Zen melepas apron yang menutupi badannya setelah melirik jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam.
" Kau sudah mau pulang Zen?" tanya Chun yang merupakan teman kerjanya.
" Iya, aku duluan yah," ucap Zen lalu pergi meninggalkan restoran.
Zen melangkahkan kakinya menuju rumah yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja. Ia melakukan pekerjaan paruh waktu demi menyambung hidupnya.
Sejak kecil ia sudah dibuang di rumah sosial dan tinggal disana sampai lulus sekolah tingkat pertama. Ia memutuskan keluar dan hidup mandiri.
Tak terasa kini ia sudah sampai disebuah gedung bersusun yang terlihat agak kumuh karna memang rata-rata penghuninya kaum miskin.
Zen naik kelantai tiga dan berhenti didepan kamar bertuliskan nomor 14. Saat hendak membuka pintu dengan kunci, tiba-tiba Zen dikejutkan dengan suara seorang wanita.
" Kau sudah pulang Zen?" tanya seorang perempuan yang tiba-tiba muncul dibelakang Zen.
" Sumi! Kenapa tiba-tiba kau ada disini?"
" Aku dari tadi menunggumu bahkan aku sampai ketiduran dikursi ini. Aku kesini karna ingin memberi sesuatu untukmu."
" Maaf kalau kau menunggu lama. Memang apa yang ingin kau beri sampai harus datang kesini?"
" Kemarin aku baru pulang dari jalan-jalan ke tempat kakakku dan aku sengaja membeli baju ini sebagai oleh-oleh. Kau tidak menyuruhku masuk Zen?"
Zen tidak menjawab dan membuka pintu rumahnya lebih lebar. Zen mempersilahkan Sumi untuk masuk. Ia masuk kedalam untuk membuat segelas minuman hangat.
" Silahkan diminum Sumi dan aku ucapkan terima kasih atas oleh-olehnya. Lain kali kau tidak perlu seperti ini."
" Tidak masalah, aku senang melakukannya."
" Kau senang melakukannya atau kau berharap sesuatu setelah memberiku ini?"
" Ehmm tidak Zen, aku memang menyukaimu. Aku hanya sedang berusaha untuk lebih dekat denganmu. Kau marah?"
" Aku hanya tidak suka Sumi. Kita berteman sudah lama dan aku tidak ingin ada hal lain. Maaf aku lelah, aku ingin istirahat."
Tanpa kata Sumi langsung meninggalkan rumah Zen dengan kecewa.
Zen segera mengunci pintu setelah Sumi pulang. Ia masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia mulai melepas kaos dan celananya serta kain yang ia gunakan untuk menutupi dadanya.
Zen mulai mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Selesai mandi, Zen kembali melilitkan kain untuk menutupi dadanya. Ia menata rambutnya dan menatap wajahnya dicermin.
Wajahnya yang selalu dibilang sebagai lelaki cantik membuat Zen banyak dikagumi para wanita namun tak ada satu pun yang menarik hati Zen. Apalagi sikap dingin yang selalu ditunjukkan Zen seperti membuat mereka semakin penasaran untuk bisa menaklukkannya.
" Jika mereka tahu siapa aku apa mereka akan tetap menyukaiku?" ucap Zen pada dirinya sendiri sambil menatap cermin.
Pagi hari tiba, Zen segera bersiap pergi ke kampusnya apalagi pagi ini ia ada ujian. Zen pergi menggunakan kereta cepat yang menjadi transportasinya menuju universitasnya.
Didalam kereta cukup berdesakan pada saat jam sibuk. Zen yang mendapatkan tempat duduk tampak memperhatikan seorang gadis yang berdiri dengan tidak tenang karena tubuhnya sering terhuyung.
" Nona silahkan duduk disini," ucap Zen sambil mencolek bahu gadis tersebut.
" Terima kasih tuan, kakiku memang sedang sakit," ucap gadis itu dengan senang.
Gadis itu memperhatikan postur tubuh Zen yang terlihat kurang besar jika dibandingkan dengan pria lainnya.
" Ada yang salah denganku nona?" tanya Zen yang merasa diperhatikan terus.
" Ehmm... tidak tuan, maaf," ucapnya sambil menunduk.
bersambung....
Zen melangkahkan kakinya menuju kampus yang hanya berjarak lima belas menit dari stasiun.
" Tuan kau berkuliah disini?" tanya seorang gadis yang ternyata tadi satu kereta dengan Zen.
" Iya."
" Kebetulan sekali aku mahasiswi yang baru pindah, mungkin tuan bisa membantuku untuk tour kampus."
" Ya nanti jika tidak sibuk aku akan menemanimu. Oh ya jangan panggil aku tuan."
" Kalau begitu perkenalkan namaku Aryong," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
" Namaku Zen."
Zen masuk kedalam kelasnya untuk mengikuti pelajaran selama satu jam. Saat ia akan keluar ternyata Aryong sudah menunggunya didepan kelas.
" Kenapa kau disini?"
" Kau sudah janji kan untuk menemaniku berkeliling kampus."
" Baiklah," jawab Zen pasrah lalu mengikuti keinginan teman barunya itu.
Zen menunjukkan beberapa gedung fakultas hingga mereka sampai digedung fakultas seni. Zen merasakan perutnya sedikit tidak nyaman hingga ia berpamitan pada Aryong untuk kekamar mandi.
Zen membuang air kecilnya lalu saat ia ingin keluar tiba-tiba ada seseorang yang menabrak badannya.
" Aghh maaf aku tidak sengaja," ucap Jenny sambil mengusap bahunya yang terasa sakit.
Sekilas Zen terpesona dengan kecantikan gadis yang saat ini ada dihadapannya.
" Hey kenapa kau melamun?"
" Aghh tidak kok...aku tidak apa-apa?"
" Ehmm kau siapa? Sepertinya aku jarang melihatmu."
" Aku Zen, aku dari fakultas bisnis. Aku kesini hanya mengantarkan teman baruku berkeliling."
" Ohh...Kenalkan namaku Jenny. Ehmm sepertinya aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan," ucap Jenny sambil tersenyum.
" Oh ya, apa itu?"
" Aku sedang mencari orang untuk peran romeo untuk pertunjukan teater. Bukankah sebentar lagi akan diadakan acara ulang tahun universitas kita?"
" Ehmm maksudmu?"
" Sepertinya kau cocok memerankan peran romeo. Kau mau ikut teater bersamaku kan?"
" Aku? Tapi aku tidak bisa berakting."
" Tidak masalah, itu bisa dipelajari. Aku tunggu kedatanganmu besok diruang latihan, oke?"
" Tapi...."
" Ayolah Zen, aku sangat butuh bantuanmu. Aku sendiri yang berperan sebagai juliet, aku akan membantumu. Ya kau mau ya."
Zen melihat Jenny yang sepertinya begitu berharap padanya.
" Boleh aku tahu alasannya kenapa kau memilihku memerankan peran ini?"
" Ehmmm aku juga tidak tahu, itu hanya instingku saja. Ya sudah aku duluan yah, dadah."
Zen menatap kepergian Jenny hingga gadis itu menghilang.
" Oeww Zen kau lama sekali?" ucap Aryong yang mengagetkan Zen.
" Iya, aku sudah selesai."
" Siapa gadis itu? Kelihatannya kau cukup akrab dengannya?"
" Kau memperhatikan kami?"
" Iya tak sengaja. Aku menyusulmu karna kau lama."
" Aku baru berkenalan dengannya. Namanya Jenny, ia mahasiswi paling populer dikampus ini. Ya sudah ayo pergi."
Dirumahnya, Zen mempertimbangkan permintaan Jenny yang menginginkan dirinya ikut dalam pertunjukan teater. Sebenarnya ia tadi ingin menolak, tapi saat melihat reaksi Jenny yang begitu berharap ia jadi tidak tega. Lagi pula ini adalah kesempatan baginya untuk bisa lebih dekat dan lebih mengenal sosok Jenny.
Pagi harinya saat di kampus, Zen menemui Jenny yang sedang berada diruang latihan. Dari pintu, Zen memperhatikan sosok Jenny yang terlihat sedang berkonsentrasi membaca naskah.
" Hemm...apa aku mengganggumu?"
" Zen...Kau tidak menggangguku, masuklah."
Zen masuk lalu duduk dihadapan Jenny.
" Aku kesini karna aku ingin bilang kalau aku bersedia ikut pertunjukkan teatermu."
" Wah terima kasih Zen, aku sangat senang," ucap Jenny gembira.
" Iya tapi aku minta maaf jika nantinya aku tidak bisa latihan maksimal karna terkadang aku harus kerja part time."
" Ehmm begitu, kau libur hari apa?"
" Hari senin dan jumat."
" Kalau begitu kita latihan dihari itu saja."
" Hah kenapa harus mengikuti jadwalku lalu bagaimana dengan yang lain?"
" Tenang saja Zen, disini aku ketuanya jadi aku yang mengatur. Oh ya ini naskahnya, kau bisa pelajari dulu saat dirumah."
bersambung.....
Zen pulang kerumahnya dan setelah sampai ia langsung membaca naskah yang diberikan Jenny tadi. Zen tampak serius membacanya hingga matanya sedikit membelalak ketika ia membaca ada adegan ciuman disitu.
" Hah ciuman! Harukah aku menciumnya didepan para penonton?" ucap Zen sendiri.
Zen meletakkan naskah tersebut diatas meja. Ia merebahkan diri diatas kasur. Pikirannya sedikit resah dengan adegan ciuman itu. Apakah Jenny tidak mempermasalahkannya? Tapi seharusnya dia sudah tahu akan adanya adegan itu.
Siangnya saat dikampus, Zen segera menemui Jenny dikelasnya.
" Jen, bisa kita bicara sebentar?" ucap Zen yang membuat teman-teman Jenny mengalihkan perhatian pada dirinya.
" Oh kau Zen, kebetulan kelasku juga sudah selesai."
Jenny mengajak Zen menuju taman yang berada difakultasnya. Tempat itu sedikit tenang karna tak begitu banyak mahasiswa yang berada disitu.
" Kita duduk disini ya Zen."
Zen ikut mendaratkan pantatnya disebelah Jenny dengan tidak mengalihkan pandangannya pada gadis cantik disebelahnya.
" Kau mau bicara apa Zen?"
" Ehmm...itu, kemarin saat aku membaca naskah aku baru mengetahui kalau ada adegan ciuman antara romeo dan juliet."
" Lalu?" tanya Jenny dengan santai.
" Apa kau tidak masalah melakukan adegan itu denganku?" tanya Zen gugup.
Jenny memutar tubuhnya agar dapat menghadap Zen.
" Aku tahu ada adegan itu jadi aku hati-hati dalam memilih orang yang memerankan peran romeo dan pilihanku jatuh padamu dan aku sangat senang ketika kau menyetujuinya."
" Lalu kenapa kau yakin padaku padahal kita belum mengenal sebelumnya?"
" Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti instingku saja. Kau sendiri keberatan dengan adegan itu?"
" Ah..tidak, aku hanya gugup saja karena sebelumnya aku belum pernah melakukannya," ucap Zen yang membuat Jenny begitu kaget.
" Hah! Maksudmu kau belum pernah berciuman Zen?" tanya Jenny tak percaya.
Zen hanya menganggukkan kepalanya yang membuat Jenny menjadi gemas.
" Memang saat kau berpacaran kau tidak pernah melakukannya?"
" Aku belum pernah pacaran Jen," ucap Zen sedikit malu.
" Wow, aku sungguh takjub padamu Zen. Untuk latihan lain kita akan melakukannya diruang seni bersama pemain lainnya tapi untuk latihan ciuman, kita bisa melakukannya secara pribadi di apartemenku."
" Kau mau mengajariku melakukannya Jen? Hanya kita berdua?"
" Memangnya kau mau kita belajar itu ramai-ramai?"
Seketika muka Zen langsung memerah. Entah malu atau senang karna Jenny akan mengajarinya berciuman.
" Kenapa mukamu begitu Zen?"
" Ahh...aku tidak apa-apa! Kalau begitu aku kembali dulu dan nanti malam aku akan ke apartemenmu. Boleh aku minta alamatnya?"
Jenny mengeluarkan secarik kertas dan mulai menuliskan alamatnya lalu memberikannya pada Zen.
" Ini."
" Baiklah, nanti malam aku pasti datang."
Dari jauh tampak seorang laki-laki memandang tidak suka pada kedekatan antara Jenny dengan Zen.
Dia adalah Be ong, sudah lama ia menyukai dan mengincar Jenny tapi gadis itu seperti tidak tertarik dengannya. Padahal dia merasa dirinya tampan dan merupakan anak orang paling kaya dikota tersebut.
" Apa hebatnya dia dariku? Aku jauh lebih tampan, badanku juga sangat bagus tidak seperti dia yang berbadan kecil seperti tidak punya otot saja," keluh Be ong pada teman-temannya.
" Kau jelas lebih segalanya dari dia Ong! Mungkin saja Jenny lebih suka pria manis daripada pria macho seperti dirimu! Hahaha...."
" Diam kau! Aku tidak mau terlihat sebagai pria manis seperti perempuan saja!" ucap Be ong kesal lalu pergi meninggalkan teman-temannya yang sedang mengintai Jenny.
bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!