NovelToon NovelToon

Pesona Di Balik Kabut

Carren Briana.

~•Happy Reading•~

Carren yang baru turun dari angkutan umum segera berjalan cepat menuju Universitas Darmawangsa sambil memegang payung, karena hujan belum juga redah.

Hari ini dia akan mengikuti ujian masuk sebagai mahasiswa baru dari jalur beasiswa. Karena bagi siswa lulusan SMU yang kurang mampu tetapi berprestasi, Universitas Darmawangsa memberikan kesempatan untuk bisa kuliah di kampus mereka dengan mengikuti ujian masuk lewat jalur khusus beasiswa. Carren termasuk salah satu siswi yang kurang mampu, tetapi berprestasi.

Oleh sebab itu, pagi ini Carren berusaha menerabas hujan dari rumah. Dia harus naik angkot dua kali dan naik kereta ke Universitas Darmawangsa untuk mengikuti ujuan masuk tersebut.

Setelah turun di halte dekat kampus, dia berjalan cepat agar tidak terlambat. Dia bersyukur, karena hujan tidak sederas saat berangkat dari rumah. Jadi hanya sepatunya yang sedikit basah, karena dia berjalan di trotoar. Sedangkan jalan raya sudah tergenang air di mana-mana.

Sebuah mobil dari arah belakangnya, tiba-tiba berjalan dengan kecepatan tinggi. Hal itu mengakibatkan genangan air yang ada di jalan raya langsung memandikan Carren yang sedang berjalan di trotoar.

"Heeeiiiiii..." Teriak Carren yang terkejut dan marah. Rasanya dia ingin memaki orang yang telah melakukan itu padanya. Sambil mengibaskan tangannya untuk membersihkan bajunya, Carren melihat mobil itu masuk ke gerbang Universitas Darmawangsa yang akan ditujunya.

Ketika mulai berkurang rasa terkejutnya dan bisa melihat dengan baik, dia tahu mobil siapa yang baru memandikannya dengan air genangan dan lumpur. Hatinya menjadi sakit, karena menahan rasa marah yang tidak tersalurkan.

Melihat keadaan dirinya, dia menyadari payung yang ada di tangannya hanya bisa melindunginya dari air hujan. Tetapi tidak dari genangan air di jalanan, sehingga baju yang dikenakannya basah kuyup dan kotor. Begitu juga dengan surat-surat yang ada dalam map di tangannya.

Dia tertunduk sedih dan air mata mengalir di pipinya, ketika melihat kondisinya. Semua semangat dan harapan saat berangkat dari rumah sirna dalam sekecap.

Walaupun belum tentu diterima untuk kuliah di Universitas Darmawangsa, tetapi sedikit banyak dia telah berusaha mempergunakan kesempatan yang diperolehnya untuk ikut ujian masuk di sebuah Universitas ternama.

Carren segera kembali dan berdiri di halte, karena percuma dia pergi ke Universitas untuk mengikuti ujian. Dia bersyukur sedang hujan, sehingga pipinya yang sudah basah oleh air mata dapat disamarkan. Orang dan para calon mahasiswa baru yang melewatinya tidak menyadari dia sedang meneteskan air mata.

Mereka hanya memandangnya dengan wajah kasihan. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir, mengingat apa yang baru saja dialami dan apa yang telah hilang sebelum digenggamnya. Dengan hati yang sedih, dia memandang Universitas yang tidak jadi ditujunya.

Kemudian dia menutup payungnya dan duduk di halte yang sudah mulai sepi. Dia mengeringkan bajunya dengan memerasnya berkali-kali dan juga melepaskan sepatunya untuk dikeringankan. Sedangkan surat-surat di dalam map sudah tidak berujud dan tidak bisa dibaca lagi.

Dia menunggu hampir satu jam di halte sampai air tidak menetes lagi dari bajunya dan sedikit agak kering, baru dia berani naik angkot untuk pulang ke rumah. Sopir angkot tidak mengijinkan dan marah, jika ada penumpang yang bajunya basah naik di angkotnya. Begitu juga dengan penumpang yang sudah duduk di dalam angkot.

Setelah tiba di rumah, Mamanya terkejut melihat keadaan tubuhnya yang menggigil kedinginan dan gigi gemeretak. Juga bajunya yang setengah kering dan kotor.

Tanpa bertanya, Mamanya segera membuat minuman panas dan memasak air untuk mandi. Dia memegang cangkir teh panas dengan kedua tangannya dan sesekali menempel ke pipi untuk menghangatkan wajahnya yang dingin.

"Ayooo... Mama sudah siapkan air panas di kamar mandi. Campur sendiri sesuai ukuran hangat menurutmu, lalu mandi. Mama akan menggosok badanmu setelah mandi." Ucap Bu Nancy, melihat putrinya sudah selesai minum teh panas.

"Iya, Mam... Makasiiii." Ucap Carren, lalu mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Dia membiarkan air mandinya lebih hangat dari biasanya, karena tubuhnya yang dingin dan menggigil.

Setelah mandi, Bu Nancy membalur seluruh tubuh Carren dengan minyak kayu putih untuk lebih menghangatkan tubuhnya. Carren membiarkan Bu Nancy melakukannya, walaupun dia tidak terlalu menyukai bau minyak kayu putih.

"Sekarang pakai kaos kakimu dan istirahat, Mama akan menyiapkan makan siang untuk kita." Ucap Bu Nancy, sambil menyelimuti tubuh Carren dengan selimut. Beliau berharap, dengan demikian tubuh putrinya bisa kembali ke suhu yang normal.

Carren menarik selimut dan menutupi tubuhnya, walaupun hujan sudah mulai redah dan kipas angin telah dimatikan oleh Mamanya. Dia masih merasa dingin, tetapi sudah mulai tidak menggigil.

Dia berusaha menutup matanya untuk beristirahat, walaupun air mata menetes di pinggir matanya. Dia tidak mau menunjukan kesedihan di depan Mamanya, karena dia tahu Mamanya mengharapkan dia bisa mengikuti ujian masuk untuk kuliah.

.***.

Bu Nancy yang telah keluar kamar meninggalkan Carren beristirahat, menuju ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Beberapa potong ayam yang dibelinya di tukang sayur untuk dibumbuin, tidak jadi digoreng.

Tetapi Bu Nancy segera merebus ayam tersebut dengan tambahan kentang dan wortel. Beliau akan membuat soup ayam asal jadi, untuk putrinya. Karena isi dan bumbu yang tidak lengkap untuk soup. Yang penting jadi soup panas untuk putrinya.

Beliau sangat cemas melihat kondisi Carren. 'Pasti telah terjadi sesuatu dengannya.' Itu yang ada dalam pemikirannya, tetapi beliau menahan diri untuk tidak bertanya. 'Nanti kondisinya sudah lebih baik, baru berbicara dengannya.' Bu Nancy terus mengingatkan dirinya dengan membatin.

Karena beliau juga ingin tahu tentang ujian masuk ke Universitas Darmawangsa yang diikutinya. Melihatnya tadi seperti itu, kondisi kesehatan Carren lebih utama baginya. Sehingga Bu Nancy lebih fokus untuk memulihkan kondisi kesehatan putrinya.

Saat menjelang waktu makan siang, Bu Nancy membangunkan Carren yang sudah tertidur. Beliau memegang dahi Carren, kemudian menarik nafas lega. Suhu tubuh Carren mulai normal dan beliau sangat bersyukur putrinya tidak demam.

"Ayooo... Mari makan dulu, nanti baru tidur lagi." Ucap Bu Nancy, saat melihat Carren mulai membuka matanya. Ketika kesadarannya terkumpul, Carren menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bangun. Kemudian dia mengikuti Mamanya keluar dari kamar ke dapur untuk makan.

"Makan soup ini, mumpung masih panas. Agar bisa memulihkan tenagamu kembali." Ucap Bu Nancy, sambil mengisi semangkuk soup ayam.

"Makasih, Ma." Ucap Carren pelan, berdoa dan mulai makan soup ayam yang diberikan Mamanya. Kemudian dia mengambil nasi untuk lebih mengenyangkannya.

Setelah selesai makan siang bersama, Carren merapikan meja makan dan membawa perangkat makan yang telah dipakai oleh mereka ke tempat cucian.

"Arra, biarkan saja di situ, nanti Mama yang mencucinya. Kau jangan memegang air untuk cuci semuanya itu. Mari, duduk di sini lagi dan kita berbicara." Ucap Bu Nancy, sambil menunjuk kursi meja makan.

Carren meletakan perangkat makan kotor di tempat cucian dan kembali duduk bersama Mamanya di meja makan. "Apa yang terjadi denganmu tadi, sampai basah dan kotor begitu?" Tanya Bu Nancy pelan, setelah Carren duduk di depannya.

"Tadi saat Arra sudah dekat ke kampus, ada mobil yang ngebut melewati genangan air di jalan, Ma. Airnya muncrat menyirami Arra. Semua yang dibawa basah, selain bajuku. Jadi Arra ngga bisa ikut ujian masuk." Ucap Carren pelan dan sedih.

"Ngga usah bersedih, mungkin tahun depan kau bisa ikut ujian masuk. Yang harus kau lakukan sekarang adalah berterima kasih kepada Tuhan yang telah membawamu pulang ke rumah, bukan ke rumah sakit." Ucap Bu Nancy, mengingat kondisi putrinya saat pulang ke rumah dalam keadaan pucat dan menggigil.

"Iya, Ma. Tadi tanganku rasanya kaku, hampir tidak bisa digerakan." Ucap Carren mengingat kondisi tubuhnya saat membayar angkot.

"Sekarang kau istirahat lagi, biar cepat pulih. Mama mau menyelesaikan pesananan orang, sebelum mereka datang mengambil jahitannya." Ucap Bu Nancy, sambil berdiri dari meja makan.

Carren masuk ke kamar dan memeriksa ponselnya dan mengaktifkannya. Dia bersyukur, ponselnya agak sedikit basah tetapi tidak apa-apa. Karena tas yang dipakainya dari kain, buatan Mamanya.

Sambil berbaring, dia melihat semua postingan dan percakapan teman-teman SMU di WA grup. Ada satu pertanyaan dari Ayunna yang mengusik dan menore luka baru hatinya.

"Hi temans, dalam grup ini siapa saja yang ikut ujian masuk lewat jalur beasiswa di Wangsa (Universitas Darmawangsa)?"

Carren tahu, Ayunna sedang tertawa happy karena telah menggagalkan rencananya untuk bisa kuliah di Wangsa. Jika tidak ikut ujian masuk sekarang, tidak bisa lagi ikut di tahun depan. Karena kesempatan itu hanya diberikan kepada siswa berprestasi yang baru lulus.

Hal itu tidak disampaikan kepada Mamanya, karena khawatir Mamanya ikut kecewa dan bersedih.

♡•~Jangan lupa like, komen, vote dan  favorit, yaa... 🙏🏻 Makasih~•♡

Ayunna Ollehart.

~•Happy Reading•~

Di sisi yang lain ; Ayunna sedang menuju rumah Liana untuk menjemputnya, agar bisa berangkat sama-sama ke Universitas Darmawangsa. Mereka akan mengikuti ujian masuk di sana dari jalur umum, karena mereka dari keluarga mampu bahkan kaya.

"Gue ngga bisa tidur nyenyak semalaman. Sekarang gue lagi dag dig dug ni, Yunna. Maunya Nyokap, gue harus bisa kuliah di Wangsa." Ucap Liana yang baru duduk di dalam mobil Ayunna.

"Gue dong, santuuui... Gue mala berharap ngga lulus, biar bisa ikut Recky ke Aussie." Ucap Ayunna, sambil menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah Liana.

"Ngga salah, Lu? Emang Recky pernah ngomong apa ama, Lu?" Tanya Liana, sambil menatap Ayunna yang lagi konsentrasi menyetir di tengah hujan. Karena setahu Liana, Recky tidak pernah merespon pedekatenya Ayunna.

"Ngga salah, lah. Kalau di Aussie kan, ngga ada cewek yang kegatelan itu. Jadi gampang gue dekatin dan dapatin Recky." Ucap Ayunna, membayangkan dirinya dan Recky bisa bersama. Dia sangat tergila-gila dengan Recky.

"Maksud Lu, Carren? Setahu gue, bukan dia yang kegatelan. Tapi Recky yang seperti kena ular gatal, jika lihat atau ada dekat dengannya." Ucap Liana, mengingat Carren sering menghindari Recky atau bersembunyi darinya.

"Enak aja, Lu. Dia yang suka so' cantik dan pintar di depan Recky. Padahal penampilannya seperti orang kampung. Mana cocok sama Recky, ngga level kaleee..." Ucap Ayunna, sambil mengibaskan tangannya.

"Semoga rencana Lu ke Aussie sukses, dah. Supaya ngga bertemu cewek kampung itu lagi. Bisa-bisa rambutmu berdiri, kalau lihat dia di kampus setiap hari. Atau kerjaan kita cuma mencari cara membully atau mengerjainya." Ucap Liana, yang sedang memikirkan Carren.

"Apa kata Lu? Dia mau kuliah di Wangsa juga? Mana mungkin dia bisa kuliah di Wangsa, emangnya dia mampu? Tas dan sepatu saja ngga pernah diganti-ganti. Kalau kita ngga putusin tali tasnya, dia akan memakainya sampai lulus sekolah. Hahahaha..." Ucap Ayunna, sambil tertawa mengingat mereka memutuskan tali tas Carren.

"Gue ingat itu. Kalau Parry ngga cari peniti untuk membantunya, mungkin dia pulang sekolah sambil menggendong tasnya seperti bayi. Hahahaha..." Ucap Liana dan ikut tertawa, mengingat peristiwa Parry kebingungan mencari peniti.

"Ikan melambai itu juga, selalu saja membantunya. Lain kali, gue akan menggoreng atau memanggangnya." Ucap Ayunna kesal, mengingat Parry yang selalu jadi dewa penolong bagi Carren.

"Tapi ngomong-ngomong, Lu serius, kalau dia mau kuliah di Wangsa juga? Lu dapat info dari siapa?" Tanya Ayunna penasaran.

"Informan gue bisa dipercaya dan dijamin benar. Dia ikut jalur beasiswa yang ditawarkan pihak Wangsa untuk siswa berprestasi. Secara dia kan siswi di sekolah kita yang selalu berprestasi." Ucap Liana, meyakinkan.

"Bagaimana, kau makin ingin pindah ke Aussie? Atau jadi tetap kuliah di Wangsa?" Tanya Liana, ingin tahu.

"Walaupun gue mau, bokap ngga bakalan ijinin. Bokap mau gue harus kuliah di Wangsa. Jadi kalau gue ngga lulus juga, bokap akan gunakan pengaruhnya untuk lulusin gue." Ucap Ayunna yakin, mengingat pembicaraan Mama dan Papanya.

"Kalau begitu, jika gue ngga lulus, tolong bilang bokap Lu bantuin gue agar bisa kuliah di Wangsa, ya. Gue belum mau kawin. Nyokap gue ngancam, akan nikahin gue dengan anak teman bisnis Bokap jika ngga lulus ujian masuk di Wangsa." Ucap Liana, ingat ancaman Mamanya.

"Siiip... Nanti gue mau minta bokap juga, agar wanita itu ngga diterima di Wangsa. Bikin sepat mata dan juga, anak kampung mau kuliah di kampus terkenal. Mimpiii..." Ucap Ayunna, tersenyum sinis.

"Eeehhh... Ayunna, pelankan mobilmu. Bukankah yang lagi jalan di trotoar itu, gadis kampung? Gue ingat dan kenal banget payung hadiah yang dipakainya." Ucap Liana, memgingat mereka pernah menyembunyikan payung Carren. Dia mencari dikelas dan hampir menanggis karena tidak menemukannya. Untung dibantu Parry mencarinya, sehingga tidak kehujanan saat pulang sekolah.

"Lu benar, itu dia. Gue dapat ide, jadi ngga perlu meminta bantuan bokap gue untuk menyingkirkannya." Ucap Ayunna, sambil menambah kecepatan mobilnya. Kebetulan Carren sedang berjalan sendiri, jadi lebih mudah melaksanakan rencananya.

Ayunna makin menambah kecepatan mobilnya, saat melihat Carren berjalan dekat dengan genangan air di jalan. Maka tanpa hitung sampai tiga, air genangan di jalanan telah pindah ke trotoar dan juga membasahi Carren.

Sumpah serapa dari mobil yang ada di sebelah kanan Ayunna. Mereka sangat terkejut melihat air bercampur lumpur menghantam mobil mereka. Ayunna buru-buru masuk ke gerbang Wangsa, sebelum terjadi keributan dengan pengendara mobil yang lain.

"Gila Lu... Tadi gue hampir putus nafas, melihat air di kiri kanan mobil kita yang seperti air terjun. Apa yang terjadi dengan gadis kampung itu? Astagaaa, lu nyingkirin dia dengan cara yang sangat licik, Ayunna." Ucap Liana, sambil memegang dada dengan kedua tangannya.

"Sudaaah, ngga usah banyak ngomong. Ada yang perlu disingkirkan dengan cara yang baik-baik, tetapi ada yang harus disingkirkan dengan cara yang ekstrim. Dia salah satunya, harus dengan cara ekstrim supaya ngga kelewat menghayalnya. Mari turun dan cari tempat untuk ikut ujian." Ucap Ayunna, lalu turun dan berlari karena masih gerimis.

.***.

Setelah selesai ujian, Ayunna dan Liana masih mencari-cari sebelum berjalan ke tempat parkir. "Itu dia..." Ucap Liana, sambil menunjuk ke tempat parkir.

"Ikan, ikaan, ikaaann..." Teriak Ayunna, memanggil, sambil mengejar.

"Parriiii..." Teriak Liana, mengejar Parry yang hendak naik mobilnya.

"Ngapain lu pada teriak-teriak. Gue ngga budek, tauuu." Ucap Parry, kesal.

"Habis gue panggil-panggil, lu ngga nengok. Jadi kami teriak, dah." Ucap Ayunna, melunak. Karena sedang mengharapkan informasi dari Parry.

"Kapan lu panggil gue? Ma gue, kasih nama gue bagus-bagus, kalian ganti seenaknya. Ntar gue ganti nama lu lu pada dengan nama hewan, baru tau rasa." Ucap Parry, sambil menunjuk wajah Ayunna dan Liana.

"Iyaa, sorriii... Kami mau tanya aja, di mana pelayan lu." Ucap Ayunna, berlagak manis dan Parry tahu maksudnya.

"Pelayan gue di rumah, lah. Ngapain lu tanyain pelayan gue. Jangan bilang, lu mau bajak pelayan gue." Ucap Parry dengan wajah serius, sambil menunjuk wajah Ayunna.

"Bukan pelayan di rumah lu, ikaan. Yang begituan, ada banyak di rumah gue. Pelayan lu yang suka ngejar-ngejar Recky gue." Ucap Ayunna menjelaskan.

"Ooh, Carren. Ngapain lu nanyain dia ama gue, ayunaann. Nanya ama Nyokapnya giiih.. Siapa yang ngejar siapa, kata lu? Makanya jangan kelamaan jadi ayunan, sampi ngeliat dunia jadi terbalik." Ucap Parry, sambil membuka pintu mobilnya.

"Gue serius ni, Parry. Lu ngga tau kalau dia ada ikut ujian masuk di sini?" Tanya Ayunna, penasaran.

"Ngga tau, gue. Lagian, mana mungkin dia bisa kuliah di sini. Kalian ada-ada saja ngegosipnya." Ucap Parry, sambil mengibas tangannya.

"Eehh.., lu lu pada, urusan putih abu-abu sudah berlalu. Sana giiih... Kejar Recky, siapa tau dia masih ingat ama lu. Kalau dia ngga ingat, ada koala." Ucap Parry, kesal karena mereka masih menyimpan dendam terhadap Carren.

Parry langsung mengeluarkan mobilnya dari parkiran Wangsa menuju pintu gerbang. Tetapi pertanyaan Ayunna membuatnya berpikir, apa benar Carren mengikuti ujian masuk di Wangsa juga. 'Gue perlu mengeceknya, karna Carren ngga mengatakan apa-apa ama gue.' Ucap Parry dalam hati.

Setelalah ditinggal Parry, Ayunna dan Liana naik ke mobil. "Sepertinya, ikan ngga tau kalau pelayannya ada ikut ujian." Ucap Ayunna menebak, karena melihat reaksi Parry ketika mereka bertanya soal Carren.

"Coba lu tanya saja di grup WA, siapa tau ada yang jawab. Karena setahu gue, dari sekolah kita bukan hanya wanita kampung itu saja yang ikut ujian lewat jalur beasiswa. Mungkin ada teman dalam grup yang bisa menjawab." Ucap Liana, memberikan ide.

"Lu emang bisa diandalkan. Gue lupa, kita masih punya grup WA dan pelayan itu ada juga dalam grup itu." Ucap Ayunna, sambil mengangkat jempolnya kepada Liana.

Setelah Ayunna memposting pertanyaannya di grup WA, tidak lama ada jawaban dari salah seorang yang ikut ujian dari jalur beasiswa. Carren tidak ikut ujian dan tidak ada pemberitahuan.

"Jadi yang tadi kejipratan air itu benar, pelayan itu." Ucap Ayunna, happy. Begitu juga dengan Liana, ikut tertawa girang.

♡•~Jangan lupa like, komen, vote dan  favorit, yaa... 🙏🏻 Makasih~•♡

Mengenal.

~•Happy Reading•~

Di sisi yang lain ; Carren telah bangun dari istirahat siang dengan kondisi yang lebih baik. Dia melihat sepintas ada banyak pesan di grup WA sekolahnya. Ada namanya juga disebut, tetapi dia mengabaikannya.

Dia merapikan tempat tidur dan turun mencari Mamanya, karena dia merasa lebih baik. Agar Mamanya tidak mengkhawatirkan dirinya. Sebelum melangkah keluar kamar, ponselnya berdering. Ketika melihat siapa yang menelpon, dia menerimannya.

📱"Allooo, Carren. Apa kabar?" Sapa Parry, saat Carren merespon panggilannya.

📱"Allooo, Parry. Kabar baik, makasih. Apa kabarmu juga?" Carren balik bertanya.

📱"Kabar gue, baik juga. Tadi gue lihat info di grup, lu ngga ikut ujian masuk di Wangsa. Kenapa lu ngga jadi ikut? Kenapa ngga bilang ama gue, kalau mau ikut ujian masuk di sana? Kan bisa bareng ama gue." Tanya Parry beruntun.

Dia mempercayai yang dikatakan Ayunna tentang Carren, setelah membaca percakapan di grup WA. Sehingga dia langsung menghubungi Carren untuk mengkonfirmasinya.

📱"Oooh... Tadi ada accident, jadi gue ngga bisa ikut ujian. Sebenarnya, gue mau kasih surprise ama lu saat bertemu di sana. Tapi, sudahlah... Yang itu ngga usah dibahas." Ucap Carren.

📱"Kalau begitu, lu mau kuliah di mana?" Tanya Parry lagi.

📱"Belum tau, Parry. Nanti kalau sudah pasti, baru gue kasih tau. Parry, gue mau bantu Mama dulu, ya, sorry." Ucap Carren, menghindari percakapan selanjutnya tentang masalah kuliah. Karena hatinya masih kecewa dan sedih.

📱"Ok, nanti kabar-kabari gue, ya." Ucap Parry, lalu mengakhiri pembicaraan mereka. Dia tahu, pasti sedang terjadi sesuatu dengan Carren karena dia sedang menghindar berbicara dengannya tentang kuliah.

Setelah selesai berbicara dengan Parry, Carren jadi memperhatikan percakapan di grup WA sekolahnya. Ternyata seperti yang dikatakan Parry. Mereka sedang bertanya-tanya, kenapa dia tidak ikut ujian masuk di Wangsa. Secara itu adalah kesempatan langka yang bisa diperoleh orang-orang yang kurang mampu.

Carren tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dari teman-temannya, karena hanya akan membuat makin sedih. Dan juga sudah tidak ada manfaatnya untuk dibicarakan. Dengan mengingatnya saja, air mata tergenang di pelupuk matanya.

Dia tidak menyesal lahir di dalam keluarga yang kurang mampu. Dia menyadari perbedaan kondisi keluarganya dengan beberapa teman sebayanya sejak Papanya meninggal.

Ketika menjelang lulus SD, Carren mulai mengerti kondisi keluarganya. Karena melihat Mamanya menjahit sampai larut malam dan tidak bisa membiayainya untuk ikut kursus seperti teman-temannya.

Dia harus belajar sendiri di rumah, atau dari buku-buku yang dipinjamkan oleh tetangga yang anaknya sudah lulus SD. Dia juga sering dibantu oleh teman-teman di Gereja untuk belajar bersama di rumah mereka.

Carren belajar dengan giat dan tekun untuk menyenangkan Mamanya yang telah bekerja keras untuk kehidupan mereka. Karena kadang-kadang dia sudah tidur, Mamanya masih menjahit.

Dia tumbuh dan cara berpikirnya di atas anak-anak seusianya. Karena teman-temannya sedang bermain-main atau berjalan-jalan dengan orang tuanya, dia belajar atau membantu Mamanya di rumah.

Teman-temannya mengikuti berbagai macam kursus atau mendatangkan guru privat ke rumah mereka, Carren belajar secara otodidak di rumah. Karena dia tahu Mamanya tidak akan mampu membayar semua biaya kursus. Kadang-kadang Mamanya ikut mengajarinya.

Sehingga semenjak di SMP, dia tidak menanggapi teman-teman menjulukinya kutu buku atau mengatainya dengan kata-kata yang menghina. Dia menerimanya, karena memang begitulah kondisinya.

Dia hanya fokus belajar dan belajar untuk mendapat prestasi yang baik di kelas atau sekolah. Agar dia tetap menerima beasiswa dari sekolahnya.

Teman-temannya sudah bisa memiliki ponsel sendiri, dia jangankan punya, memegang ponsel saja tidak pernah. Di rumah mereka masih ada telpon rumah dari saat Papanya masih hidup. Itu terus dipertahankan Mamanya untuk menjaga komunikasi dengan orang-orang yang membutuhkan jasanya.

Dia bisa bersekolah di SMP dan SMU yang bagus, karena prestasinya sehingga mendapat beasiswa di sekolah tersebut. Oleh sebab itu, ketika lulus SMU dan diberi kesempatan untuk bisa kuliah lewat jalur beasisiswa, dia senang sekali. Dia yang tadinya tidak membayangkan bisa kuliah, jadi bersemangat. Karena ada harapan dia bisa kuliah tanpa menyusahkan Mamanya.

Dia mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, siapa tahu dia bisa diterima dan kuliah di Universitas yang bagus. Hal itu telah dipikirkan dengan hati yang gembira, saat diberitahu bisa ikut ujian masuk di Wangsa lewat jalur beasiswa.

Dia percaya kesempatan itu ada, jika berusaha dengan tekun, karena dia penah melaluinya sendiri. Dia bisa bersekolah SMP dan SMU yang bagus seperti Wangsa.

Dia menarik nafas panjang dan menghembuskanya perlahan untuk menenangkan hatinya. Dia menghapus air matanya yang hampir menetes dan meletakan ponselnya di tempat tidur. Kemudian dia keluar kamar mencari Mamanya.

Tenyata Mamanya sedang menjahit di kamar yang selama ini telah menjadi ruang kerja atau tempat menjahit. Sebelumnya, ruang itu adalah kamar yang peruntukan untuk tamu atau keluarga yang datang. Tetapi semenjak Papanya meninggal karena kecelakaan di pabrik tempatnya bekerja, kamar tersebut dipakai oleh Mamanya sebagai tempat menjahit.

Mamanya menerima jahitan untuk menghidupi kehidupan mereka sehari-hari. Karena Papanya yang bekerja di pabrik baja, tidak meninggalkan banyak uang untuk mereka.

Papanya telah meninggal hampir delapan tahun yang lalu, saat Carren masih berusia sembilan tahun. Kehidupan mereka yang pas-pasan, makin terpuruk setelah Papanya meninggal.

Oleh sebab itu, Mamanya mengikuti kursus menjahit dan mulai menerima jahitan semenjak tujuh tahun lalu untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua.

Bu Nancy dan Carren bersyukur, mereka memiliki rumah sendiri, walau pun sederhana. Jadi mereka tidak sampai harus berpindah-pindah karena mengikuti rumah yang harus dikontrak.

Dia menyimpan kesedihannya dan mendekati Mamanya. "Mama lagi banyak kerjaan?" Tanya Carren, saat melihat Mamanya sedang menjahit.

"Iya, lumayan. Ini Mama sedang menyiapkan permintaan Tante Florens. Kami mau mendekor Gereja untuk acara Pernikahan." Ucap Bu Carren, sambil memperlihatkan banyak tile dan satin putih yang sedang dijahitnya.

"Apakah itu untuk diletakan di kursi-kursi, Ma?" Tanya Carren, ingin tahu. Karena sering melihat dekorasi saat acara pernikahan di Gereja.

"Iyaa, nanti hari H baru ditambah dengan bunga-bunga. Sekarang Mama siapkan tile, slayer dan pitanya, nanti bersama Tante Florens memasang bunga-bunganya." Ucap Bu Nancy, menjelaskan.

"Apakah Arra bisa bantu Mama membentuk tile dan satin itu menjadi pita?" Tanya Carren, karena dia harus mencari kesibukan. Sedikit banyak bisa membantu Mamanya sementara ini.

"Apakah kau sudah merasa lebih baik?" Tanya Bu Nancy, sambil melihat ke arahnya. Kesedihan masih terlihat jelas di mata putrinya.

"Sudah, Ma. Cuma Arra belum berani melepaskan kaos kaki dan sendal ini." Ucap Carren, sambil menunjuk ke arah kakinya.

"Iyaa, jangan lepaskan dulu. Biarkan saja begitu, agar suhu tubuhmu bisa cepat kembali normal. Kalau kau mau bantu Mama, ambil kursi meja makan dan duduk di sini untuk lihat-lihat. Setelah selesaikan ini, Mama akan mengajarimu cara membuat pita dari tile dan satin." Ucap Bu Nancy, sambil menunjuk yang sedang dijahitnya.

"Baik, Ma..." Ucap Carren, lalu keluar mengambil kursi meja makan untuk duduk di ruangan jahit Mamanya. Dia melihat yang sudah dikerjakan Mamanya dan mempelajarinya satu persatu dengan teliti. Bu Nancy terharu melihat semua yang dilakukan putrinya.

"Arra, jangan kecewa atau bersedih lagi untuk sesuatu yang sudah terjadi dan tidak bisah diubah olehmu. Jika Tuhan berkenan, Dia akan membuat pohon ara berbuah walau pun bukan musimnya berbuah. Jadi jaga hatimu dan yakini itu, jangan pernah mengeluh." Ucap Bu Nancy, sambil mengelus kepala putrinya dengan sayang.

♡•~Jangan lupa like, komen, vote dan  favorit, yaa... 🙏🏻 Makasih~•♡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!