NovelToon NovelToon

Madu Dihari Pernikahan

Bab 1 - Aku yang menjadi pegantin, dia yang kau nikahi

Tania Lavendra Widiani Putri menatap dengan seksama  lelaki yang kini duduk di sebelahnya, pria yang mengunakan kopiah berwarna hitam dan baju berwarna hitam dengan di alas kemeja berwarna putih di dalamnya mengunakan dasi yang senada dengan pakaianya.

Tak terasa air mata dari pelupuk matanya terjatuh, ia hanya dapat menelan ludahnya saat ini, menyesali atas kalimat yang di ucapkanya dua minggu yang lalu.

"Bagaimana aku akan menjalani hidup dengannya, melakukan hari hari ku dengannya sedangkan ia masih memiliki wanita yang sangat mencintainya, Apakah nanti aku berhadapan dengan wanita itu?" gumam Tania yang masih menatap lelaki yang dalam hitungan detik akan menjadi suami sahnya dalam agama maupun negara.

"Bagaimana para saksi?" tanya penghulu yang masih menjabat tangan Lendra dengan menolehkan kepalanya kearah kanan maupun kiri.

"Sah!" jawab orang yang ada di situ dengan serempak.

"Usailah sudah hidupmu!" gumam Lendra menatap Tania dengan sinis selesai penghulu itu melepas jabatan tanganya denganya dan kini lantunan doa sedang di panjatkan.

"Ku harap ini adalah yang terbaik dari alur hidup ku!" gumam Tania yang kini mengusapkan kedua telapak tanganya kewajahnya secara bersamaan, kemudian ia mencium punggung lelaki yang kini sudah menjadi suaminya itu.

"Wanita perusak!" teriak seorang wanita yang baru saja datang kedalam acara pernikahan mereka dengan mengenangkan dres selutut yang menampakan lekukan tubuhnya di ikuti oleh dua security di belakangnya yang berusaha untuk menahan wanita itu agar tidak merusak acara majikanya.

Semua mata kini tertuju pada Tania yang baru saja selesai melakukan ijab qabul. Apakah benar Tania mendapat calonya dengan merusak kebahagian wanita lain?. Pikir beberapa tamu, apalagi Tania yang mereka kenal adalah seorang gadis baik yang penuh dengan sopan santun, lalu bagaimana bisa ia melakukan hal semenjijikan itu?.

Tania mengelengkan kepalanya seakan mengerti dengan tatapan yang orang orang lontarkan padanya. Gelengan itu seakan menjelaskan bahwa ia tidak melakukan hal seperti yang dikatakan wanita itu.

"Ia telah mengambil pasangan ku!" teriaknya lagi tampa rasa malu dan langsung menarik ujung rambut Tania dengan kuat. Mendapat perlakuan seperti itu, Tania melemparkan pandanganya pada Lendra berharap agar lelaki itu menolongnya dari amuk wanita aneh ini.

Tetapi nihil, Lendra sedikit pula tidak melakukan pembelaan pada Tania, ia justru membiarkan wanita itu terus menjambak Tania dan pergi meninggalkan kedua wanita yang telah merusak moodnya hari ini.

"Kenapa Mas Lendra tidak membela ku?" pikir Tania menatap Lendra yang kini mulai menjauh dari tempatnya dengan kepala miring karena wanita itu tak kunjung melepas jambakanya.

"Ingat ya Lendra punyaku!" gumamnya lagi dengan menekan kata Lendra yang keluar dari mulutnya, kemudian melepas jambakannya dan pergi meninggalkan ruangan yang masih di penuhi oleh tamu undangan dan pergi menyusul Lendra keluar ruangan.

Sedangkan Tania ia hanya dapat menunduk dengan tatapan tatapan sinis yang orang orang berikan padanya. Ia merasa sangat malu dengan kejadian hari ini padahal menurutnya tidak sedikit pun ia melakukan perebutan dari wanita yang merusak acaranya.

"Apa bener yang di ucapkan wanita tadi?" tanya Nora yang kini sudah menghampiri Tania yang masih berdiri di tempatnya.

"Tania ngk melakukan ini Bi?" bela Tania pada dirinya yang kembali mengelengkan kepalanya.

"Bibi kecewa sama kamu!" jelas Nora kemudian pergi meninggalkan Tania dengan menyandang tas sandang silver miliknya.

"Bi!" panggil Tania dengan suara lemah.

"Ngk nyangka ya!" ucap beberapa tamu undangan yang ikut meninggalkan ruangan tampan izin darinya dahulu.

"Tania ngk sejahat itu!" gumamnya.

Mendengar cemohan dan kata kata yang meraka lontarkan padanya tentu membuat gadis itu sakit hati dan memilih untuk pergi dan meninggalkan beberapa tamu yang masih tersisa.

"Lendra, kenapa kamu menikahi gadis itu?" tanya Safania. Safania adalah wanita yang saat ini masih menjalin hubungan dengan Lendra dan merupakan kekasih Lendra.

"Itu bukan urusan mu!" ketus Lendra sekilas menatap wanita yang berdiri di belakangnya.

"Jangan lupa aku juga masih menjadi pacarmu!" jawab wanita itu dengan sedikit sombong.

"Tapi aku berhak menentukan pilihan hidup ku!" jawabnya lagi.

"Kau pernah bilang kau akan menikah ku, mana buktinya?" tuntut Safania yang kini sudah berdiri di sebelah Lendra.

Lendra menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan, kemudian ia mengandeng tangan Safania untuk masuk kembali kedalam ruangan. Di kursi yang sebelumnya di duduki oleh Tania, Lendra mendudukan Safania di atas kursi itu dan masuk kedalam ruangan yang lain.

Seperti sudah sangat mengetahui isi rumah ini, Lendra membuka salah satu pintu yang menampakan tubuh seorang gadis yang tengah di carinya. Hal yang sama di lakukan Lendra ia juga mengandeng tangan Tania keluar dari dalam kamar setelah menghapus air mata yang membasahi wajah Tania.

Tania tersenyum mendapat perlakuan manis yang suaminya berikan padanya mungkin ini adalah sebagian dari permintaan maaf karena tadi Lendra tidak membelanya, pikirnya.

Tania tercenggang saat melihat wanita yang tadi menjambaknya kini duduk di atas kursi yang tadinya di duduki olehnya dan anehnya tiba tiba saja Safania tersenyum mungkin ia berfikir kalau Lendra akan menyuruh wanita itu untuk meminta maaf padanya.

Lendra mengengam kedua tanganya dan kemudian memeluk Tania dengan hangat, kemudian mencium kening wanita itu membuat Safania semakin panas di buatnya, sebenernya apa yang ingin di lakukan oleh Lendra padanya, apa ia hanya ini membuat dirinya merasa cemburu.

Safania menatap Tania dengan sinis, penuh dengan kejijikan.

"Aku benci pemandangan ini!" ujarnya mulai bangkit dari kursi yang di dudukinya dan hendak meninggalkan ruangan yang mulai  di selimuti oleh keheningan. Semua tamu undangan tercenggang saat melihat apa yang akan di lakukan oleh pria itu pada Tania.

"Izinkan aku menikah lagi!" bisik Lendra tepat di telinga Tania. Tania sedikit membuka mulutnya karena terkejut dengan apa yang telah suaminya itu katakan. Apa yang dimaksud oleh suaminya itu?.

Pernikahanya belum sampai 60 menit tetapi, ia sudah mendapat ucapan yang tidak di inginkanya dan sekarang suaminya meminta izin padanya untuk menikah lagi? Apa yang di pikirkan oleh Lendra.

Perlahan Tania melepas dan menjauhkan tubuhnya dari Lendra, kini matanya sudah berkaca kaca berusaha untuk menahan tangisnya agar tidak tumpah di tempat ini.

"Izinkan aku menikah lagi atau aku tidak akan melanjutkan biaya administrasi untuk adik mu!" ucap sekaligus ancam Lendra dengan suara lembut khas miliknya.

"Kita baru saja menikah Mas!" jawab Tania tertunduk dan air mata yang sudah menetes.

"Baiklah aku akan membatalkan pernikahan ku dan juga membatalkan niat ku untuk membiayai perobatan adikmu!".

Tania kembali meneteskan air matanya mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Lendra. Dia tidak ingin di madu namun, ia juga tidak mungkin untuk membiarkan ibunya terbaring di rumah sakit dan memberhentikan biaya administrasi adiknya.

Bab 2 - Suamiku menikahi wanita lain

"Terima kasih!" jawab Lendra. Menepuk pundak Tania dengan lembut setelah wanita itu menganggukan kepalanya. Ia memang menganggukan kepalanya tetapi air matanya juga mengalir dengan deras, Tetapi itu tidak di hiraukan oleh Lendra, ia memilih untuk mendekati Safania yang sudah melangkahkan kakinya keluar.

"Nia kita akan menikah!" ucap Lendra. Ia langsung mendudukan bokongnya di kursi yang sebelumnya di dudukinya dan membenahi dasinya yang sedikit berantakan.

Safania juga tercenggang mendengar ucapan Lendra. "Apakah pria ini sedang halu hingga ia berkata demikian?" pikir Safania.

"Balik ketempat duduk mu!"

"Kita akan menikah!"  ucap Lendra lagi dengan pandangan lurus kedepan tampa menoleh pada wanita yang sudah di nikahi dan akan di nikahi olehnya itu.

"Aku belum siap untuk menikah!" ucap Safania. Tania mulai dapat bernafas lega akhirnya hal yang di ucapkan oleh Lendra tidak terjadi, dia belum siap untuk di madu apalagi di hari pernikahanya.

"Aku tidak menanyakan pendapat mu, aku hanya ingin menikahi mu!" ucap Lendra yang kini sudah berada di hadapan Safania dan menarik pergelangan tangan wanita itu agar kembali duduk di kursinya.

"Wanita itu tidak mau menikah dengan mu Mas!" ucap Tania. Wanita itu kini berada di antara keduanya berharap agar sang suami mengerti dengan perasaanya.

"Wali ku tidak ada di sini!" jawab Safania kemudian melepas gengaman tangan Lendra dari pergelangan tanganya.

"Jika itu yang kau permasalahkan, Aku akan mendatangkan Sendro sebagai  Wali mu!" jawab Lendra sembari merogoh saku celananya.

Safania melirik kearah Tania yang sudah di lumuri oleh air mata.

"Aku bersedia!" jawab Safania.

Tania mendongkakan kepalanya menatap wanita sebaya yang ada di sebelahnya itu, bagaimana bisa wanita itu mengatakan hal itu di hadapanya sedangkan ia baru saja menikah beberapa menit yang lalu dan sekarang ia harus bersedia untuk di madu?.

Setelah kehadiran Bahwan, Kini seluruh tamu undangan kembali di kumpulkan dan penghulu kembali di hadapkan kepada Lendra. Dengan semangat yang antusias Lendra menjabat tangan penghulu yang siap menikahkannya dua kali itu.

Tania terus menatap Lendra dan Safania yang duduk bersebelahan dan saling bertatapan secara bergantian hingga doa selesai di panjatkan, air matanya terus saja berlinang, betapa hancurnya hidupnya dan betapa banyaknya kejadian buruk menimpanya hari ini.

Ia sangat yakin dan percaya jika Lendra sangat mencintai Safania, hingga saat doa berlangsung pun tatapan Lendra hanya tertuju pada Safania yang mengadahkan tanganya kelangit dan pandangan mengarah pada telapak tanganya.

"Apa aku bisa membuat Mas Lendra menyukai ku?" gumam Tania. Ia kembali menundukan kepalanya, hatinya sudah sangat sakit menyaksikan pemandangan yang ada di hadapanya.

"Kenapa kamu mengizinkan suami mu menikah lagi?" tanya wanita paruh baya yang baru saja menghampirinya.

"Tania!" panggil wanita itu lagi.

Karena pertanyaannya tidak mendapat jawaban membuat ia merasa kesal kepada keponakanya itu. Tifani merupakan Tante Tania yang merawat wanita mungil itu sejak berusia 5 tahun karena sejak usia itu Tifani sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya untuk selamanya.

"Apa kamu iklas?" tanya Tifani lagi kini mengarahkan pandanganya kearah Tania.

"Tania ikhlas Tante!"

"Tante yang tidak ikhlas jika kamu mendapat perlakuan seperti ini!"

"Tania kuat kok Tante!"

"Tante yang tidak kuat!"

Tania tidak dapat lagi berkata kata, hatinya sudah hancur lebur, pikiranya sudah tidak dapat berfikir jernih, kini ia hanya dapat menangis.

Dengan mengunakan pakaian kebaya berwarna putihnya dan hils yang masih melekat di kakinya, Tania berlari kencang menuju jalanan yang sudah ramai dan padat oleh kendraan beroda dua maupun beroda empat. Ia berdiri di sebuah tepi  jembatan yang berukuran besar dan merupakan jembatan utama di kota itu. Tania berteriak sekencang mungkin di tempat itu dan meluapkan kesedihanya di tempat itu.

"Tania!" panggil seorang lelaki.

Tania menolehkan pandanganya kearah belakang, Dengan samar samar ia melihat seorang lelaki dengan mengunakan kemeja kotak kotak di tubuhnya dan sepatu berliris putih.

"Widya" panggilnya lagi dan berlari kecil mendekat dengan gadis bertubuh pendek itu.

Sedangkan Tifani, ia berusaha untuk mencari keponakan yang sudah di rawatnya sejak kecil itu. Ia mencari di seluruh seisi rumahnya namun, tak di temukanya juga, biasanya ketika sedih Tania hanya mengurung diri di kamar tetapi ia juga tidak menemukan keponakanya itu di dalam ruangan bersembunyinya. "Kemana Tania" pikirnya.

"Ma, Tania mana?" tanya Vania yang baru saja tiba di acara pernikahan sepupunya itu dengan mengandeng seorang lelaki tampan yang berdiri di sebelahnya mengunakan kemeja yang sama dengan rok yang dipakai oleh Vania.

Vania memang terlambat datang kedalam acara yang sangat penting dalam hidup Tania karena ia juga harus menyelesaikan masalah pribadinya dan ia juga baru saja pulang dari Amerika dan langsung meluncur keacara pernikahan Tania.

"Tania pergi!" jawab Tifani panik.

Mendengar jawaban ibunya, spontan gengaman tangan Vania lepas dari lelaki yang datang bersamanya itu namun, lelaki itu kembali mengengam tangan Viona yang mulai ikut merasa panik.

"Pernikahanya batal Ma?" tanya Viona dengan kedua bola mata melotot.

Tifani mengelengkan kepalanya, matanya mengarah pada pelaminan yang sedang di duduki oleh Safania dan Lendra yang sedang menyalami tamu undangan yang telah hadir pada acara ini. Viona juga ikut mengarahkan kepenglihatan kearah pandangan Tifani.

"Maksudnya apa sih Ma? Tania gagal nikah?"

"Tania tidak gagal nikah, tetapi sepupu sekaligus sahabat mu itu sudah di madu oleh suaminya di hari pernikahanya!" jawab Tifani berusaha tegar dengan matanya yang sudah berkaca kaca dan menatap kearah pengantin itu dengan tatapan penuh dendam.

Dengan lantangnya Viona datang menghampiri keduanya dengan wajahnya yang sudah memerah akibat menahan amarah mendengar sepupunya di perlakukan seperti itu di hari bahagianya oleh suaminya sendiri.

Rafa juga tidak tega membiarkan kekasihnya itu menaiki pelaminan sendirian dengan emosi yang membara di hati wanita itu, ia memilih untuk mengikuti Viona dari belakang dan jika saja Lendra berlaku kasar pada Viona, maka ia siap jika harus bertengkar di tempat ini.

"Lendra!" panggil Vania. Lelaki itu tentu kini memandang kearah orang yang menyebut namanya dan mengalihkan tatapanya yang sedari tadi hanya memandang Safania kini beralih kearah Viona.

"Plakkk!"

"Lelaki bajingan!"

"Kamu pantas mendapat ini semua!" ucap Vania dengan keras dan menujuk kearah wajah Lendra dengan tatapan tajam.

"Apa maksud mu?" tanya Lendra dengan tegasnya, mata yang melotot dan alis kiri yang sudah meninggi dan tubuhnya yang di dekatkan dengan Vania, sepertinya lelaki ini sedang menantang Vania.

"Sudah, biarkan aku yang menyelesaikanya sesama wanita!" ujar Safania dengan mengelus dada bidang Lendra dan berdiri di depan suaminya itu.

"Apa maksud anda menampar suami saya?" tanya Safania dengan lembut.

"Saya tidak ada urusan dengan anda!" jawab Vania mendorong dada Safania dengan keras.

Bab 3 - Hancurnya Pernikahan ku

"Apa maksud mu?" tanya Lendra yang langsung berdiri di depan Safania dan menatap Vania dengan tatapan penuh dendam.

"Aku berurusan dengan mu bukan dia!" jelas Vania dengan tegas dan menunjuk kearah Safania yang masih meringis kesakitan.

"Dia Istriku, Dia berhak ikut campur urusanku!" bantah Lendra pula.

"Lalu bagaimana dengan Tania? Dia bukan Istri mu? Di saat pernikahannya dia pergi meninggalkan acaranya hanya karena kelakuan suaminya biad*b seperti mu!" ucap Vania tampa rasa takut sedikit pun di hatinya dan jari telunjuknya mengarah tepat di wajah Lendra dan hampir mengenai hidung lelaki itu.

Mendengar ucapan wanita yang ada di hadapanya, Lendra menyapukan seluruh pandangan keisi ruangan, benar saja sosok istri pertamanya itu tidak di temukan olehnya.

"Apakah kamu ada mencari keberadaanya?"

"Belum apa apa saja kamu sudah tidak bisa bersikap adil, belagu mau poligami!" ujar Vania dengan senyum miring meremehkan di bibirnya menatap pria itu.

"Kamu bicara yang sopan ya!" ucap Safania yang kini berdiri di sebelah Lendra.

"Kenapa? Posisi kamu terancam? Dasar pelakor!" ujar Vania lagi yang kini menatap Safania dengan kedua bola mata melotot dan di akhiri dengan sedikit mendorong dada Safania mengunakan jari telunjuknya.

"Apa kamu juga sudah menganggap diri mu sopan, sudah mengambil suami orang?" lanjutnya lagi dengan sinis.

"Untuk pertama kalinya aku bisa maafin kamu memperlakukan Safania seperti itu tapi tidak untuk yang kedua kalinya!" bela Lendra menatap Vania seakan siap memakan wanita yang ada di hadapanya itu dan jari telunjuknya tepat sejajar dengan bola mata kiri Vania.

"Berani kamu sama wanita?" bela Rafa pula yang tak terima kekasihnya mendapatkan perlakuan seperti itu. Rafa menarik ujung tangan Lendra dan memutarkan seluruh tubuh lelaki baj*ngan itu.

"Kalian mau membuat acara saya rusak Ha?" teriak Lendra setelah Rafa melepas cengkramnya. Kini keempatnya menjadi pusat perhatian para tamu undangan yang hadir.

"Acara ini sudah rusak sejak tadi tapi kamu baru menyadarinya sekarang!" ucap Rafa dengan nada pelan namun ia menekan setiap kata yang keluar dari mùulutnya.

"Tutup mulutmu!" pinta Lendra dengan menunjuk wajah Rafa.

"Vania, Rafa, tinggalkan tempat ini!"

Tifani yang sejak tadi sudah menyaksikan kejadian itu kini menghampiri keempatnya.

"Ma, Vania ngk rela kalau Tania mendapat perlakuan seperti ini dan Vania juga ngk ikhlas kalau Tania harus hidup dengan lelaki brengs*k seperti dia!" ucap Vania yang menghampiri ibunya yang berada di belakangnya di ikuti oleh Rafa.

"Tapi sebaiknya sekarang kita cari Tania dulu!" ujar Tifani.

"Tante Fani bener, lebih baik kita cari Tania dulu!" ucap Rafa pula.

"Widya, gue kangen banget sama loh!" seru seorang lelaki yang semakin mendekatkan dirinya dengan Tania yang juga ikut mendekat denganya.

"Evannn!" teriak Tania.

Brugghhhhh

Tubuh mungil milik Tania terjatuh kedalam dekapan lelaki itu. Lelaki yang bernama Evandi itu segera menangkap tubuh Tania, wanita itu kerap ia sapa dengan sebutan Widya dan tampa pikir panjang ia segera membopong tubuh Tania dan memasukanya kedalam mobil pribadi miliknya dan kebetulan saat ini ia mengendarai mobilnya sendiri tampa membawa supir yang biasa mengantarkanya.

"Lendra aku capek dan aku ingin istirahat!" ujar Safania dengan manja di tubuh lelaki kekar itu.

"Yasudah mari aku antar kekamar!" jawab Lendra dengan senyum tulusnya.

"Aku ingin di temani oleh mu!" ujarnya lagi dengan menyandarkan kepalanya di bahu Lendra sembari mengelus dada Lendra.

"Ma, Tania kemana?" ucap Vania panik. Kini ketiganya sudah berada di dalam mobil putih milik Rafa siap untuk menelusuri seluruh jalanan kota mencari keberadaan sepupunya yang baru saja menghilang itu.

"Mama juga tidak tahu Sayang!" ujar Tifani berusaha tenang walau sebenarnya pikiranya lebih kacau daripada anaknya itu. Ia meletakan kepala Vania di atas bahunya dan menyandarkan kepalanya di atas kepala Tania sedangkan Rafa ia duduk di sebelah kursi sebelah supir yang mengendarai mobilnya.

"Kita tenang dulu semua karena kalau pikiran kita kacau, Tania ngk bakal ketemu!" saran Rafa menolehkan kepalanya kearah kursi belakang mobilnya.

"Vania coba kamu ingat siapa teman Tania selain kamu, bisa jadikan Tania di situ?" usul Rafa pula.

Vania segera merogoh sakunya dan mengambil handphone miliknya dan menghubungi salah satu kontak yang ada di ponselnya.

"Halo, Nad!"

"Vania lagi sama kamu ngk?"

"Oh, Makasih ya Nad!"

"Gimana?" tanya Tifani setelah Vania selesai bicara dengan orang yang di hubunginya itu.

"Tania ngk ada Ma!"

"Ya Allah kemana anak itu?" ujar Tifani yang kini wajahnya kembali di lumuri oleh air mata.

"Maafkan aku Kak Nisha, Aku tidak bisa menjaga amanah mu, aku telah lalai menjaga Tania dan membiarkanya menikah dengan lelaki seperti Lendra, Maafkan aku Kak Nisha!" ucap Tifani tersendu sendu.

"Ma yang sabar Ma, Kita pasti bakal jumpa kok sama Tania, Mama yang tenang dulu ya!" ucap Vania berusaha untuk menenangkan ibunya itu dengan kembali menegakan tubuh Tifani dan menyandarkan kepala Tifani di bahunya  dan mengelus elus lengan kanan Tifani dengan lembut.

"Tante yang tenang, Tania pasti bakal kembali kok!" ujar Rafa pula yang tidak tega melihat Tifani yang semakin menjadi jadi dengan tangisanya itu.

"Fani, Kakak minta tolong jagain Tania sampai dia dewasa dan sampai ia bisa untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri ya!" pesan Nisha dengan suara terputus putus dan banyak sekali tarikan nafas yang keluar setiap ia mengeluarkan beberapa kata dari mulutnya.

Tubuh wanita itu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan infus yang berada di tanganya dan beberapa selang lain di tubuhnya. Wajahnya terlihat sangat pucat dan bibirnya yang mulai memutih.

"Kakak jangan ngomong gitu, kakak yang harus jagain Tania sendiri, Kakak harus sembuh, Kakak harus janji sama aku!" ujar Tifani dengan wajah yang sudah banjir oleh air mata dan tanganya yang mengengam erat tangan Nisha.

"Kakak sudah ngk sanggup!" jawabnya lembut dan tersenyum.

"Mas Fadli sudah pergi Kak dan sekarang Kakak mau nyusul Mas Fadli?, Siapa yang akan merawat Tania, Kak?, Tania butuh kasih sayang Kakak!"

"Kak yang di bilang Fani bener, Tania masih butuh Kakak, Kakak yang kuat ya!" ujar Bashan pula yang merupakan suami Tifani yang sejak tadi memegangi punggung istrinya yang membungkuk itu karena menyamakan posisinya dengan Nisha.

"Kakak sudah ngk sanggup Han!"

"Kakak pasti kuat!" Tifani.

"Han, Kakak titip adik Kakak ya jagain dia, bimbing juga anak kalian, Kakak juga titip Tania sama kalian!" ucap Nisha tersenyum.

"Fani ngk ikhlas kalau Kakak juga pergi sama seperti Mas Fadli!"

"Ini sudah takdir Kakak, Kakak titip Tania ya!"

"***... ha .. du .. Allah.. Illah ... Ha .. llla.

Allah...Wa.. as.. ha ... du... Anna ... Muhamad.. Dur ... Rasuallah!"

"Kak Nisha!" teriak Tifani yang langsung memeluk tubuh wanita itu dengan isak tangis yang semakin kuat sedangkan Bashan yang juga tidak kuat melihat istrinya itu, ikut menumpahkan air matanya dan menjatuhkan kepalanya di bagian perut kakak iparnya itu.

"Kak Nisha kenapa pergi?" tangis Tifani.

"Mama, aku sudah bawain buburnya buat Ma ..." ucapan gadis kecil itu terhenti saat melihat tantenya yang menangis di atas tubuh ibunya. Ia baru saja tiba di ruangan Nisha di rawat dan kini masih berada di depan pintu ruangan itu dengan membawa kantong plastik putih bersama Vania yang berada di sebelahnya.

"Tante, Mama kenapa?" tanya Tania yang kala itu masih berusia lima tahun dan kini sudah berada di sebelah Bashan.

Mendengar suara mungil itu, Bashan menegakan tubuhnya dan mengendong Tania kedalam dekapanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!