NovelToon NovelToon

Sebenarnya, Aku Istri Dia

Bab 1 Seperti Jelangkung.

Bekerja sebagai seorang Sekretaris di perusahaan besar, sungguh sangat menggiurkan bagi sebagian orang. Karena tentunya gajinya juga besar. Tapi, tidak dengan Ayana. Setiap hari dia berencana untuk mengundurkan diri, andai saja dia tidak memikirkan tentang hutang almarhum ayahnya untuk biaya pendidikannya dulu.

"Sabar Ayana, dua tahun lagi semua hutang itu akan segera lunas." Ujarnya menyemangati dirinya sendiri.

Saat ini wanita berusia 32 tahun itu masih fokus menatap layar komputer didepannya. Tangannya dengan cekatan mengetik tombol tombol keyboard itu. Meski matanya sudah sangat lelah, tetap saja dipaksakan untuk tetap melek. Dia harus segera menyelesaikan jadwal mingguan itu malam ini juga sebelum tengah malam. Jika tidak, dia akan kehilangan gajinya bulan ini.

"Harusnya aku tidak mengacaukan jadwalnya. Kenapa semuanya jadi kacau begini." Rutuknya menyalahkan keteledorannya sendiri.

Sementara Wanita bernama lengkap Ayana Yunita itu sedang fokus pada pekerjaannya. Sayup sayup terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat kearahnya.

Tap, tap, tap…

Suara langkah kaki itu semakin dekat. Tapi, Ayana sama sekali tidak menghiraukan itu. Dia terus fokus dan berharap pekerjaannya bisa diselesaikan malam ini juga. Dia sudah sangat lelah dan ingin segera pulang untuk beristirahat.

Tap, tap…

Langkah kaki itu berhenti tepat didepan meja kerja Ayana. Menyadari seseorang berada didepannya, membuat Ayana mendongak untuk melihat siapa orang itu.

"Pak Farraz!"

Ayana langsung berdiri dan sedikit menunduk untuk memberi hormat pada atasannya itu.

"Masih belum selesai juga?"

Farraz bertanya sambil menatap Ayana dengan tatapan tegas dan mengintimidasi.

"Sedikit lagi, pak Farraz." Jawabnya ragu.

"Pulanglah. Lanjutkan besok saja." Ujarnya.

Mendengar itu Ayana merasa sangat bersyukur. "Terimakasih, pak Far… Raz…" Ucapnya terputus putus, karena Bos mudanya itu sudah menghilang dari hadapannya.

"Datang tiba tiba, pergipun tiba tiba. Dasar jelangkung." Rutuk Ayana.

Lalu dia pun segera menyimpan hasil kerjanya dan membawa pulang pekerjaan yang belum selesai.

"Kenapa Farraz Ehsan selalu menyusahkan aku. Kalau memang jadwal ini bisa dikerjakan besok, kenapa tadi siang dia bilang harus diselesaikan malam ini juga. Dasar tukang siksa. Senangnya melihat orang lain menderita." Celotehnya sambil melangkah menuju lift.

Ayana pulang menggunakan mobilnya sendiri. Meski hanya mobil bekas, tapi sudah sangat membantunya untuk pulang pergi bekerja.

"Eeh, tunggu!" Dia mengingat sesuatu.

"Alamak, Handphone aku ketinggalan." Pekiknya khawatir.

Ayana kembali keruangannya untuk mengambil handphone yang tergeletak diatas meja kerjanya.

"Syukurlah, kamu tidak menghilang. Jangan suka ketinggalan lagi..." Ucap Ayana.

Dia bicara pada handphone yang sudah ada dalam genggamannya.

"Sekarang saatnya kita pulang..." Melangkah dengan riang gembira.

Kini Ayana benar benar akan pulang. Dia sudah berada di lift yang terus turun membawanya ke lantai dasar bagian belakang gedung, dimana mobilnya di parkir.

Cuit… cuit…

Suara si hijau kesayangan Ayana.

Klekk…

Ayana membuka pintu mobil dan langsung duduk nyaman disana. Dia menutup rapat pintu mobil. Sebentar dia menyandarkan punggungnya disandaran kursi mobil untuk meluruskan tulang belakang yang terasa kaku karena terlalu lama duduk didepan komputer. Dia juga memejamkan mata sejenak untuk merilekskan mata yang terasa lelah menatap layar komputer seharian.

Disaat mata Ayana mulai terpejam, ingatannya pun membawanya pada awal pertemuannya dengan pemilik perusahaan tempatnya bekerja saat ini.

"Selamat datang diperusahaan, nona Ayana Yunita." Sapa Direktur dengan ramah.

Sapa ramah itulah yang membuat Ayana terus berusaha menjadi karyawan lebih baik lagi setiap harinya.

"Oh, ternyata sudah hampir tujuh tahun aku bekerja disini. Dan aku masih belum bisa melunasi hutang Ayah." Gumamnya dengan mata yang masih terpejam.

Tiga tahun awal Ayana bekerja sebagai Karyawan biasa diperusahaan ini sangatlah menyenangkan. Ayana tidak pernah merasa tertekan dan lelah seperti saat sudah menjadi sekretaris langsung Direktur utama yang garang.

Bukan garang sebenarnya. Lebih tepatnya tegas dan disiplin. Maklum, dia seorang Direktur muda yang diangkat langsung oleh pemilik perusahaan ini disaat usianya masih sangat muda. Dan Ayana adalah saksi pertama keberhasilan direktur muda itu.

Tapi, selama lima tahun bekerja sebagai sekretaris Direktur utama, membuat Ayana kehilangan kebebasannya dan juga waktu liburannya. Dia harus ikut kemanapun saat direktur harus mengadakan jumpa klien di berbagai kota. Sungguh pekerjaan yang melelahkan bagi Ayana.

Sempat berpikir untuk berhenti. Tapi, dimana lagi Ayana akan mendapat pekerjaan dengan gaji yang sangat pantastis ini. Sayang sekali untuk dilewatkan. Sehingga Ayana memutuskan untuk bertahan, dengan segala keadaan yang ada.

...🍀🍀🍀...

Sebuah mobil sport memasuki perkarangan rumah yang sangat mewah dan megah. Mobil itu langsung masuk ke garasi. Sesaat kemudian pemilik mobil itu turun dari mobil kesayangannya.

"Tuan muda sudah pulang!" Seru Kokom yang datang menghampiri majikannya itu.

"Sudah, bik." Jawabnya sambil memberikan tas dan kunci mobil pada wanita separuh baya itu.

"Mobil siapa itu, bik?" Dia bertanya saat menyadari ada mobil lain yang parkir di halaman rumahnya.

"Mobil tuan Timo."

"Om Timo datang lagi?" Ujarnya tidak suka.

Lalu, dia melangkah masuk ke rumah, diikuti oleh Kokom dari belakang.

"Farraz, kamu sudah pulang, nak?" Sambut Irma senang.

"Sudah, Ma." Mencium kening mamanya itu.

"Ada Om Timo sama Putri tuh. Katanya Putri rindu berat sama kamu." Bisik Irma ditelinga putra bungsunya itu.

"Aku capek banget, Ma. Aku keatas dulu." Melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Irma kecewa melihat Farraz tidak mau menemui Putri sebentar saja.

"Putri keatas gih, sayang. Bawain sup ini ke kamar Farraz." Perintah Irma.

Awalnya Putri ragu ragu, tapi setelah mendapat izin dari papanya dan juga papanya Farraz, akhirnya diapun mau mengantarkan sup itu pada Farraz.

Beberapa saat kemudian, Putri tiba di depan pintu kamar Farraz. Dia pun mulai mengetuk pintu itu.

Tok, tok, tok…

"Siapa!" Serunya dari dalam kamar.

"Raz, ini aku Putri. Aku bawakan sup kesukaan kamu." Sahut Putri dengan suara lembutnya.

Ceklek…

Farraz membuka pintu itu, dilihatnya Putri berdiri memegang nampan yang berisi semangkok sup dan segelas air putih.

"Masuklah." Ajak Farraz.

Putripun masuk ke kamar itu dengan perasaan senang. Lalu dia menaruh nampan sup itu diatas nakas samping tempat tidur Farraz yang berukuran king size itu.

"Udah, kan? Keluar sana!" Ujar Farraz cuek.

Putri tidak mau menyia nyiakan kesempatan itu. Ini pertama kalinya dia masuk ke kamar Farraz Ehsan yang terkenal dingin dengan semua wanita itu.

Dia menatap kearah Farraz yang mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Lalu, dia melepas kemeja itu dari tubuhnya.

'Wuaahh, sungguh mempesona. Baru kali ini aku melihat tubuh seindah ini. Sungguh nikmat yang luar biasa.' Ucap Putri didalam hatinya sambil memandangi perut kotak kotak Farraz dan lengan Farraz yang sangat berotot itu.

Menyadari Putri menatap kearahnya, Farraz melangkah mendekati gadis itu.

"Apa kamu menginginkan tubuhku?" Tanya Farraz tiba tiba.

Putri terlonjak kaget. Dia pun langsung menundukkan kepalanya merasa malu. Pipinya sudah bersemu merah.

"Apa kamu menginginkan tubuhku?" Tanya Farraz lagi dengan nada agak membentak.

"Tidak. Aku hanya kagum memandang keindahan tubuhmu. Aku jadi membayangkan dan tidak sabar ingin segera menikah denganmu." Ucapnya sambil menatap wajah Farraz.

"Semua perempuan sama saja. Tidak pernah bisa tahan melihat tubuh pria yang kekar." Celoteh Farraz yang mulai melepas ikat pinggangnya.

Bukannya takut atau malu, Putri malah semakin senang dan terlihat menunggu moment saat saat Farraz melepas reslering celananya.

"Jangan bermimpi bisa menikah denganku. Aku sudah memiliki pacar." Ucap Farraz sambil melepas resleting celananya dihadapan putri tanpa malu.

Mendengar pengakuan Farraz, membuat hati Putri merasa sedih. Rupanya Farraz masih juga belum bisa menerina dirinya. Putri benar benar merasa sedih. Dia pun keluar dari kamar Farraz dan langsung mengajak Papanya untuk segera pulang.

BANTU AUTHOR!!

LIKE, KOMEN DAN JUGA FAV CERITA INI. 😍😄

AGAR THOR LEBIH SEMANGAT LAGI UNTUK RAJIN UP.👌💪

TERIMAKASIH.🙏🙏

Bab 2 Janda Mes um.

Pagi pagi sekali Ayana sudah tiba di kantor. Dia sudah menyelesaikan jadwal mingguan Direktur untuk minggu ini.

"Selesai juga akhirnya..." Ucapnya senang.

Sekarang tinggal memberitahukan jadwal tersebut kepada Atasannya, tentang kesesuaian jadwal tersebut dengan kegiatannya minggu ini.

"Mbak Ayana, tolong cek laporan ini sebentar. Kemarin saya perbaiki. Apa sudah betul atau masih ada yang harus diperbaiki lagi." Tanya Nurul salah satu Karyawan juga di perusahaan ini.

"Ok. Sini saya periksa." Dia mengambil file laporan di tangan Nurul.

Sebentar Ayana membalik lembar demi lembar. Matanya sangat fokus memeriksa laporan tersebut sampai sampai tidak mengetahui Farraz sudah tiba di kantor.

Nurul hendak menyapa, tapi dengan cepat Farraz meletakkan telunjuk dibibirnya. Isyarat agar Nurul tetap diam dan tidak mengganggu konsentrasi Ayana. Nurul pun mengangguk paham.

Farraz melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya. Dia bahkan membuka pintu ruangannya dengan sangat pelan. Dan sebenarnya, dia bersikap seperti itu bukan karena takut mengganggu konsentrasi Ayana. Tapi, dia malu karena datang kesiangan hari ini. Sebab, setiap kali Ayana telat semenit saja dia sudah memarahi Ayana dan membandingkan dengan dirinya yang tidak pernah telat.

Kembali pada Ayana. Dia sudah selesai memeriksa laporan yang diberikan Nurul.

"Ini sudah cukup, bagus. Tapi, masih ada sedikit kesalahan di penulisan tanggal. Jadi, kamu benar benar harus hati hati saat menulis tanggal. Jangan sampai keliru." Jelas Ayana.

"Terimakasih, mbak. Saya akan lebih teliti lagi." Jawab Nurul semangat.

Ayana tersenyum senang. Kemudian, setelah Nurul pergi, Ayana pun menarik napas dalam dalam, lalu dia melangkah menuju ruangan Farraz untuk membacakan susunan jadwal minggu ini yang sempat berantakan.

Tok, tok, tok…

"Masuk!" Seru Farraz dari dalam.

Ayana langsung membuka pintu ruangan pak bos nya itu. Dia pun langsung melangkah dengan pasti mendekat ke meja kerja Farraz.

"Ini jadwal mingguan yang sudah saya perbaiki, Pak." Meletakkan tablet mini diatas meja Farraz.

Sementara Farraz duduk membelakangi Ayana. Hingga Ayana bingung, dengan apa yang sedang dilakukan Farraz. Dia terlihat seperti sedang melakukan sesuatu yang aneh. Tangannya bergerak cepat naik turun.

Mata Ayana melotot tidak percaya dengan apa yang sudah terlintas dalam pikirannya. 'Sadar Ayana, kamu hanya salah paham.' Ucapnya dalam hati sambil menampar pelan kedua pipinya sendiri.

"Kamu selalu tepat waktu, Ayana."

Farraz memutar kursinya agar bisa duduk dengan semestinya. Dan saat Farraz berbalik, Ayana langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Melihat tingkah Ayana membuat Farraz mengerutkan dahinya.

"Kamu kenapa, Ayana?" Dia bertanya.

Ayana hanya menggeleng kuat, tanpa melepas kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya.

Sebentar Farraz melihat keadaan dirinya yang baik baik saja. Kemudian dia teringat kegiatan yang barusan dilakukannya saat membelakangi Ayana.

Sudut bibirnya terangkat, lalu dia memegangi dasinya. "Apa yang kamu pikirkan, Ayana?"

Farraz bertanya dengan suara khasnya yang serak dan sangat menunjukkan keperkasaannya. Hal itu membuat Ayana bertambah takut untuk membuka matanya.

"Dasar janda mes um." Ucap Farraz.

Plakk…

Sebuah file tipis mengenai ubun ubun Ayana.

"Awwkhh…" Rintih Ayana yang langsung memegangi bagian kepalanya yang terkena pukul.

"Kenapa anda memukul saya, pak Farraz Ehsan?" Bentak Ayana tidak terima diperlakukan seperti itu.

"Kepala kamu yang penuh dengan pikiran kotor itu perlu dipukul, supaya sadar." Jawab Farraz dengan santainya.

Ayana menelan ludah menahan luapan kekesalannya karena dikatai janda mes um dan juga mempunyai pikiran yang kotor.

"Tadi saya membenarkan dasi saya, yang terikat sangat kencang. Saya berusaha melepas ikatan yang terlalu kencang itu. Paham kamu?" Dia menjelaskan.

Mendengar penjelasan itu membuat Ayana menundukkan kepalanya. Dia malu. Rupanya memang pikirannya yang sudah kotor dipagi hari.

Sebentar Farraz memeriksa jadwal yang ada ditablet mini itu.

"Ini sudah ok. Aku suka." Mengangguk senang.

"Kamu boleh keluar dari ruangan saya." Perintahnya tanpa menatap lagi wajah Ayana yang tampak murung.

...🍀🍀🍀...

Kini Ayana terkulai lemah duduk di kursinya. Matanya tidak fokus menatap layar komputer. Tumpukan file yang harus di periksanya masih sisa beberapa.

"Aaagggrrr…"

Dia kesal dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berpikir yang macam macam di pagi hari yang indah. 'Apakah karena aku sudah terlalu lama menjanda?' Pikirnya.

Kakinya bergerak seperti kejang, diikuti oleh tangannya yang tidak berhenti mengusak kepalanya yang terbungkus jilbab itu. Sungguh pemandangan yang sangat tragis.

'Bisa bisanya mulut kotornya itu mengataiku janda mes um!" Jeritnya dalam hati, dengan posisi masih seperti tadi.

Tap, tap, tap…

Suara langkah seseorang semakin mendekat pada Ayana. Tapi, dia tidak peduli. Saat ini dia benar benar tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Tap, tap, tap…

Langkah itu berhenti tepat di depan meja Ayana. Pemilik langkah itu tersenyum geli melihat tingkah Ayana.

"Eehhem…" Dia berdehem.

Mendengar suara itu membuat Ayana terperanjat kaget. Dia pun langsung memperbaiki duduknya dan merapikan jilbabnya yang agak berantakan karena ulahnya beberapa detik yang lalu.

"Pak Handi! Ada yang bisa saya bantu?" Sapanya dengan sedikit menunduk.

Pria yang ternyata bernama Handi itu, tersenyum. Dia selalu senang saat melihat dan mendengar suara lembut Ayana.

"Pak Farraz ada?"

"Ada, pak. Silahkan langsung keruangan beliau." Jawab Ayana.

Handi mengangguk, lalu dia melangkah menuju ruangan Farraz.

Sedangkan Ayana buru buru berlari ke toilet. Dia ingin melihat keadaan dirinya didepan cermin.

"Ya ampun Ayana…" Dia berteriak dengan suara tertahan.

Melihat penampilannya yang sangat berantakan, membuatnya merasa malu membanyangkan saat saat Handi melihat keadaan dirinya yang seperti itu.

"Kenapa harus pak Handi sih yang melihatku?" Rutuknya kesal.

Dengan segera dia merapikan jilbab dan juga menambah sedikit bedak di pipinya. Lalu, setelah merasa kembali rapi dan fresh, Ayana pun kembali ke meja kerjanya yang terletak tepat di depan ruangan Direktur Utama Faress Crupt.

Sesaat setelah Ayana duduk di kursinya, Handi pun keluar dari ruangan Farraz. Dan Ayana berdiri untuk memberi hormat pada Handi.

"Aku dengar, hari ini pak Farraz ada janjian makan siang dengan kekasihnya." Bisik Handi yang membuat Ayana terkejut.

"Maksud pak Handi, apa ya?" Menjauhkan dirinya dari wajah Handi yang terlalu dekat.

"Ya, maksudnya... Bagaimana kalau kita makan siang bareng siang ini?" Ucap Handi.

Sebentar Ayana terdiam. "Boleh." Ucapnya sambil tersenyum.

'Yes. Akhirnya…' Ucap Handi dalam hati.

Betapa Handi bahagia, karena akhirnya berkesempatan untuk makan siang bersama Ayana. Wanita yang sudah dikatsirnya sejak awal Ayana bekerja di perusahaan ini.

"Aku tunggu kamu di lobi. See you." Handi melangkah pergi dengan perasaan yang berbunga bunga.

Sementara Ayana hanya menggeleng tidak yakin setelah menerima ajakan Handi. Ayana tahu Handi menyukainya bahkan saat Ayana masih gadis jauh sebelum Ayana menjadi janda. Setelah menjada dia mengira Handi tidak akan menyukainya lagi. Tapi, tebakannya salah. Handi malah bertambah menyukainya lebih dari sebelumnya.

"Handi saja masih kecantol sama janda mes um ini wahai… Farraz Ehsan berhati batu." Ujarnya sambil menatap tajam kearah pintu ruangan Farraz.

BANTU AUTHOR.

LIKE, KOMEN DAN JUGA FAV CERITA INI. 😍😄

AGAR THOR LEBIH SEMANGAT LAGI UNTUK RAJIN UP.👌💪

TERIMAKASIH.🙏🙏

Bab 3 Black Card.

Handi dan Ayana sudah dalam perjalanan untuk makan siang. Tapi, mereka belum menentukan akan makan kemana. Sebenarnya Ayana punya saran, hanya saja melihat Handi yang sejak tadi diam, membuatnya malas mengutarakan keinginannnya.

"Kita mau makan dimana, Yana?" Tanya Handi pada akhirnya.

"Kalau ayam penyet, mau nggak?" Ujarnya Ragu.

"Ayam penyet?" Ulang Handi.

"Iya. Kenapa? Pak Handi nggak suka makanan seperti itu, ya?"

"Saya suka. Kita ke ayam penyet, ok."

Handi melajukan mobilnya menuju ayam penyet yang enak dan sering dibicarakan orang orang. Mungkin Ayana akan suka.

"Kalau pak Handi tidak suka, kita ke resto aja, pak. Nggak apa apa kok." Sambung Ayana.

"Saya suka kok. Cuma memang jarang aja makan ayam penyet." Jawabnya.

Hanya anggukan dari Ayana sebagai respon untuk ucapan Handi. Dia tahu Handi berbohong. Sekelas seorang yang kaya raya seperti Handi, mana mungkin suka makanan yang murah seperti itu. Contohnya saja Farraz, dia selalu memilih resto mewah untuk makan siang atau malam saat bersama Ayana.

"Saya hanya bosan makan steik dan pasta, setiap kali makan bersama pak Farraz." Gumamnya kemudian.

"Begitukah?"

"Mmhh, begitulah." Jawab Ayana.

Handi tersenyum. Dia benar benar merasa senang bisa nebgobrol sedekat ini dengan Ayana. Padahal dulu, dia sangat malu hanya untuk sekedar menyapa Ayana.

"Besok akhir pekan, loh. Kamu ada acara?" Tanya Handi sambil tetap fokus mengemudi.

"Besok…" Ayana mencoba mengingat, ada acara apa besok.

"Sepertinya kamu jarang menghabiskan akhir pekan untuk sekedar memanjakan diri sendiri, iya kan?" Tebak Handi.

Senyum mengembang dibibir Ayana, lalu dia mengangguk. "Pak Handi benar. Semua waktuku dihabiskan untuk bekerja, bekerja dan bekerja."

Handi tersenyum. "Jika boleh, bisakah kita saling memanggil nama saja…"

"Tentu. Jadi aku akan memanggil dengan Handi, atau mas Handi?" Sahut Ayana bicara santai pada Handi.

"Panggil Handi saja. Kita hanya terpaut satu tahun saja, bukan?"

"O ya? Aku kira kamu jauh lebih tua dariku." Celotehnya.

Mendengar kata tua membuat senyum diwajah Handi agak memudar. Entah mengapa rasanya aneh saja, ketika kata tua itu keluar dari mulut wanita yang dicintainya.

"Hey, aku hanya bercanda. Kenapa malah menanggapi dengan serius." Ucap Ayana.

Dia tahu, Handi baper dengan ucapannya. Makanya, Ayana langsung menjelaskan, bahwa dirinya hanya sekedar bercanda.

"Aaa… kamu hanya bercanda!" Handi kembali tersenyum.

"Jangan terlalu menganggap serius ucapanku, Handi. Aku tahu usiamu dan kapan tanggal ulang tahunmu. Atau kamu lupa, aku adalah sekretaris yang handal. Aku bahkan mengenali hampir semua wajah karyawan di Faress Crupt, lengkap dengan jabatan mereka dan tanggal lahir mereka sekalian. Itulah tugasku sejak awal menjadi Sekretaris." Jelasnya.

"Aku tahu. Hanya saja, aku merasa aneh saat kamu yang mengatakan itu. Perkataanmu seakan memberitahuku, bahwa aku terjauh dari kata pantas untuk mendampingimu, Yana." Ungkap Handi yang akhirnya memarkir mobilnya tepat di depan tempat makan ayam penyet mas Joko.

'Aduh, aku salah ngomong rupanya. Aku kira Handi tidak akan mengerti maksudku. Eh ternyata dia lebih teliti dari yang aku duga. Jadi, baper benaran nih cogan.' Gumamnya dalam hati.

"Yuk turun. Kita makan ayam penyet mas Joko. Katanya ayam penyet ini lagi viral bangat loh saat ini." Ajak Handi.

Dia pun langsung turun, dan selama Ayana masih sibuk dengan pikirannya dan sibuk melepas sitbelt, Handi akhirnya membukakan pintu untuknya.

"Kita sudah sampai tuan putri…" Mempersilahkan Ayana turun dari mobil.

Dengan wajah agak kaget, Ayana pun turun dari mobil.

"Terimakasih, kapten."

Ayana menundukkan sedikit tubuhnya bergaya seperti seorang tuan putri untuk mengindahkan ucapan Handi yang menyebutnya tuan putri.

Senyum lebar semakin mengembang di wajah Handi. Betapa kebahagiaan itu semakin bertambah seiring berputarnya jarum jam. Kebahagiaan yang selalu diimpikan selama ini, akhirnya bisa terwujud juga.

...🍀🍀🍀...

Pukul tiga sore, Ayana masih tetap fokus didepan komputernya.

Ting…

Notif pesan datang di layar handphonenya. Segera saja Ayana melihat pesan itu yang ternyata dikirimkan oleh Handi.

Handi: Bagaimana kalau nanti malam,

Kita jalan ke mall?

Hanya seringaian malas yang terlihat diwajah Ayana. Dia merasa sedikit menyesal karena menerima ajakan makan siang bersama Handi tadi siang.

"Semua lelaki sama. Dikasih hati, malah minja jantung." Celotehnya sambil menaruh kembali handphone diatas meja kerjanya.

Nggiiikkk…

Suara telepon otomatis yang tersambung ke ruangan Direktur Utama. Dengan cepat Ayana menekan tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut.

"Ayana disini! Ada yang bisa saya bantu, pak Farraz?" Jawab Ayana yang sedang dalam mode kerja.

"Keruangan saya sekarang!" Perintahnya.

"Baik, pak." Jawab Ayana.

Dia langsung melangkah menuju ruangan Farraz. Saat tiba disana, dilihatnya Farraz sedang mebolak balik file di hadapannya.

"Ada yang bisa saya bantu, pak Farraz?" Tanya Ayana yang mendekat ke depan meja kerja Farraz.

"Ini daftar orang orang yang harus kamu undang." Memberikan secarik kertas pada Ayana.

"Daftar undangan untuk apa, pak?"

Ayana bingung sambil mengambil secarik kertas dari tangan Farraz.

Mata Farraz melotot. Dia saat ini sedang menatap kesal pada Ayana yang melupakan tentang hari ulang tahunnya yang akan segera tiba.

"Keasikan kencan sama pacar, ya? Sampai melupakan tentang pesta ulang tahun saya yang akan diadakan kurang dari dua hari lagi." Bentaknya kesal.

"Maaf pak Farraz, saya benar benar melupakan pesta ulang tahun bapak. Saya akan segera menyiapkan semuanya. Minggu sore hingga malam, pestanya akan sangat meriah. Saya janji." Dia sedikit menunduk sambil mengatakan itu.

"Kali ini pestanya akan diadakan di rumah." Sambungnya.

"Di rumah? Maksud pak Farraz, dikediaman Tuan Ehsan dan Nyonya Irma?"

Ayana terkejut, karena ini pertama kalinya, Farraz ingin mengadakan acara ulang tahunnya di rumah kedua orangtuanya. Padahal selama ini Farraz bahkan merahasiakan pesta ulang tahun dari kedua orangtuanya.

"Sekalian, kamu tambahkan Elsa dalam daftar tamu undangan." Lanjutnya yang semakin membuat Ayana terkejut.

Selama ini Farraz merahasiakan hubungannya dengan Elsa dari kedua orangtuanya. Tapi, kali ini dia malah mengundang Elsa di pesta ulang tahunnya yang diadakan dirumah kedua orangtuanya.

"Kamu juga harus datang bersama Handi. Karena malam itu akan menjadi malam spesial dalam hidup saya. Karena, akhirnya saya akan melamar Elsa." Sambungnya lagi.

Kali ini Ayana tidak begitu terkejut lagi. Karena memang harusnya bos mudanya itu segera menikah agar tidak terus terusan mengganggunya lagi.

"Baik, pak. Akan segera saya siapkan dan diskusikan dengan Tuan Ehsan dan Nyonya Irma." Jawab Ayana.

"Ok. Kamu memang yang paling jago saat mengatur perayaan ulang tahun saya." Pujinya.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, selain persiapan pesta, pak Farraz?" Ayana bertanya dengan suara yang sangat sopan.

"Sekalian belikan cincin juga. Dan sebagai hadiahnya, kamu boleh memilih satu gaun pesta yang paling mewah untuk dipakai saat datang ke pesta ulang tahun saya, sekaligus acara pertunangan saya dengan Elsa." Tururnya sambil memberikan black card pada Ayana.

"Baik, pak. Saya permisi."

Ayana pun meninggalkan ruangan itu dengan hati yang lega dan bahagia. Karena mendapat hadiah dari Farraz untuk pertama kalinya selama bekerja sebagai sekretarisnya.

Bantu Author dong teman!!

Jangan lupa LIKE, KOMEN ya. 😄😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!