NovelToon NovelToon

The Secret Story

Prolog

"ELSAAAAAAAAA............." Jatuh air matanya ketika lelaki yang ia cintai berteriak memanggil namanya. Elsa membenamkan diri dari sebuah kebenaran. Menyakitkan. Membuat seluruh tubuhnya terasa terbakar api cemburu. Perasaan cinta tumbuh pelan-pelan didalam hatinya. Perasaan teruntuk suaminya yang diawali dengan rasa terpaksa. Namun kini, rasa tulus dan ikhlas itu senantiasa merebak didalam dadanya. Untuk Sam.

Dikala hati itu terbang mengudara karena cinta. Seorang perempuan hadir didalam kehidupan rumah tangganya. Dan salah mengartikan bahwa Sam tidak memiliki hubungan apapun dengan Geeta. Bagi Elsa tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Jika pun ada, persahabatan itu tidak akan bertahan lama.

Namun pendapat itu terbantah oleh Sam yang tidak menerima dengan tudingan Elsa. Dengan begitu Elsa memilih untuk pergi meninggalkan rumah itu. Ia sangat kecewa terhadap Sam yang memilih membela Geeta dibandingkan dirinya.

Dari semua rahasia yang ia sembunyikan, hal yang paling menyakitkan baginya adalah perasaan Geeta terhadap Sam. Dan itu membuat Elsa meragukan perasaan Sam terhadap dirinya.

Berulang kali Elsa menyeka air matanya. Merapikan kembali pakaiannya. Sopir bus hendak menginjak pedal gas, namun tiba-tiba terhenti.

"Tunggu!" Perintah Sam pada sopir bus. Suara Sam membuyarkan lamunan Elsa. Ia bergegas mengenakan topi dan masker. Ia tidak ingin menemui Sam. Tidak ingin mendengar apapun penjelasan suaminya.

"Elsa...? Kau Elsa." Sam menunjuknya. Sementara Elsa menggelengkan kepala. Ia menghiraukan seruan suaminya. "Aku tahu kau Elsa." Sam menarik lengannya.

"Lepaskan!" Perintah Elsa.

"Ikut denganku." Sam tak mau kalah.

"Aku tidak bisa."

"Kenapa? Kau istriku, kenapa kau tidak mau ikut denganku?"

"Istri kau bilang? Ccchh. Aku muak denganmu. Pergi saja kau dengan Geeta." Ujar Elsa.

"Turun. Aku bilang turun!" Bentak Sam. Ia membawa barang bawaan Elsa dari bagasi. Lalu menarik lengan Elsa dan turun dari bus. Elsa tidak bisa menolak. Ia terpaku melihat bus sudah melaju di jalanan.

Elsa melepaskan tangannya, "kenapa kau melakukan ini kepadaku? Aku mau pulang. Aku nggak mau lagi bersamamu. Aku butuh sendiri." Katanya.

"Kemana? Kemana kau akan pergi? Huh?" Bentak Sam. Runtuh hati Elsa saat dibentak oleh suaminya. Air matanya tak terasa jatuh satu demi satu. Lalu deraslah tanpa henti.

"Kau. Tidak berhak menahanku. Tidak berhak ikut campur dengan semua urusanku. Kau tahu apa? Tahu apa tentangku? Huh? Kau selalu bertindak semaumu. Kau selalu membuatku terluka. Kau selalu membuatku menderita. Apa kau pernah bertanya tentang perasaanku? Selama ini kau tidak pernah mau peduli terhadapku. Aku muak denganmu. Kau selalu menahanku. Sejak awal kau memang merencanakan ini semua kan? Kenapa dulu kau membebaskanku dari jeratan Indra? Huh? Aku membencimu. Aku sangat membencimu." Tutur Elsa dengan sesunggukkan.

Sam menghembuskan nafasnya.

"Jangan pergi." Tukas Sam dengan pelan. Elsa membuang muka. Sam meraih tangan Elsa.

"Kau akan meninggalkanku?" Elsa mengangguk pelan. "Apa kau tidak mengkhawatirkanku?" Ia menggelengkan kepala. "Kau tidak mau tahu bagaimana aku hidup tanpamu?" Lanjut Sam.

"Kenapa aku harus mengkhawatirkanmu. Kau seorang ceo, kau bisa hidup tanpa aku." Balas Elsa.

"Bagaimana kalau aku tidak bisa makan?"

"Tidak, kau pasti akan makan."

"Bagaimana kalau aku tidak bisa tidur?"

"Aku tidak percaya. Kau pasti bisa tidur nyenyak tanpaku."

"Aku tidak bisa melakukan apapun tanpamu. Kalau kau pergi, siapa yang akan membuat jadwal harianku di kantor? Siapa yang akan mengingatkanku jika aku lupa? Siapa yang akan membuat re-schedule jika ada hal yang mendesak? Siapa yang akan memijat bahuku? Siapa yang akan menemaniku jika aku bosan? SIAPA...?" Bentak Sam frustasi. Sementara Elsa masih dengan tangisnya yang tak tertahankan. "Aku, tidak bisa hidup tanpamu. Percayalah padaku, aku mohon jangan pergi." Sam menggenggam tangan Elsa sambil berjongkok dihadapan istrinya itu. Memohon dengan tulus.

"Lalu kenapa kau tidur dengan perempuan lain?" Balas Elsa. "Kau boleh menyimpan seribu rahasia kepadaku. Tentang masa lalu kita, balas dendam, dan apapun yang kau mau. Kau bebas melakukannya. Tapi kenapa? Kau tega mengkhianatiku? Kau bilang, hanya aku satu-satunya wanita yang kau cintai? Tapi, kenapa kau tidur dengan perempuan lain?" Lanjut Elsa. Air mata Sam tiba-tiba jatuh. Ia tidak sanggup berdiri dan menahan rasa bersalahnya.

"Berdirilah. Jika kau harap aku akan luluh dengan semua cara yang kau lakukan ini. Kau salah. Aku tetap akan pergi." Ujar Elsa. Pelan-pelan Sam berdiri, dan menangis dihadapan Elsa.

"Kenapa kau tidak mempercayaiku? Kenapa Elsa...?"

"Sam, aku pikir, kita butuh waktu untuk sendiri. Jadi aku mohon jangan halangi aku untuk pergi." Balas Elsa. Sam menggelengkan kepala.

"Berapa lama...?" Lirik Sam.

"Entahlah. Tapi aku rasa cukup lama." Balas Elsa.

"Kalau begitu tinggallah di rumah. Biar aku yang pergi. Kau jangan kemana-mana." Ujar Sam.

Elsa menyeka air matanya. Sam menyerah. Ia membalikkan badannya. Ia tidak lagi memaksa. Tidak lagi menahan Elsa. Tiba-tiba BRUKKKK. Sebuah suara orang yang terjatuh. Sam menoleh, dan melihat Elsa terjatuh terbaring. Ia bergegas mendekat.

"Elsa... Elsa...? Bangun Elsa... Kau kenapa?" Sam segera membopong Elsa ke dalam mobilnya. Ia menginjak pedal gas dan mempercepat kecepatan mobilnya menuju rumah sakit.

***

Beberapa dokter memeriksa kondisi Elsa. Ia dibawa ke ruang ICU. Sam yang memaksa perawat untuk memasukkan Elsa ke ruang ICU. Namun tak disangka, ada 4 dokter yang memeriksa kondisi kesehatan Elsa. Seorang dokter mengambil beberapa perlengkapan kedokterannya.

"Keluarga pasien?" Salah satu dokter memanggil.

"Saya suaminya." Kata Sam.

"Ibu Elsa sudah siuman. Silahkan masuk pak." Balas dokter perempuan itu. Sam melangkahkan kakinya, masuk ke dalam ruangan ICU. Ia melihat Elsa tengah berbaring. Sambil di periksa oleh seorang dokter yang sedang menempelkan alat ke perut Elsa.

Sam tampak kebingungan. "Ada apa dengan istri saya dok?" Tanya Sam.

Elsa membuang muka dengan kesal.

"Istri Anda sedang mengandung. Saat ini usia kandungannya sudah memasuki 8 minggu." Jawab dokter yang sedang memeriksa kandungan sembari tersenyum. Sam menelan ludah. Tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dokter.

"Kemari pak. Ini hasil usg 4 dimensi bayi yang sedang dikandung istri bapak." Ujar dokter.

Sam memperhatikan penjelasan dokter sembari melihat bayi yang dikandungnya. Meskipun di awal pernikahan mereka mempunyai kesepakatan untuk tidak tidur bersama. Namun hal itu tidak berlaku setelah perasaan mereka saling membutuhkan cinta satu sama lain.

"Tetap harus dijaga ya bu pola makannya. Di trimester awal ini memang agak berat dan sangat rentan sekali. Tolong hindari stress dan membawa barang-barang berat. Sebaiknya Anda minum vitamin dan makan buah-buahan serta sayuran yang mengandung serat yang tinggi." Jelas dokter. Elsa mengangguk mengerti.

"Saya akan resepkan vitamin untuk Anda dan juga janin yang sedang dikandung. Untuk bapak sendiri. Tolong dijaga istri dan anaknya. Usahakan istri Anda makan, makanan yang bergizi dan bervitamin." Lanjut dokter. Sam menganggukkan kepala.

Setelah mengambil obat dan membayarnya. Elsa dan Sam kembali pulang ke rumah. Saat itu Sam ingin sekali memeluk Elsa dengan penuh bahagia. Namun Elsa masih cemberut.

Seperti tidak ingin berbicara apalagi memeluk suaminya. Sam menginjak pedal rem, setelah memarkir mobilnya di garasi. Elsa berjalan gontai menuju kamarnya. Disusul oleh Sam.

"Masih marah? Dokter bilang kamu jangan stress lho." Kata Sam.

Elsa menatap Sam dengan tajam. Lalu Sam meraih tangan Elsa kemudian mengecupnya. "Aku tahu aku salah. Aku minta maaf. Dengar..." Sam menyelipkan rambut Elsa ke belakang telinga kanan. Dibelainya dengan mesra. "Dulu memang Geeta pernah menyukaiku. Tapi aku tidak pernah menyukainya. Aku selalu menganggapnya teman. Nggak lebih dari itu. Dan soal foto yang Geeta kirim waktu itu. Dengar... Dia menjebakku. Aku tahu kamu marah. Kamu kesal karena aku tidak menjelaskannya dari awal. Kamu cemburu. Aku membiarkanmu dalam emosi itu karena aku pikir kamu berhak larut didalamnya. Tapi kalau kau pergi. Aku akan kehilangan semuanya. Bukan hanya dirimu, tapi kepercayaan dan juga cintamu. Itulah mengapa aku mengejarmu ke terminal. Please Elsa, percaya padaku. Karena dalam helaan nafasku hanya kau seorang yang aku cintai. Sejak kali pertama kita bertemu hingga saat kau melupakanku, dan hari ini." Jelas Sam. Elsa hanyut dalam buaian Sam. Air matanya tak terasa membasahi kedua pipinya. Hari ini Elsa sudah banyak sekali mengeluarkan air mata. Lalu Sam membuka laci lemari. Mengeluarkan sebuah kotak berisi catatan kecil dan puluhan foto seseorang yang Elsa kenal.

"Dia itu adalah aku. Bukan Indra. Itulah alasan aku menikahimu dan menyelamatkanmu dari Indra." Lanjut Sam. Spontan Elsa memeluknya sambil menangis tersedu sedan.

***

Episode Satu

"Semuanya habis." Lirih ibu lemah. Semua harta yang mereka miliki sudah habis. Keluarga pak Gunawan sedang mengalami nasib yang buruk. Pak Gunawan baru saja dibawa oleh pihak KPK karena kasus penyuapan sebesar 2 milyar. Semua harta termasuk rumah mewah mereka disita oleh bank. Semua usaha bu Ranti pun dijual untuk melunasi semua hutang-hutang suaminya.

"Bagaimana ini? Ibu tidak bisa membiayai kalian sekolah." Ujar bu Ranti kepada ketiga anaknya. Nanar hatinya ketika semua yang telah ia peroleh selama puluhan tahun itu lenyap tak bersisa.

"Elsa bisa berhenti kuliah, lalu kerja buat bantu biaya sekolah Risa dan Asya." Tukas Elsa. Bu Ranti menoleh. Menangis, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada situasi saat ini. Menatap putri sulungnya dengan iba. Terselip rasa bersalah yang amat dalam.

"Tapi, tetap izinkan Elsa ke Depok ya, bu. Seenggaknya, disana jarak ke Jakarta agak dekat. Biar Elsa nggak harus pindah kost." Lanjut Elsa. Bu Ranti menangguk, menyetujui keputusan putri sulungnya. Bu Ranti menatap ketiga anaknya. Mereka yang selalu dimudahkan dalam segala urusan. Apakah mampu melewati semua kesulitan ini? Bu Ranti pun menatap Elsa, anak sulung yang selalu menghamburkan uang untuk pacarnya. Anak sulung yang tak pernah mengenal kata tidak mampu. Itu semua demi kebaikan Elsa. Setelah apa yang terjadi beberapa tahun silam. Ranti harus meneruskan semua sandiwara yang sudah ia buat bersama suaminya untuk menyelamatkan Elsa. Namun kini, ada rasa takut yang menyelinap datang ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Apakah Elsa akan mampu menghadapi kesulitan ini? Jangankan ketiga anaknya, ia sendiri pun tidak tahu apakah ia sanggup berdiri seperti ini? Suami dipenjara, harta benda habis, rumah tak punya, terpaksa ia kembali ke rumah kedua orangtuanya. Dan takut sewaktu-waktu ingatan Elsa kembali lagi. Sehingga percuma saja ia dan suaminya membangun kebohongan yang sangat besar terhadap Elsa. Saat ini Elsa sangat kesulitan menghadapi semuanya.

"Maafin ibu ya, Elsa." Lirih Bu Ranti. Elsa menahan tangisnya. Memandangi ibunya lamat-lamat. Tak terbayang olehnya, akan jadi apa ia besok dan lusa. Tapi Elsa tahu, sebagai anak pertama, ia harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi saat ini.

...***...

Jadi begitu ceritanya." Kata Elsa mengakhiri kalimatnya saat ia bersama Indra pacarnya. Satu-satunya yang ia percaya untuk bisa meringankan bebannya adalah Indra, yang baik, yang tampan, gagah, memiliki tubuh yang bidang dan perfect, katanya. Meskipun ke-4 sahabat Elsa tidak pernah menyetujui hubungan mereka.

"Jadi sekarang, kamu nggak punya apa-apa?" Tanya Indra tak percaya. Mendengar cerita Elsa, membuat Indra merasa sangat kesal dan kecewa. Selama ini, Indra tidak benar-benar mencintainya. Baginya, Elsa adalah alat untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Dari Elsa, kedua orangtuanya bisa mendapatkan harta benda yang bagus dan mahal. Kakak dan adiknya bisa beli baju tiap minggu bahkan hampir setiap hari. Tapi mendengar bahwa keluarga Elsa bangkrut, Indra menghembuskan nafas sedalam-dalamnya. 

"Aku mau berhenti kuliah, Ndra. Aku mau kerja. Kalau aku tetap melanjutkan kuliah, nanti gimana Risa dengan Asya. Mereka masih kecil. Mereka nggak boleh putus sekolah. Aku juga pengin ngasih modal usaha buat ibu aku. Kamu mau bantu aku kan?" Jelas Elsa dengan menatap Indra. Tapi Indra... Untuk apa aku harus membantu dia. Pikirnya.

"Gini aza, kamu kerja di perusahaan besar dengan upah yang besar juga. 50% dari hasil kerjamu, kamu kasih ke ibumu. 50% lagi untuk aku dan keluargaku." Balas Indra. Elsa mengernyitkan dahinya.

"Maksudmu?" Berharap ia salah dengar dari pacarnya itu.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?" Kata Indra.

"Tunggu. Aku butuh penjelasan kenapa kau bicara seperti itu kepadaku? Apakah selama ini kau hanya memperalatku?" Ujar Elsa.

"Dengar Elsa, aku tidak pernah menginginkan kau menjadi kekasihku, disaat kau kebingungan mencari siapa penggemar rahasiamu. Aku tidak mengambil kesempatan. Tapi saat itu, aku menerima sebuah surat yang menyatakan bahwa kau menyukaiku. Dan aku, aku pikir tidak ada salahnya berpacaran dengan gadis cantik sepertimu. Tapi tidak disangka, kau memberiku jam tangan, kau memberiku handphone, lalu kau juga memberikan baju dan tas untuk keluargaku juga. Hingga, aku pikir tidak ada salahnya jika aku memanfaatkan peluang seperti ini. Kau cantik, keluargamu kaya raya, dan aku bisa mendapatkan apa yang aku mau seperti biasa." Kata Indra.

Glekk, hati Elsa terasa dihujam puluhan panah. Ia terasa tenggelam ke dalam lautan samudera. Penjelasan Indra sungguh sangat menyakitkan.

"Aku tidak percaya kau memperalatku. Kenapa aku bisa sebodoh ini." Isak Elsa

"Ssst... Ssst... Kenapa kau menangis Elsa? Kau baru tahu kalau selama ini aku tidak pernah mencintaimu? Atau kau baru tahu jika aku dan keluargaku memperalatmu?" Kata Indra.

"Brengsekkkkkk. Bajingan Gila" Umpat Elsa dengan menggeram kesal, kecewa dan marah. Indra menarik baju Elsa menamparnya berulang kali hingga ia puas dengan nafsu amarahnya.

"Kita akhiri saja. Ak... akhu ti...dak... Ing..in ber...te...mu la...gihhh deng...an..mu." Kata Elsa dengan terbatas-bata.

"Apa kau bilang? Aku tidak akan mengakhiri hubungan kita. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakhiri hubungan kita." Tukas Indra.

"Aaaarrrrgggghhhh." Elsa menggeram

"Kau masih milikku. Aku tidak akan melepaskanmu, sampai akhir hidupmu." Tutur Indra. Ia menjadi sangat terobsesi untuk memperalat Elsa semaunya.

"Kau brengsek gilaaa... Lelaki kurang ajar. Bajingaaaannn." Mata Elsa merah padam. Degup jantungnya berdetak lebih cepat. Api amarah menjalar ke seluruh tubuhnya. Begitu pun dengan Indra yang dengan ringan memukul, menampar wajah Elsa. Seolah ia telah menunjukkan sosok yang sesungguhnya. Sosok yang sangat keras, kejam dan egois. Indra mengatur nafasnya pelan-pelan setelah ia puas menyiksa pacarnya. Elsa menemukan sebuah balok berukuran panjang, dan kemudian memukul pundak Indra dengan keras. Sehingga lelaki itu terjatuh ke tanah. Kemudian Elsa bergegas menyetir mobilnya, menginjak pedal gas, memutar setir dan melaju ke jalanan dengan kecepatan 110.

"Aaaarrrrrrgggggggghhhhhh..." Elsa berteriak meraung penuh luka. Baik luka batinnya maupun luka fisiknya. Belum lagi bayangan-bayangan yang membuatnya sangat menderita. Kesakitan yang amat dalam. Elsa meninju dadanya, memukul lagi kepalanya dengan keras. Ia tidak tahu milik siapa kenangan itu? Mengapa ia merasa kesesakan saat bayangan itu terlintas kembali ke dalam ingatannya.

Aaarrrrgggghhhh. Aku benci begini. Aku sangat membencinya. Aaaaaarrgggghh, Tuhan. Kenapa ini semua terjadi kepadaku? Sakit. Sakit sekali. Aku benci ayah, aku benci ibu, aku benci semua orang. Tolong aku Tuhan... aku mohon dengan sangat. Aku benci saat seperti ini. Kepalaku sakit, hatiku amat sakit, aku ingin mati. Batin Elsa meraung pada dirinya sendiri.

***

"Udah kayak gini aza, minta bantuan orangtua. Mana tuh si Gunawan disaat kaya raya, apa pernah dia menginjakan kakinya disini? Enggak pernah. Mau apa sekarang? Pinjam uang buat ngewarung? Nggak ada, emak nggak punya uang." Jelas sekali neneknya Elsa memaki Ranti dengan semena-mena.

"Kakak dengar sendiri kan? Udah dulu ya. Takut nenek tahu kalau Risa teleponan sama kakak." Tukas Risa lalu memutuskan panggilan.

Elsa menggigit bibirnya.

...***...

Elsa menghela nafas panjang, saat ini harta yang dimiliki keluarganya adalah apa yang Elsa miliki. Mobil, jam tangan, baju, tas branded, laptop, dan perhiasan. Lagi Elsa menghela nafas, ia mengetik lamaran kerja ke beberapa cafe dan restaurant. Barangkali bisa disesuaikan dengan kuliahnya. "Apa aku berhenti kuliah aza?" Pikir Elsa. Apa yang harus ia jual duluan? Elsa memotret beberapa baju, tas dan beberapa aksesoris lainnya. Ia unggah ke media sosial, semoga saja keputusannya untuk jual online menjadi jalan keluarnya. Tapi semua itu butuh proses, menunggu pembeli dan bisa mencairkan uang tidak mudah juga. Elsa berpikir untuk menjual mobilnya.

Dan benar saja pagi itu pukul 8.00 WIB, Elsa pergi ke sebuah sorum mobil.

"Mau dijual berapa mbak?" Tanya pelayan sorum.

"100 juta gimana?" Tukas Elsa.

"Wahhh kemahalan mbak. Inikan udah barang second. Paling kena 70 jutaan lha." Balasnya.

"Aduh jangan segitu dong. Ini masih bagus koq. Mesinnya juga masih bagus. Cek dulu aza, bang. Nggak apa-apa koq." Kata Elsa tawar menawar dengan pelayan sorum.

"Bentar ya mbak." Pelayan itu memanggil seseorang untuk ngecek mesin mobil. Lalu, dia pamit ke belakang. Satu jam Elsa menunggu keputusan.

"Mbak...?" Seru si pelayan.

"Ya udah gini aza, bos saya mau ngasih 80 juta gimana?" Lanjutnya.

"Boleh-boleh." Elsa mengangguk setuju. Elsa menghembuskan nafas, makasih ya, udah nemenin Elsa sampai saat ini. Batin Elsa kepada mobil kesayangannya.

Elsa kembali menyortir barang-barang yang masih layak dijual.

"Elsa...?" Seru Naira yang kemudian disusul oleh Via, Naina dan Niken.

"Ehhh kalian." Balas Elsa.

"Lho ada apa ini? Kenapa kau membongkar semua hartamu?" Tanya Niken.

"Aku mau jual online." Jawab Elsa.

"Els, ada apa ini? Whats wrong?" Tanya Naira.

"Eng... Enggak apa-apa koq. Kalian tenang aza."

"Mobil kamu mana? Koq aku nggak lihat didepan?" Via bersuara.

"Udah aku jual."

"Ada apa sih, Sa? Kamu ada masalah? Koq kamu jual mobil? Trus sekarang kamu mau jual barang-barang kamu lagi. Kamu menyembunyiin apa dari kita? Kamu udah nggak anggap kita sahabat lagi? Hah!" Tutur Naina.

"Nggak gitu, Na. Aku tuh..." Tangis Elsa pecah seketika. Terpaksa ia menceritakan semuanya dari awal. Dari ayahnya yang menggelapkan dana, seluruh aset keluarga yang disita, dan Indra yang melakukan kekerasan terhadapnya. Keadaan psikis Elsa sedang tidak baik, ia pun menjadi terpuruk. Rasa empati dan juga simpati dari ke-4 sahabatnya diterima dengan lapang dada. Setidaknya Elsa merasa lebih baik.

"Trus Indra gimana?" Tanya Via.

"Aku udah putusin dia." Jawab Elsa.

"Dia terima?" Elsa menggelengkan kepala. Entahlah, tapi untuk saat ini, Elsa tidak ingin bertemu dengan Indra.

...***...

Episode Dua

Lembaran lamaran pekerjaan sudah disebar ke beberapa tempat kerja seperti cafe, kantor asuransi, restauran, kantor konsultan, dan lainnya. Namun belum ada satu pun yang memanggil via telepon kepada Elsa. Seminggu, sebulan, dua bulan, tiga bulan, Elsa hampir putus asa saat itu. Uang simpanannya lambat laun menipis. Entah apalagi yang harus ia lakukan untuk menghasilkan uang dan bertahan hidup ditengah-tengah masa sulitnya. Ibu yang hampir setiap hari meminta uang transferan untuk kebutuhan adik-adik Elsa. Dan Indra yang selalu datang mengancam dan merampas semua uangnya. Berat ternyata hidup seperti ini. Berulang kali Elsa menghela nafas dengan berat. Satu-satunya perhiasan yang ia punya kali ini tinggallah anting. Hari itu pun, Elsa sudah menjual anting kesayangannya seharga 5 juta. Elsa transfer 2 juta untuk kebutuhan ibu dan kedua adiknya dan ia simpan 2 juta di rekeningnya. Ia sembunyikan ditempat paling aman yang tidak akan pernah Indra sentuh. 1 juta lagi untuk biaya hidupnya sehari-hari.

Elsa berjalan gontai sendirian sepulang dari kampus menuju kostannya yang tinggal 30 langkah lagi. Senja tidak menyilaukan mata, awan gelap menutupi saga merah mentari. Semilir angin menusuk dingin ke dalam kulit. Namun Elsa tak peduli. Tubuhnya lelah dan lunglai. Ia ingin segera membenamkan diri dalam mimpi indahnya.

"Elsa...?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar ngebas. Suara yang sangat Elsa kenal. Spontan ia menghentikan langkahnya. Menelan ludah. Melirik ke kiri dan ke kanan. Jantungnya berdegup lebih cepat. Pelan-pelan rasa takut menelisik ke pori-pori kulitnya. Ia tidak bisa mengatur nafasnya dengan baik. Indra menyunggingkan bibirnya, memicingkan matanya, mengeraskan rahangnya. Lelaki itu siap menguasai kelemahan Elsa.

"Mau apa kamu?" Suara Elsa bergetar, tampak sekali ia sangat takut.

"Mana uangmu?" Indra mengulurkan telapak tangannya. Seakan ia meminta haknya kepada Elsa.

"Aku nggak punya uang, Indra." Balas Elsa. Dendam, marah, kesal, jijik, dan rasa takut terhadap Indra menyatu bagaikan kobaran api. Elsa sangat membenci Indra. Dimatanya, Indra adalah seorang benalu yang tak tahu diri. Indra menarik tas kulit milik Elsa. Menggeledah tasnya, namun ia tidak menemukan uang didalam tas Elsa.

"Mana uang kamu." Indra meninggikan suaranya. Ia sangat geram karena tidak menemukan apapun.

"Aku nggak punya uang Indra." Balas Elsa membentak sambil merebut tasnya.

"Jangan bohong kamu. Aku tahu, kau sudah menjual perhiasanmu. Sekarang, aku minta uangmu." Katanya dengan paksa.

"Hubungan kita sudah selesai. Kau tidak berhak meminta apa-apa dariku." Ujar Elsa.

"Apa kau bilang?" Tangan Indra melayang dan mendarat di pipi Elsa.

"Jangan sekali-kali kau menampar aku. Bajingan." Kata Elsa menatap tanpa rasa takut. Indra menampar lagi, lagi dan lagi, tak puas dengan menampar pipinya. Indra pun menarik kerah baju Elsa lalu memukulnya tanpa belas kasian. Menyiksa sepuas hatinya.

"Kalau kau tidak mau memberiku uang, maka aku akan membuatmu menderita. Dan hubungan kita tidak akan bisa selesai begitu saja." Ujar Indra.

"Bajingan brengsek." Ketus Elsa.

"Apa kau bilang?" Elsa meludah ke sembarang, matanya merah padam, ada amarah yang sangat membara di dadanya. Indra kembali memukul Elsa tanpa henti. Tak hanya Indra yang memiliki amarah yang luar biasa. Bahkan Elsa pun sama, ia ingin sekali membunuh Indra.

"Kau tahu, ibumu dan kedua adikmu akan menderita jika kau tidak menuruti apa yang aku inginkan. Aku akan membunuh mereka, jika kau tidak memberiku uang untuk berfoya-foya." Ancamnya sambil menjambak rambut panjang Elsa.

"Aku tidak takut dengan ancamanmu. Aku akan melaporkanmu ke polisi Indra. Aku tidak takut." Bentak Elsa. Amarah Indra menyulut lagi, ia kembali memukul Elsa hingga babak belur, lalu meninggalkannya seorang diri di jalanan beraspal. Elsa berteriak sekeras-kerasnya, menangis sejadi-jadinya, menggeram penuh dengan penderitaan. "Kenapa tidak kau bunuh saja aku Indra? Kenapa? Kenapa kau lakukan ini kepadaku?" Teriak Elsa. Lalu sebuah bayangan memasuki ruang ingatan Elsa. Hitam gelap, teriakan yang sangat keras, jeritan, tangis yang penuh dengan kepiluan, darah, hujan, dan kesakitan yang sangat dalam. Elsa memukul kepalanya dengan keras.

"Aaarrrrgggghhh. Arrggghh. Argggh. Sakit.... Sakit...." Ia memukul dadanya. Penuh dengan kesesakan.

...***...

"Aku akan datang untukmu." Kalimat itu selalu terngiang didalam ingatannya. Selalu hadir didalam mimpinya. Elsa berharap suara itu akan menyelamatkannya dari penderitaannya saat ini. Namun pada kenyataannya, ia tetap seperti ini. Elsa memutuskan untuk pindah kost, tanpa memberitahu ke-4 sahabatnya.

"Girls, ada yang tahu Elsa pindah kemana?" Tanya Naira kepada ketiga sahabatnya. Ia panik bukan main saat mendengar dari ibu kost kalau Elsa sudah pindah.

"Elsa pindah? Pindah kemana?" Via balik bertanya. Mereka tidak ada yang tahu tentang kondisi psikis Elsa sekarang. Naira, Naina, Niken dan Via mencari keberadaan Elsa. Tapi, sudah beberapa hari ini Elsa tampak menghindar. Mereka tidak menemukan Elsa di kampus, bahkan nomor ponselnya pun tidak tersambung.

Elsa termenung sendirian sore itu. Menatap warna orange senja yang penuh dengan goresan tangan Tuhan. Warna awan putih tebal menyelimuti langit yang cerah. Membuatnya tak pernah memikirkan masa depan. Rencana, tujuan bahkan harapan yang selalu hidup dirinya kini sirna. Saat ini, hidupnya bagaikan di neraka. "Yah, kenapa ini semua terjadi sama kita sih? Kenapa ayah melakukan penyuapan itu sih? Kenapa, Yah? Kenapa ayah nggak mikirin ibu, aku dan adik-adik." Batin Elsa. Sore itu lalu lintas padat dengan kendaraan. "Mungkin kalau aku mati. Aku tidak akan menderita seperti ini." Pikirannya kacau dan Elsa berjalan gontai, ia berdiri ditengah jalan ketika sebuah mobil melaju cepat. Ia ingin tubuhnya melayang ke udara, berlumur darah, dan jiwanya melayang ke angkasa. Elsa memejamkan kedua matanya. Berharap sebuah mobil menghancurkan tubuhnya. Dan ia bisa bertemu dengan Tuhan yang menciptakannya. Tapi tiba-tiba seseorang menarik lengannya. Elsa terjatuh tanpa sadar. Tubuhnya serasa dipeluk seseorang. Elsa membuka mata, dan ia melihat seorang lelaki menyelamatkan hidupnya.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya lelaki itu.

"Kka-kkau." Elsa terbelalak ketika melihat lelaki yang menyelamatkannya. "Kak Sameer."

"Masih mengenaliku? Kenapa kau diam ditengah jalan? Kau mau bunuh diri?" Tukasnya. Elsa segera berdiri, merapikan bajunya. Tanpa berkata-kata, ia meninggalkan lelaki yang menolongnya.

...***...

"Sa, maafin aku ya. Aku ingin ketemu sama kamu. Aku tunggu di Plaza Hotel ya. Ada yang mau aku bicarakan." Sebuah pesan masuk dari Indra. Elsa menghela nafas berat. Namun ia tetap pergi menemui Indra.

Hari itu Elsa mengajak Niken. Tak sengaja mereka juga mengenali satu dan dua wajah saat di Plaza Hotel. "Bukannya itu Irshan. Ehh ada Kafka juga." Ketus Elsa lalu melirik Niken. Niken pun menoleh, lalu langkahnya tertuju kepada kedua lelaki yang mereka kenali.

"Ken, kita pulang aza yuk." Ajak Elsa menahan Niken.

"Enggak, Sa. Aku mau tahu mereka ngapain disini." Kata Niken.

"Mungkin mereka lagi ada acara kali." Balas Elsa. Tapi hati Elsa tidak berkata demikian. Elsa berusaha mencegah langkah Niken. Elsa tahu betul, lantai yang dituju oleh kedua lelaki itu adalah kamar hotel.

"Niken, ayo kita pulang. Oh ya, Indra udah ada di lobi. Yuk ah." Kata Elsa.

"Nanti dulu Elsa. Aku mau tahu, mereka ngapain." Balas Niken. Lift terbuka dilantai 10. Niken dan Elsa saling berpandangan. Tidak tahu kemana mereka harus mencari kedua lelaki itu.

"Aku kesana, kamu kesana ya." Kata Elsa. Niken mengangguk. Elsa menemukan sebuah kamar hotel tanpa dikunci. Pintunya terbuka sedikit, ia penasaran dengan apa yang ada didalam. Mata Elsa terbelalak ketika melihat pemandangan yang sangat mengerikan itu. Spontan Elsa menutup mulutnya lalu melangkah mundur sebelum mereka menyadari bahwa Elsa tak sengaja mengintip. Ia harus bergegas keluar. Menutup mulut semua perilaku Irshan dan Kafka. Ia tahu betul bagaimana Via sahabatnya sangat mencintai Irshan (*Baca novel Without You). Dan Kafka yang mematahkan fobianya Niken. (*Baca novel One Summer Night).

"Kenapa, Sa?" Tiba-tiba Elsa di kejutkan oleh suara Niken. Elsa menggelengkan kepala dengan cepat.

"Yuk kita pergi aja." Kata Elsa berusaha menahan Niken. Namun Niken melepaskan tangan Elsa. Niken mengikuti naluri rasa penasarannya. Ia mengintip sedikit, lalu membuka pintu. Sekujur tubuh Niken terasa membeku. Matanya berkaca-kaca. Hatinya terasa tertusuk ratusan belati.

"Jangan dibuka, Niken. Jangan..." Cegah Elsa. Namun sudah terlanjur. Niken menahan tangisnya, lalu ia berlari menyusuri koridor hotel. Elsa mengejarnya.

"Naira, kamu dimana? Okey. Kalau Niken pulang, kabari ya." Niken meninggalkan Elsa di hotel. Elsa tahu, kalau Niken sangat sedih karena Kafka melakukan hubungan **** dengan seorang perempuan. Elsa menghembuskan nafas dengan berat lalu ia menerima pesan lagi dari Indra.

"Aku ada di restauran." Katanya. Elsa mengikuti arah panah menuju restauran. Ia mendapati Indra yang menggapaikan tangannya.

"Hai sayang..." Seru Indra. Elsa menghampirinya. "Kenalin ini pak Rinto. Dia seorang pengusaha kaya raya lho, sayangnya dia seorang duda. Dia kehilangan sesuatu dirumahnya." Kata Indra sambil memicingkan matanya. Elsa mengulurkan tangannya. Indra dan lelaki yang bernama Rinto itu saling berbisik.

"Kamu ikut pak Rinto gih." Kata Indra.

"Ngapain?" Tanya Elsa.

"Udah ikut aja sana."

"Yuk." Kata Rinto sambil mengulurkan tangannya.

"Saya bisa sendiri." Tukas Elsa. Elsa menurut dan mengikuti Rinto dari belakang. Elsa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Lift tertutup dan menuju lantai 10. Elsa memutar bola matanya ke kanan dan ke kiri. Ia merasakan sebuah ketakutan yang amat besar. Ada apa ini? Batinnya. Rinto membuka pintu kamar hotel, mempersilahkan Elsa masuk.

"Kenapa kita kesini?" Tanya Elsa.

"Udahlah, kita masuk aja dulu. Kita ngobrol-ngobrol dulu yuk." Jawab Rinto. Elsa enggan, ia memperhatikan Rinto sedari tadi. Ia memiliki firasat yang buruk. Saat Elsa memandang ke seluruh bagian sudut kamar, tiba-tiba lengannya disentuh oleh Rinto.

"Bapak mau ngapain?" Bentak Elsa.

"Ayolah, jangan begitu. Kita happy happy saja dulu. Kamu cantik. Sayang kalau nggak dipake." Katanya. Elsa menelan ludah. Matanya berkaca-kaca. Ada perasaan takut yang menyelinap ke dalam dadanya. Pak Rinto mendekati wajah Elsa. Namun Elsa membuang muka. Lantas Rinto menarik wajah Elsa mencoba mencium bibirnya. Elsa membuang muka lagi. Jijik. Begitu pikir Elsa. ******* nafas Rinto yang kesal pun menjadi marah. Lelaki itu berusaha keras mendapatkan apa yang ia inginkan, memaksa Elsa untuk tidur di kasur dan menyetubuhinya. Air mata Elsa mengalir pelan, Rinto hampir mencicipi leher Elsa. Elsa mampu merasakan ******* nafas yang jijik itu lagi. Elsa berusaha menolak dan mendorong lelaki itu. Lalu menendang ******** Rinto dengan keras. Lelaki itu geram dan menampar Elsa. Elsa melempar semua barang yang ada di dekatnya. Ia berlari menuju pintu, tapi terkunci. Lagi-lagi Elsa dibawa ke kasur, ia meludahi lelaki itu. Elsa dipukul berkali-kali, Elsa tidak memiliki tenaga untuk melawan. Saat Rinto mencumbunya, mata Elsa tertuju pada botol anggur yang masih utuh. Dan Elsa memukul kepala Rinto dengan botol anggur tersebut. Kepala Rinto berdarah, ia terkapar di kasur. Lalu Elsa mencari kunci yang ada disaku celana Rinto. Elsa berhasil melarikan diri. Ia bergegas pergi meninggalkan hotel Plaza. Namun tiba-tiba Indra menyerunya.

"Elsa...?" Seru Indra dari kejauhan. Elsa berlari secepat mungkin, tapi sayangnya Indra berhasil menangkapnya.

"Mana Rinto...?"

"Dia sudah mati." Ketus Elsa dengan nafas pendek.

"Hah? Kau gila? Susah payah aku menjualmu, lantas kau pergi begitu saja." Tukas Indra.

"Kau brengsek Indra." Bentak Elsa.

"Aku ingin banyak uang. Makanya aku menjualmu. Kalau kau membunuhnya. Maka tamatlah riwayatku." Kata Indra.

"Aku tidak peduli." Indra geram, emosinya naik pitam hingga ia menampar dan memukul Elsa berulang kali. Tiba-tiba ponsel Indra berdering. "Hallo. Pak Rinto? Anda tidak apa-apa? Baik, saya ke sana sekarang." Indra menghentikan aksi kekerasannya.

"Bersyukurlah dia tidak mati. Kalau tidak, kau yang akan mati." Ujarnya. Elsa tertawa.

"Lalu kenapa kau tidak bunuh saja aku?" Tantang Elsa. Indra pergi meninggalkannya. Sementara itu Elsa berusaha kabur dari jeratan mereka.

Keesokan harinya, Elsa mendapatkan kabar dari Naira bahwa Via mengalami penculikan. Elsa, Naira dan Naina berusaha membantu pihak polisi mencari keberadaan Via malam itu. Namun sampai pada pukul 1 malam pencarian mereka terhenti karena tiba-tiba saja Elsa berteriak histeris.

"Jangan.... Jangan... Aku mohon hentikan. Tidak.... Jangan...." Naira dan Naina saling menatap satu sama lain. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Bayangan yang memasuki ingatannya itu membuat Elsa sangat kesakitan. Luar biasa hebatnya. Elsa meninju dirinya tanpa henti. Memukul-mukul kepalanya dengan keras. Hingga membuat Naina dan Naira ketakutan.

"Elsa...? Sadar Sa. Kamu kenapa?" Naina dan Naira memeluk Elsa. Menahan kedua tangan sahabatnya untuk tidak melukai dirinya sendiri.

Naina dan Naira membawa Elsa pulang ke kostannya. Elsa sudah terlelap dalam buaian angin malam. "Semoga kau mimpi indah." Bisik Naina ke telinga Elsa.

"Apa jangan-jangan Elsa mengingat kenangannya sama Sam?" Tebak Naira.

"Ssst... Jangan kencang-kencang. Kita udah janji kan sama orangtuanya Elsa untuk tidak membeberkan semuanya." Balas Naina.

"I know Naina. Tapi kasian Elsa. Pasti sakit sekali. Bahkan menurutku yang harusnya dirawat di rumah sakit jiwa itu bukan Elsa tapi ibu dan ayahnya. Mereka yang gila. Aku malahan senang melihat ayah dan ibu Elsa menderita sekarang. Karena mereka sudah sangat kejam kepada Elsa. Tapi melihat Elsa menderita begini, aku jadi nggak tega." Jelas Naira.

"Hemmmmhhh..." Naina mendesah pelan.

"Kenapa?"

"Semua yang kita lalui kenapa begini ya?" Ujar Naina.

"Kita semua nggak normal gitu? Kita sadar kalau kita butuh psikolog, itu alasan mengapa aku, kamu, Niken, Elsa dan Via masuk jurusan psikologi. Karena kita saling membutuhkan. Na, it's gonna be okay. All is well koq. Kita akan menemukan kebahagiaan masing-masing. Termasuk Elsa." Balas Naira.

"Tega banget nggak sih?" Sebulir air mata jatuh tak terasa ke pipi Naina. Naira memeluk sahabatnya itu. Ia tahu semua ini akan berat. Elsa akan mengalami banyak kesulitan.

Suara alarm berbunyi kencang. Naina dan Naira terbangun begitu mendengar bunyi alarm.

"Elsa...?" Naira terkejut ketika mendapati Elsa sudah tidak ada di tempat tidur. Begitupun dengan Naina. Keduanya panik bukan main. Mereka mencari Elsa ke seluruh penghuni kostan.

***

Elsa terbangun saat mendengar sebuah bisikan memanggil namanya. Pukul 4 pagi. Ia memandang Naina dan Naira yang sudah terlelap di bawah tempat tidur yang beralaskan karpet. Elsa bergegas meninggalkan mereka. Dan berjalan seorang diri di jalanan lalu lintas. Masih sepi. Bagaimana kalau sekarang ia melakukan percobaan bunuh diri lagi? Mungkin akan berhasil. Pikir Elsa. Namun ia menatap kosong jalanan itu.

"Aku mencintaimu.... Aku mencintaimu Elsaaaa......" Elsa tidak tahu siapa lelaki itu. Lelaki yang selalu masuk ke dalam ingatannya. Ia menangis lagi. Lalu Elsa naik ke sebuah atap gedung perusahaan. Ia menatap langit yang dengan maha karya-Nya berubah seketika. Semburat fajar yang membentuk oase merah jingga. Semu aurora bersinar di permukaan langit. Lalu muncul sembulan mentari pagi yang menghangatkan jiwa. Elsa duduk seorang diri disana. Hingga ia tak sadar, waktu sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi.

Ponselnya yang sejak tadi mati, kini dinyalakan. Banyak panggilan masuk dari Naina dan Naira. Namun ia abaikan. Tiba-tiba ponselnya berdering keras.

"Elsa kau dimana? Via sedang kritis. Dia ada dirumah sakit saat ini. Dia mengalami pelecehan. Cepat kau datang kesini." Kata Naira saat telepon sudah tersambung.

Elsa terkejut setengah mati, ia baru saja akan kehilangan harga dirinya sebagai perempuan. Tapi mengapa hal ini terjadi kepada Via. Elsa bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

"Di rumah sakit mana? Aku akan ke sana sekarang." Balas Elsa.

...***...

Elsa tiba dirumah sakit, tempat dimana Via dirawat. Kondisinya belum bisa dipastikan. Via ditemukan tidak mengenakan sehelai kain. Miris. Elsa teringat kejadian saat di hotel. Mungkin kalau ia tidak melawan. Nasibnya akan sama seperti Via.

"Elsa, Elsa..." Seru Naira.

"Huh ada apa?

"Kau kemana tadi? Tanya Naira.

"Tidak kemana-mana." Jawabnya sekenanya.

"Bagaimana dengan Via?" Lanjut Elsa bertanya.

"Via masih kritis."

Malang benar nasib Via. Elsa masih bersyukur karena ia mampu melawan lelaki brengsek itu. Tapi Via, dia benar-benar terpuruk saat ini. Persahabatan mereka sedang diuji dengan berbagai permasalahan hidup. Saat Via sudah siuman, ia sudah berulang kali melakukan percobaan bunuh diri. Tapi selalu gagal.

Sama terpuruknya dengan Elsa, yang selalu takut untuk keluar rumah. Takut bertemu dengan Indra.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!