...Happy Reading...
Suasana pesta yang memang sengaja aku pinta kepada suamiku dengan mewah itu masih berlangsung dengan meriah, ratusan tamu undangan hadir, jamuan dari pestaku memang sangat membuat semua para undangan merasa takjub dan istimewa.
Bahkan terdengar bisik-bisik dari mereka tidak ingin segera pulang, dan masih sibuk berfoto ria dan mengupload ke media sosial mereka masing-masing.
Walau pestaku diadakan di halaman rumah kami saja, namun luasnya sudah seperti hotel berbintang, dengan segala hiburan yang membuat suasana pesta semakin terasa mengasyikkan.
" Woiii... Gemintang Lea Prakoso! happy anniversary ya, sory gw agak terlambat, tapi hidangan utamanya belum habis kan?"
Suara yang nyaring dan memekakkan telinga itu akhirnya datang juga, dialah Sabrina, sahabat terbaik dariku yang selalu setia menemani setiap langkahku, hobi dan kebiasaan kami selalu sama, hanya nasip saja yang berbeda, karena dia masih tetap jomblo abadi sampai sekarang dan aku sudah laku duluan.
" Kalau habis, kita pesan lagi, jangan kayak orang susah lah, yang penting mana kadonya."
Tidak pernah ada rahasia diantara kita, apalagi rasa segan, dia selalu ada ketika bahagia dan sedihku, bahkan terkadang dia lebih mengenaliku dari pada diriku sendiri.
" Noh...! udah gw siapain satu kardus, temen loh ini walau tidak konglomerat, tapi tidak pernah pelit dalam hal per kadoan, jadi tenang saja boskuh kamu pasti akan menyukainya."
Ucapnya dengan heboh seperti biasa, dia memang sudah seperti kembaranku, karena sedari dulu kemana-mana sering berdua, bahkan sampai sekarang, walau aku sudah menikah selama lima tahun pun, kami masih intens terus bertemu.
" Hmm... gw kok malah jadi curiga ini?"
Aku menyangga dagu lancipku sambil mengitari kotak besar yang terbungkus rapi itu.
" Lah, suudzon aja elu sama gw sih sob, beneran elu pasti suka deh." Bibiir tipisnya itu langsung nyerocos seperti biasanya, bagaikan burung Beo liar yang baru lepas dari kandangnya.
" Kira-kira kalau barang rijeck bisa ditukar tambah nggak nih?" Aku bahkan sengaja berkacak pinggang dan menggodanya, karena terkadang sewotnya adalah bahagiaku, wajahnya sering terlihat lucu saat sedang marah-marah.
" Elu kira gw toko online berjalan apa? sekate-kate kalau ngomong!"
" Bahahaha... bercanda kali sob, gitu aja koar-koar luu, kayak bebek nggak dikasih makan seminggu aja!"
Hampir saja riasan wajahku yang cetar ini, dirusak oleh sabahat karibku yang satu ini karena kesal mendengar umpatanku, namun dia pasti tahu kalau aku cuma bercanda, karena kehadirannya disini saja sudah cukup membuat hatiku senang.
" Mana laki loe? nggak elu gadein kan? jangan-jangan elu kehabisan bajet buat ngadain pesta se-Megah ini, mana dia? kenapa nggak nampak hidung mancungnya?"
Sabrina terlihat mengedarkan pandangannya diantara ramainya para tamu undangan disana.
" Sembarangan aja kalau ngomong ya, tadi pamit ke kamar sebentar, katanya kliennya minta dikirim file penting gitu."
Tadi dia sempat berpamitan denganku setelah menyalami semua tamu dan keluarga kami berdua.
" Gilak... gw harus bilang WOW apa kasihan sih sama elu? disaat pesta anniversary kalian pun, dia masih gila kerja, pantesan kekayaan kalian sampai menggunung ya?"
Celotehan Sabrina memang selalu blong, karena rem mulutnya memang sering tak terkendali, tapi terkadang kejujuran seperti itu malah terlihat melegakan, dari pada diam-diam tapi menghanyutkan.
" Namanya juga CEO, punya tanggung jawab besar, banyak karyawan yang menggantungkan nasipnya di perusahaan kami, jadi suamiku yang tampannya kebangetan itu, sedang berjuang untuk selalu bisa mensejahterakan ribuan karyawannya." Ucapku yang memang selalu bangga dengan suamiku itu, karena dia selalu nampak sempurna dimataku.
" Ceileh... taulah yang Tampannya kelewat batas, jangan lupa dikekepin terus punya laki model begituan."
" Kenapa?"
" Biasanya orang yang terlihat sempurna banyak peminatnya, bahkan tidak perduli dengan statusnya, mau menikah apa belom, sikat terus, jadi WASPADALAH sob, hehe.."
Dia sahabat yang sering mengejekku, namun jika ada orang lain yang mengejekku, dialah orang yang pertama kali merasa tidak terima.
" Nggak mungkinlah suami gw kayak begitu, dia sih cinta mati sama gw, tidak ada wanita lain yang mampu mengalahkan besarnya rasa sayang dan cintaku kepada suamiku yang tampan itu."
" Okelah kalau begitu incess Gemintang, terserah elu mau ngoceh apaan gw kagak peduli, yang penting anterin gw ke kamar mandi sekarang yuk, kebelet banget nih gw."
" Kebiasaan deh luu, kena hawa AC sedikit aja langsung beser deh, rusak apa gimana tuh onderdil luu, butuh diservise kali? masak masih prawan sudah turun mesin?" Aku langsung mengejeknya, karena memang itulah kelemahannya, namun aku mengantarkannya juga ke kamar mandi tamu.
" Enak aja tuh bibiir kalau mengoceh, masih orisinil nih, segelnya masih kuat, terbungkus rapi, anti kerut dan anti bocor!"
" Hahaha... udah kayak iklan pemb@lut aja luu mah!" Aku langsung menggandeng Sabrina masuk kedalam, namun ternyata kamar mandinya sedang ada yang menggunakan.
" Haduh... siapa sih didalam, lama banget, mana aku udah sesak kali nih, kalau bocor disini gimana Gem?" Dia bahkan sudah seperti cacing kepanasan yang menarik-narik gaun pestanya.
" Bener-bener minta di service tuh mesin, ya sudah.. kita ke kamar mandi di dalam kamar gue aja kalau gitu."
Aku yang nggak tega melihatnya, langsung mengajak keatas, kedalam kamarku dan mas William.
William Austin, suamiku tercinta, nama William bermakna prajurit yang berkemauan keras, sama seperti tekadnya yang keras, maka dari itu dia selalu sukses memenangkan tender perusahaan kami.
Dan nama Austin bermakna mulia dan besar, yang selalu menyayangiku apa adanya juga selalu sabar menghadapi tingkahku yang selalu manja dengannya, walau kenyataannya aku tidak bisa apa-apa.
Aku memang terlahir dari keluarga yang kaya, bahkan perusahaan itupun saham terbesar adalah milikku, namun aku sama sekali tidak berminat menjalankannya, jadi setelah aku wisuda aku langsung dilamar oleh William, dan dialah yang membantuku mengurus semua pekerjaanku dikantor.
" Hmpth.. @rgh.. umm.. fast.. faster bebih."
Namun saat aku dan Sabrina baru sampai didepan kamarku, kami berdua saling pandang dengan curiga, antara terkejut dan juga penasaran pastinya, namun kami kembali mendekatkan kedua telinga kita untuk lebih memperjelas suara yang terdengar samar-samar dari dalam kamarku.
" Emh... kamu memang hebat beb, tidak ada yang kurang dari dirimu, aku bahkan selalu menantikan malam-malam indah hanya berdua bersamamu seperti ini bebih. Umm... owh, aku sudah tidak tahan lagi bebih."
Suara gencatan senjata semakin meruntuhkan benteng kekuatan diriku.
" Sshh.. kamu pun selalu membuatku pengen nambah lagi dan lagi beb, bahkan setiap malam aku selalu menginginkan dirimu sayang, eurmh!"
Suara des@h@n itu terus saja terngiang-ngiang ditelingaku, bagai badai yang menghantam jiwaku, seakan langit menjadi suram, petir saling bersautan dan sebentar lagi akan runtuh menyambar diriku dan menghancurkan segala yang ada pada diriku.
" Itu bukan suara mas William kan Na!"
Tanganku mulai bergetar, lututku seolah sudah tak bertulang lagi, kalau tidak Sabrina tahan, pasti aku sudah roboh dan ambruk di lantai saat itu.
" Gem... yang kuat Gem, kamu wanita kuat okey?" Aku yakin Sabrina pun merasakan apa yang aku rasakan, namun dia tetap mencoba kuat agar aku tidak tumbang disana.
" Beb aku... eurmh... aku sudah mau sampai beb, i love you beb.." Lagi-lagi suara des@h@n mereka terasa memekakkan telinga.
" Love you too beb, kamu memang selalu bisa memvaskan aku dan membuat aku terbang melayang ke langit ke tujuh." Bahkan aku ingin muntah saat mendengarnya lama kelamaan.
Suara sahutan des@h@n mereka, seolah menamparku ke Lautan lepas dengan diterjang ombak besar yang meluluh lantahkan jiwa dan ragaku, apalagi saat mendengar jeritan panjang yang sering aku dengar selama lima tahun ini.
Dia yang sangat aku puja, dia yang sangat aku banggakan didepan temanku, keluargaku bahkan didepan semua orang, kini terasa seperti sampah yang berbau dan menjijikkan.
Kehidupan dalam hubungan rumah tangga memang nggak selalu berjalan mulus. Ada banyak hal persoalan dalam rumah tangga, nggak semua masalah dapat terpecahkan dengan mudah.
Karena memperjuangkan biduk rumah tangga nggak semudah membalikkan telapak tangan. Kesetiaan pasangan terkadang diuji dengan kehadiran sosok orang ketiga.
HALLO SEMUA... JUMPA LAGI DENGAN OTHOR DI KARYA BARU YANG TAK KALAH SEMLEHOT INI YAA... JANGAN LUPA DUKUNGAN KALIAN SELALU OTHOR TUNGGU...🤗
Jangan lupa juga tekan tombol 💙 FAVORIT, agar dapat notifikasi jika othor update ya?
BIG HUG BUAT KALIAN PEMBACA SETIAKU... 😘
...Happy Reading...
Mana ada wanita di dunia ini yang ingin diselingkuhi, apalagi oleh suaminya sendiri. Bukan berarti kalau pacar yang selingkuh tidak sakit, tapi rasanya tentu lebih sakit jika yang selingkuh adalah suami yang sudah berjanji setia seumur hidup.
Mengucap kata ijab qobul memang tidak sesulit menjalani biduk rumah tangga, namun berani menikahi seorang wanita, berarti sudah siap menerima segala kekurangannya, karena biasanya sifat-sifat asli kita muncul setelah pernikahan berjalan selama bertahun-tahun.
Tuhan... cobaan ini terlalu berat untukku, maaf jika aku mengeluh, namun hati ini terlalu sakit untuk menerima kenyataan, bahwa suami yang paling aku sayangi melebihi apapun itu, kini tega melakukan hal sejahat ini denganku.
Sesekali aku ingin kau bercermin dan melihat seseorang yang pantas mendampingimu. Apakah aku, orang yang bersedia hidup bersamamu, ataukah dia, orang yang kau anggap menarik meski sebenarnya pengganggu? kenapa kau lalukan ini denganku mas? kenapa harus kakak iparku?
Banyak kata yang ingin aku sampaikan dengannya bahkan dengan alam semesta, namun semua itu hanya mampu terucap didalam hatiku saja.
Malam yang aku tunggu selama setahun ini, ternyata menjadi malam terpahit dan terkelam setelah lima tahun perjalanan pernikahanku dengan mas William.
" Dasar William pria tidak tahu diuntung, kurang apa kamu Gem, sampai berani bermain kotor dibelakangmu!" Sabrina langsung menyingsingkan lengannya dan ingin mendobrak paksa masuk ke dalam kamarku.
" Sssttt... jangan Na, jangan dulu."
Sekuat hati aku menahan rasa sesak didada, bahkan aku tidak pingsan saja aku sudah bersyukur, kalau hatiku bukan buatan Tuhan, mungkin sudah pasti rengsek dan hancur lebur tak bersisa sedari tadi.
Tidak pernah terlintas sedikitpun didalam pikiranku, mas William bisa setega itu kepadaku, padahal kapanpun dia meminta jatahnya, mau pagi, siang, sore dan malam atau dini hari sekalipun, aku selalu bersedia memberikan semua untuknya, dengan senang hati dan penuh kasih sayang, namun entah kenapa dia belum juga merasakan kepvasan secara batin.
" Kenapa Gem, sudah jelas-jelas itu suara suami elu kan?"
" Jangan sekarang, dibawah pesta masih berlangsung, apa kata mereka kalau sampai mendengar kami berantem malam ini."
" Gemintang... apa yang ingin kamu pertahankan? semua masalah bisa diselesaikan baik-baik dengan kata maaf, tapi tidak untuk PERSELINGKUHAN, kamu mengerti!"
" Aku mengerti Sabrina, tapi aku tidak mau masalah rumah tanggaku menjadi konsumsi umum, dan akan berimbas ke banyak hal, apalagi dibawah semua relasi perusahaan datang semua."
" Kamu lebih mementingkan harta dari pada dia?"
" Lalu aku harus mementinglan suamiku yang sudah berselingkuh dibelakangku, aku sudah tidak punya orang tua Na?"
" Tapi Gemintang, kita harus punya bukti, dan memergokinya disaat mereka sedang mengadu asmara adalah bukti paling kuat yang bisa kamu gunakan untuk banyak hal Gem, jangan pikirkan yang lain, pikirkan dirimu sendiri dulu."
" Hiks... hiks... huuft."
Nafasku pun kembali tersengal, aku mencoba berdiri dengan kuat dan mengajak Sabrina pergi dari sana.
" Gemintang, ayolah! jangan lemah, kamu wanita yang kuat okey?"
" Apa kamu tahu, siapa wanita yang ada didalam sana?"
" Apa kamu tahu?" Sabrina kembali bertanya.
" Jelas aku tahu, dia kakak iparku."
Sungguh kenyaaan hidup yang sangat menyakitkan, dari sekian banyak wanita, kenapa dia harus berselingkuh dengan istri dari kakak kandungku.
" Mbak Farah? istrinya mas Lewis?" Sabrina sampai membelalakan kedua matanya, aku yakin dia pasti terkejut mendengarnya.
Mbak Farah yang terlihat lembut dan penyayang itu, ternyata tak lebih dari seorang ****** yang mengobral murah harga dirinya.
" Hmm."
Sakit yang aku rasakan bahkan terlalu dalam, perihnya bagai belati tajam yang menggores hatiku dan masih ditambah dengan taburan garam kehidupan diatas lukaku, yang melengkapi penderitaan keluarga kecilku dan keluarga kecil kak Lewis tentunya, karena kami sama-sama belum dikaruniai seorang anak.
" Sudah gilak suami dan iparmu itu? entah binatang apa yang bisa menggambarkan kelakuan edan mereka berdua.Terlalu bejat untuk disebut sebagai manusia!"
Emosi Sabrina semakin tidak terkendali, begitupun diriku, tapi aku mencoba menahannya, sekuat yang aku bisa.
" Apa aku terlalu bodoh sebagai istri Na?"
Sabrina memilih menuntunku menuju ruang tengah, karena kami tidak mungkin keluar kembali ke acara itu dalam keadaan seperti ini.
" Bukan kamu yang bodoh, tapi suami dan iparmu itu yang keterlaluan, mereka berdua sama sekali tidak punya rasa syukur, apa kurangnya kamu coba? apa kurangnya mas Lewis? kalian berdua terlalu sempurna untuk dua ahli Neraka Jahanam itu."
" Kenapa aku tidak pernah menyadarinya, sejak kapan mereka memulainya?"
Air mataku seolah tidak ada hentinya, terus saja mengalir membanjiri wajahku.
" Aku rasa iparmu itu yang kegatelan duluan, soalnya mas Lewis kan setahun sekali belum tentu pulang berlayar, jadi pasti dia kurang belaian, dan punya adek ipar yang modelan begitu, sudah pasti dia tertarik."
Perkataan Sabrina ada benarnya juga, walau aku sempat tidak percaya juga, karena aku tahu bagaimana perasaan bang Lewis kepada istrinya, sangat dalam bahkan terlalu dalam.
" Padahal bang Lewis selalu berusaha untuk pulang, namun apa daya, itu tugasnya."
" Semakin tidak pulang, dan wanita tidak tahu malu itu semakin bahagia menikmati gaji abangmu yang setiap bulan ditransfer semua ke rekening kakakmu itu, semakin menggila lah pastinya dia."
Sabrina tahu betul kehidupan keluargaku, karena aku sering bercerita dengannya.
" Aku hanya punya kak Lewis sebagai keluarga, semenjak ayah dan ibuku sudah meninggal, kak Lewislah yang menggantikan orang tuaku merawatku, ternyata kisah kami berdua hancur sampai disini."
" Perusahaan kalian atas nama siapa? rumah ini atas nama siapa?"
Entah kenapa Sabrina langsung menanyakan hal itu.
" Kalau perusahaan harusnya masih milikku, karena ayah dulu sempat mengganti dengan atas namaku dan rumah ini masih atas nama ayah dan ibuku, kenapa emangnya?"
" Mulai besok selidiki semuanya, jangan sampai dua ahli Neraka itu menguasai segalanya.
Aku bahkan tidak pernah terfikirkan akan hal itu, itulah baiknya Sabrina, selalu melengkapiku dalam segala hal.
" Kepalaku pusing sekali Na, bagaimana aku harus melanjutkan acara itu?"
" Aku ambilkan obat penenang dulu."
Kejadian ini benar-benar meluluh lantahkan sanubariku, aku berharap ini hanya mimpi belaka, namun ini sungguh nyata.
" Aku cuma punya paracetamol dirumah, yang lain mana ada."
" Tak apa, itu juga untuk obat sakit kepala, bertahanlah sebentar lagi, atau kita percepat aja acara anniversarymu itu, tidak ada gunanya juga, buang-buang uang ratusan juta aja, mubazir!"
" Kamu jangan menyalahkan aku, aku yang memintanya, aku mana tahu mas William setega itu denganku."
Kata-kata Sabrina seolah menyakitiku walau terdengar biasa saja.
" Maaf Gem, aku bukan bermaksud menyalahkannmu, aku hanya---"
" Sudahlah, ambilkan saja obat apa saja untukku, kepalaku rasanya mau pecah."
" Malang sekali nasipmu kawan, kamu yang serba berkecukupan, dan terlihat seperti wanita sempurna yang tidak kurang satu apapun saja masih diselingkuhin, gimana kalau gw nanti ya? jadi ngeri mau nikah."
Umpatan Sabrina semakin membuatku down.
" Nasib seseorang itu berbeda-beda, belum tentu berlimpahan harta itu bahagia, karena kebahagiaan itu tidak dibeli dengan uang semata, cepat ambilkan obatku, sebelum aku pingsan disini."
" Baiklah.. tunggu sebentar ya."
Sabrina langsung berlari kearah dapur, dia sudah tahu seluk beluk rumahku, karena dia setiap hari pasti menyempatkan datang untuk sekedar absen melihat aku yang setia sebagai istri sosialita yang tidak bekerja.
..." Banyak belum tentu cukup, sedikit belum tentu kurang, matematika Tuhan tidak sama dengan manusia, dan disitulah kita belajar arti suatu keberkahan dalam kehidupan."...
...Happy Reading...
Saat Sabrina masih mengambilkan aku obat didapur, tiba-tiba terdengar suara lembut wanita paruh baya yang sangat aku sayangi seperti ibu kandungku sendiri.
" Nak... kamu kenapa? apa kamu sakit? kenapa kamu lemas sekali?"
Dialah mamah mertuaku, seorang ibu yang penyayang dan sangat perhatian denganku, sangat memperdulikanku dan menyayangiku, melebihi rasa sayang kepada anak kandungnya sendiri.
" Mamah."
Aku langsung dibawa kedalam pelukannya, tanpa terasa air mataku langsung tumpah disana, entah apa jadinya kalau beliau mengetahui kelakuan putranya dan yang lebih terasa menyakitkan lagi, suatu saat kalau aku harus kehilangan dirinya, aku seolah tidak sanggup membayangkan itu semua.
Beliau sosok yang bisa diajak ngobrol serius, terkadang bisa seperti teman, seperti ibu bahkan dia seorang panutan yang sangat bijaksana. Namun entah mengapa mas William bisa jadi seperti ini.
Mungkinkah ini salahku? tapi suamiku tidak mengatakan sesuatu apapun denganku, bagaimana aku bisa tahu dimana letak salah dan dosaku?
" Astaga... kamu sampai nangis nak? pasti sakit banget ya? dimana William, kenapa mamah tidak melihatnya, istri sakit malah ditinggal ngapain sih dia?"
Lagi sibuk bercinta mah, bahkan dikamarku, tempat yang setiap harinya aku pergunakan untuk memanjatkan doa untuk kebahagiaan keluarga kecilku.
Aku seolah tidak sanggup untuk memasuki kamar bekas sisa-sisa percintaan mereka malam ini.
Tentu saja mamah langsung sewot, apalagi melihatku lemah tak berdaya seolah tak ada darah yang mengalir di tubuhku.
" Ini obatnya Gem, diminum dulu."
Sabrina bahkan berlari kearahku dengan tanpa alas kaki, dia membawa obat dan satu botol air mineral ditangannya, entah dia lempar kemana sepatu high heels miliknya.
Aku sungguh sangat berterima kasih, disaat aku terpuruk dan dikhianati orang yang paling aku cintai, Tuhan masih memberikan Sabrina untuk menghiburku dan menemani setiap langkah-langkahku.
" Kamu sakit apa sih nak?"
Mamah mertuaku bahkan sampai membantu memijit kepalaku perlahan, setelah satu obat penahan rasa sakit itu sudah masuk didalam kerongkongan leherku.
" Sakit hati tante."
Sabrina memang orang yang sering bicara ceplas ceplos, apalagi disaat sedang emosi.
" Hush... kamu ini jangan ngomong begitu."
Aku langsung memelototi sahabatku, bagaimanapun juga ini bukan salah mama mertuaku, dia tidak tahu apapun tentang hal ini, dia sudah membesarkan mas William dengan penuh kasih sayang, mungkin hanya mas William saja yang salah langkah.
" It's real, right?"
Sabrina semakin membuat mamah mertuaku kebingungan, wajahnya terlihat ragu dan ingin bertanya, namun wajah Sabrina terlihat tidak bersahabat, jadi aku rasa mama menahannya, karena dia sosok orang tua yang sangat peka.
" Ya sudah, biar mamah cari si Willian dulu ya, kamu tunggu disini saja."
" Jangan mah!" Aku langsung menarik lengannya, aku takut melihat mamah terluka dengan kelakuan anaknya.
" Loh... kenapa sih nak, ada apa?"
" Biarkan saja kali Gem, buat apa sih ditutup-tutupi, beliau kan emph..."
Aku langsung meminumkan sisa air mineral yang aku minum tadi ke mulutnya sambil mengeratkan gigiku kepadanya.
" Kamu ini haus sepertinya Na, minum yang banyak biar seger."
" Kenapa sih nak, ada yang kamu tutupi dari mamah?" Mamah terlihat kebingungan dari tadi.
" Tidak mah, tidak ada."
Mencoba tetap kuat adalah hal yang harus aku lakukan sekarang dan entah sampai kapan.
" Kalian kok ngumpul disini? ada mamah juga?"
Entah mengapa suara itu terdengar menyebalkan sekarang, padahal biasanya setengah hari saja tidak mendengar suara itu aku rindu, namun sekarang entah apa yang akan aku rindukan lagi.
" Kamu sedang apa? nggak lihat apa istrimu lagi ngak enak badan begini?" Sudah pasti Mamah langsung mengomeli suamiku, karena aku adalah menantu kesayangannya yang selalu membuatnya tertawa.
" Benarkah? kamu sakit yank? tadi baik-baik saja kan? mau ke rumah sakit sekarang?"
" Tidak usah, aku cuma sedikit pusing saja, istirahat sebentar saja mungkin sudah baikan.
Suamiku langsung mendekat kearahku, wangi harum sabun favoritku tercivm dari tubuhnya, sepertinya dia sudah mandi setelah pertempuran fanas yang tidak halal untuknya.
" Aish... mataku tiba-tiba terasa sakit, tubuhku merinding disini, aku tinggal kedepan ya Gem, cepat sehat, biar kuat menghadapi kenyataan."
Sabrina adalah orang yang sangat sulit menyembunyikan perasaan, kalau dia sudah benci dengan seseorang, melihat saja dia tidak sudi sepertinya, akhirnya Sabrina memilih meninggalkan kami di ruang tengah, namun aku lega, karena banyak yang harus aku lakukan sebelum pada saatnya nanti, akan aku bongkar semua kelakuan gila suami dan kakak iparku.
" Kamu mau istirahat saja dikamar?" Suamiku memeriksa suhu tubuhku dengan menempelkan tangannya dikeningku dan mengusap lembut pipiku.
Mata kami saling bertemu, sorot mata teduh yang selalu membuatku jatuh cinta berulang kali dengannya itu kembali aku pandang, tanpa terasa air mataku mengalir begitu saja.
" Sayang, apa yang sakit? kok kamu sampai nangis begini?"
" Hmm... kepalaku sedikit sakit mas."
Bukan kepalaku yang sakit, tapi hatiku yang hancur karena kegilaanmu yang tak terkendali itu mas.
Tidak aku sangkali, kalau perhatian mas William tidak ada yang berubah sedari awal aku menjadi istrinya sampai sekarang, dia selalu memanjakanku walau aku sering bawel dan merengek minta kesana kesini, dibelikan ini itu, selalu saja dia turuti walau kelihatan kesal.
Apa dia terlalu lelah menghadapi sifatku yang kekanakan seperti itu? aku kira kalau aku sering bermanja dengannya dia akan selalu rindu dengan gelak tawaku, namun ternyata aku salah, setelah aku pikir-pikir, yaa.. mungkin ini semua salahku.
Tapi bukankah dia bisa menasehatiku, bicara dari hati ke hati denganku, aku pasti akan bisa memahami perlahan, karena rasa sayangku dengannya bahkan sampai tidak bisa aku ukur sedalam apa.
Itu kenapa, saat dia berkhianat dariku, sakitnya sungguh luar biasa, bahkan disaat seperti ini aku tidak sanggup untuk membencinya.
Dialah sandaran hatiku selama ini, orang yang benar-benar aku percaya setelah abang Lewis dan Sabrina, kini sedikit demi sedikit rasa itu mulai terkikis.
Namun aku tidak boleh lemah, semakin aku lemah, semakin orang menindasku dan menggangap aku bodoh, aku harus bangkit, namun bisakah aku tanpanya?
Terlalu lama aku bergantung dengannya, kini aku seolah seperti berada diatas perahu dan diombang ambing oleh ombak, ditengah Lautan lepas.
" Mas gendong ke kamar ya?"
Dia langsung ingin menggendongku, namun entah mengapa aku merasa jijik saat membayangkan berada dipelukannya lagi, suara jeritan malam dirinya juga wanita itu, masih terngiang-ngiang dengan jelas ditelingaku.
" Nggak usah mas, aku masih kuat berjalan kok." Bahkan tubuhku terasa merinding saat ingin disentuhnya.
" Kenapa sayang? biasanya kamu paling suka aku gendong kan?"
Dia membelai rambutku perlahan seperti biasa, entah itu tulus dalam hati atau hanya didepanku saja, aku sudah tidak bisa mempercayainya lagi.
" Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja."
Itu dulu mas.. sekarang rasanya aku ingin muntah saat didekatmu, sakit mas... kenapa kamu torehkan luka begitu dalam dihatiku, saat aku selalu ada untukmu?
Apa ini alasanmu menunda kehamilanku selama ini, setelah aku pernah mengalami keguguran diawal pernikahan kita dulu?
Apa sejak saat itu kamu menduakanku dan bermain serong dibelakangku, dengan kakak iparku atau bahkan juga dengan yang lainnya?
Rasa-rasanya seribu pertanyaan pun tidak cukup untuk mewakilkan tentang bagaimana rasa kecewaku dengan lelakiku ini.
Sakitnya tertusuk tidak sebanding dengan sakitnya melihatmu selingkuh didepan mataku.
Selamat atas penghianatanmu yang sudah membuatku kecewa, dan terimakasih sudah mengingatkanku akan kesadaran tentangmu.
(Suara hati istri yang tersakiti )
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!