Jesslyn Andara.
Adalah Gadis pendiam dengan sejuta rahasia. Perempuan itu penganut ketidak percayaan pada yang namanya cinta. Kenapa demikian? sebab hatinya terlalu rapuh untuk sekali lagi di patahkan. Jika sampai ia menerima sakit karena kehilangan kembali, maka dapat di pastikan Jesslyn bukan hanya melebur, ia juga akan menyublim kembali lalu hilang di terpa angin. Parasnya cantik dengan manik hitamnya yang tajam. Namun sosok Jesslyn jarang tersenyum bahkan tidak pernah ditemukan senyumannya meskipun di sudut-sudut ruangan yang sepi. Dia terbiasa hidup mandiri. Karena sejak kecil, ia sudah di tinggal sang Ibu. Ayahnya tidak menikah lagi dan memilih hidup di luar negeri meninggalkannya dengan segala kekacauan. Hanya bersama Kakak laki-lakinya, ia mampu untuk bertahan.
Widodo
Pria desa yang mengadu nasib dengan menjadi cleaning service di kantor perusahaan property. Ia selalu menjunjung tinggi etika, etos kerja yang baik, dan hormat terhadap orang tua. Perawakannya tinggi, hitam manis dan selalu menebarkan kebaikan pada setiap orang. Tapi sayang, nasibnya kurang beruntung dalam sebuah pernikahan.
Singkat cerita, Jesslyn adalah pimpinan di perusahaan property tempat Dodo bekerja. Karena tujuan tertentu, Jesslyn terpaksa menikah dengan Dodo. Awalnya semua berjalan dengan baik. Sampai pada akhirnya, Jesslyn mampu berfikir tentang apa yang di perbuatnya selama ini ternyata sesuatu yang tidak benar. Kemudian Jesslyn terjerat rasa yang menyiksa. Mampukah dia mengendalikan kekacauan yang di perbuatnya sendiri?
Selamat membaca 💞
...............
"Selamat pagi Bu." Semua karyawan menyapa dari jajaran atas sampai pada yang bawah. Mereka menyambut kehadiran pimpinan dengan asistennya di belakang mengikuti. Sebut saja Asisten itu dengan nama Bram.
Jesslyn berjalan angkuh tanpa senyum sama sekali. Ia menjawab sapaan karyawan di dalam hatinya--yang tentu orang tidak akan bisa mendengar. Dia pikir, para karyawannya adalah cenayang yang bisa mendengar apa kata hatinya.
Karena demikianlah citra dingin melekat pada Jesslyn Andara. Meskipun seperti itu, dingin bukan berarti beku. Ia masih memiliki rasa kasihan terhadap sesama. Kasihan ya, bukan sayang. Jangan salah kaprah antara sayang dan kasihan. Sebab banyak orang salah menggunakannya pada kisah perjalanan hidup. Seperti sebongkah es yang di keluarkan dari dalam freezer. Apabila terkena sinar matahari, kebekuan itu maka akan mencair. Sinar matahari itulah diibaratkan dengan kehangatan cinta.
Di belakang Jesslyn ada sosok pria yang selalu siap jika diperintah apapun. Dia adalah asistennya. Sikapnya tidak beda jauh dengan jesslyn, mungkin bisa di bilang lebih parah. Hanya pada jesslyn Ia sedikit melunak. Karena bekerja dengan baik adalah moto hidupnya, maka ia tidak akan mendengar perintah apapun dari orang lain selain perintah sang pimpinan.
"Pergilah, aku ingin sendiri." Perintah jesslyn saat sudah di ruang kerjanya. Hari ini perempuan itu bahkan tidak berdamai dengan hatinya sendiri. Ia mendengus kesal dengan emosi yang menggebu karena mengetahui sebuah kenyataan.
"Baik" Bram menuruti perintah tanpa banyak bertanya.
Sementara itu di gazebo belakang kantor.
Para pekerja memasuki jam istirahat pertama 15 menit di mulai dari pukul 10:00 WIB. Sudah menjadi kebiasaan setiap harinya bahwa di setiap jam istirahat tempat ini di hinggapi karyawan laki-laki untuk sekedar minum. Atau untuk sekedar mengelap daki yang basah ulah keringat yang bercucuran.
Lima menit berlalu, datang lah Dodo membawa sebotol air putih dan seplastik gorengan bekal dari emak tadi pagi yang sudah layu. Dia bergabung dengan karyawan lain. Sikapnya yang ramah sangat mudah untuknya bergaul. Lalu ia menawarkan apa yang ia punya kepada yang lain.
Jam istirahat yang ditentukan telah habis. Para karyawan mulai berbondong-bondong pergi untuk bekerja kembali. Tertinggal Dodo seorang diri yang sedang membersihkan sampah berserak. Tempat sampah memang sudah disediakan, namun ada saja oknum yang membuang sampah bukan pada tempatnya.
Disela kesibukannya memunguti sampah, Hp jadul Dodo berbunyi nyaring.
"Iya hallo pak ?" Dodo terhubung dengan leadernya.
"Ok baik pak. Saya segera meluncur ke TKP."
...............
Tok tok tok
"Masuk."
"Permisi Bu, saya mau membersihkan ruangan ini." Dodo meminta ijin.
"Silahkan"
Dodo mengeluarkan keterampilan sat set sat set. Dengan cekatan ia membereskan benda berjatuhan yang tidak sewajarnya ke tempat semula. Ajaibnya, posisi peletakan barang benar semua seperti sebelum terjadi kekacauan oleh Jesslyn. Bagaimana dia tahu design interior ruangan ini? Jesslyn bertanya-tanya dalam hati.
Sudah hampir selesai Dodo beres-beres, Laki-laki itu tampak diam dan tak banyak bertanya. Ia hanya tersenyum sopan dan menunduk. Meski barang berjatuhan dan tercecer di ruangan Jesslyn merupakan hal yang tidak wajar, Dodo tidak menunjukan raut muka heran yang kentara. Laki-laki itu segera pamit bertepatan dengan Bram masuk memberikan sebuah informasi.
Tidak sampai menunggu pengusiran, Dodo sudah undur diri.
.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa bahagia.
Matahari yang sempat mentereng di tengah hari kini sudah mulai merangkak turun dari singgasana. Membuat langit berwarna kuning kemerahan sekaligus pertanda jam kantor telah habis di gunakan. Dodo pada detik-detik jam pulang yang masih berada di Janitor, bergegas merapikan alat kebersihan yang di pakai tempur pada pekerjaan setiap harinya.
Setelah dirasa sudah rapi semua, laki-laki itu melangkah pergi menuju parkiran motor. Tiba-tiba suara tidak asing milik seseorang menginterupsi, menghentikan langkah semangat Dodo yang sudah ancang-ancang pulang ke rumah membawa segenap lelah yang berkah.
"DO...SINI DULU BENTAR!"
Dodo membalikkan badan. Netranya menangkap sang Leader terengah dengan tangan yang melambai-lambai.
Dodo menghampiri sumber suara dengan menenteng tas yang lumayan berat. Di dalamnya ia membawa buku-buku hasil sumbangan dari para karyawan untuk dipergunakan anak-anak di kampungnya. Ia adalah sosok pemuda yang banyak mengikuti organisasi di wilayah sekitar.
Yang Dodo sangat ingat, ada satu buku cukup menyambuk rasa empati. Sepenggal kalimat ditemukan seperti ini: Gapailah ilmu setinggi langit, sebab dia akan memberimu manfaat. Dan semenjak itulah Dodo menjadi peduli akan kegiatan belajar mengajar.
"Ada apa pak?"
"Kamu di suruh ke ruangan direktur sekarang." Pak Kunto, sang leader Dodo berbicara dengan nafas yang sepotong-sepotong.
"Bersih bersih lagi pak?"
"Waduh, kurang tahu saya. Perintahnya kamu cuma suruh ke ruangan direktur aja. Untuk ngapainnya saya juga gak tahu."
"Kamu ada masalah?" tambahnya lagi.
"Seingat saya gak ada, yaudah saya ke ruangan direktur dulu ya pak, nanti takut kelamaan ditunggu."
"Oh iya iya silahkan."
.
.
.
Dodo sudah menghadap Jesslyn Andara beserta Bram sang asisten. Meskipun di dalam ruangan bersuhu 20 derajat Celcius, laki-laki bernama Dodo berkeringat gugup yang ia sembunyikan di bawah meja.
"Siapa namamu?" Jesslyn bertanya. Diikuti pandangan tajam dari Bram.
"Nama lengkap Widodo Bu, panggilan Dodo" Dodo menjawab seperti halnya sedang wawancara kerja.
"Kamu berapa bersaudara?" tanya Jesslyn lagi.
"Tiga. Saya anak bungu dan memiliki dua kakak laki-laki."
"Kamu sudah menikah?"
"Belum."
"Kakakmu?"
"Hanya kakak tertua saja yang sudah menikah." Dodo semakin bingung.
"Nama istrinya?"
"Erma Wulandari."
*A*da apa ini?
Jesslyn menaikan sebelah alis. Lagi-lagi dia tersenyum samar yang tidak dapat terlihat oleh orang lain. Perempuan itu menyodorkan Map coklat yang di peroleh dari Bram.
"Bacalah dengan teliti, lalu tanda tangani." Perintah jesslyn. Dodo sempat berfikir apakah sekarang sedang wawancara kerja lagi untuk perpanjang kontrak?
Dia meraih mapnya, membuka dengan hati-hati lalu perlahan membaca setiap paragraf dengan teliti. Jantungnya berdegup kencang. Nafasnya seperti tercekat. Suhu badan seketika tidak konsisten, kadang panas kadang dingin. Bahkan Ia sangsi untuk mendongakkan kepala. Takut-takut kalau dia mendongak Ia mendapati Jesslyn dan Bram melemparkan death stare
"Silahkan tanda tangan." Kini Bram yang berbicara.
"Maaf, tapi saya gak mungkin.."
"Saya tidak terima penolakan." Sela Jesslyn dengan tegas. Tidak mau tahu jika lawan bicaranya bingung bukan main. "Hanya ada satu pilihan, tanda tangan lah cepat."
Akhirnya, Dodo yang berada di bawah tekanan menanda tangani perjanjian itu dengan pena yang mengikuti bahasa tubuhnya.
.............
Malam hari di rumah.
Dodo termenung di dalam kamar. Pikirannya berlarian kenapa bosnya ingin menikah kontrak dengannya bahkan dengan kondisi mereka yang sama sekali tidak pernah bertegur sapa. Masih basah dalam ingatan Dodo kejadian tadi siang, dimana Jesslyn menendang embernya saat dirinya asyik mengepel lantai yang bisa di bilang jarang terjamah lalu lalang orang.
Kalaupun Jesslyn melakukan itu, mungkin tempat yang tepat adalah lobi dan segenap ruangan lain yang sering dia pakai. Tapi ini? ini di tempat pinggiran belakang toilet security yang jarang terjamah direktur pada umumnya.
Kenapa Jesslyn berada disana? untuk apa Jesslyn sekonyong-konyong menendang ember Dodo yang sedang Dodo gunakan? lalu pulangnya wanita tersebut ingin dinikahi di atas perjanjian. Dosa apa yang mungkin telah Dodo lakukan hingga mendapat perlakuan seperti itu? atau mungkinkah Jesslyn jatuh cinta pada Dodo dengan cara yang aneh. Bisa jadi, orang kaya kalau jatuh cinta modelannya seperti ini. Mungkin.
Sebagai pengusir kegundahan, Dodo lantas pergi berwudhu, dan melaksanakan kewajibannya.
.
.
"Do..do.." Ibu unah memanggil yang tak lain adalah ibu kandungnya.
"Iya Mak." Dodo menyahut sembari menilap sajadah. Ia keluar kamar dan menghampiri sumber suara. Sebagai anak yang berbakti, ketika orang tua memanggil segeralah menghampirinya. Karena pada suatu hari nanti, panggilannya kelak akan kita rindukan.
"Kenapa Mak?"
"Nih makan, emak udah masakin ikan Jaer di pucungin, kesukaan lu." ujar Bu unah sambil menata piring, nasi, beserta lauknya.
Pak Nata, ayahnya Dodo baru saja keluar dari kamar mandi sehabis pulang mengojek. Menyapa Dodo sebentar lalu masuk ke kamarnya. Sementara itu, Dodo duduk bersama Bu unah menunggu pak Nata bergabung untuk aktivitas makan malam.
"Mak, Iyan kemana ? dari tadi gak kelihatan." Iyan adalah kakak kedua Dodo. Perbedaan usia hanya satu tahun membuatnya seperti teman. Panggilannya pun hanya berupa nama tanpa embel-embel Kakak maupun Abang. Dan hanya Iyan lah yang meneruskan kuliah dari ketiga anak di keluarga ini.
"Katanya mau ke rumah bestinya, si Karman."
"Oh"
Tak lama berselang Pak Nata keluar dan bergabung dengan mereka. Makan malam berjalan dengan singkat. Sebab keluarga mereka pada dasarnya terbiasa makan sore bukanlah makan malam. Di karenakan para pencari rupiah tiba di rumah pada malam hari, maka makan sore hari ini berubah status menjadi makan malam.
"Pak, Mak, saya mau ngomong." Pak Nata dan Bu Unah langsung menatap Dodo.
"Ngomong apa?" seru mereka berbarengan.
"Saya mau nikah, besok lamarin ya?." tidak berbasa-basi Dodo langsung bicara pada intinya.
"Eh bujug, dadakan amat si lu. Ama orang mana emang?" ujar Pak Nata.
"Emang ngapah si pak? lagian juga umurnya udah sedengnya nikah" yang ini kata Bu Unah.
"Iya si Mak, tapi kan kita emang sekarang punya tabungan?"
"Punya dong, emak kan abis keluar arisan."
"Do emang lu mau nikah Ama orang mana? perasaan emak lu kagak pernah bawa perempuan kemarih." Bu Unah mencermati situasi. Memang Dodo betulan belum pernah mengenalkan seorang wanita pada orang tuanya.
Orang mana ya?
"Besok saya langsung ajak kesana aja. Nggak usah bawa parsel atau seserahan kaya biasanya."
"Lah kok gitu?" tanya Bu unah, yang juga mewakili pertanyaan Pak Nata. Ayah Dodo tersebut hampir tersedak tulang ikan Mujair saat Dodo mengatakan tidak usah bawa seserahan.
"Dia maunya begitu."
Flash back
"Biar semua ini terlihat natural, bagaimana tradisi di keluargamu?" tanya Jesslyn.
"Sebelum menikah ada proses lamaran dari keluarga laki-laki ke rumah keluarga perempuan. Habis itu barulah menentukan tanggal pernikahan."
"Baiklah kalau begitu, besok kamu dan keluarga datang ke rumah saya. Tidak usah bawa apapun."
"Baik bu."
"Bram, tolong kau urus semua. Besok kirimkan mobil beserta supirnya untuk menjemput keluarga Dodo. Pastikan seolah mereka menaiki taxi online."
"Baik"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Di Pagi buta yang masih menunjukkan pekatnya gelap, Bu Unah dan Pak Nata masih terjaga dari tidurnya. Semalaman mereka tidak bisa tidur sebab menghabiskan waktu berbincang persoalan anak bungsunya. Mereka kepikiran Dodo yang tiba-tiba saja mau melamar dadakan. Mungkinkah Dodo menghamili anak orang? ah rasanya tidak mungkin. Dia kan anak baik. Jangankan menghamili, didekati cewek cantik saja langsung mimisan.
"Pak, kalau itu bener, gimana nih kalau kita diserang calon besan? kita jawab apa?"
"Yaa..gimana ya. Buktinya kita suruh datang melamar. Eh tapi itu kan juga belum tentu bener Mak. Siapa tau emang udah jodohnya" jawab Pak Nata meyakinkan. Tabu di kalangan sekitar mereka jika ada yang nikah dadakan, pasti ada apanya.
"Mak, Pak.. Dodo pamit ke mushola dulu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Tuh lihat Mak, bocah Soleh begitu. Ilok sampe hamilin orang di luar nikah?"
"Iya juga ya pak." sahut Bu unah sambil memandangi Dodo yang hilang di kejauhan. orangnya sudah tak terlihat harum parfumnya masih tertinggal. Rambutnya klimis tertata dengan baik, membuat ia terlihat ganteng-ganteng manis.
Tak heran jika ia dikagumi para gadis di kampungnya. Selain paras yang manis dan tekun, tutur kata dan sikapnya sangat sopan dan lembut. Gadis bernama Neneng saja nyaris tidak bisa berhenti kasmaran pada Dodo. Si Neneng, tetangganya Dodo itu, sampai fenomenal kalau berpapasan dengannya. Selalu mengeluarkan kata 'bang Dodo eh bang Dodo'.
Dodo hanya senyum menanggapi.
.............
Sinar matahari sudah terang mengusir gelap. Dodo dan keluarga sudah siap untuk berangkat ke rumah Jesslyn. Chandra dan Iyan heran kenapa mereka sampai tidak diperbolehkan ikut melamar. Biasanya nih, kalau mau melamar wanita satu RT ikut semua.
Iyan tidak memusingkan hal tersebut. Ia lebih memilih mendengarkan novel kesukaannya lewat audio. Sedangkan Chandra, sibuk dicecar banyak pertanyaan oleh Erma. Istrinya. Mengenai adik paling bontot yang tidak mau mengajak pergi melamar wanita pujaan hatinya.
Chandra adalah kakak Dodo yang pertama. Ia sudah menikah dengan wanita yang bernama Erma Wulandari. Yang tempo hari jadi pertanyaan Jesslyn pada Dodo.
Tidak lama, sebuah mobil terparkir datang menjemput keluarga Dodo. Mobil yang bisa dikatakan mewah untuk seukuran taxi online. Sesungguhnya keluarga Dodo pun mempunyai mobil keluarga keluaran jaman dulu yang masih mampu untuk mengangkut kesana kemari. Tapi jesslyn lah yang ingin semua ini. Bukan karena malu atau pula merendahkan. Ia tidak mau memberi alamat rumahnya kepada siapapun. Bersamaan dengan melajunya mobil tersebut, Erma terus mencubit Chandra. Wanita itu merajuk sebab tak di ajak ikut melamar.
Mobil melaju di gang sempit melewati pohon bambu yang rindang. Pohon-pohon besar masih berdiri kokoh menjulang tinggi. Perjalanan mereka diiringi suara nyaring hewan tonggeret. Desa mereka masih asri belum terjamah hiruk pikuk ibukota.
Hingga mobil terus melaju menuju jalan besar yang ramai, di dalamnya Dodo masih betah termenung. Ia berdo'a dalam hati agar orang tuanya terhindar dari segala bentuk penghinaan nantinya.
Dodo tidak punya pilihan lain. Ia terus mengikuti apa yang bosnya mau. Jika maju ia terperosok ke dalam jurang, mundur pun ia jatuh ke lumpur penghisap. Sampai saat ini ia bahkan tidak tahu apa motif bosnya ingin menikah dengannya.
"Tidak terima penolakan atau kau akan menerima akibatnya." Kalimat ini terus terngiang di kepala. Apa salahku ya Rabb?
Senyum Dodo saat ini hanya menjadi topeng kegundahan hati.
"Do, ini bener emak sama bapak kagak bawa apa-apa? malu gak kita?" tanya Pak Nata memastikan.
"Gak usah Pak. Gak pa-pa. Dia orangnya sederhana kok gak ingin minta apa-apa." Memang benar adanya. Jesslyn tidak menuntut materi. Bagaimana tidak, yang menggaji Dodo adalah Jesslyn. Menuntut dari segi apanya coba.
"Tenang pak, walaupun kita gak bawa parsel, setidaknya emak bawa cincin. Untung emak ada simpenan emas hahaha."
Ya ampun, andai emak dan bapak tahu. Batin dodo.
"Mak dodo udah nyiapin cincinnya. cincin emak simpan aja " Dodo berujar menanggapi pernyataan ibunya.
Cincin yang di maksud Dodo adalah cincin yang sudah di siapkan Bram selepas tanda tangan kontrak malapetaka. Bram lah yang akan menyiapkan segala, bahkan hal sekecil apapun.
.
.
Setibanya di rumah Jesslyn.
Rasa Dag Dig Dug menjalar di dada. Dodo berharap semuanya akan baik-baik saja. Belum sempat ia dan orang tuanya mengetuk pintu lalu memberi salam, pintu sudah terbuka lebar dengan segenap penyambutan. Paman Jesslyn menyambut dengan ramah kedatangan orang tua Dodo.
Setidaknya, Dodo sudah merasa lega di awal.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!