NovelToon NovelToon

Bidadari Surga Untuk Alwi

Bab 1 "BSUA"

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

"Abi, Syfa tidak mau dijodohkan," tolak Syfa.

"Syfa bisa tidak berbicara sopan terhadap Abimu, Umi tidak pernah mengajarkanmu untuk melawan kepada Abi!" sentak Umi Aisyah.

"Maaf Umi, Abi, tapi Syfa tidak mau menjalani ta'aruf dengan laki-laki pilihan Abi karena Syfa sudah punya calon suami sendiri," seru Syfa.

"Abi sudah malu Syfa mendengar omongan tetangga yang sering melihat kamu berduaan di tempat sepi dengan yang bukan muhrimnya."

"Tapi Abi, Syfa dan Mas Abbad tidak pernah bersentuhan sama sekali," kekeh Syfa.

"Syfa dalam ajaran islam itu tidak ada yang namanya pacaran dan kamu sudah melanggar ajaran islam, Abi malu Syfa semua orang tahu siapa Abi dan Abi tidak mau sampai orang-orang berpikir kalau Abi membiarkan anaknya selalu berbuat maksiat."

"Abi, Syfa tidak pernah berbuat maksiat."

"Syfa, berdua di tempat sepi dengan yang bukan muhrimnya sama saja dengan berbuat maksiat. Dalam islam itu tidak ada kata pacaran, itu hanya akan mengundang dosa dan pada akhirnya mendekatkanmu pada perbuatan Zina," seru Abi Idris.

"Kamu tahu Syfa, dalam islam pacaran itu termasuk perzinaan terselubung. Kenapa disebut seperti itu? karena dari kegiatan pacaran itu akan timbul yang namanya zina hati, zina kaki, zina tangan, zina mata, dan lain sebagainya yang nantinya akan mendekatkan kamu pada perzinaan," seru Umi Aisyah.

Syfa menundukan kepalanya. "Syfa, Abi itu mencarikan calon suami yang tepat untukmu. Namanya Alwi, dia adalah seorang ustazd muda yang pastinya sudah jelas didikan agamanya dan juga sholeh."

"Tapi Bi, Mas Abbad pun sholeh dan didikan agamanya bagus coba deh Abi dan Umi lebih mengenal Mas Abbad."

"Orang yang tahu agama tidak akan meminta seorang yang bukan muhrimnya bertemu berdua di tempat sepi, dari sana Abi sudah menilai kalau orang itu tidak mempunyai didikan agama yang benar terus bagaimana Abi bisa menyerahkan anak Abi kepada orang seperti itu."

Skak mat, Syfa tidak bisa berkata apa-apa lagi ucapan Abinya memang benar dan Syfa tidak akan menang kalau berdebat dengan Abinya masalah agama.

Syfa pun bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya masuk ke dalam kamar.

"Syfa, kamu memang keterlaluan!" bentak Umi Aisyah.

"Sudah Umi, biarkan saja Syfa merenungkan semua kesalahannya."

Syfa menangis sejadi-jadinya, kenapa Abinya begitu tidak suka kepada Abbad padahal Abbad juga berasal dari keluarga baik-baik saja.

Malam pun tiba...

 

Syfa terlihat mogok makan, Abi dan Uminya tidak membujuknya karena mereka yakin kalau Syfa lapar nanti dia juga akan makan sendiri.

Saat ini Syfa sedang membaca Al-Qur'an, tiba-tiba ponsel Syfa berbunyi tanda ada notif pesan yang masuk. Syfa menyelesaikan terlebih dahulu membaca Al-Qur'an, hingga setelah selesai Syfa baru membuka pesannya.

📩"Bisakah kita bertemu sebentar, ada yang ingin aku sampaikan kepadamu penting."

"Tumben Mas Abbad ngajak bertemu malam-malam, pasti ada sesuatu yang harus dia katakan. Tapi bagaimana aku minta izin kepada Abi dan Umi?" gumam Syfa.

Syfa pun mondar-mandir di dalam kamarnya, mencari alasan yang pas supaya Abi dan Uminya mengizinkan dia pergi keluar.

Perlahan Syfa pun keluar dari dalam kamarnya, ia mulai celingukan mencari keberadaan Abi dan Uminya dan ternyata mereka sedang berbincang-bincang di teras.

"Ehmm...Abi, Umi, Syfa mau izin keluar sebentar ke rumah Sinta ada tugas kuliah yang harus Syfa kerjakan tapi Syfa lupa membawanya di rumah Sinta," dusta Syfa.

"Ini sudah malam Syfa, mau Umi antar?"

"Tidak usah Umi, lagipula rumah Sinta kan tidak jauh masih di kampung ini juga. Syfa janji tidak akan lama kok, setelah Syfa mengambil bukunya Syfa langsung pulang lagi."

"Ya sudah kamu hati-hati."

"Iya Umi, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Syfa pun langsung melangkahkan kakinya menuju ujung jalan, tempat dimana dia janjian bersama Abbad. Syfa terlihat tergesa-gesa dan benar saja, Abbad sudah menunggu dirinya di ujung jalan yang sepi itu.

"Mas Abbad."

"Astagfirullah Syfa, kamu lama sekali Mas pikir kamu tidak akan jadi datang," seru Abbad.

"Maaf Mas, Syfa harus cari alasan dulu supaya Syfa diizinkan keluar sama Abi dan Umi. Oh iya, Mas mau mengatakan hal penting apa? kenapa malam-malam, seperti tidak bisa besok saja."

"Ini tidak bisa ditunda-tunda lagi Syfa, soalnya belum tentu besok Mas bisa bertemu lagi denganmu."

Syfa mengerutkan keningnya. "Maksud Mas apa?"

Abbad meraih kedua tangan Syfa. "Syfa, maafkan Mas ternyata Mas sudah dijodohkan oleh Ayah dan Ibu Mas."

"Apa? terus, Mas menerimanya?"

"Apa yang bisa Mas lakukan Sifa kecuali menuruti keinginannya Ayah dan Ibu Mas."

Syfa menghempaskan tangan Abbad, matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Mas jahat, bukannya Mas sudah janji mau nikahin Syfa tapi sekarang kenyataannya apa? Mas malah menyetujui perjodohan yang orang tua Mas lakukan."

Syfa sudah tidak bisa membendung lagi airmatanya, Abbad mencoba untukenghapus airmata Syfa tapi Syfa malah menghindar.

"Maafkan Mas, Syfa."

"Mas jahat, padahal Syfa sangat mencintai Mas."

"Iya Syfa, Mas juga sangat mencintai kamu tapi Mas tidak bisa membantah keinginan kedua orang tua Mas itu dosa Syfa."

"Pokoknya aku tidak rela Mas menikah dengan wanita lain."

Syfa pun langsung berlari meninggalkan Abbad, sedangkan Abbad terlihat menfusap wajahnya kasar. Abbad memang salah karena selama berhubungan dengan Syfa, Abbad tidak pernah memperkenalkan Syfa kepada kedua orang tuanya.

Syfa berlari dengan deraian airmata, Abi dan Umi Syfa ternyata masih ada di teras. Syfa langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu membuat Umi dan Abinya mengerutkan keningnya.

Uminya ingin menyusul tapi Abi menahannya dan menggelengkan kepala pertanda larangan untuk istrinya. Syfa menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menangis sejadi-jadinya, kenapa semuanya serba kebetulan dirinya dan Abbad sama-sama dijodohkan dalam waktu yang sama.

 

***

 

Keesokan harinya....

Syfa bangun dan segera menunaikan ibadah shalat subuh, hari ini Syfa begitu sangat tidak bersemangat bahkan matanya pun terlihat bengkak karena semalam Syfa menangis.

Setelah selesai shalat subuh, lagi-lagi Syfa menangis di atas sajadahnya.

Ceklek....

Pintu kamar Syfa terbuka, Syfa segera menghapus airmatanya tapi sayang Uminya sudah melihat kalau dia sedang menangis. Umi Aisyah perlahan mendekati puterinya itu dan mengusap kepala Syfa yang masih tertutup dengan mukena.

"Ada apa? kenapa kamu sampai menangis seperti ini?" tanya Umi Aisyah lembut.

Syfa hanya bisa terdiam, dia takut jika mengatakan yang sebenarnya Uminya akan marah.

"Ayo bilang kenapa? jangan dipendam sendiri, Umi tidak akan memarahi kamu kok."

"Mas Abbad mau dijodohkan Umi, tadi malam Mas Abbad memutuskan Syfa dan memilih untuk menuruti keinginan kedua orang tuanya."

Umi Aisyah tersentak, ternyata tadi malam Syfa sudah berbohong dia bilang ingin mengambil buku di rumah Sinta tapi pada kenyataannya Syfa malah bertemu dengan pria itu.

Tapi Umi Aisyah tidak mau memarahi puterinya itu karena saat ini puterinya sedang bersedih. Umi Aisyah mengusap kepala Syfa dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Itulah yang dikhawatirkan Umi dan Abi, selain pacaran tidak diperbolehkan dalam islam, pacaran pun sangat merugikan diri sendiri masih untung tidak berbuat melebihi batas, nah kalau sampai kebablasan siapa yang rugi? siapa yang akan menanggung malu? Naudzubillahimindalik, semoga ini menjadi pembelajaran untukmu," seru Umi Aisyah.

Syfa hanya bisa menundukan kepalanya dengan deraian airmata, sungguh Syfa sangat sakit hati ternyata cintanya yang dia pertahankan mati-matian dengan Abbad berakhir dengan perpisahan.

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

Jangan lupa

like

gift

vote n

komen

TERIMA KASIH

LOVE YOU

 

Bab 2 "BSUA"

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

Umi Aisyah pun keluar dari kamar Syfa, Syfa hanya bisa menangis meratapi nasibnya memang benar apa yang dikatakan Umi dan Abinya kalau Abbad itu bukan pria yang baik untuk dirinya tapi sayangnya walaupun begitu, Syfa masih sangat mencintai Abbad.

Sementara itu, di rumah Alwi seperti biasa sehabis shalat Alwi selalu menutupnya dengan mengaji. Umi Khadijah yang merupakan Umi Alwi menunggu di depan pintu kamar Alwi sampai Alwi selesai mengaji.

"Sadaqallahul adzim."

Alwi pun menutup Al-qur'annya dan menyimpanya ke tempat biasa.

"Umi, sejak kapan Umi berdiam disana?"

"Sejak tadi, Umi selalu tenang setiap mendengar kamu mengaji."

"Sini Umi masuk, ada apa?"

Umi Khadijah pun duduk di samping Alwi. "Begini Nak, Kyai Idris dan Umi Aisyah kemarin menemui Umi katanya malam ini kita diundang untuk datang ke rumah mereka dan membicarakan masalah pernikahan kamu dan Syfa."

"Memangnya Syfa sudah menyetujui pernikahan ini?" tanya Alwi.

"Sepertinya begitu, maka dari itu kita disuruh datang ke rumah mereka."

Alwi menghembuskan napasnya secara perlahan, sebenarnya Alwi ragu dengan pernikahan ini karena Alwi sering melihat Syfa berduaan dengan orang yang bukan muhrimnya dan itu membuat Alwi ragu untuk menikahi Syfa.

Alwi tidak bisa berbuat apa-apa karena sebagai anak yang patuh dan taat kepada orangtuanya, Alwi tidak bisa membatah apa yang sudah menjadi keputusan Uminya karena Alwi yakin seorang Ibu tidak mungkin akan menjerumuskan anaknya sendiri. Alwi sudah tidak mempunyai Abi karena Abinya sudah meninggal dua tahun yang lalu karena penyakit yang dideritanya.

"Insya Allah Umi."

 

***

Semenjak subuh Syfa tidak keluar dari kamarnya membuat Umi Aisyah merasa khawatir dan memutuskan untuk menemui Syfa di kamarnya.

Tok..tok..tok..

"Assalamualaikum Syfa."

"Waalaikumsalam Umi."

Syfa segera bangkit dari tidurnya dan segera menghapus airmatanya. Umi Aisyah sangat terkejut melihat keadaan Syfa dengan matanya yang terlihat bengkak karena terlalu lama menangis.

Umi Aisyah duduk di hadapan Syfa, diusapnya kepala dan wajah Syfa dengan lembut.

"Kamu kenapa Nak?"

Airmata Syfa kembali menetes, sungguh Syfa merasa sakit hati dengan keputusan Abbad yang memutuskanya secara sepihak.

"Rasanya sakit Umi, Mas Abbad sudah membuat Syfa patah hati," lirih Syfa.

"Syfa, dengarkan Umi patah hati adalah sesuatu yang normal namun apabila patah hati menjadikan kamu terpuruk, sedih, bahkan sakit-sakitan itu tentu saja ada yang salah dalam diri kita. Sebagai seorang muslim tentu kita mengetahui bahwa cinta yang hakiki hanya untuk Allah dan Rasul-Nya, tidak seharusnya kita mencintai segala sesuatu yang ada di dunia ini secara berlebihan apalagi sampai menggantungkan harapan kepada manusia, itu adalah salah besar sebab segala sesuatu yang ada di dunia ini bersifat fana tidak bisa kita miliki dan pasti akan musnah."

Syfa menundukan kepalanya, airmatanya kembali mengalir di pipi mulusnya.

"Pada dasarnya patah hati adalah kesalahan manusia yang tidak tepat menyikapi perasaannya. Allah sudah memperingatkan berulang kali agar kita tidak berharap kepada manusia, tapi kenapa kita masih saja mudah jatuh cinta? kenapa kita selalu berharap berlebihan? kenapa kita sulit mengendalikan perasaan? hingga pada akhirnya diri kita sendirilah yang akan merasakan sakitnya sebab kita tidak mampu menjaga kesucian hati kita."

Panjang lebar Umi Aisyah menasehati Syfa membuat Syfa semakin menundukan kepalanya. Nasehat yang Umi Aisyah berikan menjadi cambuk untuk Syfa karena selama ini Syfa terlalu terbuai akan indahnya cinta.

"Allah SWT telah memperingatkan kepada kita sebagai manusia hanya berserah diri kepada Allah karena berharap kepada manusia belum tentu dibalas dengan kebaikan adakala kita akan dikecewakan, apa kamu mengerti Nak?"

"Iya Umi, maafkan Syfa."

Umi Aisyah memeluk puterinya itu dan mengelus punggung Syfa dengan penuh kasih sayang.

"Nak, nanti malam Ustadz Alwi dan Uminya akan datang kesini kamu harus siap-siap ya karena Umi dan Abi akan menentukan tanggal pernikahanmu dengan Ustadz Alwi."

Syfa hanya bisa terdiam hingga pada akhirnya Syfa pun dengan pasrah menganggukan kepalanya. Syfa mau mengikuti keinginan Umi dan Abinya untuk dijodohkan dan menikah dengan pria yang sama sekali tidak Syfa kenal.

 

***

 

Malam pun tiba...

Syfa sangat tidak bersemangat, tetap saja pikirannya tertuju kepada Abbad ternyata cintanya terlalu besar kepada Abbad meskipun Abbad sudah menyakitinya, tetap saja Syfa masih mencintainya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Ustadz Alwi dan Umi Khadijah, mari silakan masuk," seru Umi Aisyah.

"Terima kasih."

"Sebentar ya saya panggilkan Syfa dulu."

Umi Aisyah pun beranjak menuju kamar Syfa, sedangkan Abi Idris menemani Alwi dan Umi Khadijah.

"Nak Alwi, saya sangat senang sekali saat Nak Alwi mau menyetujui perjodohan ini, saya takutnya Nak Alwi menolak Syfa," seru Abi Idris.

"Memangnya saya siapa Kyai berani menolak seorang wanita? menikah itu merupakan penyempurna sebagian agama kita, apa salahnya kalau saya menerima perjodohan ini saya yakin puteri Kyai seorang wanita shalihah," sahut Alwi dengan lembut.

"Subhanallah, inilah alasan saya menjodohkan Syfa dengan Nak Alwi selain Nak Alwi merupakan putera dari sahabat saya, Nak Alwi juga mudah-mudahan bisa membimbing Syfa menjadi wanita yang lebih baik lagi."

"Amin, Insya Allah Kyai."

Umi Aisyah pun datang dengan menggandeng Syfa, Syfa menundukan kepalanya dia sama sekali tidak mau melihat calon suami yang akan dijodohkan kepadanya.

"Mbak Khadijah, ini Syfa," seru Umi Aisyah.

Syfa pun menghampiri Umi Khadijah dan mencium punggung tangan Umi Khadijah. "Masya Allah."

"Dan ini Ustadz Alwi, calon suami kamu."

Syfa hanya menangkupkan kedua tangannya di dada tanpa mau melihat ke arah Alwi, Alwi pun membalasnya dengan hal yang sama.

Kyai Idris mulai menetapkan tanggal pernikahan Alwi dan Syfa, hingga akhirnya sudah ditetapkan dua minggu lagi pernikahan itu akan dilaksanakan.

Alwi melihat ada ketidak senangan dalam diri Syfa, walaupun Syfa menutup sebagian wajahnya dengan cadar tapi Alwi bisa melihat kalau Syfa sangat terpaksa dengan pernikahan ini.

Setelah berbincang-bincang panjang lebar, Alwi dan Uminya pun pamit pulang. Sesampainya di rumah, Alwi pamit kepada Uminya dan segera masuk ke dalam kamarnya.

Alwi merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya lurus ke arah langit-langit kamar.

"Ya Allah, apakah keputusanku menikahi Syfa itu benar? tapi hamba lihat Syfa begitu sedih dan merasa tidak senang dengan pernikahan ini, hamba tidak mau pernikahan ini menjadi siksaan buat Syfa," gumam Alwi.

Setelah cukup lama merenung, Alwi pun bangkit dari tidurnya.

"Sepertinya aku harus shalat istikharah untuk meminta petunjuk dari Allah, Ya Allah apabila Syfa memang dijodohkan untukku maka lancarkanlah proses pernikahan ini tapi jika Syfa bukan jodohku, berilah jalan supaya kami tidak bersatu dan itu hanya engkau yang tahu."

Alwi mengusap wajahnya dan beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

Jangan lupa

like

gift

vote n

komen

TERIMA KASIH

LOVE YOU

 

Bab 3 "BSUA"

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

 

Dua minggu pun berlalu, akhirnya hari ini adalah hari pernikahan Alwi dan Syfa tidak banyak tamu yang datang hanya keluarga dari kedua belah pihak.

Alwi mengucapkan ijab kabul dengan lancar dan tegas, sedangkan Syfa terlihat meneteskan airmatanya dibalik cadar yang dikenakannya sungguh Syfa tidak menginginkan pernikahan ini hatinya tetap tertuju untuk Abbad walaupun dia tahu saat ini mungkin Abbad sudah bahagia dengan istrinya.

Alwi menghampiri orangtua Syfa. "Umi, Abi, Alwi mau minta izin untuk membawa Syfa ke rumah Alwi."

"Silakan Nak, karena sekarang Syfa sudah menjadi tanggung jawabmu dan Syfa wajib mengikuti suaminya kemana pun ia pergi," sahut Abi Idris.

"Abi, Syfa ingin tinggal disini," tolak Syfa.

"Syfa, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri jadi sudah sepantasnya kamu mengikuti kemana pun suamimu pergi," seru Umi Aisyah.

"Tapi Syfa belum siap Umi untuk pergi dari rumah ini, lagipula Syfa orangnya tidak betahan tinggal di rumah orang," sahut Syfa.

Wajah Abi Idris dan Umi Aisyah sudah sangat memerah menahan malu di hadapan Alwi dan Uminya. Sementara itu Alwi dan Umi Khadijah hanya bisa saling tatap satu sama lain.

"Sebentar, Abi ke belakang dulu. Ayo Syfa ikut Abi!"

Syfa pun mengikuti langkah Abinya itu.

"Syfa, kamu benar-benar sudah membuat Abi dan Umi malu. Kenapa kamu suka sekali membangkang? ini semua akibat kamu terlalu banyak gaul dengan laki-laki itu!" sentak Abi Idris.

"Abi, jangan pernah menyalahkan orang lain semua ini tidak ada hubungannya dengan Mas Abbad, Abi dan Umi yang sudah memaksa Syfa untuk menikah dengan dia padahal Syfa sama sekali tidak mau," sahut Syfa.

Abi Idris mengangkat tangannya ingin menampar Syfa tapi tangannya tertahan di udara membuat Syfa terkejut dan matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu sudah keterlaluan Syfa, Abi menikahkan kamu dengan Ustadz Alwi karena Abi ingin kamu menjalani hidup dengan lebih baik lagi, pokoknya Abi tidak mau tahu kamu harus ikut dengan suami kamu!" bentak Abi Idris.

Abi Idris pun meninggalkan Syfa yang saat ini sudah meneteskan airmatanya. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Syfa pun bersedia ikut bersama Alwi walaupun Alwi tahu ada keterpaksaan dalam diri Syfa.

Selama dalam perjalanan tidak ada yang bicara sama sekali, bahkan Umi Khadijah pun lebih memilih diam. Sesampainya di rumah Alwi, Syfa mengikuti Alwi untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Maaf Nak, rumahnya memang tidak sebesar rumah kamu tapi Umi harap kamu akan betah tinggal disini," seru Umi Khadijah.

Syfa hanya mengangguk tanpa berniat menjawab ucapan mertuanya itu.

"Ayo Syfa!" ajak Alwi.

Syfa pun kembali mengikuti Alwi, hingga akhirnya sampai di depan pintu kamar Alwi.

"Ini kamar aku dan mulai sekarang menjadi kamar kita," seru Alwi dengan mengajak Syfa masuk ke dalam kamarnya.

Syfa memperhatikan setiap sudut kamar Alwi, tidak ada yang istimewa hanya saja kamar Alwi banyak sekali dipenuhi dengan rak-rak buku.

"Maaf Mas, boleh aku berkata jujur," seru Sifa dengan menundukan kepalanya.

"Bicaralah."

"Jujur, aku sama sekali tidak mencintai Mas hati aku sudah milik orang lain walaupun orang itu kini sudah menikah tapi aku tidak bisa pungkiri kalau hati aku masih miliknya jadi aku mohon dengan sangat kepada Mas untuk tidak memaksaku, mungkin aku akan memenuhi semua kebutuhan lahir Mas tapi maaf aku belum bisa memenuhi kebutuhan batin Mas," seru Syfa.

Alwi sangat terkejut dengan ucapan Syfa, apa ini pertanda kalau shalat istikharahnya belum juga mendapat jawaban.

"Kalau kamu masih mencintai pria itu buat apa kamu menyetujui pernikahan ini? pernikahan bukan perkara main-main dan aku sudah mengucapkan janji kepada Allah dalam pernikahan ini bahkan kedua orangtua kita sudah menjadi saksinya."

"Maafkan aku Mas, aku mohon dengan sangat orangtuaku jangan sampai tahu masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu," seru Syfa dengan deraian airmatanya.

"Kamu tahu, masih merindukan mantan saja itu sudah berdosa apalagi sekarang kamu terang-terangan mengatakan kalau kamu masih mencintai pria lain bahkan pria itu sekarang sudah menjadi suami orang, kamu tidak takut berdosa?" tanya Alwi.

Syfa hanya bisa menundukkan kepalanya dengan deraian airmata, Syfa sungguh tidak bisa mencintai Alwi walaupun Syfa akui kalau Alwi adalah sosok pria yang tampan dan sholeh tapi ternyata tidak bisa mengalihkan cintanya terhadap Abbad.

 

***

 

Malam pun tiba...

Syfa membantu Umi Khadijah memasak untuk makan malam.

"Syfa, Umi berdo'a semoga kamu bisa menemani Alwi sampai akhir hayat," seru Umi Khadijah.

Syfa terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa akhitmrnya Syfa hanya bisa tersenyum. Setelah selesai, Syfa pun menata hasil masakannya di meja makan.

Alwi pun yang baru selesai shalat isya langsung duduk, Syfa dengan telaten mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk Alwi.

"Terima kasih."

Ketiganya makan dengan hening tanpa bicara sepatah katapun karena disaat makan kita tidak boleh berbicara.

Setelah selesai makan, Umi Khadijah pun pamit untuk ke kamarnya sedangkan Alwi seperti biasa membawa Al-qur'annya dan mulai membacanya. Syfa masuk ke dalam kamar dan dilihatnya Alwi sedang mengaji, Syfa pun segera naik ke atas tempat tidur dan mulai merebahkan tubuhnya.

Pandangan Syfa lurus ke arah langit-langit kamar Alwi. "Mas Abbad, apa saat ini kamu sudah bahagia dengan istrimu? maaf aku tidak bisa melupakanmu, aku masih belum rela kamu menjadi milik wanita lain," batin Syfa dengan meneteskan airmatanya.

Syfa dengan cepat menghapus airmatanya karena takut Alwi melihatnya. Alwi pun selesai mengaji, kemudian Alwi mengambil bantal dan juga selimut di dalam lemari. Alwi memutuskan tidur di sofa karena Alwi tidak mau sampai dia khilaf.

"Mas, kenapa tidur di sofa?" tanya Syfa.

"Kamu tidurlah yang tenang jangan memikirkan aku, aku tidak akan menyentuhmu," sahut Alwi dengan memejamkan matanya.

Syfa sebenarnya merasa bersalah kepada Alwi tapi mau bagaimana lagi memang Syfa sama sekali tidak mencintai Alwi dan Syfa merasa sangat bahagia kalau Alwi mau mengikuti kemauannya.

"Mas, aku mau minta izin kuliah soalnya besok aku sudah mulai kuliah."

"Iya silakan."

"Terima kasih Mas."

Alwi tidak menjawab lagi ucapan Syfa, Syfa pun kembali merebahkan tubuhnya dan tidak lama kemudian keduanya pun terlelap dalam mimpi masing-masing.

 

***

 

Keesokan harinya...

Syfa mulai menggerakan tubuhnya saat mendengar suara adzan subuh, Syfa terdiam saat melihat Alwi yang sudah bangun bahkan Alwi sudah mengaji dengan suaranya yang merdu.

Syfa segera bangkit dari tidurnya dan segera mandi lalu mengambil air wudhu, setelah selesai mandi dan wudhu Syfa pun memakai mukenanya dan segera berdiri di belakang Alwi untuk melaksanakan shalat subuh berjama'ah.

🕌

🕌

🕌

🕌

🕌

Jangan lupa

like

gift

vote n

komen

TERIMA KASIH

LOVE YOU

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!