NovelToon NovelToon

Cruel Love Of Gangster

Siksaan

Villa Clisten

"Aarrgh...," teriakan seorang gadis memecah keheningan. Gadis itu, Flower Clisten, duduk di sudut ruangan sambil menerima pukulan keras dari ayahnya, Mark Clisten.

"Pa... Maafkan aku! Jangan pukul lagi!" tangis Flower, namun permohonannya hanya dijawab dengan tamparan dan tendangan.

Mark Clisten, seorang pengusaha sukses yang kehilangan istrinya beberapa tahun lalu, setelah itu ia membawa seorang wanita baru beserta anak perempuannya ke dalam rumah. Sejak berusia 14 tahun, Flower harus merasakan kekejaman ayah tirinya yang terus menyiksanya atas hasutan ibu tiri dan saudari tirinya.

Tidak hanya dipaksa melakukan semua pekerjaan rumah tanpa bantuan, Flower juga diasingkan ke ruang bawah tanah yang gelap dan lembab. Flower tidak diizinkan makan bersama keluarga di ruang makan. Ia hanya bisa makan di ruangan gelap yang hanya diterangi lampu 5 watt, tanpa selimut atau alas tidur yang layak. Selama ini, dirinya hanya tidur di lantai semen yang dingin.

Pukulan Mark begitu keras hingga terdengar seperti kerasukan setan.

"Aargghh...," jeritan Flower bergema saat tubuhnya terhempas ke lantai, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aksi brutal ini disaksikan oleh istri kedua Mark, Mona, dan anak tirinya, Fannie. Mereka tersenyum puas melihat Flower disiksa habis-habisan hingga darah menembus bajunya.

"Tidak berguna, berani sekali kau melawan kakakmu. Kenapa kau tidak mati saja bersama ibumu saat kebakaran itu terjadi?" bentak Mark sambil terus memukul.

"Pa, tolong hentikan! Aku adalah putrimu!" tangis Flower, berharap ada sedikit belas kasihan.

"Lalu kenapa jika kau adalah putriku? Aku menyesal memiliki putri sepertimu, hanya tahu makan dan tidak berguna sama sekali," ketus Mark sambil menendang tubuh putrinya yang sudah tergeletak lemas.

Bruk... bruk..."Mark, sudahlah! Jangan begitu keras dengannya, Fannie tidak akan mempermasalahkan pertengkaran kecil ini. Kasihan dia. Daripada kamu pukul dia lagi, lebih baik hukum saja jangan beri dia makan," bujuk Mona.

"Benar katamu! Daripada aku marah terus juga tidak ada gunanya, lebih baik kita tidak usah memberi dia makan sebagai hukuman," kata Mark.

"Flower, kau dengar baik-baik, jangan karena kau adalah putriku kau bisa seenaknya. Kau tetap harus bekerja kalau kau masih sayang dengan nyawamu!" bentak Mark.

Sesaat kemudian mereka meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Flower yang tergeletak lemah dan penuh luka. Sejak ibunya meninggal, hidup Flower berubah menjadi mimpi buruk. Setiap hari ia bangun pagi-pagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan tinggal di ruang bawah tanah yang gelap dan dingin.

Mark membawa masuk wanita baru yang membawa anak perempuan telah mengubah hidup Flower semakin tragis dan kejam. Flower hanya bisa pasrah dan menerima nasib buruknya selama bertahun-tahun.

Selain dikurung dan dipukul, ia hanya bisa makan roti basi atau makanan yang sudah tidak layak dimakan. Seringkali, ia tidak makan selama beberapa hari.

"Ma, kapan aku harus begini terus? Kenapa papa sangat kejam padaku? Di mana letaknya kesalahanku sehingga dia begitu membenciku? Ma, bawa aku pergi, aku tidak tahan lagi. Papa selalu saja menganggapku anak tidak berguna dan pelacur. Bagaimana aku bisa teruskan hidupku kalau harus terus menerima siksaan ini?" batin Flower, berharap ada keajaiban yang bisa membebaskannya dari penderitaan ini.

Villa Robertson

Di tempat lain, seorang pria berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan pandangan tajam. Pria itu adalah Charles Christopher, seorang gangster terkenal di London.

"Apa tindakan si bodoh itu, apakah mengganggu bisnis kita?" tanya Charles dengan suara berat.

"Bos, sepertinya dia tidak ada keberanian mengusik kapal kita. Tuan besar juga pasti sedang mengawasinya," jawab salah satu anggotanya, Harry.

Charles adalah salah satu bos gangster paling ditakuti di kalangan mereka. Ia dikenal dengan keangkuhan dan kekejamannya, dibesarkan oleh Bard Robertson, ketua kelompok gangster Red Lion.

"Cole, bagaimana hasilnya?" tanya Charles sambil meneguk minuman.

"Bos, maaf," ucap Cole dengan kepala tertunduk.

"Selidiki lagi! Aku yakin dia masih di London!" perintah Charles dengan nada tegas.

"Siap, Bos," jawab Cole dengan hormat.

"Flower Clisten, aku yakin kau masih ada di dalam kota ini. Ke mana pun kamu pergi, aku tetap akan mencarimu sampai dapat," batin Charles, menyusun rencana dalam benaknya.

Caci maki

"Tuan besar sering saja mengutuskan anggotanya mengintai gerak-gerik kita," ucap Harry dengan nada khawatir.

Charles menoleh dengan dingin. "Biarkan saja! Selama ini rubah tua itu hanya berpura-pura di depanku. Sebenarnya dia tidak pernah percaya pada siapa pun," jawabnya dengan suara tegas, matanya menyipit penuh kecurigaan.

Harry mengangguk pelan, masih terlihat ragu. "Apakah kita biarkan saja?" tanya Cannon yang berdiri di belakang mereka.

"Abaikan saja! Kita tetap lakukan tugas kita, jangan menarik perhatiannya!" perintah Charles, memastikan setiap kata terdengar jelas.

"Baik, Bos," jawab Cannon, suaranya penuh kepatuhan.

Di Villa Clisten, teriakan menggema di seluruh ruangan.

"Cepat lanjutkan tugasmu...." teriak Mark, matanya menyala marah pada putrinya yang malang.

Flower, dengan wajah pucat dan tubuh lemah, terpaksa melakukan pekerjaannya. Setiap gerakan tangannya gemetar, kelaparan dan penyakit tampak jelas di wajahnya. Namun, Mark tidak peduli, memaksanya terus bekerja.

"Anak tidak berguna! Sama sekali tidak sebanding dengan kakakmu," bentak Mark, melayangkan pukulan ke kepala Flower dengan kasar.

Flower jatuh tersungkur, tubuhnya terhuyung lemas di lantai.

"Tidak berguna memiliki anak sepertimu, seharusnya aku buang saja," ketus Mark dengan kebencian mendalam.

Dengan air mata berlinang, Flower mengangkat wajahnya, menatap ayahnya penuh luka. "Jangan menyalahkan aku! Yang menjadikan aku tidak berguna karena papa juga. Aku disiksa dan dikurung sehingga tidak bisa keluar dan bekerja di luar. Aku selalu saja menjadi pembantu kalian," jawabnya dengan suara parau.

Plak!

Plak!

Tamparan keras itu membuat pipi Flower merah menyala. Dua tamparan berturut-turut membuatnya terkapar. Mark membungkuk, menarik rambut putrinya dengan kasar.

"Kau masih saja berani melawan. Kurang ajar! Kalau saja aku tidak memberimu makan, apakah kau masih bisa hidup hingga saat ini," bentaknya.

"Selama ini papa hanya memberiku makanan basi, roti basi dan sayuran yang sudah busuk. Apakah semua makanan itu layak dimakan?" balas Flower dengan tangisan penuh keputusasaan.

"Apakah kau tahu, kau sangat menjijikan seperti pelac*r. Kau hanya layak makan makanan basi dan busuk, karena itulah harga dirimu sebusuk makanan itu," ejek Mark dengan nada menghina."Lakukan tugasmu sekarang juga! Kalau tidak, aku tidak akan segan menghukummu dengan cara yang lebih sadis," ancam Mark, matanya berkilat kejam.

Flower menatap ayahnya dengan mata yang penuh kebencian. "Kalau di matamu aku adalah pelacur, kenapa tidak membunuhku saja? Kenapa masih membiarkan aku hidup?" ketusnya.

Mark tersenyum dingin. "Karena aku ingin menyiksamu. Penderitaanmu adalah kebahagiaan istri dan putriku," jawabnya tanpa belas kasihan.

Tangisan Flower semakin deras. "Hanya demi mereka aku harus menjadi korbanmu," suaranya penuh rasa kecewa dan sakit hati.

"Iya, asal mereka bahagia, aku rela melakukan apa saja. Suka atau tidak, kau harus menerimanya," tegas Mark, tanpa sedikit pun rasa penyesalan.

Di sisi lain villa, Mona dan putrinya Fannie sedang berada di kamar, mendengar semua itu tanpa rasa iba.

"Ma, wanita itu sangat panjang umur. Dia bisa saja bertahan begitu lama walau setiap hari menerima siksaan. Aku sangat kagum padanya," ucap Fannie dengan nada sinis.

Mona tertawa kecil. "Fannie, dia tidak bisa berbuat apa pun karena hanya rumah inilah tempat tinggalnya. Walau disiksa ataupun dibunuh, dia hanya bisa pasrah," katanya dengan santai.

"Kalau saja aku di posisinya, aku rela bunuh diri daripada menerima nasib seperti itu. Bayangkan saja makanan basi seperti roti, sayuran, serta daging ayam yang sudah membusuk. Dia harus paksa menelannya," kata Fannie dengan jijik.

"Biarkan saja dia! Lagi pula ada dia yang urus rumah ini, kita bisa hemat uang untuk membayar upah," kata Mona dengan nada tak peduli.

"Mama sangat pintar menggoda pria itu sehingga mampu membuatnya patuh pada setiap perkataanmu," ucap Fannie dengan senyum sinis.

"Soal pria sangat mudah untuk ditangani, lagi pula ini masalah kecil bagiku," jawab Mona dengan senyum penuh keyakinan.

"Ma, besok teman bisnis papa ulang tahun. Aku dan papa harus hadir," ujar Fannie.

"Baguslah kalau begitu. Tunjukan pesonamu agar bisa menarik perhatian pria di sana. Mungkin saja kau bisa mendapatkan pria kaya," kata Mona dengan senyum licik.

Pada malam pesta ulang tahun, acara diramaikan oleh sejumlah pebisnis ternama. Mark ditemani oleh Fannie menghadiri pesta itu dengan penuh percaya diri.

Saat itu, tatapan Fannie fokus pada seorang pria tampan yang tak lain adalah Charles Robertson, yang sedang berbincang dengan sahabatnya. Pandangan mata mereka bertemu sejenak, menciptakan percikan yang tak terduga.

.

Sindiran Charles

"Pria itu sangat tampan, siapa dia? aku harus mencari cara untuk mendekatinya," batin Fannie.

Fannie terpesona dengan ketampanan Charles sehingga nekad ingin mendekati pria itu.

"Charles, aku tidak sangka dirimu akan menghadiri acara ini, kau dikenal tidak suka menghadiri acara apapun selama ini," ucap Steve yang adalah sahabat Charles.

"Steve, tuan Andres adalah teman bisnis, aku tidak bisa tidak hadir. kami juga sudah berkenalan cukup lama," kata Charles.

Di saat mereka sedang berbincang Fannie menghampiri mereka berdua.

"Tuan Steve, tidak ku sangka kita bisa bertemu di sini," sapa Fannie dengan senyum.

"Benar, lama tidak jumpa," balas Steve.

"Tuan ini adalah...?" tanya Fannie pada Charles.

"Ini adalah sahabatku, namanya adalah Charles Robertson," jawab Steve.

"Ternyata dia adalah bos gangster yang terkenal itu," batin Fannie.

"Tuan Robertson, apa kabar? namaku adalah Fannie. senang berkenalan denganmu!" ucap Fannie dengan senyum.

"Fannie Clisten adalah anak tiri dari Mark Clisten," balas Charles.

"Benar, aku adalah putrinya," jawab Fannie yang ingin bersalaman dengan pria itu akan tetapi di abaikan.

"Mark Clisten yang terkenal dengan kesombongan dan kelicikan dalam bisnis," ujar Charles yang berterus terang.

Fannie yang mendengar ucapan Charles hanya bisa terdiam dan tidak bisa berkata apapun.

Tidak lama kemudian seorang pria yang tidak lain adalah Gangster menghampiri mereka.

"Tidak sangka kamu bisa hadir di acara ini juga?" ujar Farlos dengan senyum jahat. pria itu adalah satu kelompok dengan Charles. mereka dibesarkan oleh Bard Robertson. akan tetapi mereka tidak akur sama sekali.

"Dunia ini sangat sempit, selagi kamu masih hidup kita bisa bertemu kapanpun," ucap Charles dengan mengejek.

"Ha ha ha...Kamu ini...jangan bicara seperti itu di depan gadis cantik ini," kata Farlos.

"Tidak usah basa basi kalau kau berminat, aku bukannya tidak maksudmu. murahan dan murahan memang sangat sepadan," kata Charles.

"Nona, jangan dengarkan dia! siapa nama nona?" tanya Farlos.

"Namaku adalah Fannie Clisten," jawabnya dengan senyum

"Nama yang bagus, senang berkenalan denganmu! dan namaku adalah Farlos," ucap Farlos yang bersalaman dengan wanita itu.

"Fannie, ternyata kamu ada di sini," suara panggilan Mark yang menghampiri mereka.

"Tuan Clisten," sapa Steve.

"Tuan Steve," balas Mark.

"Pa, ini adalah tuan Robertson dan tuan Farlos," kata Fannie pada ayahnya.

"Anda berdua adalah bos gangster, betulkah?" tanya Mark dengan tidak percaya.

"Benar, Charles dan aku berasal dari Red Lion," jawab Farlos.

"Senang bertemu dengan kalian," ucap Mark dengan senyum.

"Tuan Robertson, bagaimana kalau kita pergi makan?" tanya Fannie.

"Aku tidak suka makan dengan orang asing yang murahan, permintaanku sangat tinggi. aku hanya akan makan dengan orang yang selevel denganku," jawab Charles dengan terus terang.

"Steve, aku merasa sini agak panas, aku ingin keluar dulu," kata Charles yang melangkah pergi.

"Baiklah," jawab Steve.

Fannie hanya bisa menahan emosi di saat pria itu menghina dirinya, ia merasa malu karena selama ini belum pernah menerima penolakan.

"Aku permisi dulu!" pamit Steve yang meninggalkan menyusul sahabatnya.

Charles berdiri di luar sambil memandang bulan purnama yang menerangi halaman depan.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Steve yang menghampiri sahabatnya itu.

"Tidak ada!"

"Charles, kau memang tidak pernah berubah, selalu saja bicara sembarangan di depan wanita," kata Steve.

"Aku bukannya tidak tahu sifat mereka, anak dan ayah sama saja licik," kata Charles.

"Selama ini sudah banyak wanita yang menunggumu, mereka semua ditolak dengan cara yang kejam. dan aku juga tahu hanya dia yang kau rindukan," ujar Steve.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!