kamu berasal darimana?" Tanyaku

" Sejak kecil aku tinggal di LN." Sautnya dengan suara lemah dan lagi-lagi memegangi dadanya

" Apa yang terjadi, sepertinya kamu kesakitan."

" Mobilku mengalami kecelakaan, aku tidak tahu. Saat bangun aku sudah berada disini." Sautnya, aku hanya diam dan mencoba mengedarkan pandanganku, semuanya gelap dan aku baru sadar dengan suara riuk air yang mengalir, sepertinya tempat kami tak jauh dari sungai

" Aku akan mencari pertolongan." Ucapku

" Jangan gila." Sautnya sembari menahan lenganku dan menarik tubuhku agar lebih mendekat

" Tunggu sampai siang, kita tidak tahu apa yang ada diluar sana. Bisa saja kan nanti bukan Anjing lagi melainkan Harimau!" Aku hanya bergidig memegangi kedua lengan atasku dengan telapak tangan, semakin malam udara disana semakin dingin

Lalu menoleh pada pria itu." Dimana kau terluka?"

" Semuanya sangat sakit, kakiku juga." Tunjuknya mengambil ponsel dan menerangi sebelah kakinya. Memang tergores dibagian betis hingga celana jeansnya pun ikut robek

" Sepertinya lukanya sangat dalam." Pria itu menghembuskan nafasnya lalu menyandarkan tubuhnya pada bebatuan besar dibelakang kami

Sementara aku terus memperhatikan sekitar. Mengerikan karena semuanya terasa gelap ditambah suara burung hantu yang semakin lama semakin membuatku takut. Saat kulihat pria itu sudah memejamkan mata aku mencoba mendekat dan duduk disampingnya, udara sangat dingin untukku yang hanya memakai kaos panjang saja

" Emmmh." Aku sungguh terkejut saat tangan pria itu menarik tubuhku lebih mendekat

" Udaranya akan semakin dingin." Hanya itu yang keluar dari mulutnya tanpa membuka mata merengkuh tubuhku dengan sebelah tangannya, sementara tangan yang lain memegangi dadanya

Deg

Deg

Deg

Sejujurnya ini pertama kalinya aku sedekat ini dengan seorang pria

" Syuuutttt syuuuttt kalau seperti ini bagaimana kalau dia dengar." Gerutuku dalam hati sambil merrmmas dadaku

" Sial." Gerutuku lagi

" Kau tidak pernah berpacaran?" Tanyanya seperti tahu apa isi hatiku, hal itu tentu kian membuatku gugup

" Pernah kok!' sautku ketus, kudengar tawa kecil keluar dari bibirnya yang seksi itu

" Kau tidak pernah dipeluk pria?" tanyanya lagi membuatku geram

" Pernah, tentu saja pernah."

" Kau tidak pernah berciuman." Untuk hal itu aku terdiam, mendadak kedua pipiku memerah dan aku membuang muka kesembarang arah. Meskipun pada kenyataannya pria itu takkan melihat wajahku karena keterbatasan cahaya

" Lalu kenapa dadamu sangat berisik?" Tanyanya

" Karena aku masih hidup!" sautku ketus

Oh lord, malam ini aku benar-benar sial. Disaat bersamaan turun hujan merintik

" Hujan." Ucapku menoleh, pria juga tampak bingung

" Apa kau bisa berdiri?" tanyanya

" Aku akan berusaha? lalu kamu?"

" Bantu aku." Perintahnya dan bodohnya aku hanya mengiyakan. Aku bergerak bangun dan membantu pria itu berdiri

Pria dengan wajah blasteran itu menggandeng bahuku, rasanya sangat berat menopang tubuh yang dua kali lebih besar dariku. Aku membantunya berjalan sementara dengan ponselnya mencahayai jalan kami

Sesekali kudengar ringisan pria itu dikedua telingaku. Kami mencoba mencari bantuan dan pemukiman warga ditengah hujan yang semakin lama semakin melebat membuat baju kami sedikit demi sedikit basah

" Aku sudah tidak tahan, tidak ada apapun disini. Sepertinya kita akan mati." Ucapku menyerah

" Sedikit lagi kita kesana." Sautnya sambil menujukan ponselnya kearah samping. Aku hanya bisa menurut karena takut, disaat seperti ini pria ini juga sangat berguna untuk menemaniku meskipun pada kenyataannya akulah yang paling berguna untuknya

" Lihat, ada rumah." Ucapnya tampak senang

" Mana?" Tanyaku

" Disana, ayo kita kesana." Aku lagi-lagi menurutinya, menggandeng tubuhnya yang kesakitan, jalan pria itu terpincang-pincang karena sebelah kakinya yang terluka

Aku berdecak kesal, bukan rumah melainkan sebuah gubug reot yang sudah tak terpakai

" Ayo kita masuk."

" Ini sangat menyebalkan, jauh-jauh kita kemari bukan-"

" Setidaknya ini berguna untuk kita berteduh dari hujan." Potongnya

" Ayo masuk!" ucapnya lagi menggoyang tubuhku. Memangnya siapa dia berani memerintahku, seperti Rega saja yang selalu mengintimidasiku

Lalu kubantu pria cerewet itu masuk, tidak ada yang menarik hanya sebuah gubug reot yang bagian atapnya hanya di atapi jerami. Bagian dalamnya hanya berukuran 2x3 meter dengan alas papan tipis yang diijakpun akan retak karena sudah usang

Kami duduk disana dan pria itu langsung merebahkan dirinya dengan nafas terengah, padahal yang paling lelah adalah aku

Cuaca mulai semakin dingin, tubuhku mulai menggigil terlebih semua pakaianku basah

" Mati kedinginan lebih baik ketimbang dimakan Harimau." Ucapku membuat pria itu tertawa, aku menoleh padanya yang berangsur duduk

Sejenak kulihat kedua mata itu jelalatan pada kaos putihku yang basah. Bra merah memang tercetak disana, spontan aku menyilangkan kedua tanganku

" Kau ingin mati?" Aku menggelengkan kepala, sungguh aku terpesona dengan jatuhan air dari rambutnya membuatnya terlihat semakin tampan

Pria itu mengambil ponselnya dan mendekatkan kewajahku, menatapku lekat." Aku sedang bertanya."

" Hanya orang gila yang ingin mati saat belum mencapai apapun!"

" Hanya ada satu cara agar kita tidak mati kedinginan." Sautnya dengan kedua mata Hazel terus menatapku membuatku tak tahan dan memalingkan wajah namun sedetiknya aku terkejut saat pria itu menyentuh daguku, benar-benar tak sopan

" A-aapa itu?" tanyaku gugup

Senyum miring kulihat dibibirnya, perlahan wajahnya mendekat. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi wajah tampan itu demakin mendekat dan satu tangannya menarik pinggangku hingga tubuhku menempel ketubuhnya

" Ja-jangan kurang ajar!" Ucapku mencoba mendorong dadanya dengan kedua telapak tangan

" Kita hanya bertahan hidup, seperti kau akupun kedinginan."

" Lalu?" Sungguh aku terkejut bukan main dengan gerakan cepat pria itu, bibirnya meraup bibirku. Ini pertama kalinya dan aku benar-benar tak percaya, namun rasanya sangat aneh, jantungku berdetak tak karuan dan seluruh darahku terasa mengalir deras

Aku tak kuasa, perasaan menghanyutkan ini datang menyerbuku. Apalagi saat lidahnya mencoba masuk kedalam mulutku, rasanya seperti akan meledak. Aku mencengkram kaos basah pria itu dan memejamkan mata

Gilanya aku malah menikmati bibirnya main di bibirku dan suara decaapan itu membangkitan sesuatu yang tak pernah kurasakan. Meminta lebih dari apa yang pria itu lakukan sekarang

Cup

Suaranya jelas saat pria itu melepaskan bibirnya, menatapku dengan tatapan penuh terkaman. Kini aku seperti es batu yang sudah mencari, tak mampu meronta ataupun berontak bahkan aku membiarkan diriku didorong olehnya

Katanya tubuh pria itu sakit, tapi kenapa sampai bisa naik ketubuhku, mengurungku dalam kehangatan tubuhnya karena kini pria itu sedang melepaskan kaos basahnya. Aku hanya terpaku melihat tubuh yang hampir sempurna dimataku, mengurungku dan tangannya merambat masuk kedalam kaosku

Sejenak aku menahan jemari pria itu yang kini menyentuh perutku, meski rasanya menyenangkan namun aku tak mau melakukan hal terlarang ini. Ibuku sudah mewanti-waniti agar aku selalu menjaganya sampai aku menikah nanti

" Memangnya tidak ada cara lain?" Tanyaku

Pria itu menggelengkan kepala tampak kesal dengan penolakanku

" Atau kau lebih memilih mati!"

" Tapi-"

" Ya sudah." Sautnya bergerak turun dari tubuhku. Aku hanya diam membisu, aku sangat bingung sementara malam ini memang sangat dingin

Ku balikan badanku menghadap pria yang kini membelakangi tubuhku sembari membuka kaos putih dan brakku. Aku memang sudah gila, aku malah menyerahkan diriku sendiri dengan memeluk tubuh pria itu dari belakang

Tak lama, pria itu kembali berbalik, tatapannya masih seperti tadi menyala dengan penuh hasrat kebuah dadaku yang masih ranum belum tersentuh siapapun

" Uuuuhhhhmmm." Aku tak sengaja mengeluarkan suaraku saat jemarinya nakal menyentuh puncak buah dadaku

Ada rasa ragu lagi, aku menyentuh jemari itu namun sepertinya aku terlambat. Pria itu kembali menaiki tubuhku

" Uuuhhhmm." Aku benar-benar tak bisa menahannya lagi, suaraku lebih kencang dari tadi. Lagipula siapa yang tahan dengan rasa gelinya, buah dadaku disentuh oleh lidah dan bibirnya

Sepertinya kewarasanku memang sudah hilang. Aku membiarkan tubuhku ditelanjanggi oleh pria asing itu. Pria itu tampak menikmati semuanya, kedua matanya memejam menikmati seinci demi inci kulit punggungku hingga suara deccapannya memenuhi gubug ini

Alam bawah sadarku telah hilang terbawa gaiirah yang kini menggelora, tubuhku tak bisa diam dibawah kungkungannya saat kurasakan sebuah benda hangat dan keras menyentuh bokongku yang ia cengkram dengan satu tangannya. Aku hanya memejamkan mata, aku tak kuasa dan terlalu malu untuk melihat tatapannya

Dan aku membiarkan pria itu membalikan tubuhku lagi, berbuat sesuka hatinya. Bibir dan lidahnya kini kembali menjamaah buah dada, cukup lama disana dan naik keleher kerahang dan ketelinga. menciuminya bergantian hingga aku tersentak dengan sebuah dorongan kuat yang teramat menyakitiku

" Aah sakit!" teriakku membuka mata dan menunduk kebawah. Kami menyatu saat ini, aku merasa lemas kedua mataku berkaca, aku langsung tersadar dan mencoba mendorong pria yang sedang menikmati penyatuan kami

Tapi pria itu malah mencekal pergelangan tanganku dan menyimpan disamping tubuhku menautkan dengan jemarinya. Tanpa mengatakan apapun, pria itu bergerak pelan membuat airmataku kian mengalir, rasanya sangat sakit, perih dan penuh didalam sana

Aku memang sudah gila, aku menyerahkan kesucianku pada pria asing

-

-

Pergi begitu saja

🍃🍃🍃🍃

Aku terbangun ketika sang surya mulai terbit memancarkan cahaya dari ufuk timur. Seluruh tubuhku terasa remuk saat ini, kuperhatikan tangan kekar yang masih melingkar diperutku sementara tangannya yang lain menjadi bantal kepalaku. Ahhh sejak semalam tubuh pria itu terus menghangatiku, melindungiku dari dinginnya malam bahkan tak melepaskan pelukannya sedikitpun

Kedua pipiku kembali memanas bila mengingat perlakuannya semalam padaku. Lihatlah buah dadaku kini dipenuhi noda-noda merah seperti digigit nyamuk. Dan area bawah yang masih terasa perih menjadi saksi bahwa aku benar-benar sudah gila, menyerahkan keperawananku pada pria yang bahkan tak kutahu namanya

" Ibu, bapak maafkan anakmu yang tak menepati janji untuk selalu menjaga diri." gumamku dalam hati lalu menoleh kebelakang pada pria yang masih terlelap. Kini wajah tampannya terlihat jelas, anehnya kulit pria ini sangat mulus seperti kulit seorang wanita meski ternodai dengan goresan-goresan kecil disekitar pelipis dan dahi, mungkin karena kecelakaan yang dialaminya

Kuamati beberapa saat dan akan selalu kuingat wajah ini, hidung mancung rahang yang tegas, dan untuk ukuran seorang pria bulu matanya terlalu lentik, maha karya Tuhan yang begitu indah

Lalu aku bergerak bangun, aku harus segera memakai pakaianku sebelum pria ini bangun. Jika aku masih dalam posisi tanpa busana begini aku pasti akan benar-benar malu

" Ssssttttt." Masih terasa sakit dan perih sisa semalam, apa semua wanita yang baru pertama kali melakukannya memang sesakit ini?

" Aaaahhh ini benar-benar sakit." Gumamku sembari memegangi perut bawahku. Maklum saja milik pria ini memang besar, mungkin untuk ukuran pakaian bisa disebut triple xl. Menurut teman sebangkuku yang seorang simpanan seorang sugar Daddy, pria bule memang rata-rata memiliki ukuran pen*s yang lebih besar dari ukuran pria lokal. Itulah sebabnya pria yang memiliki keturunan LN lebih diminati gadis-gadis dikampusku

Aku bergegas memakai pakaianku yang sudah mengering lagi saat mendengar rintihan pria itu. Sambil menoleh kebelakang takut dia sudah membuka matanya, anehnya wajah itu sangat pucat dimataku

Selesai, aku segera duduk disampingnya dan menyentuh bahunya, mencoba membangunkan dia. Tapi yang kudapat hanya ringisan sakit, bibir pria itu bergetar

" Hey, bangunlah." Ucapku menggoyang bahunya lalu aku merapihkan kaos hitam yang semalam menjadi selimutku dan dirinya dibagian area bawah kami. Kurapihkan dan kututupi bagian bawah itu dengan benar

" Sssshhhhhhh."

" Ada apa?mana yang sakit?" Tanyaku lagi lalu menyentuh keningnya

Aku sangat terkejut." Ya Tuhan, tubuhmu sangat panas." gumamku dan mulai khawatir

" Bangun dulu, bangun sebentar." Perintahku mengguncang bahunya, kali ini sedikit kencang. Aku dilanda rasa panik dengan jemari tak henti membelai keningnya

" Aku harus minta bantuan, ini tidak bisa dibiarkan." Gumamku sambil menatap pada betisnya, ternyata lukanya benar-benar dalam. Masih mengeluarkan darah meski tak banyak, aku merasa ngilu dengan luka yang seperti terkena pecahan kaca itu. Tapi kuat juga pria itu, semalam melakukan gerakan agresif tapi tak mengeluh sakit sedikitpun

" Tunggulah sebentar, aku akan meminta bantuan." Bisikku ditelinganya lalu bergerak

Namun tangannya menahanku

" Jangan." Ucapnya

" Jangan tinggalkan aku." Ucapnya lagi dengan mata terbuka sedikit lalu menggelengkan kepala

" Tubuhmu panas, bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? aku yang akan disalahkan." Gerutuku

" Tetap disini." Kukuhnya menarik tubuhku hingga terhuyung pada dadanya

" Peluk aku." Aku melakukan perintahnya, kupeluk tubuh yang memang tampak menggigil itu sembari membelai rambutnya. Disatu sisi aku sangat kebingungan menatap sembarang arah dengan pikiran berlalu lalang

" Tetaplah disini jangan kemana-mana." Bisiknya lemah sebelum memejamkan mata lagi

Aku melepaskan pelukanku saat kudengar pria itu mendengkur tanda ia kembali terlelap. Lalu kusentuh lagi keningnya dengan telapak tangan

"Masih panas, dia demam." Ucapku menatap lekat dan bibir itu masih menggigil

" Aku harus melakukan sesuatu." Aku terus bergumam sendiri sambil mengusap-usap kedua pipi pria itu dengan kedua telapak tangannku mencoba memberi kehangatan disana

" Tunggulah sebentar, aku akan kembali dan menolongmu." Bisikku ditelinganya lalu beranjak bangun, mengambil celana hitam pria itu dan menutupi tubuhnya dibagian perut kedada

Kuberanikan diri keluar dari gubug itu, meski hati kecilku merasa takut namun aku tak bisa hanya berdiam diri melihat pria itu kesakitan. Aku menerjang belantara hutan yang dipenuhi pepohonan besar dan rumput-rumput liar dengan sesekali meringis sakit dibagian bawah tubuhku

Aku seperti wanita gila yang tak memperdulikan tubuhku yang terluka dibagian jemari karena rumput liar yang tajam

" Apa yang harus kulakukan, bagaimana bila pria itu mati." Kedua mataku berkaca-kaca, mendadak hatiku sangat kalut memikirkan hal yang buruk tentang pria itu, aku begitu khawatir padahal pria itu bukan siapa-siapa hanya pria asing yang mendadak muncul dan mengambil semuanya

Sebuah keberuntungan terjadi padaku setelah satu jam lamanya menjelajah hutan liar itu. Kutemukan sebuah jalan keluar yaitu jalan aspal yang dilewati kendaraan

" Tolong." Teriakku

" Tolong."

" Siapapun tolong aku!" Hampir saja suara ini habis karena meminta tolong. Kenapa semua orang sangat bersikap acuh dan mengabaikanku, seiring bertambahnya Zaman orang-orang semakin tak punya hati saja

" Tolong." Teriakku lagi untuk kesekian kalinya sambil memaksa mencegat sebuah kendaraan roda dua

" Neng bosan hidup ya!" Gerutu pengendara itu marah

" Tolong bantu saya pak, teman saya sedang sakit!" Aku mengatupkan kedua tanganku dengan wajah memohon dan mulai berlinang airmata, rasanya lelah dan ingin pulang saja kerumah namun aku tak setega itu meninggalkan pria itu sendirian didalam hutan dengan kondisi sakit seperti ity

" Dimana?" Mendengar pertanyaan itu ada secercah harapan bapak yang terlihat seumuran dengan ayahku akan menolongku

" Dihutan sana." Tunjukku ke arah hutan, Bapak itu hanya terdiam tampak ragu mrmbuatku harus memelas lagi

" Tolong, dia sedang sakit!" Ucapku dengan suara serak

Terlihat sekali wajah itu sangat iba kepadaku. Setelah lama terdiam pria paruh baya itu menyuruhku naik ke motornya. Aku hanya bisa menurut tak memikirkan apapun lagi, bisa sajakan pria ini memiliki niat jahat. Aku seolah tak perduli bagiku menyelamatkan pria itu lebih penting sekarang

Bapak itu membawaku melewati jalan setapak. Sepertinya dia asli warga disekitar sini hingga tahu sedikit tentang jalan kecil menuju hutan tidak sepertiku yang asal masuk

" Dimana neng?" Tanyanya lagi, terlihat ragu. Mungkin pikirannya sama sepertiku

" Sebentar lagi pak, diujung sana dekat sungai." Sautku

" Dari tadi sebentar terus tapi tidak sampai-sampai." Gerutunya membuatku ingin tertawa, sebenarnya aku juga lupa karena aku tak memberi petunjuk saat aku jalan tadi

" Iya didekat sana." Sautku berbohong

Tak lama bapak itu memberhentikan sepeda motornya didekat sebuah pohon besar." Kesana tidak bisa dilewati jalan motor, lebih baik kita jalan kaki."

" Baik." Sautku seraya turun dari motor

Selama satu jam aku dan pria paruh baya itu mengitari hutan dan akhirnya aku bisa menemukan gubug itu. Sepertiku pria itu juga kelelahan hingga nafasnya tersengal

" Disini?"

" Iya pak?"

" Memangnya kalian sedang apa dihutan begini, mana perempuan lagi."

" Ceritanya sangat panjang pak, saya akan menceritakan semuanya setelah ini." Ucapku lalu dengan penuh semangat membuka pintu kayu gubug itu

Namun alangkah terkejutnya aku ternyata pria yang sedang kesakitan itu sudah tak ada, hanya ceceran darah yang sudah keringlah yang tertinggal disana diatas papan alas kami semalam tidur

" Dimana dia?"

" Astaga, neng halu ya?"

" Ti-tidak pak." Sautku lalu berlari keluar, aku mengelilingi gubug itu mencoba mencari namun pria itu lenyap tak berbekas bahkan semua barangnya pun tak ada

Kemudian aku kembali kedalam, kulihat pria itu sedang bersedekap dada memandang aneh terhadapku." Apa disini benar-benar ada Harimau?"

" Mana ada Harimau, ini hutan yang dilindungi, tidak ada hewan buas." Saut bapak itu terlihat heran

" Lalu dia kemana?" Bapak itu menghela nafas memperhatikanku

Sementara aku mulai melemas dan duduk diatas papan dibawah. Melamun kesembarang arah memikirkan segala hal. Jika pria itu dimakan hewan buas tentu pasti akan ada sisa-sisa tubuhnya dan juga kenapa semua barangnya tak ada termasuk ponselnya yang semalam menerangi pergumulan panas kami

" Sudahlah neng, mungkin teman kamu sudah pergi duluan, kita memang terlalu lama tadi." Ucap pria itu, memang ada benarnya tapi kenapa pria itu tega sekali. Setelah mengambil semuanya dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun atau ucapan perpisahan padaku, atau sekedar berterima kasih atas kesenangannya semalam

Apa aku menyesali semuanya? Jawabanku tidak, malam itu terlalu indah untuk disesali

Alea putri zainal

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!